Anda di halaman 1dari 19

HADIS DITINJAU DARI SEGI KUANTITAS DAN KUALITAS

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Hadits
Yang dibina oleh Bapak Dr. H. Mohammad Subhan Zamzami, Lc., M.Th.I.

Oleh:
ACH. SHOFWAN
NIM. 21380011005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCASARJANA IAIN MADURA
SEPTEMBER 2021

i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
A. Hadis Dari Segi Kualitas .............................................................................. 4
B. Hadis Dari Segi Kuantitas ............................................................................ 9
BAB II PENUTUP............................................................................................... 15
A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
B. Saran........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai seorang muslim ada dua pedoman yang harus dipegang
secara kuat didalam hidup ini. Hal ini dikarenakan tanpa adanya dua
pedoman tersebut manusia akan berjalan dengan tanpa arah, tidak teratur
serta berada di dalam jalan yang sesat. Seperti yang pernah disabdakan
nabi agar seoarng muslim selamat maka ada dua pedoman yang harus
tetap dipegang teguh dalam hidup yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW melalui perantara malaikt Jibril dan diturunkan secara
berangsur-angsur. Sedangkan hadis menurut ulama hadis mendefinisikan
sebagai segala sesuatu yang berasal dari Rasul SAW sebelum diutus
ataupun setelahnya baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya. 1 Letak
perbedaannya ialah pada yang disandarkan, yaitu untuk Al-Qur’an
disandarkan pada Alah SWT sedangkan Hadis disandarkan pada Rasuullah
SAW. Namun pada hakikatnya baik Al-Qur’an maupun Hadis semuanya
berasal dari Allah SWT.
Bebicara tentang hadis, tidak akan lepas dari bagaimana sejarah
perkembangan hadis mulai dari masa Rasulullah hingga sampai sekarang
ini. Di masa sahabat, mereka sangat berhati-hati berhati-hati dalam
meriwayatkan hadis hal ini dikarenkan Rasululah SAW belum pernah
memerintahkan serta para sahabat dalam mentaati rasul belum banyak
dipengaruhi oleh kepentingan politik dan juga mereka kuatir akan terdapat
kesalah pahaman. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa pada masa
khulafa’ur Rasyidin hadis-hadis Rasul masih tepelihara kemurniannya. 2
Kemudian pada masa tabi’in, pada masa itu sudah mulai
dipengaruhi oleh kepentingan politik sehingga ada beberapa golongan

1
Tajul Arifin, Ulumul Hadits, (Bandung: Gunung Djati Press, 2014), 10.
2
Muhajirin, Ulumul Hadits II, (Palembang: NoerFikri Offset, 2016), 87.

1
menggunakan hadis palsu untuk kepentingan kelompoknya. Sehingga pada
masa tabi’in inilah bisa dikethui mana hadis yang bersambung dengan
Rasulullah SAW ataupun hadis yang mursal. Tidak hanya itu, pada masa
inilah mulai ada pembinaan hadis dan hadis pun mulai di tulis pada mas
ini.
Dengan demikian, hadis mulai di kodifikasi artinya semua hadis
mulai dicatat, ditulis dan dibukukan. Kegiatan ini di mulai pada
pemerintahan Islam yang dipimpin oleh khalifah Umar bin Abd al-Aziz
khalifah kedelapan pada masa bani umayah. 3 Dan juga, pada masa inilah
para ulama banyak yang sahid di medan perang. Sehingga ini menjadi
sebab kekhawatiran khalifah akan hilangnya hadis-hadis. Tidak hanya itu,
khalifah juga khawatir akan tercampurnya hadis-hadis ynag palsu dengan
hadis-hadis yang shahih. Maka oleh sebab itu, hadis-hadis mulai
dikumpulkan dari berbagai kalangan kemudian diseleksi artinya dipilih
mana yang benar-benar hadis setelah itu di bukukan.

