Anda di halaman 1dari 12

MEMAHAMI HADIST DI TINJAU DARI KUANTITAS

PERAWI
Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Al-qur’an dan hadist

Dosen pengampu :
Badrun m.pd

Disusun oleh:
 Nama : Bima Agung Prayoga
 NPM : 233501009
 Fakultas : Syari’ah
 Prodi : Hukum Keluarga Islam

INSTITUT AL-MA’ARIF WAY KANAN


2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wrh.wbr , Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat


Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah “al-qur’an dan Hadis”. Tidak
lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya. Tidak lupa pula penyusun sampaikan terima kasih
kepada dosen mata kuliah al-qur’an Hadis, Semoga apa yang beliau
ajarkan kepada kita menjadi manfaat dan menjadi amal jariyah bagi
beliau di Akherat kelak. Amiin.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah al-
qur’an dan Hadis. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa
pembahasan mengenai Hadis Mutawatir, Hadis Masyhur dan Hadis
Ahad.
penyusun mengucapkan terima kasih atas perhatiannya terhadap
makalah ini, dan harapan penyusun semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………….….4

B. Rumusan masalah……………….…………………4

C. Tujuan……………………………….……………..5

BAB II PEMBAHASAN

1. Hadis Mutawatir………………………..…………..6

2. Hadis Ahad …………………………..……………8

3. Hadis Masyhur………………………..……………9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………..11

B. Kritik dan saran……………………………………11

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadis yang banyak dan
beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat
pembagian hadis yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi
pandangan, bukan hanya dari satu segi pandangan saja. Para lama hadis yang
berbeda pendapat tentang pembagian hadis ditinjau dari aspek kuantitas atau
jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadis mutawatir, masyhur, dan ahad.
Ada jua yang membaginya menjadi dua, yakni hadis mutawatir dan hadis ahad.
Ulama golongan pertama, menjadikan hadist masyhur berdiri sendiri, tidak
termasuk ke dalam hadis ahad maupun mutawatir, ini disponsori oleh oleh
sebagian ulama ushul diantaranya, Abu Bakr – Al- Jashshash (305-370).
Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh sebagian besar ulama ushul
(ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut mereka, hadis masyhur
bukan merupakan hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan bagian
dari hadis ahad. Mereka membagi hadist ke dalam dua bagian yaitu hadis
mutawatir dan ahad.

B. Rumusan Masalah

a. Defenisi Hadis Mutawatir

b. Syarat – syarat Hadis Mutawatir

c. Pembagian Hadis Mutawatir

d. Faedah Hadis Mutawatir

e. Defenisi Hadis Ahad

f. Hadis Masyhur

4
C. Tujuan

a. Dapat mengetahui Defenisi Hadis Mutawatir

b. Dapat mengetahui Syarat – syarat Hadis Mutawatir

c. Dapat mengetahui Pembagian Hadis Mutawatir

d. Dapat mengetahui Faedah Hadis Mutawatir

e. Dapat mengetahui Defenisi Hadis Ahad

f. Dapat mengetahui Defenisi Hadis Masyhur

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Hadis Mutawatir

a.) Definisi hadits mutawatir

Mutawatir menurut bahasa adalah, mutatabi yakni sesuatu yang datang berikut
dengan kita atau yang beriringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jaraknya.1

Sedangkan hadits mutawatir menurut istilah terdapat beberapa formulasi definisi,


antara lain sebagai berikut:

Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.

Sementara itu Nur ad-Din Atar mendefinisikan :

Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan
mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan
panca indra.2

Habsy As-Sidiqie dalam bukunya Ilmu Musthalah al hadits mendefinisikan hadits


mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan berdasarkan pengamatan panca indra
orang banyak yang menurut adat kebiasaan mustahil untuk berbuat dusta. Syarat-
syarat hadits mutawatir

1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan


tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu benar-benar hasil
penglihatan atau pendengaran sendiri.

