Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an.Seperti yang kita ketahui, hadis
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.Baik dari perkataan,
perbuatan, dan ketetapannya.Hadis di lihat dari sumber berita.Secara umum dapat di katakana jika
sumber berita itu berasal dari Allah SWT di namakan hadis Qudsi, jika sumber beritanya
datangnya dari Nabi di sebut hadis Marfu’, jika datangnya sumber berita itu dari sahabat disebut
hadis Maukuf, dan jika datangnya dari Tabi’in disebut hadis Maqthu’.
Sumber pertama berita tidak dapat menentukan keshahihan suatu hadis sekalipun
datangnya dari Allah atau Nabi, karena tujuan kualitas shahih, hasan dan dha’if tidak hanya
dilihat dari sumber berita akan tetapi lebih dilihat dari sumber-sumber pembawa berita. Dengan
demikian hadis Marfu’, maukuf, maqhtu’ tidak mutlak kesahahihannya, terkadang shahih, hasan
dan dha’if.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadis marfu’ maukuf dan maqhtu’?
2. Apa saja contoh hadis-hadis tersebut?
3. Apa perbedaan antara hadis marfu’ dengan maukuf dan maqhtu’?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian hadis marfu’ maukuf dan maqhtu’.
2. Mengetahui apa-apa saja contoh hadis-hadis tersebut.
3. Untuk mengetahui apa perbedaan antara hadis marfu’ dengan maukuf dan maqhtu’.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian hadis marfu`


Al-Marfu’ menurut bahasa, isimmaful dari kata rofa’a “mengangkat” atau “yang
diangkat”.Dinamakan demikian karena didasarkan kepada yang memiliki kedudukan tinggi yaitu
Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan menurut istilah  sebagian ulama hadis mengatakan, hadis marfu’adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.Baik yang menyandarkan itu sahabat,
atau tabi’in atau orang-orang sesudahnya, yang berupa ucapan, perbuatan, taqrir  atau sifatnya,
baik secara shahih (jelas).1
Para ulama hadis memberikan pengertian tentang Hadis Marfu’ adalah segala perkataan,
perbuatan dan taqrir yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik bersambung
sanadnya ataupun tidak, baik yang menyandarkan itu sahabat Nabi ataupun bukan.Jadi, yang
terpenting adalah bahwa berita itu disandarkan kepada Nabi SAW.
Kerafa’an Hadis itu, yakni penyandaran Hadis kepada Nabi, terkadang jelas (sharih)
sehingga dapat segera diketahui kerafa’annya dan terkadang tidak begitu jelas
(ghairusharih).Hadis yang jelas kerafa’annya, disebut Marfu’ Haqiqy, sedangkan yang tidak jelas
kerafa’annya disebut Marfu’ Hukmy.2
Hadis Marfu’ dapat dibagi menjadi kepada 6 (enam) macam antara lain:
1. Hadis Marfu’ Qouly Haqiqy
Yakni, Hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW.Berupa sabda beliau, yang dalam
bentuk beritanya dengan tegas dinyatakan bahwa Nabi telah bersabda.Diantara tanda-
tandanya ialah bahwa sebelum penyebutan matan Hadis, biasanya didahului dengan kata-
kata tertentu.

2. Hadis Marfu’ Fi’ly Haqiqy


Yakni hadis marfu’ yang dengan tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah.
Contoh:

‫ (اللّه ّم‬:‫ ويقول‬,‫عن عائشة رضى هللا عنها انّ رسوالهلل صلّى هللا عليه وسلّم كان يدعوا فى الصالة‬ 

)‫إنّى أعوذبك من المأثم و المغرم) (رواه البخارى‬

Artinya:
Dari Aisyahra. Berkata: “ Nabi SAW pada waktu shubuh masih dalam keadaan
hadats junub. Kemudian beliau mandi janabah dan pergi shalat subuh.Saya
mendengar bacaan beliau dan beliau pada waktu itu dalam keadaan puasa.(Riwayat
Ahmad)

3. Hadis Marfu’ Taqriry Haqiqy


Yakni Hadis Marfu’ yang menjelaskan tentang perbuatan sahabat yang dilakukan
dihadapan Rasululah Saw.Dengan tidak memperoleh reaksi dari beliau, baik dengan
menyetujuinya atau pun mencegahnya.