‫فليتبوأ مقعده من النّار‬


ّ ّ ‫من كذّب عل‬
‫ي متع ّمدا‬
Berdasarkan penjelasan diatas maka lahirlah ilmu hadis atau
Ulumul Hadits yang membahas tentang setiap unsur didalam hadis. Mulai
dari sanad hadis, matan hadis hingga perawi-perawi hadis. Tidak hanya
itu, didalamnya juga memgahas kriteria-kriteria sanad dan matan hadis
sehingga hadis dikategorikan menjadi hadis shahih, Hasan, Dhai’if dan
sebaginya. Namun didalam makalh ini lebih memfokuskan pembahasan
kepada hadis dilihat dari segi kuantitas perawi dan hadis ynag dilihat dari
segi kualitas sanad dan matan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka makalah ini memiliki
beberapa rumusan permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana Hadis ditinjau dari segi kuantitas perawi?
2. Bagaimana Hadis ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan?

3
Sulaemang, Ulumul Hadits, (Kediri: AA-DZ Grafika 2017), 74.

2
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan maslah diatas, maka makalah ini memiliki
beberapa tujuan masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui hadis ditinjau dari segi kuantitas perawi?
2. Untuk mengetahui hadis ditinjau dari segi kulaitas sanad dan matan?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas Perawi


Ulama memiliki perbedaan mengenai pembagian yang dilihat dari segi
kuantitas ini. Namun, masyoritas ulama bependat bahwa hadis yang ditinjau
dari segi kuantitas perawi ada dua, yaitu Mutawatir dan had. Maksud dari
hadis di tinjau dari segi kuantitas artinya, untuk melihat hadis dari segi
kuantitas perawi ini tolak ukurnya adalah jumlah perawi atau sanad yang ada
dalam suatu hadis. Dengan demikian, hadis ditinjau dari segi kuatitas perawi
di bagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Hadis Mutawatir
Mutawatis menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang
berikutnya atau beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak
ada jaraknya.4 Sedangkan secara istilah banyak yang berpendapat
diantaranya, Nur ad-Dien yang mengatakan:

‫االذي رواه جمع كثير اليمكن تواطؤهم على الكذب عن مثلهم الى انههاء‬
‫السند وكان مستندهم الحس‬
“hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindah
dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) smpai akhir
sanad dengan didasarkan pada panca indra.”5
Tidak hanya itu, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib,

‫ما رواه جمع تحيل العادة تواطؤهم على الكذب عن مثلهم من اول السند‬
‫الى منتهاه على ان ال يختل هذاالجمع في اي طبقة من طبقات السند‬
Hadis yang diriwayatkan sejumlah periwayat yang menurut adat
kebiasaan mustahil mereka sepakat berdusta dari sejumlah periwayat
dengan jumlah yang sepadan semenjak sanad pertama sampai sanad

4
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 96.
5
Ibid., 97.

4
terakhir dengan syarat jumlah itu tidak kurang pada setiap pada setiap
tingkatan sanadnya.6
Berdasarkan pengertian diatas maka bisa dikatakan bahwa hadis
mutawattir adalah hadis yang tidak hanya diriwayatkan oleh satu orang
saja melinkan banyak yang meriwayatkan dan semua periwayat terkenal
tidak akan berbohong dalam meriwyatkan suatu hadis. Artinya setiap
periwayat atau sanad didalam suatu hadis tersebut orangnya terkenal jujur,
dan mustahil mengada-adakan atau berdusta.
Dengan demikian, hadis dikatakan mutawattir apabila telah
memenuhi beberpa kriteria, Pertama, diriwayatkan oleh sejumlah orang
banyak, artinya yang meriwayatkan hadis tersebut tidak hanya satu orang
saja melainkan lebih dari 4 orang, tanpa ada batasan yang tetap. Kedua,
adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad, artinya pada setiap
tingkatan sanad tidak hanya diriwayatkan oleh satu orang. Ketiga,
mustahil bersepakat bohong. Sejumlah perawi yang meriwayatkan hadis
tersebut secara akal mustahil terjadinya kesepakatan untuk berbohong.
Keempat, sandaran berita itu berdasarkn pncaindra artinya berita tersebut
dilihat oleh mata, didengar menggunkan telinga bukan disandarkan atas
logika semata.
Sebagian ulama membagi hadis mutawttir menjadi tiga macam,
yaitu mutawattir lafzhi, mutawatir ma’nawi dan mutawattir ‘amali.
a. Mutawattir Lafzhi
Yang dimaksud dengan hadis mutawattir lafzhi ialah:

