Anda di halaman 1dari 31

KLASIFIKASI HADIS DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK

Makalah diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadits

Dosen Pengampu : Wildan Nafi’i

Disusun Oleh :
1. Rama Nugraha Jati S
2. Ulfa Nur Hanifia
3. Fina Fransisca R

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA MADIUN

(STAINU MADIUN)

NOVEMBER 2018

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena
dengan berkat, taufik dan hidayatnya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “KLASIFIKASI HADIS DARI BERBAGAI ASPEKNYA”.
Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran. Oleh karena itu,
seorang muslim harus mengimani hadis. Hadis yang mesti diimani ialah hadis yang sah
secara hukum serta jauh dari kemungkaran. Makalah ini menjelaskan materi mengenai
makna, ciri-ciri, jenis-jenis dan perbedaan antarhadis. Hadis memiliki jenis-jenis
tertentu sehingga tidak semua hadis bisa dijadikan hujjah (alasan hukum). Dengan
disusunnya makalah ini, semoga dapat memberikan wawasan tentang klasifikasi hadis
dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat menghargai segala kritikan dan saran, jika ada kesalahan kami mohon maaf
dengan sebesar- besarnya.

Madiun, 26 November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................i
Kata Pengantar..........................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................1
C. Tujuan Pembuatan Makalah........................................................3

BAB II : PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas Perawinya………….3
B. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kualitas Perawi..........................4
C. Hadis Maudhu’………………....................................................14

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................15
B. Kritik dan Saran..........................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran. Hadis


diklasifikasi oleh Ulama untuk memudahkan umat Islam dalam memahami makna,
ciri-ciri hadis, jenis-jenis hadis, perbedaan antarhadis serta untuk mencari hujjah
(alasan hukum). Oleh karena itu, pada kesempatan ini makalah ini akan membahas
tentang “Klasifikasi Hadis dari Berbagai Aspeknya”. Makalah ini disusun dengan
semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami sangat menghargai kritikan dan saran
sebagai kesempurnakan makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Hadis telah melewati masa kodifikasi yang panjang, yaitu selama tujuh
periode lamanya. Pada masa setelah Rasulullah saw. wafat kondisi sahabat sangat
berhati-hati dalam meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran
yang baru dikodifikasi pada masa Abu Bakar merupakan tahap awal dan masa
Khalifah Usman tahap kedua. Masa ini dikenal dengan masa taqlil ar– riwayah
(pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwatkan hadis kecuali disertai
dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-benar
bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Pada masa kodifikasi ini lah lahir hadis-
hadis palsu untuk mencari keuntungan semata. Melihat kepada sejarah dan
perkembangan hadis banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam hadis, seperti
adanya hadis maudhu‟ (palsu) dan hadis mungkar. Hal ini dikarenakan setelah
Rasulullah saw. wafat, sedikit demi sedikit Islam mulai kembali ke masa jahiliyah
dan banyaknya pendusta, seperti contoh hadis palsu yang artinya “Terong adalah
obat segala penyakit”. Ini merupakan suatu kemunduran Islam saat itu. Selain itu,
timbulnya perpecahan umat Islam juga menjadi faktor pemalsuan hadis.

2
C. TUJUAN

a) Mengetahui klasifikasi hadis berdasarkan kuantitas perawinya


b) Mengetahui klasifikasi hadis berdasarkan kualitas perawinya
c) Syarat-syarat hadis dan sahih dan perbedaannya dengan hadis hasan
d) Hadis dha‟if dan macam-macamnya
e) Hadis maudhu‟

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas Perawinya


Ditinjau berdasarkan jumlah kuantitas perawinya, maka hadis terbagi ke dalam
dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad. Supaya lebih jelas, perhatikan
bagan pengklasifikasian hadis ditinjau dari segi Kuantitas Perawi berikut ini.

Hadis ditinjau dari


Segi kuantitas Perawi

Mutawatir Ahad

Lafzhi Ma‟nawi Amali Manshur „Aziz Gharib

Ishthilah Ghayr Ishthilahi

Mutlak Nisbi
Gambar 1. Bagan Hadis ditinjau
dari Segi Kuantitas Perawi.