1 Muhammad Anwar, IlmuMusthalahHadis, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), hlm. 121


2 Syuhudi Ismail, PengantarIlmuHadis, ( Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 160
Contoh:
Artinya:
Ibnu  Abdul ra.Berkata: “ Kamis shalat dua raka’at setelah terbenam matahari,
sedangRasulullah SAW. Melihat kami dan beliau tidak memerintahkan kepada  kami
atau mencegahnya.

4. Hadis Marfu’ Qouly Hukmy


Yakni, Hadis yang tidak secara tegas disandarkan kepada Nabi tentang sabdanya,
tetapi keariefa’annya dapat diketahui karena adanya qarinah (hubungan keterangan) yang
lain, bahwa berita itu berasal dari Nabi Muhammad SAW.
Contoh:
Artinya:
Dari Anasra.: Bilal telah diperintahkan untuk mengucapakan lafadz-lafadz pada
adzan secara genap dan pada iqamah secara ganjil. (Mutafaqun Alaih)

5. Hadis Marfu’ Fi’ly Hukmy


Yakni Hadis Marfu’ yang menjelaskan tentang perbuatan sahabat, perbuatan mana
dilakukan dihadapan Rasulullah atau pada Zaman Rasulullah.Apabila dalam Hadis
tersebut tidaka ada penjelasan bahwa perbuatan sahabat itu dilakukan dihadapan atau di
zaman Rasulullah, maka hadis tersebut bukanlah Hadis Marfu’.Namun sebagian para
ulama mengatakan bahwa walaupun tidak dijelaskan/ dilakukan dihadapan/ dimasa
Rasulullah, tetapi asal perbuatan itu sifatnya umum, maka tatap Hadis tersebut tetap
Hadis Marfu’.

6. Hadis Marfu’ Taqriry Hukmy


Yakni Hadis yang berisi suatu berita yang berasal dari sahabat, kemudian diikuti
dengan kata-kata: Sunnatu ABY Qasim, atau Sunnatu Nabiyyina, atau kata-kata yang
semacamnya.
Contoh:
Artinya:
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhanyra, bahwasanya ia menghadap ke Umar bin Khattab,
setelah dia bepergian ke Mesir. Maka Umar bertanya kepadanya: “Sejak kapan
kamu tidak melepaskan sepatu Khufmu? Uqbah menjawab: “Sejak hari jum’at
sampai hari jum’at”. Umar berkata: “Kamu sesuai dengan sunnah”. (Riwayat Ibnu
Majah).
B. Pengertian Hadist Mauquf
Yang dimaksud dengan hadist mauquf adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan
pada Sahabat, baik sanadnya bersambung ataupun terputus. Contoh:
Artinya:
Dari Ibnu Umar:”Barangsiapa mendapatkan harta,maka tidak ada zakat
atasnya,terkecuali setelah lewat atasnya satu tahun”.

Suatu hadist mauquf, dapat naik statusnya menjadi Hadist Marfu` apabila memenuhi
salah satu criteria sebagai berikut:
1. Dalam Hadist tersebut tercantum kata-kata yang menunjukkan kearafa`annya.dengan kata-
kata.
2. Isi dari hadist tersebut berkenaan dengan penafsiran Sahabat dan sebab-sebab turunnya
(asbabun nuzul) ayat Al-Qur`an.Hal ini dapat dipahami,sebab tentang asbabun nuzul tersebut
adalah merupakan suatu keadaan yang ada pada zaman Nabi.Dengan demikian maka
keterangan atau penafsiran seorang sahabat tentang turunnya ayat Al-Qur`an,merupakan suatu
reportase dari suatu keadaan yang terjadi pada masa Rasulullah masih hidup.
Penjelasan Jabir(seorang sahabat Nabi) tentang sebab turunnya ayat 233 surat Al-
Baqarah:
Artinya:
Istri-istrimu adalah(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam.maka datangilah
tanah(kebun) itu bagaimana saja kamu kehendaki

Dalam hal ini Jabir menyatakan:


Artinya:
Orang Yahudi berkata:”Barangsiapa mendatangi istrinya dari bagian
belakangnya,maka akan lahir anak yang matanya juling”.