1
Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:113
2
http://hitsuke.blogspot.com/ klasifikasi-hadis-berdasarkan-kuantitas.html,online 03-09-2023,JAM 16.09

6
2. Jumlah rowi-rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak
memungkinkan mereka bersepakat untuk berbohong.

Ulama hadis berbeda pendapat tentang berapa jumlah bilangan rawinya untuk
dapat dikatakan sebagai hadis mutawatir. Ada yang mengatakan harus empat rawi,
sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa jumlahnya minimal lima orang, seperti
tertera dalam ayat-ayat yang menerangkan mengenai mula’anah. Ada yang
minimal sepuluh orang, sebab di bawah sepuluh masih dianggap satuan atau
mufrad, belum dinamakan jama’, ada yang minimal dua belas orang, ada yang dua
puluh orang, ada juga yang mengatakan minimal empat puluh orang, ada yang
tujuh puluh orang, dan yang terakhir berpendapat minimal tiga ratus tiga belas
orang laki-laki dan dua orang perempuan, seperti jumlah pasukan muslim pada
waktu Perang Badar.

Kemudian menurut as-Syuyuti bahwa hadis yang layak disebut mutawatir yaitu
paling rendah diriwayatkan oleh sepuluh orang.

3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqoh pertama


dengan jumlah rawi-rawi dalam thobaqoh berikutnya. Oleh karena itu, kalau suatu
hadits diriwayatkan oleh sepuluh sahabat umpamanya, kemudian diterima oleh
lima orang tabi’I dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh dua orang tabi’it-tabi’in,
bukan hadits mutawatir. Sebab jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara
thabaqoh pertama, kedua dan ketiga.3

b.) Pembagian hadits mutawatir

Para ahli ushul membagi hadits mutawatir kepada dua bagian. Yakni mutawatir
lafdzi dan mutawatir ma’nawi.

Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang
lainnya

3
Fathur Rahman.1974. Ikhtisar Musthathalah al Hadits. Al Ma’arif: Bandung.hlm.79

7
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan teks yang
sama, bahkan menurut As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua ratus sahabat.4

Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam


menyusun redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat
pesesuaian pada prinsipnya. Contoh hadits ini adalah hadits yang menerangkan
kesunnahan mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini berjumlah sekitar
seratus hadits dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi mempunyai titik
persamaan, yaitu keadaan Nabi Muhammad mengangkat tangan saat berdo’a.

c.) Faedah hadits mutawatir

Hadits mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan untuk
menerimanya dan mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits
mutawatir tersebut hingga membawa pada keyakinan qoth’I (pasti).

Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh sebagian
golongan membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan
lain yang tidak menganggap bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa telah
meyakini ke-mutawatir-an hadits diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai
dengan tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka yang belum mengetahui dan
meyakini kemutawatirannya, wajib baginya mempercayai dan mengamalkan
hadits mutawatir yang disepakati oleh para ulama’ sebagaimana kewajiban
mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hokum yang disepakati oleh ahli ilmu.5

Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai kesdilan
maupun kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat,
sebagaimana telah ditetapkan diatas, menjadikan mereka tidak munkin sepakat
melakukan dusta.

2.) Hadits Ahad

4
http://hitsuke.blogspot.com/ klasifikasi-hadis-berdasarkan-kuantitas.html,online 03-09-2023,jam: 16.06
5
As-Shalih, S. (1997). Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Pustaka Firdaus: Jakarta

8
a) Definisi hadits ahad

Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khobar ahad atau
khobar wahid berarti suatu berita yang disampaikan oleh orang satu.6

Adapun yang dimaksud hadits ahad menurut istilah, banyak didefinisikan oleh
para ulama’, antara lain:

Hadits ahad adalah khobar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi
hadits mutawatir, baik perowi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang
memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah
perowi hadits mutawatir.

Ada juga ulama’ yang mendefinisikan hadits ahad secara singkat yaitu: hadits
yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.