Muqayyad bi Ats-Tsiqah Muqayyad bi al- Muqayyad bi Ar-Rawi

4
1. Hadis Mutawatir

a. Pengertian dan Syarat-Syarat Hadis Mutawatir


Mutawatir berasal dari kata al-mutatabi yang artinya “yang datang
kemudian”, “beriringan”, atau “beruntun”. Secara istilah, hadis mutawatir
adalah suatu hadis yang bersifat indriawi (didengar atau dilihat) yang
diriwayatkan oleh orang banyak yang mencapai maksimal diseluruh
tingkatan sanad dan menurut tradisi mustahil mereka berdusta. Berdasarkan
definisi tersebut,
ada empat kriteria hadis mutawatir, yaitu sebagai berikut.
1) Diriwayatkan sejumlah orang banyak

Para perawi hadis mutawatir syaratnya harus berjumlah banyak. Para


ulama berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada para perawi hadis
tersebut dan tidak ada pembatasan yang tetap. Di antara mereka
berpendapat 4 orang, 5 orang, 10 orang (karena ia minimal katsrah), 40
orang, 70 orang (jumlah Sahabat Musa as), bahkan ada yang berpendapat
300 orang lebih. Namun, pendapat yang terpilih minimal 10 orang seperti
pendapat Al-Ishthikhari.1
2) Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad

Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan sanad dari awal hingga
akhir sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja
maka tidak dinamakan mutawatir, tetapi dinamakan ahad atau wahid.
Persamaan jumlah perawi tidak berarti harus sama jumlah angka
nominalnya, mungkin saja jumlah angka nominalnya berbeda, namun
nilai verbalnya sama, yaitu sama banyak. Misalnya, pada awal tingkatan
sanad 10 orang, tingkatan sanad berikutnya menjadi 20 orang, 40 orang,
100 orang, dan seterusnya.Jumlah yang seperti ini tetap dinamakan sama
banyak dan tergolong mutawatir.
3) Mustahil bersepakat bohong
Misalnya para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara
yang berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula.

1
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. (Jakarta : Amzah),hlm 147. Diakses pada tanggal 26 November 2018, pukul
18:37 WIB
5
Sejumlah para perawi yang banyak ini secara logika mustahil terjadi
adanya kesepakatan berbohong secara tradisi. Pada masa perkembangan
hadis, berbeda dengan masa modern. Di samping kejujuran, dan daya
ingatan yang masih andal, transportasi tiap daerah tidak semudah
sekarang ini, sehingga tidak mungkin mereka berdusta.
4) Sandaran berita itu pada Panca indera
Artinya berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata
dan disentuh dengan kulit, tidak disandarkan pada logika atau akal. Jika
berita hadis itu logis, tidak indrawi maka dikatakan tidak mutawatir.
Contohnya ungkapan “Kami mendengar (dari Rasulullah bersabda
begini) atau “Kami sentuh atau kami melihat (Rasulullah melakukan
begini dan seterusnya)”.
5) Sandaran berita itu pada Panca indera
Artinya berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata
dan disentuh dengan kulit, tidak disandarkan pada logika atau akal. Jika
berita hadis itu logis, tidak indrawi maka dikatakan tidak mutawatir.
Contohnya ungkapan “Kami mendengar (dari Rasulullah bersabda
begini) atau “Kami sentuh atau kami melihat (Rasulullah melakukan
begini dan seterusnya)”.
Berdasarkan 4 kristeria hadis mutawatir di atas, maka jumlah hadis
mutawatir sedikit dan langka dibandingkan dengan hadis ahad.
b. Klasifikasi Hadis Mutawatir

Para Ulama membagi hadis Mutawatir ke dalam tiga, yaitu mutawatir


lafdzi, mutawatir maknawi, dan mutawatir amali.
1) Mutawatir Lafdzi
Hadis Mutawatir Lafdzi adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak
yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat satu dengan
lainnya.
contoh hadist mutawatir lafdzi adalah yang artinya : “Barangsiapa
yang sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia bersiap-siap
menduduki tempat duduknya di neraka”. (H.R. Bukhari)
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan oleh 40
orang sahabat. Sebagaian Ulama mengatakan bahwa hadis tersebut
diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafal dan makna yang sama.
6
Hadis tersebut pada sepuluh kitab hadis, yaitu Al-Bukhari,Muslim, Ad-
Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, At- Tirmidhi, At-Thayasili, Abu
Hanifah, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim.2