Jadi, keterangan Jabir ini merupakan penjelasan bahwa dikalangan orang Yahudi ada
kepercayaan bahwa bila seorang suami menyetubuhi istrinya dari belakang,maka kalau
jadi,anak yang lahir matanya juling.lalu turunlah ayat 233 surat Al-Baqarah di atas sebagai
penjelasan Allah bahwa julingnya anak tidak ada hubungannya dengan cara bersetubuh.Dan
karena itu,ibarat sebuah kebun,maka sang suami bebas(sepanjang tidak mengakibatkan
mudharat dan sepanjang dalam kewajaran dan kesopanan) untuk menyetubuhi istrinya.
3. Isi dari hadist tersebut merupakan suatu keterangan dari sahabat tetapi keterangan tersebut
bukanlah merupakan hasil ijtihad atau pendapat pribadi Sahabat yang bersangkutan.
Contoh:
Artinya:
Ibnu Umar dan Abbas berbuka puasa dan mengqashar shalat untuk perjalanan yang
berjarak empat barid(18.000 langkah).
                                                                                    (Riwayat Bukhari)

Macam-macam Hadist Mauquf


1) Mauquf pada perkataan
Contoh : perkataan rawi : Telah berkata ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu :
َ ‫ أتريدون أن يُ َك َّذ‬، ‫حدثوا الناس بما يعرفون‬
ُ‫ب هللا ورسولُه‬
“Sampaikanlah kepada manusia menurut apa yang mereka ketahui. Apakah engkau
menginginkan Allah dan Rasul-Nya didustakan ?” (HR. Al-Bukhari no. 127)

2) Mauquf pada perbuatan
Contoh : perkataan Al-Bukhari :
‫وَأ َّم ابنُ عباس وهو متيمم‬
“Ibnu ‘Abbas mengimami (shalat), sedangkan ia dalam keadaan bertayamum.” (HR. Al
Bukhari, kitab At-Tayammum juz 1 hal. 82.)

3) Mauquf pada taqrir
Contoh : perkataan sebagian tabi’in :
َّ َ‫فعلت كذا أمام أحد الصحابة ولم يُ ْن ِكر َعل‬
‫ي‬
”Aku telah melakukan demikian di depan salah seorang shahabat, dan beliau tidak
mengingkariku sedikitpun”.

Beberapa gambaran jenis hadits ini :


1) Seorang shahabat yang berkata yang tidak diketahui bahwa hal tersebut diambil dari ahli
kitab  sebuah perkataan yang tidak terdapat ruang ijtihad di dalamnya, tidak terkait dengan
penjelasan bahasa atau penjelasan mengenai keterasingannya.
2) Seorang shahabat yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada ruang ijtihad di dalamnya
seperti shalat kusuf yang dilakukan oleh para shahabat yang setiap raka’atnya lebih dari dua
ruku’.
3) Seorang shahabat yang mengkhabarkan bahwasannya mereka (para shahabat) telah
mengatakan atau melakukan satu perbuatan atau memandang tentang satu hal bahwa hal itu
tidak mengapa. Maka ini harus dirinci.
4) Seorang shahabat berkata : Umirnaa bikadzaa (kami diperintahkan begini), nuhiina bikadzaa
(kami dilarang untuk begini), atau minas-sunnati kadzaa (termasuk sunnah adalah begini).
5) Seorang rawi mengatakan dalam haditsnya ketika menyebutkan seorang shahabat dengan
salah satu dari empat kata berikut : yarfa’uhu, yanmiihi, yablughu bihi, atau riwaayatan.
6) Seorang shahabat menafsirkan sebuah ayat yang berkaitan dengan sebab turunnya ayat
(sababun-nuzul).

