Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMBAGIAN HADIS

Disusun Oleh :
Ikhsan Arisnal Afandi (2110203013)

Reza Azizah (2110203043)

Dosen Pembimbing :
Kusnadi, M.A

MAHASISWA JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah yang berjudul pembagian hadis di kuantitas dan
kualitas .

Sholawat serta salam tidak lupa kita hadiahkan kepada baginda nabi kita
Muhammad SAW, keluarganya, beserta sahabat. semoga kita semua mendapatkan
syafaatnya dan mendapatkan petunjuk hingga hari kiamat nanti.

kami sangat berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi


pembaca. Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan kami. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sungai Penuh, 21 Maret 2022

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A...Latar Belakang ................................................................................ 1
B...Rumusan Masalah ...........................................................................1
C...Tujuan ............................................................................................. 1

BAB 2 PEMBAHSAN
A...Pembagian Hadist dari Segi Kualitas dan Kuantitas....................... 2
B...Hadist ditinjau dari kuantitas........................................................... 4
C...Hadist ditinjau dari kualitasnya....................................................... 5

BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................... 11
Saran ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan
ajaran Islam, tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya. Al-Qur’an
sebagai sumber pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global,
sedangkan hadist sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan
keumuman isi Al- Qur’an tersebut.
Allah SWT menurunkan Adz-Dzikr, yaitu Al-Qur’an bagi umat
manusia. Agar Al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Allah
SWT memerintahkan Rasullullah SAW untuk menjelaskannya.
Hadist sebagai penjelasn Al-Qur’an itu memiliki bermacam-macam
fungsi. Salah satunya yaitu macam-macam hadist dilihat dari segi kualitas dan
kuantitas. Disini kami akan membahas tentang kualitas dan kuantitas hadist
serta ciri-ciri dan contoh dari hadist shahih, hadist hasan, dan hadist dhaif.
B. Rumusan masalah
1.Pembagian Hadist dari Segi Kualitas dan Kuantitas
2.Hadist ditinjau dari kuantitas
3.Hadist ditinjau dari kualitasnya

C. Tujuan
1. Menjelaskan Pembagian Hadist dari Segi Kualitas dan Kuantitas
2. Menjelaskan Hadist ditinjau dari kuantitas
3. Menjelaskan Hadist ditinjau dari kualitasnya

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadist dari Segi Kualitas dan Kuantitas


Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadist bergantung kepada
tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga
hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadist. Bila dua buah hadis
menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadist yang
diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadist yang
diriwayatkan oleh satu orang rawi; dan hadist yang diriwayatkan oleh tiga
orang rawi lebih tinggi tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan dua
perawi.1

Jika dua buah hadist memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang
sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih
tinggi tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah
tingkatannya, dan hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih tinggi
tingkatannya dari pada hadist yang diriwayatkan oleh rawi pendusta

Artinya :
"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat
kepada kami) pada waktu yang telah kami tentukan."

Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat puluh orang, bahkan


ada yang membatasi cukup dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi
zina itu ada empat orang.

Kata-kata (dari sejumlah rawi yang semisal dan


seterusnya sampai akhir sanad) mengecualikan hadist ahad yang pada

1
Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadist. CV. Pustaka Setia: Bandung, 2005
2
sebagian tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh sejumlah rawi mutawatir.

Contoh hadist :

Artinya :
"Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya."

Awal hadist tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya


menjadi mutawatir. Maka hadist yang demikian bukan termsuk hadist
mutawatir.

Kata-kata (dan sandaran mereka adalah


pancaindera) seperti sikap dan perkataan beliau yang dapat dilihat atau
didengar sabdanya. Misalnya para sahabat menyatakan; "kami melihat Nabi
SAW berbuat begini". Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah
keyakinan yang disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan
firman Allah dan mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni,
seperti pernyataan bahwa satu itu separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa
yang menjadi pertimbangan adalah akal bukan berita.

Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya,
maka hadis yang matannya seiring atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat
Al-Quran, lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang matannya buruk atau
bertentangan dengan ayat-ayat Al-quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah
taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal
dari Rasulullah.2

Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf


kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadis itu berasal

2
H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta : Bulan Bintang, 1995

3
Rasulullah SAW. Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis yang rehdah
taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari
Rasulullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi
rendahnya kedudukan hadis sebagai sumber hukum atau sumber Islam

B. Hadist ditinjau dari kuantitas


1. Mutawatir
a. Mutawatir Lafdzi
Yang dimaksud dengan mutawatir lafdzi adalah yang
mutawatir, baik dari segi lafalna maupun maknanya.
b. Mutawatir ma’nawi
Mutawatir Ma’nawi adalah hadist yang mutawatir namun ari
segi maknannya saja, dan terdapat perbedaan pada lafalnya.
Seperti hadist yang menyatakan bahwa Rasullullah SAW
mengangkat kedua tangannya ketika bedoa. Terdapat seratus
hadist yang menyatakan hal ini, meskipun dalam permasalahan
yang berbeda- beda.3
2. Ahad
a. Hadist Masyhur
Dari segi bahasa, masyhur berarti idzhar yaitu tampak atau terlihat.
Sedangkan dari segi istilah, masyhur adalah hadist yang diriwayatkan

oleh tiga orang perawi atau lebih pada tiap tingkatan perawinya
(thabaqah), namun tidak samapai pada derajat mutawatir.
b. Hadist Aziz
Dari segi bahasa aziz memilki dua pengertian, pertama qalla wa
nadara yaitu sedikit dan jarang, kemudian yang kedua, qowiya wa
istadda, yaitu kuat dan keras. Adapaun dari segi istilahnya, hadist
aziz adalah hadist yang diriwayatkan tidak kurang dari dua perawi
pada setiap thabaqah sanadnya.
c. Hadist Gharib

3
tarbiyah@isnet.org
4
Dari segi bahasa, gharib bermakna “munfarid” yaitu
menyendiri, atau “al-ba’id an aqaribihl” Yaitu jauh dari saudara-
saudaranya. Sedangkan dari segi istilahnya, gharib adalah hadist
yang diriwayatkan hanya oleh satu orang perawi saja, baik pada
seluruh ataupun salah satu thabaqatnya.4

C. Hadist ditinjau dari kualitasnya


Dilihat dari kualitasnya, hadist terbagi menjadi tiga, yaitu Shahih,
Hasan dan Dhaif. Dari ketiga hadist ini terbagi-bagi lagi menjadi bagian-
bagiannya masing-masing:
1. Hadist Shahih
Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari
sakit. Sedangkan dari segi istilahnya, hadist shahih adalah hadist yang
sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari
sejak awal hingga akhir sanad, tanpa adanya syadz dan illat.

Artinya :
"Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya
tidak menyalahi ayat (al-Quran), hadis mutawatir, atau ijimak serta para
rawinya adil dan dabit." 5

Penjelasan definisi:

4
Mustafa Amin, Ibrahim al-Tazi, Muhadarat fi ‘Ulu al-Hadits, jami’ah al-azhar, 1971, jilid I

5
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1

5
a. Sanadnya bersambung: yaitu bahwa setiap perwi dari seluruh
perawinya meriwayatkan hadist tersebut secara langsung dari
syeknya. Kondisi dari awal hingga akhir sanad hadist.
b. Perawi yang adil, yaitu bahwa seluruh perawinya harus
memiliki sifat-sifat seperti Islam, baligh, berakal, tidak fasiq
dan tidak memilki cacat yang menghilangkan muru’ahnya.
c. Dhabit, yaitu bahwa seluruh perawi yang ada harus memilki
ketepatan, baik dalam hafalan hadist, maupun dari tulisan atau
catatn hadist.
d. Tidak syadz. Yang dimaksud dengan syadz adalah
bertentangannya hadist perawi yang tsiqah dengan riwayat
perawi lain yang lebi tsiqah darinya.
e. Tidak0 ada illat. Sedangkan illat adalah sebab-sebab yang tidak
terlihat, yang dapat merusak kesahihan suatu hadist, meskipun
secara dzahir terlihat shahih.6
Pembagian Hadist Shahih:
Hadist shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih lidzatihi dan shahih
lighairihi.
a. Shahih Lidzatihi
Shahih Lidzatihi adalah hadist yang secara mandiri telah
memliki syarat-syarat keshahihan sebagaimana disebut di
atas. Atau dengan kata lain, bahwa shahih lidzatihi adalah
hadist shahih itu sendiri.