2) Mutawatir Ma’nawi
Hadis mutawatir Ma‟nawi adalah hadis yang lafal dan maknanya
berlainan antara satu riwayat dengan riwayat lainnya, tetapi terdapat
kesesuaian makna secara umum (kulli).
Contoh hadis mutawatir ma‟nawi yang artinya : “Nabi Saw.
tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau, kecuali dalam
salat istiqa, dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-
putih kedua ketiaknya”. (H.R. Bukhari)
Hadis-hadis yang semakna dengan hadis tersebut banyak sekali, lebih
dari 100 hadis.3

3) Mutawatir Amali

Hadis Mutawatir Amali adalah Sesuatu yang diketahui dengan mudah


bahwa ia dari agama dan telah mutawatir di kalangan umat Islam bahwa Nabi
saw. mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu
dapat dikatakan soal yang telah disepakati.
Contoh hadist mutawatir Amali adalah berita-berita yang
menerangkan waktu dan rakaat shalat, shalat jenazah, shalat „Ied, hijab
perempuan yang bukan mahram, kadar zakat, dan segala rupa amal yang
telah menjadi kesepakatan, ijma.

2. Hadis Ahad
a. Pengertian Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah
mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada
derajat mutawatir.

2
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis. (Bandung : Pustaka Setia), Hal 130-131. Diakses pada
tanggal 26 November 2018, pukul 19:47 WIB
3
Ibid. Hal. 131-132
7
b. Klasifikasi hadis Ahad
1) Hadis Masyur
Hadis Masyur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau
lebih pada setiap thabaqah-tidak mencapai derajat mutawatir.
Contoh hadis masyur adalah :“Seorang mukmin adalah orang yang
menyelamatkan sesama muslim lainnya dari gangguan lidah dan
tangannya”.
2) Hadis Aziz
Aziz menurut bahasa adalah Asy-Safief (yang mulia), sedangkan
menurut istilah adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang,
walaupun dua orang tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian
orang-orang meriwayatkannya.
Contoh hadis Aziz“Kami adalah orang-orang terakhir di dunia yang
terdahulu pada hari kiamat”. (H.R. Ahmad dan An-Nasa‟i)

3) Hadis Gharib
Gharib menurut bahasa artinya yang jauh dari tanah dan kalimat
yang sukar dipahami. Sedangkan menurut istilah, hadis Gharib adalah
hadis yang diiriwayatkan oleh seorang rawi yang menyendiri dalam
meriwayatkan baik menyendiri orangnya, yakni tidak ada orang yang
meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau
keadaan rawi, artinya sifat atau keadaan rawi itu berbeda dengan sifat
dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan hadis tersebut.
Contoh hadis gharib adalah “Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. telah
bersabda, Iman itu bercabang-cabang menjadi 60 cabang dan malu itu salah
satu cabang dari iman” (H.R. Bukhari).
Hadis Gharib diklasifikan ke dalam dua macam jika ditinjau dari segi
bentuk penyendirian rawi.

a) Hadis Gharib muthlaq


Gharib mutlak adalah hadis yang rawinya menyendiri dalam
meriwayatkan hadis tersebut. Penyendirian rawi hadis Gharib
tersebut berpangkal pada tempat ashlus sanad, yakni tabiin bukan
sahabat.

8
b) Hadis Gharib nisby

Gharib nisby adalah apabila penyendirian hadis mengenai sifat-


sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi, mempunyai beberapa
kemungkinan antara lain : Sifat keadilan dan ke-dhabit-an (ke-
tsiqatan) rawi, Kota atau tempat tinggal tertentu, Meriwayatkannya
dari orang tertentu.
Apabila penyendirian itu ditinjau dari segi letaknya apakah
terletak di sanad atau matan, hadis gharib terbagi lagi ke dalam tiga
macam, yaitu :Gharib pada sanad dan matan, Gharib pada sanadnya
saja, Gharib pada sebagian matannya.

B. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kualitas Rawi

Hadis ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, terbagi dalam tiga
macam, yaitu sahih, hasan dan Dhaif.

1. Hadis Sahih
a. Pengertian hadis sahih
Sahih menurut bahasa artinya sehat, haq dan kuat. Menurut ulama
ahli hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip
oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir
pada Rasulullah saw., atau sahabat atau tabiin, bukan hadis yang syadz
(kontroversi) dan terkena illat yang menyebabkan cacat dalam
penerimaannya.

b. Syarat-syarat hadis sahih


Menurut muhadisin, suatu hadis dapat dinilai sahih apabila
memenuhi syarat- syarat sebagai berikut.

