Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HADITS DITINJAU DARI KUANTITAS PERAWINYA DAN


HADITS DITINJAU DARI KUALITAS PERAWINYA

Disusun Oleh :
Dina Dwi Damayanti 21531038
Dini Alfizahra 21531039

Dosen Pengampu : Muhammad Idris S.Pd. I, MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
TAHUN AJARAN 2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT.
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menjadi rahmat sekalian alam.
Seiring dengan itu, tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada guru bidang
studi yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini menjelaskan secara ringkas mengenai klasifikasi hadis dari
segi kuantitasnya. Penulis menyadari akan kekurangan dari makalah ini. Karena
“Tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, saran dan masukan dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini dan
semoga dengan selesainya makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Curup, 15 November 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadis Ditinjau Dari Kuantitasnya ...............................................
B. Hadis Ditinjau Dari Kualitasannya ..............................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an untuk
memberi petunjuk kepada kehidupan umat manusia. Apa yang tidak diuraikan
dalam Al Qur’an akan dijelaskan secara gamblang dalam sebuah hadits, karena
pada dasarnya hadits merupakan perkataan, ajaran, perbuatan Rasulullah SAW.
Ilmu hadits telah menyedot perhatian ulama sejak awal perkembangan
Islam hingga saat ini, bahkan khazanah Islam lebih banyak dipenuhi kitab-kitab
hadits dibanding misalnya kitab tafsir. Ini menunjukkan pentingnya kedudukan
hadits dalam Islam.
Kita sebagai seorang muslim tidak menyakini bahwa semua hadits adalah
shahih, namun juga tidak benar bila menganggap bahwa semua hadits adalah
palsu sebagaimana anggapan para orientalis. Untuk mengetahui tentang
kedudukan/martabat suatu hadits di mata hukum yang selanjutnya dari hadits
tersebut bagaimana dapatnya dijadikan sebagai sandaran/landasan hukum maka
perlu dipahami tentang keadaan suatu hadits baik dinilai dari sifat perawinya,
sanad-nya, maupun matan dari hadits itu.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang tersebut, dalam makalah ini dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1.     Bagaimanakah hadits ditinjau dari segi kuantitasnya?
2.     Bagaimanakah hadits ditinjau dari segi kualitasnya?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis Ditinjau Dari Kuantitasnya


Dalam mengungkapkan pembagian hadis dari segi kuantitas sanadnya
maka para ulama hadis (Muhhaddisin) membaginya menjadi dua macam :
1.    Hadis Mutawatir
Kata mutawatir menurut lughat ialah al-mutatabi` yang berarti yang
datang kemudian, beriring-iringan atau berturut-turut satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut istilah ialah

‫انتهاءالسند و كان‬
ّ ‫ا لّذ ي رواه جمع كثير ال يمكن توا طؤهم على الكذب عن مثلهم‬

‫الحس‬
ّ ‫مستندهم‬
Arti: “hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari
kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad
dengan didasarkan pada pancaindera”.

Berdasarkan defenisi di atas dapat kita pahami bahwa hadis mutawatir


adalah hadis yang bersifat indrawi yang diriwayatkan oleh banyak orang pada
setiap tingkatan sanadnya, yang secara tradisi dan akal sehat mustahil mereka
besepakat untuk berusta dan memalsukan hadis.
Macam-macam Hadits Mutawatir

Para ulama hadis membagi hadis mutawatir menjadi tiga macam,


yakni mutawatir lafzhi, mutawatir ma`nawidan mutawatir amali.

1.    Mutawatir Lafzhi


Mutawatir lafzhi menurut Nur Ad-Din Atsar adalah:
“Hadis yang mutawatir dalam satu lafadh”.
Sedangkan menurut Muhammad At-Tahhan:

‫ماتواترلفظه ومعناه‬
“Hadis yang mutawatir lafadh dan ma`nanya”.
Dan menurut Tawjih An-Nadzar adalah:
“ Hadis yang sesuai lafal para perawinya, baik menggunakan satu lafal atau lafal
lain yang sama makna dan menunjukkan kepada makna yang dimaksud secara
tegas”.
Contoh mutawatir lafzhi :

‫فليتبوأ مقعده من النار‬


ّ ‫متعمدا‬
ّ ‫علي‬
ّ ‫من كذب‬
“ Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya dari api neraka”.(HR.Bukhari, Muslim, Ahmad, At-
Tirmizi, An-Nasa`i, dan Abu Daud)

2.      Mutawatir Ma`nawi


Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai berikut:

‫كلي‬
ّ ‫ما اجتلفوا في لفظه ومعناه مع رجوعه لمعنى‬
Hadis yang berbeda lafal dan maknanya, tetapi kembali kepada satu makna yang
umum.
Dari defenisi di atas, maka mutawatir maknawi adalah hadis
mutawatir pada makna, yaitu beberapa riwayat yang berlainan tetapi memiliki
makna yang sama atau satu tujuan. Misalnya, Hatim diriwayatkania memberi
seseorang seekor unta, periwayatan lain ia memberi seekor kuda dan riwayat lain
pula ia memberi hadiah dinar. Maka disimpulkan makna periwayatannya bahwa ia
seorang dermawan.
3.         Mutawatir Amali
Sebagian ulama memberikan defenisi mutawatir amali sebagai berikut:

‫النبي صلى ا اهلل عليه وسلّم فعله أو‬


ّ ‫ما علم من ال ّد ين با لضرورة وتواتر بين المسلمين أن‬
‫أمر به أو غير ذلك‬
“sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah
mutawatir antara kaum muslimin bahwa Nabi saw. Mengerjakannya atau
menyuruhnya dan atau selain itu”.
2.    Hadis Ãhãd
Ãhãd merupakan jamak dari ahad dengan makna satu atau tunggal.
Sedangkan menurut istilah menurut ulama Hadis Aahaad adalah

‫الخبر الذي لم تبلغ نقلته فى ألكثرة مبلغ الخبرالمتواتر سواءٌ كان المخبر واحدا أواثنين أو‬

‫ثالثة أو أربعة أو جمسة إلى غير ذلك من األعدادالّتي التشعر بأ ّن اخبر دخل بها في‬

‫خبرالمتواتر‬.
“Khabar yang tiada sampai jumlah banyak pemberitanya kepada jumlah khabar
mutawatir, baik pengkhabar itu seorang, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya
dari bilangan-bilangan yang tiada memberi pengertian bahwa khabar itu dengan
bilangan tersebut masuk ke dalam khabar mutawatir”.

Dengan pengertian di atas sehingga hadis aahaad member faedah ilmu


Nazhari, artinya ilmu yang diperlukan penelitian dan pemeriksaan terlebih dahulu,
apakah jumlah perawi yang sedikit memiliki sifat-sifat kreadibilitas yang mampu
dipertanggungjawabkan atau tidak. Hadis inilah yang memerlukan penelitian
secara cermat apakah apakah para perawinya adil atau tidak, dhabith atau tidak,
sanadnyabersambung atau tidak, sehingga dapat menentukan tingkat kualitas
suatu hadis apakah ia shahih, hasan atau dha`if.

B. Hadis Ditinjau Dari Kualitasannya


Bila ditinjau dari segi kualitasnya, maka hadis terbagi menjadi dua macam:
1.    Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti makhudz (yang diambil) dan mushaddaq
( yang dibenarkan atau diterima),sedangkan menurut istilah adalah
Artinya“ hadis yang unggul pembenaran pemberitanya”
Syarat-syarat penerimaan suatu hadis untuk menjadi hadis yang maqbul,
yaitu bila sanad-nya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dan
matan-nya tidak syadzdan tidak ber-illat.
Dengan demikian hadis maqbul adalah hadis yang dapat diterima atau
pada dasarnya dapat dijadikan hujjah dan panduan pengamalan syari`at.
Berdasarkan penjelasan di atas maka para ulama membagi hadis maqbul menjadi
dua bagian utama yaitu; hadis shahih dan hasan.
a.    Hadis shahih
Sahih menurut bahasa berarti sehat (lawan sakit). Kata sahih juga telah
menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan sah, benar, sempurna, sehat (tiada
celanya).
Sedangkan menurut istilah dikalangan ulama ialah

‫ضا بطين من غير شذ وذ والعلة‬


ّ ‫ما اتّصل سنده با لعد ول ال‬
“hadis yang bersambungsanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan
dhabit (kuat daya ingatan), selamat dari keganjalan (syadzdz) dan cacat (illat)”
Kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis shahih secara berurutan sebagai
berikut:
(1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H).
(2) Shahih Muslim (w. 261 H).
(3) ShahihIbnuKhuzaimah (w. 311 H).
(4) Shahih Ibnu Hibban (w. 354 H).
(5) Mustadrok Al-hakim (w. 405).
(6) ShahihIbn As-Sakan.
(7) Shahih Al-Abani.
b.     Hadis Hasan
Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga
berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para
ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa
ia merupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadisdha’if, dan juga karena
sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari
definisinya yaitu:
(1) definisi al- Khatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah
mashurrawi-rawisanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis,
dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya
fukaha’
(2) definisiIbnuHajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan oleh
yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersambungsanadnya, tidak cacat, dan
tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahihli-dzatihi, lalu jika ringan
ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan lidszatihi.
Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya
hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna ke-
dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan
ke-dhabit-an perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis
hasan lebih unggul.
c.    Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang tidak diterima,
Sedangkan menurut istilah hadis mardud adalah “hadis yang tidak unggul
pembenaran pemberitanya”.
Penolakan hadis ini dikarenakan tidak memenuhi beberapa kriteria
persyaratan yang ditetapkan para ulama, baik yang menyangkut sanad seperti
perawi harus bertemu langsung dengan gurunya (ittishal as-sanad) maupun yang
menyangkut matan seperti isi matan tidak bertentangan dengan alquran dan lain-
lain .
Hadis mardud tidak mempunyai pendukung yang membuat keunggulan
pembenaran berita dalam hadis tersebut. Hadis mardud tidak dapat dijadikan
hujjah dan tidak wajib di amalkan, sedangkan maqbul wajib dijadikan hujjah dan
wajib di amalkan. Secara umum Hadis mardud adalah hadis dha’if (lemah) .
a.      Hadis Dho`if
Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang
lemah lawan dari Qawi (yang kuat).Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa
hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut
tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi
hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaifialah hadits yang tidak memuat atau
menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat
hadits hasan”.