‫ما تواتر لفظه ومعنه‬


“Hadis yang mutawattir lafal dan maknanya”7
Pengertian diatas yang lumrah digunakan didalam beberapa
buku-buku limu hadis. Didalam beberapa literatur dijelaskan
bahwa yang termasuk dari hadis mutawattir lafzhi hanya sedikit

6
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2016), 131.
7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 150.

5
dikarenkan menggunakan satu lafal atau lafal lain yang memiliki
makna satu serta menunjukan maksud secara tegas.
Contoh hadis yang termasuk hadis mutawattir lafzhi yaitu
sebagai berikut:

‫فليتبوأ مقعده من النّار‬


ّ ّ ‫من كذّب عل‬
‫ي متع ّمدا‬
“barangsiapa yang mendustakan atas namaku, hendaklah bersiap-
siap bertempat tinggal di neraka.”
b. Mutawattir Ma’nawi
Hadis mutawattir ma’nawi merupakan hadis yang
maknanya saja yang mutawattir sementara lafadnya tidak.

‫ما تواتر معنه دون لفظه‬


“hadis yang mutawattir maknanya, bukan lafadnya”
Mutawattir ma’nawi adalah sesuatu yang mutawattir
maksud makna hadis secara konklusif, bukan makna dari lafalnya,
maka lafal boleh berbeda antara beberapa periwayatan para perawi,
tetapi maksud kesimpulannya sama.8

‫ي صلى هللا عليه وسلّم ّ ّم رفع‬


ّ ‫ي دعا النب‬
ّ ‫قال أبو موسى األشعر‬
)‫يديه ورأيت بياض إبطيه (رواه للبخارى‬
“Abu Musa al-Asy’ari berkata: Nabi SAW berdoa kemudian dia
mengangkat kedua tangannya dan aku melihat putih-putih kedua
ketiaknya”
c. Mutawattir Amal
Adapun yang dimaksud dengan hadis mutawattir ‘amali
adalah:

‫المسلمين أن النبي صلى‬.‫ماعلم من الدين بالضرورة وتواتر بين‬


‫اللله عليه وسلم فعله او أمربه أوغير ذلك وهو الذي ينطق عليه‬
‫تعريف اإلجماع انطباقا صحيحا‬

8
Ibid.

6
“Sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk
urusan agama dan telah mutawatir antara ummat Islam,bahwa Nabi
SAW mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu, dan
pengertian ini sesuai dengan ta’i ijma’.”9
2. Hadis Ahad
Hadis ahad secara bahasa berasal dari kata al-Wahid yang memilki
arti satu. Sedangkan yang dimaksud dengan hadis ahad menurut istilah,
ialah:

‫هو مالم يجتمع فيه شروط المتواتر‬


“Hadis yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat hadis
mutawatir”
Menurut Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, hadis Ahad adalah
hadis yang sanadnya sahih dan bersambung hingga sampai kepada
sumbernya tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak
sampai kepada qhat’i atau yakin.10
Dengan demikian maka bisa disimpulkan bahwa hadis ahad
meupakan hadis yang perawinya tidak mencapai jumlah hadis mutawatir
namun tetap memiliki sanad yang bersambung hingga kepada sumbernya.
Hadis ahad dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Masyhur
Kata masyhur secara bahasa memiliki makna terkenal. Dalam
artian bahwa hadis ini sudah tersebar luas dikalangan masyarakat.
Ada juga yang menjelaskan hadis ahad secara ringkas, yaitu:

‫ماله طرق محصورة بأكثر من اّنين ولم ييلغ حدّ التواتر‬


“hadis yang mempunyai jalan yang terhingga, tetapi lebih dua jalan
dan tidak sampai kepada batas hadis yang mutawattir”
Akantetapi masyhur tidak semuanya berstatus sahih, ada juga
yang berstatus hasan bahkan dha’if. Masing-masing, baik yang

9
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 105.
10
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2016), 141.