b. Shahih Lighairihi
Shahih lighairihi adalah hadist hasan lidzatihi, apabila
terdapat hadist dari jalur sanad lain yang menguatkannya,
baik yang serupa atau yang lebih kuat darinya.7
2. Hadist Hasan

6
media.isnet.org/Islam/Quraish/index.htm
7
Al-Naisaburi, Kitab Ma’rifat Ulum al-Hadis, Kairo : Maktabah al-Mutanabbi, tt., 22-24

6
Dari segi bahasa hasan berarti jamal (indah atau elok). Adapun dari
segi istilah, hadist hasan adalah hadist yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil namun tidak memiliki hafalan sekuat
perawi hadist shahih, dari awal hingga akhir sanad tanpa adanya syad dan i

Artinya :
"yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya
baik menurut kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di
dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan hadisnya,
tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat.
Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan."

Pembagian Hadist Hasan:


a. Hasan Lidzatihi
Hasan lidzatihi adalah hadist hasan itu sendiri, yaitu hadst yang
sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil
namun tidak memiliki hafalan sekuat perawi hadist shahih, dari
awal hingga akhir sanad tanpa adanya syadz dan illat.
b. Hasan Lighairi
Hasan lighairihi adalah hadist dhaif apabila dikuatkan dengan
hadist melalui jalur sanad lain, dan penyebab kedhaifannya
bukan karena kefasikan atau kedustaan perawinya.8

8
H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta : Bulan Bintang, 1995
7
3. Hadist Dha’if
Dari segi bahasa dhaif adalah lawan kata kuat. Adapun dari segi
istilah dhaif adalah hadist yang tidak memiliki sifat hadist shahih dan hasan,
dengan hilangnya salah satu syarat-syaratnya.

Artinya :
"Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan
juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan." 9

Pembagian hadist Dha’if


Secara garis besar hadist dhaif dapat diklasifikasikan menjadi dua
klasifikasi besar; yaitu dhaif yang disebabkan karena sanadnya tidak
bersambung dan dhaif yang disebabkan karena sebab-sebab lain.
a. Dhaif yang disebabkan karena sanadnya tidak bersambung.
1. Mu’allaq, yaitu hadist yang pada permulaan sanadnya gugur
seorang perawi atau lebih secara berturut-turut

2. Mursal, Hadist yang pada sanadnya tidak disebutkan nama


sahabat yang meriwayatkan langsung dari Rasullullah SAW,
namun tabi’innya langsung menyebutkan dari Rasullullah
SAW.
3. Mu’dhal, Hadist yang pada pertengahan sanadnya gugur dua
orang rawi atau lebih secara berturut-turut.
4. Munqalt, Hadist yang pada pertengahan sanadnya gugur,
seorang perawi atau lebih yang tidak berturut-turut.
5. Mudallas
a. Tadlis Isnad. Hadist yang perawinya meriwayatkan