1) Rawinya bersifat adil


Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong
untuk selalu bertindak takwa, menjauhi perbuatan dosa-dosa besar,
menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan
perbuatan-perbuatan mubah yang menodai marwah, seperti makan
sambil berdiri di jalanan, buang air kecil di tempat yang disediakan
9
bukan untuknya, dan bergurau berlebihan.4
Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat yang bersifat adil
adalah :

a) Beragama Islam.

b) Berstatus mukalaf (Al-Mukallaf).

c) Melaksanakan ketentuan agama.

d) Memelihara marwah.

2) Rawinya bersifat dhabit


Dhabit adalah rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya
dengan baik, baik dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya,
lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak menerima
hingga menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup
dikeluarkan kapan dan di mana saja dikehendaki, orang itu
dinamakan dhabtu shadri. Kemudian, kalau apa yang disampaikan
itu berdasar pada buku catatannya (teks book) ia disebut dhabtu kitab.
Rawi yag adil dan sekaligus dhabith disebut tsiqat.

3) Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa
setiap rawi hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari
rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada
pembicara yang pertama.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad,
biasanya ulama hadis menempuh tata kerja penelitian berikut:

a) Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.

b) Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.

c) Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan


rawi yang terdekat dengan sanad.

4
Ibid. Hal. 142

10
Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila :
a) Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit)
b) Antar masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya
dalam sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan
periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan tahamul wa
ad al-hadis.
4) Tidak ber-‘Illat
Maksudnya bahwa hadis yng bersangkutan terbebas dari cacat
kesahihannya, yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang
membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadis itu tidak
menunjukkan adanya cacat tersebut.

5) Tidak syadadz (janggal)


Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu
hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima
periwayatannya) dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang
lebih kuat (rajih) dari padanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad
dalam ke-dhabit-an atau adanya segi-segi tarjih yang lain.
Jadi, hadis sahih adalah hadis yang rawinya adil dan sempurna
ke-dhabit-annya, sanadnya muttashil, dan tidak cacat matannya
marfu‟, tidak cacat dan tidak janggal.
Hadis shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih li dzatih dan
shahih li ghairih. Sahih li dzatih adalah hadis sahih yang memenuhi
syarat-syaratnya secara maksimal, seperti yang telah disebutkan di
atas. Adapun hadis shahuh li ghairih adalah hadis shahih yang tidak
memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal.
Misalnya, rawinya yang adil tidak sempurna ke-dzabit-annya
(kapasitas intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh
jalur lain semisal, maka ia menjadi shahih lil gairihi. Dengan
demikian, shahih lil gairihi adalah hadis yang keshahihannya
disbabkan oleh factor lain karena memenuhi syarat serta maksimal.
Misalnya, hadist hasan yang diriayatkan melalui beberapa jalur, bisa
naik derajat dari derajat hasan ke derajat sahih.

11
Hadis sahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadis yang
bersanad ashahul sanad, kemudian berturut-turut sebagai berikut:

1) Hadis yang disepakati oleh bukhari muslim


2) Hadis yang diriwatkan oleh imam bukhari sendiri
3) Hadis yang diriwayatkan oleh imam muslim sendiri.
4) Hadis sahih yang diriwatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan
Muslim, sedangkan kedua imam itu men-takhrij-nya.
5) Hadis sahih menurut syarat bukhari, sedangkan Imam Bukhari
sendiri tidak men-takhrij-nya.
6) Hadis sahih menurut syarat Muslim, sedangkan Imam Muslim
sendiri tidak mn-takhrij-nya.
7) Hadis sahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua
Imam Bukhari dan Muslim. Ini berarti si pen-takhrij tidak
mengambil hadis dari rawi- rawi atau guru-guru Bukhari dan
Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih
disahihkan, akan tetapi, hadis yang di-takhrij- kan tersebut,
disahihkan oleh imam-imam hadis kenamaan. Misalnya hadis-
hadis sahih yang terdapat pada sahih Ibnu Huzaimah, shahih Ibnu
Hibban, dan sahih Al-Hakim.

2. Hadis Dhaif
a. Pengertian Hadis Dhaif

Dhaif menurut lughat adalah lemah,lawan dari qawi (yang kuat).