7
masyhur shahih, hasan ataupun dha’if memilki kategorinya
tersendiri.
Berikut contoh dari Hadis Masyhur Shahih, yaitu:

)‫إذا جاء أحدكم الجمعة فليغتسل (رواه البخارى‬


“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shlata jum’at,
hendaklah ia mandi” (HR. Bukhari)
b. ‘Aziz
Secara bahasa Aziz memilki makna perkasa. Namun apabila
diartikan secara istilah maka hadis aziz merupakan hadis

‫ماال يرويه اقل من اّنين عن اّنين‬


“hadis yang iriwayatkan oleh sedikitnya dua orang perawi,
diterima dari dua orang pula.
Sebagaimana hadis masyhur, hadis aziz juga dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu aziz shahih, aziz hasan dan aziz dha’if. Berikut
contoh dari hadis aziz shahih, yaitu:

‫حت اكون احب اليه من نفسه ووالده وولده النّاس‬


ّ ‫ال يؤمن أحدكم‬
‫أجمعين‬
“tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih
dicintai dari pada irinya, orang tuanya, anak dan semua manusia.”
(HR. Bukhari)
c. Gharib
Secara bahasa gharib berasal dari kata “ghoroba” yang berarti
menyendiri. Sedangkan secara istilah ialah.

‫ما انفرد بروايته راو واحد‬


“hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dalam tiap
thabaqah sanadnya”11
Dalam hal ini, bisa dilihat bahwa misalnya Hadits tentang niat,
yaitu:

11
Tajul Arifin, Ulumul Hadtis, (Bandung: Gunung Jati Press, 2014), 108.

8
‫انّما األعمال بالنّيات وإنّما لك ّل امرئ مانوى‬
“segala amal itu hanya dengan niat, dan bagi seseorang hanya
akan mendapat apa yang ia niatkan”
B. Hadis Ditinjau Dari Segi Kualitas Sanad dan Matan
sebagaimana diketahui, bahwa hadist tidak ada dengan sendirinya.
Keberadan hadits merupakan hasil usaha yang dilakukan para perawi dalam
mengumpulkan serta menyampaikannya. Sehingga hingga saat ini hadits tetap
bisa diketahui oleh umat nabi Muhammad SAW meskipun rentan waktunya
jauh dengan beliau. Tidak hanya itu, untuk menjaga kualitas hadits maka
dalam meriwayatkan hadits tidak sembarangan orang yang melakukannya.
Ada kriteria-kriteria seseorang pantas dijadikan sebagai seorang periwayat.
Mereka harus memiliki standar yang benar ketika melakukan proses
penyampaian hadits. Dari kriteria-kriteria tersebut yang menyebabkan hadits
terbagi berdasarkan kualitasnya. Oleh karena itu, hadits jika ditinjau dari
kualitas perawinya maka dibagi dalam tiga kategori, yaitu hadits shahih,
hasan dan dha’if.
1. Hadis Shahih
Kata shahih berasal dari kata ‫ الصحيح‬selamat dari penyakit, dan
bebas dari aib. Menurut Ibn Salah bahwa yang dimaksud dengan hadis
shahih, dalah:

‫الحديث صحيح هو المسند الذي يتصل إسنده بنقل العدل الضابط عن‬
‫العدل الضابط إلى منتهاه وال يكون شاذا والمعلال‬
“hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
periwayat yang adil dan dhabit dari awal hingga akhir sanadnya serta tidak
ada syaz dan tidak ada ‘illat.”12
Dilihat dari pengertian diatas, ada empat point penting yaitu,
pertama sanadnya bersambung, yang dimaksud ialah dalam meriwayatkan
antara para periwayat harus bertemu langsung tanpa perantara atau lebih