9
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999

8
hadist dari orang yang semasa dengannya namun
sesungguhnya ia tidak pernah mendengarkan hadist
darinya, dengan menggunakan lafal seolah-olah ia
mendengarkan darinya.
b. Tadlis Suyukh. Hadist yang dalam sanadnya perawi
menyebut syekh yang ia dengar sebutan atau sifat yang
tidak dikenal, dengan tujuan supaya keadaan syekhnya
yang sebenarnya tidak diketahui orang. Hal ini bias
karena syekhnya tersebut dhaif atau karena sebab lainnya.
b. Dhaif yang disebabkan karena sebab-sebab lain yang bukan karena
ketidaktersambungan sanad.10
1. Maudhu: Sesuatu yang diada-ada dan bukan berasala dari
Rasullullah SAW, diatasnamakan bahwa ini berasal dari
Rasullullah SAW, baik sengaja ataupun tidak sengaja.
2. Matruk: Hadist yang diriwayatkan dari perawi yang tertuduh
berdusta serta tidak diketahui melainkan dari jaur sanadnya
saja.
3. Munkar: Hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang dhaif,
yang bertentangan dengan perawi tsiqah.
4. Mu’allat: Hadist yang seca dhazhirnya (permukaannya)
terlihat shahih, namun ternyata memiliki aib/cacat
tersembunyi.
5. Syadz: hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah,
namun ternyata bertentangan dengan riwayat perawi lain
yang lebih tsiqah darinya.

6. Mudraj: Hadist yang bercampur baik pada sanad atau


matannya dengan sesuatu yang bukan merupakan bagian dari
hadist tersebut.
7. Maqlub: Hadist yang pada sanadnya atau matannya ada

10
Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadist. CV. Pustaka Setia: Bandung, 2005.

9
pertukaran, dengan mengakhirkan yang awal atau
mengawalkan yang akhir atau dengan hadist yang lainnya.
8. Mudhtarib: Hadist-hadist yang diriwayatkan dari berbagai
jalur sanad yang sama-sama kuat dan saling bertentangan satu
dengan yang lainnya, dan tidak dapat diputuskan mana yang
lebih kuat.

10
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadist bergantung kepada tiga
hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal
tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadist. Ditinjau dari segi jumlah
perawinya, hadist dibagi menjadi dua Mutawatir dan Ahad. Dan Dilihat dari
kualitasnya, hadist terbagi menjadi tiga, yaitu Shahih, Hasan dan Dhaif.
 Hadist Shahih ialah hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil dan dhabit dari sejak awal hingga akhir sanad, tanpa
adanya syadz dan illat.
 Hadist Hasan ialah hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil namun tidak memiliki hafalan sekuat perawi hadist
shahih, dari awal hingga akhir sanad tanpa adanya syad dan illat.
 Hadist Dhaif ialah hadist yang tidak memiliki sifat hadist shahih dan
hasan, dengan hilangnya salah satu syarat-syaratnya.

B. SARAN
Dengan penulisan makalah ini penulis berharap dengan mengetahui syarat seorang
perawi dan proses tranformasi, tahamul wal adha dan sighat-sighotnya agar umat islam
lebih bersifat inkuisif terhadap pemikiran tentang segala hal. Dan makalah ini dapat
dijadikan referensi mengenai ilmu hadits dan dikembangkan menjadi makalah yang sangat
bermanfaat

11
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadist. CV. Pustaka Setia: Bandung, 2005 an-Nawawi,
Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Mesir : al-Mathba’at al-
Mishriyah, 1924, juz I

H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta : Bulan


Bintang, 1995

Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang :


Pustaka Rizki Putra, 1999

Jalaluddin Rakhmat, “Dari Sunnah ke Hadis, Atau Sebaliknya?”, dalam


Budhy Munawar-Rachman (Ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam
dalam Sejarah, Jakarta : Paramadina, 1994

M. Abdurrahman, Pergeseran Pemikiran Hadis, Ijtihad al-Hakim dalam


Menentukan Status Hadis, Jakarta : Paramadina, 2000

Mustafa Amin, Ibrahim al-Tazi, Muhadarat fi ‘Ulu al-Hadits, jami’ah al-


azhar, 1971, jilid I

Shubhi Shalih, ‘Ulum al-Hadis wa Mushthalahuhu, Beirut : Dar al-Ilm li al-


Malayin, 1960

Sharafuddin al-Musawi, Menggugat Abu Hurairah, Menelusuri Jejak


Langkah dan Hadis-Hadisnya, Jakarta : Pustaka Zahra, 2002

Al-Naisaburi, Kitab Ma’rifat Ulum al-Hadis, Kairo : Maktabah al-Mutanabbi,


tt., hlm. 22-24

12
13

Anda mungkin juga menyukai