b.    Kehujahan Hadits dhaif


Hadis dhaif pada dasarnya adalah tertolak dan tidak boleh
diamalkan, bila dibandingkan dengan hadis shahih dan hadis hasan, Namun para
ulama melakukan pengkajian terhadap kemungkinan dipakai dan diamalkannya
hadis dhaif, sehingga terjadi perbedaan pendapat diantara mereka:
1. Para ulama berpendapat bahwa hadis dhaif tidak boleh diamalkan sama sekali,
baik berkaitan masalah aqidah atau hukum-hukum fikih, targhib dan tarhib
maupun dalam fadha’ilula’mal (keutamaan amal). Inilah pendapat imam-imam
besar hadis seperti Yahya bin Ma’in, bukhari, dan Muslim. Pendapat ini juga
dikuti oleh IbnuArabi ulama fikih dari mazhab Malikiyah, Abu Syamah Al-
Maqdisi ulama dari mazhab Syafi’iyah,dan Ibnu Hazm.
2. Pendapat kebanyakan ahli fikih membolehkan untuk mengamalkan dan
memakai hadis dhaif secara mutlak jika tidak didapatkan hadis lain dalam
permasalahan yang sama. Dikutip dari pendapat Abu Hanifa,Asy-syafi’I,
Malik, dan Ahmad. Akan tetapi pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad
bahwa hadis dhaif kebalikan dari hadis shahih menurut terminology ulama-
ulama terdahulu.
3. Sebagian ulama membolehkan untuk mengamalkan dan memakai hadis dhaif
dengan catatan sebagai berikut: mereka membolehkan mengamalkan hadis
dhaif khusus dalam targhib dan tarhib (motivasi beramal dan ancaman
bermaksiat) dan fadilah-fadilah amal, sedangkan untuk masalah aqidah dan
hukum halal serta haram, mereka tidak membolehkannya.
Ulama-ulama yang mempergunakan hadis dhaif dalam fadilah amal,
menyaratkan kebolehan mengambilnya itu dengan tiga syarat :
1. Kelemahan hadis itu tidak seberapa
2. Apa yang ditunjukan hadis itu juga ditunjukan oleh dasar lain yang dapat
dipegangi, dengan arti bahwa memeganginya tidak berlawanan dengan sesuatu
dasar hukum yang suda dibenarkan.
3. Jangna diyakini dikalah menggunakannya bahwa hadis itu benar dari Nabi. Ia
hanya dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang tiada
berdasarkan nash sama sekali.

BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan hadis ditinjau
dari kuantitas dan kualitas sanadnya sebagai berikut :
1. Hadits ditinjau dari segi kuantitasnya dibagi menjadi dua, yaitu hadits
mutawatir dan hadits ahad
2. Hadits mutawatir terbagi menjadi tiga macam yaitu: mutawatir lafzhi,
mutawatir ma’nawi, dan mutawatir ‘amali
3. Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi tiga yaitu: masyhur, ‘azis, gharib
(gharib mutlak dan gharib nisbi)
4. Hadits ditinjau dari segi kualitasnya dibagi menjadi tiga, yaitu hadits shahih,
hadits hasan, dan hadits dha’if.
5. Sedangkan pengklasifikasian hadits dha’if berdasarkan cacat pada ke-adil-an
dan ke-dhabit-an rawi dibagi antara lain: hadits maudhu’, hadits matruk,
hadits munkar, hadits syadz. Klasifikasi hadits dha’if berdasarkan gugurnya
rawi, terbagi menjadi:hadits mu’allaq, hadits mu’dhal, hadits mursal, hadits
munqathi, hadits mudallas.

B.  Saran
Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku
manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami
mengharapkan kritIk maupun saran bagi kami yang bersifat membantu agar kami
tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang akan
datang .

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muh. dan M. Mudzakir. 2000. Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka
Setia
Al Albani, Muh. Nashiruddin. 2001. Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu.
Diterjemahkan oleh As’ad Yasin. Jakarta: Gema Insani.
Anwar, Moh. 1981. Ilmu Musthalah Hadits. Surabaya: Al Ikhlas.
Hassan, A.Qadir. 2002. Ilmu Musthalah Hadits.Bandung: CV. Diponegoro
http://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/92-2/ (diakses tangga 12 Maret 2014)
http://zulkhulafair.blogspot.com/2012/11/hadist-ditinjau-dari-segi-kuantitas-
dan.html (diakses tangga 12 Maret 2014)

Anda mungkin juga menyukai