12
Marhumah, Ulumul Hadis: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan contoh, (Yogyakarta:
Maret, 2014) 74.

9
jelasnya antara satu sanad dengan sanad lainnya bertemu (muttasil).
Kedua, yang meriwayatkan harus seseorang yang adil dan dhabit.
Periwayat dikatakan adil menurut ilmu hdis ada beberapa kriteria, yaitu:
beragama islam, mukalah, melaksanakan ketentuan agama, dan
memelihara muru’ah.13 Sedangkan dhabit yaitu kemampuan seorang
periwayat hadis dalam mengingat, menghafal, megerti dan memahami
secara sempurna hadis yang didengarnya serta mampu menyampaikan
dengan baik kepada orang lain.
Ketiga, tidak terdapat syaz. Artinya hadis yang diriwayatkan
mayoritas ulama hadis juga meriwayatkan, tidak bertentangan dengan
hadis shahih lainya dengan senad yeng berbeda. Keenpat, tidak terdapat
adanya ‘illat. Artinya tidak tejadi pencampuran hadis dengan hadis yang
lain dan tidak terjadi kesalahan dalam penyebutan periwayat karena ada
kemiripan nama periwayat sedangkan kualitasnya tidak siqat.14
Contoh hadis shahih, yaitu sebagai berikut:

‫حدّنا عبد هللا بن يسف قال أخبرنا مالك عن إبن شهاب عن مح ّمد بن جبير‬
‫ سمعت رسول هللا صم قرأ في المغرب بالطور‬:‫بن مطعم عن أبيه قال‬
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibn Yusuf, ia berkata,
bercerita kepada kami Malik dari Ibn Syihab dari Muhammad ibn Zubair
ibn Matha’am dari bapaknya ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW
membaca surat at-Thur ketika shalat maghrib”
Ada dua macam hadis shahih, yaitu:
a. Hadis shahih li-Dzatih: hadis yang shahih dengan sendirinya,
b. Hadis shahih li-Gairih: hadis yang ke-shahih-annya dibantu oleh hadis
shahih yang lain.
2. Hadis hasan
Didalam beberapa literatur yang berbeda, pemabgian hadis hanya
dikategorikan menjadi dua, yaitu shahih atau mabul dan dha’if atau mardud.

13
Ibid., 76.
14
Ibid., 79.

10
Namun ada diantara beberapa ulama yang menemukan hadis tidak masuk
ketegori shahih ataupun dha’if. Artinya kulaitasnya dibawah hadis shahih
akan tetapi memiliki kualitas di atas hadis dhai’if. Hal ini dikarenakan,
kualitas hafalan perawi hadis dibawah kebenyakan perawi shahih akan tetapi
di atas para perawi hadis dha’if.
Dengan demikian, maka lahirlah istilah hadis hasan. Sehingga kedudukan
para perawi yang memiliki kualitas hafalan menengah terkumpul disini, tidak
dikelompokkan kedalam kategori hadis shahih ataupun hadis dha’if.
Secara bahasa hadis hasn berarti hadis yang baik, dengan kata dasar yaitu
‫ـ يحسن‬.‫ حس‬. Sedangkan secara istilah banyak ulama yang mendefinisikan salah
satunya yaitu At-Turmudzi menyatakan sebagai berikut:

‫كل حديث يروى اليكون في إسناده من يتّمم بالكذب وال يكون الحديث‬
‫شادا ويروى من غير وجه نحو ذلك‬
“tiap-tiap hadis yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh
dusta, tidak ada kejanggalan dan diriwayatkan pula melalui jalan lain”
Artinya persyaratan seorang perawi pada hadis hasan hampir memenuhi
semua persyaratan dari hadis shahih akan tetapi yang menjadi kelemahannya
ialah adanya kelemahan daya hafalan dari seorang perawi. Namun dengan
catatan kerusakannya tidak parah dalam artian bisa mengugurkan hadis. Maka
dapat dikatakan bahwa hadis hasan menurut istilah adalah hadis yang pada
sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak janggal pada
matannya dan diriwayatkan tidak dari satu jalan yang sepadan maknanya. 15
Adapun contoh dari hadis hasan ialah sebagai berikut:

‫سواك عند ك ّل صالة‬ ّ ‫لوال أن‬


ّ ‫أشق على أ ّمتي ألمرتهم بال‬
“jika tidak memberatkan umatku niscaya aku perintahkan mereka untuk
bersiwak setiap kali akan sholat”
Adapun kehujjahan hadis ini sebagaimana hadis shahiih yaitu bisa
dijadikan hujjah dalam menentukan suatu hukum dari sesuatu perkara. Akan

15
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis Sebuah Pengantar dan Aplikasinya, (Sulawesi Selatan:
Syahadah, 2016) 85.

11
tetapi apabila ada perbedaan antara hadis hasan dengan hadis shahih maka
yang lebih diutamakan adalah hadis shahih. Sedangkan pembagian hadis
hasan menjadi dua macam yaitu: hadis hasan lidzatih dan lighairih.
3. Hadis Dhai’if
Ke-dha’if-an hadis merupakn istilah yang dipakai pada hadis yang tidak
masuk kriteria hadis shahih ataupun hadis hasan. Sepertihalnya syarat-syarat
dari perawi hadis shahih ataupun hadis hasan tidak terpenuhi, misalkan
seorang yang meriwyatkan hadis tersebut terkenal dusta.
Adapun pengertian hadis dha’if ialah sebagai berikut:

‫الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح و ال‬


‫صفات الحديث الحسن‬
“hadis dhaif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis shahih
dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan”16
Singkatnya ialah setiap hadis yang bukan termasuk hadis shahih dan hadis
hasan maka dikategorikan sebagai hadis dha’if. Istilah lain dari hadis dha’if
ialah hadis mardud yaitu hadis yang tidak diterima oleh para ulama untuk
dijadikan dasar hukum.17
Adapun contoh dari hadis dha’if ialah sebagai berikut:

‫من أتى حائضا أو إمرأة في دبرها أو كاهنا فقد كفر بما أنزل على مح ّمد‬
“barang siapa yang menjima istri yang sedang haid atau menjimanya lewat
dubur atau mendatangi seorang dukun maka ia telah kufur terhdap apa yang
telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.”
Adapun hadis dha’if dikategorikan sebagai berikut:
a. Hadis dha’if ditinjau dari segi sanadnya
1) Hadis mu’allaq
Hadis yang sanadnya gugur secara berturut-turut dari awal sanad
hingga akhir baik satu orang ataupun lebih.
2) Hadis mursal

16
Alamsyah, Ilmu-ilmu Hadis, (t.t: AURA, 2015), 82.
17
Khusniati Rofih, Studi ilmu Hadis, (Ponorogo: IAIN PO Press, 2018), 146.

12
Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in dengan mengugurkan sahabat
sebagai unsur sanad yang pertama.
3) Hadis mu’dhal
Hadis yang gugur dua orang perawi atau lebih dari sanadnya secara
berturut-turut, baik itu terjadi di awal, di pertengahan ataupun di
akhir sanad.
4) Hadis munqathi’
Hadis yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih, atau pada
sanadnya disebutkan nama sseorang yang tidak dikenal.
5) Hadis mudallas
Hadis yang menyembunyikan kecacatan sanad dengan
menampakkan kebaikannya.
b. Hadis dha’if ditinjau dari segi cacatnya perawi
1) Hadis matruk
Hadis yang pada sanadnya terdapat seorang perawi yang tertuduh
dusta atau dikenal bohong.
2) Hadis munkar
Hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah
serta bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi
yang terpercaya.
3) Hadis mu’allal
Hadis yang diketahui kecacatannya meskipun setalah melakukan
penyelidikan dan penelitian meskipun pada lahirnya tampat tidak
cacat.
4) Hadis mudraj
Hadis yang terdapat padnya tambahan yang bukan bagian dari
hadis tersebut.
5) Hadis maqlub
Hadis yang terbalik atau hadis yang diriwayatkan seorang perawi
yang didalamnya tertukar dengan mendahulukan yang dibelakan
baik berupa sanadnya atau matannya yang tertukar.