Berhujjah Dengan Hadist Mauquf


      Para ulama tidak sependapat tentang apakah suatu hadist mauquf dapat dijadikan
sebagai hujjah. Imam Syafi`I menyatakan bahwa Hadist Mauquf tidak dapat dijadikan hujjah.
Sebagian Ulama menyatakan bahwa Hadist Mauquf dapat saja dijadikan hujjah.Karenanya,Hadist
Mauquf harus didahulukan dari penggunaan qiyas.
Imam Malik dalam salah satu pernyataannya mengatakan :”Apa yang berasal dari
Rasulullah, saya akan taati dengan sepenuh hati.Apa yang berasal dari Sahabat, saya akan
memilihnya mana yang lebih kuat argumennya.Dan apa yang berasal dari Tabi`in ,maka kalau
mereka laki-laki, saya juga laki-laki.
Pendapat Imam Malik ini bermaksud bahwa untuk Hadist Nabi,dia tidak akan
membantahnya dan sudah jelas harus menjadi hujjah.Tetapi kalau berasal dari pendapat
Sahabat,maka dia tidak begitu saja menjadikannya sebagai hujjah sebelum menelitinya apakah
argumennya kuat atau tidak.Kalau kuat maka dia mengikutinya dan kalau tidak kuat maka dia
tidak menjadikannya sebagai hujjah.lalu,jika pendapat itu hanya berasal dari Tabi`in (juga ulama
lainnya) maka dia sama sekali tidak terikat.Artinya, jika Tabi`in dapat berijtihad maka dia juga
dapat berijtihad.
Prof .Hasbi menyatakan: Apabila masalah yang diperselisihi dikalangan Sahabat
sendiri,maka bagi orang yang memenuhi syarat ilmunya,dia tidak boleh hanya mengikuti begitu
saja,tanpa terlebih dahulu mencari dalil yang menguatkan salah satunya.

C. Pengertian Hadist Maqthu`


Yang dimaksud dengan hadist maqthu` ialah perkataan atau perbuatan yang disandarkan
kepada Tabi`in baik bersambung ataupun tidak.
Contoh:
Artinya:
Bahwa Said bin Musayyah,keluar darah dari hidungnya,sedang dia dalam keadaan
shalat,maka dia dating ke bilikUmmu Salamah, salah seorang istri Nabi saw,lalu ke
tempat wudhu`,dia lalu berwudhu` kemudian kembali berdiri untuk shalat di tempat
dimana dia tadi shalat.
                                                                                    (Riwayat Malik)

Macam-macam Hadis Maqthu'
1) Hadis maqthu’ qauli
Contoh Hadis Maqthu'
.‫ صل وعليه بد عته‬: ‫قول الحسن البصري في الصالة خلف المبتدع‬
Perkataan Hasan Bashri mengenai shalat di belakang ahli bid'ah" Shlatlah dan dia akan
menanggung dosa atas perbuatan bid'ahnya"

2) Hadis maqthu’ fi’li


Contohnya adalah perkataan Haram bin Jubair yang merupakan salah seorang senior
dikalangan tabi'iy:
.‫ َواِ َذا اَ َحبَّهُ اُ ْقبِل اِلَ ْي ِه‬,ُ‫ ْال ُمْؤ ِمنُ اِ َذا ع ََرفَ َربَّهُ َع َّز َو َج َّل اَ َحبَّه‬ 
"Orang mukmin itu apabila telah mengenal Tuhannya , niscaya ia mencintai-Nya, dan
apabila ia mencintai-Nya, niscaya Allah menerimanya.

3) Hadis maqthu’ taqriri (yang berupa persetujuan)


Contoh : seperti perkataan Hakam bin ‘Utaibah, ia berkata: “Adalah seorang hamba
mengimami kami dalam masjid itu, sedang syuraih (juga) shalat disitu.”

Syuraih adalah seorang tabi`in. Riwayat hadis ini menunjukan bahwa Syuraih membenarkan
seorang hamba tersebut untuk menjadi imam.

Status Hukum Hadis Maqthu'


Para ulama berselisih pendapat terhadap kehujjahan hadis maqthu’. Ada yang
berpendapat bahwa hadis maqthu' tidak dapat dijadiakan sebagai hujjah atau dalil untuk
menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan Tabi'in sama dengan perkataan Ulama
lainnya. Sebaliknya yang membolehkan mengarahkan hadis ini sebagai suatu ijma’ bil tidak ada
dalil atau bantahan dari orang lain. Bila sudah seperti itu sebagian ulama syafi’iyah menamai
yang demikian sebagai marfu’ mursal
                                                                          BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hadis yang ditinjau dari sumber berita, yakni marfu’ maukuf dan maqtu’ mempunyai
beberapa perbedaan, yaitu ”.Hadis Marfu’ adalah Hadis yang sanadnya sampai kepada Nabi
Muhammad SAW.Hadis  Maukuf  adalah Hadis yang sanadnya tidak sampai kepada Nabi SAW,
hanya kepada sahabat saja.Hadis Maqthu’ adalah sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi’in
atau orang setelahnya,baik dari perkataan atau perbuatan.

Anda mungkin juga menyukai