PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an telah dibukukan kedalam bentuk mushaf pada masa Khalifah Abu
Bakar Shidîq. Tepatnya selepas meninggalnya Rasulullah, sedangkan hadis tidaklah
demikian, pembukuan hadis baru marak terjadi pada abad ke-3. Mungkin memang
benar jika dimasa Rasulullah para sahabat Nabi ada yang menulis hadis, tetapi jumlah
mereka selain tidak banyak , juga karena perhatian mereka yang lebih tertuju kepada
pemeliharaan al-Qur‟an. Sebab al-Qur‟an pada masa Rasulullah belum dibukukan
kedalam bentuk mushaf.1
Hadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini
kebenarannya. Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang
ada sangatlah banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.
Dalam penentuan suatu hadis itu dilihat dari kualitas dan kuantitas rawi, telaah ini
dilakukan ulama dalam upaya menelusuri secara akurat sanad yang ada pada setiap
hadis yang dikumpulkannya. Dengan penelitian kedua aspek inilah, upaya
pembuktian shahih tidaknya suatu hadis lebih dapat dipertimbangkan ketika orang
membicarakan hadis yang tidak mutawatir, maka saat itulah telaah hadis dilihat dari
kuantitas rawi sangat diperlukan.
Pembagian hadis dilihat dari sudut bilangan perawi dapat digolongkan menjadi
dua bagian yang besar yaitu mutawatir dan ahad. Hadis mutawatir terbagi menjadi
1 M. Syuhudi Ismail, “Kaidah Keshahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan dalam
Pendekatan Ilmu sejarah”, ( Jakarta: Bulan Bintang , 2005 ), hlm.3.
mutawatir lafziy, mutawatir manawiy dan mutawatir amaliy. Ketiga bagian ini
menjadi hukum dalam bidang akidah dan syariah, hadis ahad pula terbagi menjadi
tiga bagian yaitu masyhur, aziz dan gharib.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengertian hadist mutawatir,syarat hadist mutawatir, dan bagian
hadist mutawatir.
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui dan memahami mengenai hadist mutawatir hingga bagiannya.
Pendapat yang menjadikan hadis masyhur berdiri sendiri, tidak termasuk bagian
dari hadis ahad,di anut oleh sebagian ulama ushul, di antara nya adalah Abu Bakar
Al- jassas (305-370 H). Sedang ulama golongan ke dua di ikuti oleh kebanyakn
ulama ushul dan ulama kalam. Menurut mereka, hadis masyhur bukan merupakan
hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari hadis ahad. Mereka membagi
hadis menjadi dua bagian, mutawatir dan ahad.
A. Hadis Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikunya atau
beiring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya. 3 Sedangkan
Ada juga yang mengatakan: “hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar
orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk
berdusta. Sejak awal sanad sampai akhir sanad, pada setiap tingkat (Thabaqat)”.
4 Ibid. hlm 97
pendapat. Ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak
menentukan jumlah tertentu. Menurut ulama yang tidak mensyaratkan
jumlah tertentu yang penting dalam jumlah itu, menurut adat, dapat
memberikan keyakinan terhadap apa yang diberikan dan mustahil mereka
sepakat untuk berdusta. Sedangkan menurut ulama yang menetapkan
jumlah tertentu, mereka masih berselisih mengenai jumlah tertentu itu.
jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh....
Saat ayat ini diturunkan jumlah umat islam baru mencapai 40 orang.
Hal ini sesuai dengan hadis riwayat Al-Thabrany dan Ibn ‘Abbas, ia
berkata: “Telah masuk islam bersama rasullah sebanyak 33 laki-laki dan
6 orang perempuan. Kemudian ‘Umar masuk islam, maka jadilah 40
orang islam.
Selain pendapat tesebut, ada juga menetapkan jumlah perawi dalam
hadis mutawatir sebanyak 70 orang, sesuai dengan firman Allah SWT:
a. Mutawatir lafzhi
b. Mutawatir ma’nawi
“hadis yang dinukilkan oleh sejumlah orang yang mustahil mereka sepakt
berdusta atau kebetulan. Mereka menukilkan dalam berbagai bentuk,
tetapidalam satu masalah atau mempunyai titik persamaan”.
ض ُ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِهر َو َسلَّ َمر ُش َّم َرفَ َع يَ َد ْي ِه َو َرّأي
َ ْت بَيَا َ ال َأبُو ُموْ َسى اَأل ْش َع ِريُّ َدعَاؤالنَّبِ ُّي
َ َق
()واه البخارى
c. Mutawatir Amali
Adapun yang dimaksud dengan hadis mutawatir ‘amali adalah:
“sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan
agama dan telah metawatir antara umat Islam, bahwa Nabi SAW
mengerjakanya, menyuruhnya, atau selain dari itu.
Hadis mutaawatir mempunyai nilai ‘ilmu dharuri (yufid ila ‘ilmi al-
dharuri), yakni keharusan untuk menerima dan mengamalkan sesuai sesuai
dengan yang di berikan oleh hadis mutawatir tersebut, hingga membawa
kepada keyakinan yang qath’i(pasti).