13
6) Hadis mudhtharib
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad
dengan mata kacau atau tidak sama dan kontradiksi dan tidak dapat
dikompromikan.
7) Hadis mushahhaf
Hadis yang terdapat perbedaan didalamnya dengan mengubah
beberapa titik sedangkan bentuk tulisannya tetap.
8) Hadis syasz
Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu
seseorang yang adil dan sempurna ke-dhabit-annya, akan tetapi
hadis tersebut berlawanan dengan hadis yang diriwayatkan oleh
perawi lain yang lebih adil dan lebih dhabit daripada perawi
pertama tadi.18
c. Hadis dha;if ditinjau dari segi matannya
1) Hadis mauquf
Hadis yang matannya disandarkan kepada sahabat atau terputus
sampai sahabat.
2) Hadis maqthu’
Hadis yang matannya disandarkan kepada tabi’in, atau terputus
pada tingkatan tabi’in.

18
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya’ 1998), 237-278.

14
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hadis ditinjau dari segi kuatitas perawi di bagi menjadi 2, yaitu:
a. Hadis mutawattir
Hadis mutawattir adalah hadis yang tidak hanya diriwayatkan oleh
satu orang saja melinkan banyak yang meriwayatkan dan semua
periwayat terkenal tidak akan berbohong dalam meriwyatkan suatu
hadis.
1) Mutawattir lafdzi
2) Mutawattir maknawi
3) Mutwattir amali
b. Hadis ahad
Hadis yang perawinya tidak mencapai jumlah hadis mutawatir
namun tetap memiliki sanad yang bersambung hingga kepada
sumbernya.
1) Hadis masyhur
2) Hadis aziz
3) Hadis gharib
2. Hais ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan di bagi menjadi 3,
yaitu:
a. Hadis shahiih
Hadis shahih adalah hadis yang memiliki sanad bersambung,
dengan periwayat yang adil serta dhabit mulai dari awal hingga
diakhir sanad lalu tidak ada syaz dan tidak ada ‘illat didalamnya.
b. Hadis hasan
Hadis yang memiliki persyaratan seorang perawi hampir
memenuhi semua persyaratan dari hadis shahih akan tetapi yang
menjadi kelemahannya ialah adanya kelemahan daya hafalan dari
seorang perawi namun tidak sampai mengugurkan kualitas hadis.

15
c. Hadis dha’if
Hadis yang bukan termasuk hadis shahih dan hadis hasan maka
dikategorikan sebagai hadis dha’if.
B. Saran
Tidak hanya sebatas ini, masih banyak perspektif-perspektif yang
membahas tentang pembagian hadis tersebut. Makalah dengan judul “Hadis
Ditinjau dari Segi Kuantitas dan Kualitas” hanya salah satu dari sekian
banyaknya karya tulis yang membahas tentang hadis. Dengan demikian,
diharapkan makalah ini bisa sekedar untuk menambah wawasan serta
pemahaman kepada para pembaca tentang pembagian hadis. Karena hadis
cangkupannya sangat luas. Tidakhanya itu, karya tulis ini bisa dijadikan acuan
serta bahan kajian bagi para pembaca, baik di kalangan mahasiswa atau bukan
mahasiswa.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. Ilmu-ilmu Hadis. t.t: AURA, 2015.

Arifin, Tajul. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung Djati Press, 2014.

Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2016.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.

Marhumah. Ulumul Hadis: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan contoh.
Yogyakarta: Maret, 2014.

Muhajirin. Ulumul Hadits II. Palembang: NoerFikri Offset, 2016.

Rofih, Khusniati. Studi ilmu Hadis. Ponorogo: IAIN PO Press, 2018.

Sulaemang. Ulumul Hadits. Kediri: AA-DZ Grafika 2017.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Yahya, Muhammad. Ulumul Hadis Sebuah Pengantar dan Aplikasinya. Sulawesi


Selatan: Syahadah, 2016.

Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: Mutiara Sumber Widya’ 1998


.

17

Anda mungkin juga menyukai