Muhammad Abu Zarhah mendefinisikan hadis ahad yaitu tiap-tiap khobar yang
yang diriwayatkan oleh satu,dua orang atau lebih yang diterima oleh Rosulullah
dan tidak memenuhi persyaratan hadits mutawatir. Abdul Wahab Khallaf
mendefinisikan hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu, dua, atau
sejumlah orang tetapi jumlahnya tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadits
mutawatir. Keadaan perawi seperti ini terjadi sejak perawi pertama sampai perawi
terakhir.

3. Hadits Masyhur

Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada
batasan mutawatir. Ibnu Hajar mendefinisikan hadits masyhur secara ringkas,
yaitu hadits yang mempunyai jalan terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak
sampai kepada batas hadits mutawatir.

Hadits ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat.
Ada ulama’ yang memasukkan seluruh hadits yang popular dalam masyarakat,
sekali pun tidak mempunyai sanad, baik berstatus shohih atau dhi’if ke dalam
hadits masyhur. Ulama’ Hanafiah mengatakan bahwa hadits masyhur
6
Al-Nawawi, I. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus

9
menghasilkan ketenangan hati, kedekatan pada keyakinan dan kwajiban untuk
diamalkan, tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.

Hadis tersebut sejak tingkatan pertama (sahabat) sampai ketingkat imam-imam


yang membukukan hadis (dalam hal ini adalah Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
diriwayatkan tidak kurang dari tiga rawi dalam setiap tingkatan. Hadis Masyhur
ini ada yang berstatus Sahih, Hasan dan Dhaif. Yang dimaksud dengan hadis
masyhur sahih adalah hadis masyhur yang telah mencapai ketentuan-ketentuan
hadis sahih baik pada sanad maupun matannya. Sedangkan yang dimaksud
dengan hadis masyhur hasan adalah apabila telah mencapai ketentuan hadis hasan,
begitu juga dikatakan dhoif jika tidak memenuhi ketentuan hadis sahih. 7

7
http:// c@hyakehidup@n.wordpress.com/Hadits-dari-Aspek-Kuantitas « C@hya-Kehidup@n.htm#_ftn2

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembagian hadits dari segi kuantitas ini diperlukan untuk mengetahui


sedikit atau banyaknya sanad, bukan untuk menentukan diterima atau
tidaknya hadits. Sedangkan yang menentukan diterima atau tidaknya adalah
berdasarkan kualitasnya. Sekalipun demikian keduanya tidak bisa
dipisahkan. Uraian di atas jika di sederhanakan maka bisa dilihat pada tabel
berikut ini: Pembagian Hadis Berdasarkan jumlah periwayat Berdasarkan
kualitas Mutawatir Ahad Shahih Hasan Dla'if Lafdzi Masyhur Li Dzatih Li
Dzatih Mu'allaq Maknawi 'Aziz Li Ghayrih Li Ghayrih Mursal 'Amali
Gharib

B. Kritik danSaran

Dalam penyusun makalah ini, pemakalah menyadari masih banyak


kekurangan baik dari segi penulisan mapun dari segi materi. Maka dari itu,
pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
terutama kepada dosen pembimbing pada mata kuliah al-qur’an dan hadis
ini agar makalah ini menuju yang lebih baik. Atas kritik dan saran dari

11
pembaca, terutama kepada dosen pembimbin, pemakalah ucapkan terima
kasih.PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:113

http://hitsuke.blogspot.com/ klasifikasi-hadis-berdasarkan-kuantitas.html,online 03-09-2023,jam:


16.30

Fathur Rahman.1974. Ikhtisar Musthathalah al Hadits. Al Ma’arif: Bandung.hlm.79

http://hitsuke.blogspot.com/ klasifikasi-hadis-berdasarkan-kuantitas.html,online 03-08-2023,jam:


16.30

As-Shalih, S. (1997). Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Pustaka Firdaus: Jakarta

Al-Nawawi, I. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus

http://aadesanjaya.blogspot.com/2023/03/hadits-ahad.html

http:// c@hyakehidup@n.wordpress.com/Hadits-dari-Aspek-Kuantitas « C@hya-


Kehidup@n.htm#_ftn2

12

Anda mungkin juga menyukai