Adapun menurut muhaditsin, hadis Dhaif adalah semua hadis yang tidak
terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut
pendapat kebanyakan ulama; hadis Dhaif adalah yang tidak terkumpul
padanya sifat hadis sahih dan hasan.

4
6
7
8
9
b. Klasifikasi Hadis Dhaif

Para ulama muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis


dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.

Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah:

1) Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-


dhabit-annya.
2) Ketidaksambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih,
yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
3) Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam,
yaitu sebagai berikut:
1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lengah dalam menghafal
6. Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7. Banyak waham (purbasangka)
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Penganut bid‟ah
10. Tidak baik hafalannya

Klasikasi Hadis dhaif berdasarkan cacatnya rawi

1. Hadits Maudhu' adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang
ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu
disengaja maupun tidak.
2. Hadits Matruk adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan
3. Hadits Munkar adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak
kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta.

10
4. Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all) adalah hadits yang tampaknya baik,
namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada
cacatnya
5. Hadits Mudraj (saduran) adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang
bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
6. Hadits Maqlub adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits
lain), disebabkan memutar balikkan urutan Perawi.
7. Hadits Mudltharrib adalah hadits yang menyalahi hadits dengan
mengganti rawi.
8. Hadits Muharraf adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi
disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk
tulisannya.
9. Hadits Mushahhaf adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan
titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
10. Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya
terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan
11. Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih.
12. Hadits Mukhtalith adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya,
disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-
kitabnya.

3. Hadis Hasan
a. Pengertian Hadis hasan

Hasan, menurut lughat adalah sifat musyabahah dari „Al-Husna‟, artinya


bagus. Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan adalah hadis yang bersambung-sambung
sanadnya dengan orang-orang yang adil, tetapi sedikit kurang dari segi ingatan.10

Seperti hadis sahih lain juga, hadis hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan
hasan li ghairih. Hadis yang memenuhi segala syarat-syarat hadis hasan disebut
hadis hasan li dzatih. Syarat untuk hadis hasan adalah sebagaimana syarat untuk

10 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar Ilmu


Hadist,. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009. Hlm. 301.
11
hadis shahih, kecuali bahwa para rawinya hanya termasuk kelompok ke empat
(shaduq) atau istilah lain yang setara atau sama dengan tingkatan tersebut.

Adapun hasan li ghairih adalah hadis Dhaif yang bukan dikarenakan


rawinya pelupa, banhyak salah dan orang fasik, yang mempyunyai muttabi‟ dan
syahid. Hadis Dhaif yang karena buruk hafalannya (su‟u al hifdzi), tidak dikenal
indentitasnya (mastur), dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik
derajatnya dari menjadi hasan li ghairih karena dibantu oleh hadis hadis lain yang
seminal dan semakna atau banyak rawi yang meriwayatkannya.

C. HADIS MAUDHU’
Hadis Maudhu‟ ialah hadis yang dibuat oleh seseorang (hadis palsu)yang
ciptaannya itu dinisbahkan kepada Rasulullah saw. secara palsu dan dusta, baik
disengaja maupun tidak. Hadis maudhu‟ merupakan hadis yang diklasifikasikan
berdasarkan cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi.11
Sama seperti hadis yang lain, hadis maudhu‟ juga memiliki ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri tersebut ialah :
1. Adanya pengakuan dari si pembuat hadis. Pernah seorang ulama
menanyakan suatu hadis kepada perawinya dan perawi tersebut mengakui
bahwa ia memang menciptakan hadis tersebut untuk suatu keperluan.
2. Adanya indikasi yang memperkuat, misalnya seorang rawi mengaku
menerima suatu hadis dari seorang tokoh, padahal ia belum pernah
bertemu dengan tokoh tersebut, atau tokoh tersebut telah meninggal
sebelum perawi itu lahir.
3. Adanya indikasi dari sisi tingkah laku sang perawi, misalnya diketahui
bahwa ada tingkah laku yang menyimpang dari sang perawi.
4. Adanya pertentangan dengan Alquran, hadis mutawatir atau dengan
ijma dan akal sehat.

Faktor-faktor yang penyebab munculnya hadis maudhu’

11 Maksudnya orang yang mendengarkan pembicaraan sebagaimana


mestinya, dia memahami pembicaraan itu secara benar, kemudian menghafalnya
dan sanggup menyampaikan hafalannya kapan saja dia menghendakinya.

