PERAWI
Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Al-qur’an dan hadist
Dosen pengampu :
Badrun m.pd
Disusun oleh:
Nama : Bima Agung Prayoga
NPM : 233501009
Fakultas : Syari’ah
Prodi : Hukum Keluarga Islam
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………….….4
B. Rumusan masalah……………….…………………4
C. Tujuan……………………………….……………..5
BAB II PEMBAHASAN
1. Hadis Mutawatir………………………..…………..6
3. Hadis Masyhur………………………..……………9
A. Kesimpulan………………………………………..11
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadis yang banyak dan
beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat
pembagian hadis yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi
pandangan, bukan hanya dari satu segi pandangan saja. Para lama hadis yang
berbeda pendapat tentang pembagian hadis ditinjau dari aspek kuantitas atau
jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadis mutawatir, masyhur, dan ahad.
Ada jua yang membaginya menjadi dua, yakni hadis mutawatir dan hadis ahad.
Ulama golongan pertama, menjadikan hadist masyhur berdiri sendiri, tidak
termasuk ke dalam hadis ahad maupun mutawatir, ini disponsori oleh oleh
sebagian ulama ushul diantaranya, Abu Bakr – Al- Jashshash (305-370).
Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh sebagian besar ulama ushul
(ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut mereka, hadis masyhur
bukan merupakan hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan bagian
dari hadis ahad. Mereka membagi hadist ke dalam dua bagian yaitu hadis
mutawatir dan ahad.
B. Rumusan Masalah
f. Hadis Masyhur
4
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hadis Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa adalah, mutatabi yakni sesuatu yang datang berikut
dengan kita atau yang beriringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jaraknya.1
Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.
Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan
mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan
panca indra.2
1
Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:113
2
http://hitsuke.blogspot.com/ klasifikasi-hadis-berdasarkan-kuantitas.html,online 03-09-2023,JAM 16.09
6
2. Jumlah rowi-rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak
memungkinkan mereka bersepakat untuk berbohong.
Ulama hadis berbeda pendapat tentang berapa jumlah bilangan rawinya untuk
dapat dikatakan sebagai hadis mutawatir. Ada yang mengatakan harus empat rawi,
sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa jumlahnya minimal lima orang, seperti
tertera dalam ayat-ayat yang menerangkan mengenai mula’anah. Ada yang
minimal sepuluh orang, sebab di bawah sepuluh masih dianggap satuan atau
mufrad, belum dinamakan jama’, ada yang minimal dua belas orang, ada yang dua
puluh orang, ada juga yang mengatakan minimal empat puluh orang, ada yang
tujuh puluh orang, dan yang terakhir berpendapat minimal tiga ratus tiga belas
orang laki-laki dan dua orang perempuan, seperti jumlah pasukan muslim pada
waktu Perang Badar.
Kemudian menurut as-Syuyuti bahwa hadis yang layak disebut mutawatir yaitu
paling rendah diriwayatkan oleh sepuluh orang.
Para ahli ushul membagi hadits mutawatir kepada dua bagian. Yakni mutawatir
lafdzi dan mutawatir ma’nawi.
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang
lainnya
3
Fathur Rahman.1974. Ikhtisar Musthathalah al Hadits. Al Ma’arif: Bandung.hlm.79
7
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan teks yang
sama, bahkan menurut As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua ratus sahabat.4
Hadits mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan untuk
menerimanya dan mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits
mutawatir tersebut hingga membawa pada keyakinan qoth’I (pasti).
Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh sebagian
golongan membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan
lain yang tidak menganggap bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa telah
meyakini ke-mutawatir-an hadits diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai
dengan tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka yang belum mengetahui dan
meyakini kemutawatirannya, wajib baginya mempercayai dan mengamalkan
hadits mutawatir yang disepakati oleh para ulama’ sebagaimana kewajiban
mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hokum yang disepakati oleh ahli ilmu.5
Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai kesdilan
maupun kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat,
sebagaimana telah ditetapkan diatas, menjadikan mereka tidak munkin sepakat
melakukan dusta.
4
http://hitsuke.blogspot.com/ klasifikasi-hadis-berdasarkan-kuantitas.html,online 03-09-2023,jam: 16.06
5
As-Shalih, S. (1997). Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Pustaka Firdaus: Jakarta
8
a) Definisi hadits ahad
Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khobar ahad atau
khobar wahid berarti suatu berita yang disampaikan oleh orang satu.6
Adapun yang dimaksud hadits ahad menurut istilah, banyak didefinisikan oleh
para ulama’, antara lain:
Hadits ahad adalah khobar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi
hadits mutawatir, baik perowi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang
memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah
perowi hadits mutawatir.
Ada juga ulama’ yang mendefinisikan hadits ahad secara singkat yaitu: hadits
yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.
Muhammad Abu Zarhah mendefinisikan hadis ahad yaitu tiap-tiap khobar yang
yang diriwayatkan oleh satu,dua orang atau lebih yang diterima oleh Rosulullah
dan tidak memenuhi persyaratan hadits mutawatir. Abdul Wahab Khallaf
mendefinisikan hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu, dua, atau
sejumlah orang tetapi jumlahnya tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadits
mutawatir. Keadaan perawi seperti ini terjadi sejak perawi pertama sampai perawi
terakhir.
3. Hadits Masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada
batasan mutawatir. Ibnu Hajar mendefinisikan hadits masyhur secara ringkas,
yaitu hadits yang mempunyai jalan terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak
sampai kepada batas hadits mutawatir.
Hadits ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat.
Ada ulama’ yang memasukkan seluruh hadits yang popular dalam masyarakat,
sekali pun tidak mempunyai sanad, baik berstatus shohih atau dhi’if ke dalam
hadits masyhur. Ulama’ Hanafiah mengatakan bahwa hadits masyhur
6
Al-Nawawi, I. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus
9
menghasilkan ketenangan hati, kedekatan pada keyakinan dan kwajiban untuk
diamalkan, tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.
7
http:// c@hyakehidup@n.wordpress.com/Hadits-dari-Aspek-Kuantitas « C@hya-Kehidup@n.htm#_ftn2
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Kritik danSaran
11
pembaca, terutama kepada dosen pembimbin, pemakalah ucapkan terima
kasih.PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://aadesanjaya.blogspot.com/2023/03/hadits-ahad.html
12