12
Seperti yang dikutip dari buku Ulumul Hadis (Agus Solahudin dan Agus
Suyadi : 176-181) Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya hadis-
hadis maudhu‟, antara lain sebagai berikut.

1. Pertentangan politik dalam soal pemilihan khalifah


Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan
terhadap khalifat Usman bin Affan oleh para pemberontak dan khalifah digantikan
oleh Ali bin Abi Talib.
Umat Islam pada masa itu terpecah-pecah menjadi beberapa golongan,
seperti golongan yang ingin menuntut bela terhadap Kematian Khalifah Usman
bin Affan dan golongan yang mendukung Saiyidina Ali bin Abi Talib (Syi‟ah).
Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya seperti khawarij
dan golongan pendukung Muawwiyah.
Di antara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya
masing-masing, mereka membuat hadis palsu. Yang pertama dan paling banyak
membuat hadis maudhu‟ adalah golongan Syi‟ah12 dan Rafidhah13. 2
Orang-orang Syi‟ah membuat hadis maudhu‟ (palsu) tentang keutamaan-
keutamaan Ali dan Ahli Bait. Di samping itu, mereka membuat hadis maudhu‟
dengan maksud mencela dan menjelek-jelekkan Abu Bakar r.a dan Umar r.a.
Di antara hadis yang dibuat oleh golongan Syi‟ah adalah :
“Barangsiapa yang ingin melihat Allah tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat
Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin
meihat Isa tentang ibadahnya, hendaklah ia melihat Ali”.
“Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia”.

12 Syi‟ah adalah pendukung berat keluarga nabi (ahlul al-bayt) dan lebih
mengutamakan Ahl bait daripada sahabat yang bukan keluarga nabi saw. tetapi
tidak sampai mencaci, membenci, atau mengkafirkan para sahabat, terutama Abu
Bakar dan Umar.

13 Rafidhah Adalah suatu sekelompok penganut Syi‟ah yang


13
memandang Ali dan anak cucunya lebih utama dari Abu Bakar dan Umar
serta mencaki-maki mereka.

14
Gerakan-gerakan orang Syi‟ah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang
bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadis tersebut dengan membuat hadis-
hadis palsu.
“Tak ada satu pohon pun dalam surga melainkan tertulis pada tiap-tiap daunnya:
La ilaha ilallah, Muhammadur Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shiddieq, „Umar bin
Khatab dan Usman Dzunnuraini”.

Golongan yang fanatik terhadap Muawwiyah membuat pula hadis palsu yang
menerangkan keutamaan Muawwiyah, di antaranya :
“Orang yang tepercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril dan Muawwiyah”.
Perlu ditegaskan bahwa walaupun golongan Khawarij merupakan golongan
yang keluar dari Ahlus sunnah wal jama‟ah, mereka tidak suka membuat hadis
maudhu‟ untuk menguatkan mazhabnya. Jadi, tidak benar jika ada ulama yang
mengatakan bahwa Khawarij dalam memperkuat mazhabnya membuat hadis
maudhu‟.
Hal tersebut dikatakan oleh Abu Daud bahwa tidak ada di dalam golongan
pengikut nafsu, yang lebih berat perkataannya dan lebih shahih hadisnya, selain
golongan Khawarij.
Mereka tidak melakukan pemalsuan hadis dikarenakan oleh doktrin mereka
yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar, apalagi berdusta atas
nama Nabi Muhammad saw.

2. Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam


Golongan ini adalah golongan yang terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi,
Majusi dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam,
bahkan dalam Islam pun tidak membenarkan mengikuti atau percaya kepada
mereka.14 Mereka tidak mampu melawan kekuatan Islam secara terbuka, maka
mereka menciptakan sejumlah besar hadis maudhu‟ dengan tujuan merusak ajaran
Islam.

14 Baca Tafsir Ibnu Kasir, 3/132

15
Faktor ini merupakan faktor awal munculnya hadis maudhu‟. Hal ini
berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba‟15 ang mencoba memecah belah Islam
dengan bertopeng kecintaan kepada Ahli Bait.
Di antara hadis maudhu‟ yang diciptakan oleh orang-orang Zindiq16 tersebut,
adalah :
“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di „Arafah dengan berkendaraan
unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan
dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan”.
“Melihat (memandang) muka yang indah ialah ibadah”

3. Mempertahankan madzhab dalam Masalah Fikih dan Masalah


Kalam
Para pengikut madzhab fikih dan kalam yang bodoh dan dangkal ilmunya
membuat pula hadis-hadis palsu untuk menguatkan paham pendirian imamnya.
Mereka yang fanatik terhadap madzhab Abu Hanifah yang menganggap tidak
shah shalat mengangkat kedua tangan dikala shalat, membuat hadis madhu‟sebagai
berikut.
“Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah
shalatnya”.

4. Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri kepada


Allah
Mereka membuat hadis-hadis palsu dengan tujuan menarik orang untuk
mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan,
atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadis tarhib wa
targhib (anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk
mengerjakan yang dipandangnya baik), dengan cara berlebih-lebihan.

15 Menurut www.wikipedia.org merupakan orang Yahudi yang masuk Islam


pada masa Khalifah Usman bin Affan dan kemudian menyulut pemberontakan
terhadap Khalifah waktu itu, serta sekaligus menjadi tokoh pendiri Syi‟ah.
16 Zindiq menurut bahasa artinya kotoran yang membahayakan, sedangkan
menurut istilah berarti golongan atau orang yang sengaja membuat
penyimpangan dalam penafsiran nash-nash
16
Alquran

17
Seperti hadis-hadis yang dibuat Nuh ibn Abi Maryam tentang keutamaan
Al-qur‟an.Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu,ia menjawab,”saya
dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur‟an maka saya membuat
hadis-hadis ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-Qur‟an.

5. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah


Ulama-ulama su‟ membuat hadis palsu ini untuk membenarkan perbuatan-
perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat
upah dengan diberi kedudukan atau harta.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha‟i yang datang kepada Amirul
Mukminim AL-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu, ia menyebut hadis
dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada Nabi SAW., bahwasanya
beliau bersabda,

“Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang


kuda, atau burung yang bersayap”.

Ia menambahkan kata, ‟atau burung yang bersayap‟, untuk menyenangkan


Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling,
sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta
atas nama Rasulullah SAW”, lalu ia memerintahkan untuk menyembelih merpati
itu.

Contoh-contoh hadis Maudhu’ :


(1)
“Dari Ibnu Umar ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw. Barangsiapa pergi
haji, tetapi dia tidak ziarah kepadaku, maka berarti dia tidak suka kepadaku”.
(H.R. Ibnu „Adie, Daraquthie dan Ibnu Hibban).
(2)
“Buah terong itu penawar dari segala penyakit”

18
(3)
“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh keturunan”
(4)
“Barang siapa yang melawan yang melahirkan seorang anak, kemudian dinamai
Muhammad, ia dan anaknya akan masuk surga”

19
BAB III
KESIMPULAN

1. Hadis jika ditinjau dari segi kuantitas perawi terbagi ke dalam dua, yaitu
hadis mutawatir dan hadis ahad.
2. Hadis mutawatir merupakan hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi
hadis dan mustahil berbuat dusta dan memiliki beberapa persyaratan-
persyaratan khusus
3. Hadis Ahad merupakan hadis yang diriwayatkan oleh beberapa perawi
hadis dan mustahil berbuat dusta, namun diantara perawi tersebut ada yang
sedikit keliru hafalannya sehingga gugur lah salah satu persyaratan hadis
mutawatir.
4. Hadis mutawatir diklasifikan atas tiga, yaitu mutawatir Ma‟nawi,
mutawatir „Amali, mutawatir Lafdzi
5. Hadis ahad terbagi menjadi tiga, yaitu hadis Masyur, hadis „Aziz, dan
hadis Gharib.
6. Hadis jika diklasifikasikan berdasarkan kualitas perawi terbagi ke dalam
tiga jenis, yaitu hadis shahih, hadis dhaif‟ dan hadis hasan.
7. Hadis maudhu‟ merupakan hadis yang diklasifikan berdasarkan cacat pada
keadilan dan ke-dhabit-an Rawi

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.

A.Hassan. Kitab Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama,


jil 1-2, Bandung: Diponegoro Bandung, 1968.

Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir juz 5An-Nisa 24 s.d An-Nisa 147,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000.

M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka


Setia, 2008.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah&Pengantar Ilmu Hadist,.


Semarang: Pustaka Rizki Putra,

2009.

www.wikipedia.org/wiki/hadits

21
22

Anda mungkin juga menyukai