Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KLASIFIKASI HADIST

Dosen pengampu:
Dra. Hj. Isnin Agustin Amalia, MA

Oleh:
Kelompok 4

Eka Tri Rahmatia NIM : 2284130041


Rosnia Dwi Rahayu NIM : 2284130051
Fani Nurchaliza NIM : 2284130059
Safna Habibah NIM : 2284130063
Yekti Ratnadillah NIM : : 2284130071

KELAS BKI/2/B
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
  Hadist merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran .Hadits
menurut istilah syara' ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan,
perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Hadis secara kuantitas dibedakan menjadi 2 (dua)
jenis, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad. Klasifikasi yang demikian disesuaikan
dengan jumlah periwayat yang terlibat dalam periwayatan sebuah hadis. Perbedaan
jumlah tersebut juga turut membedakan kedudukan hadis dari aspek ke-hujjah-annya.
Hadist dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya
ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadis
(dapat diterima atau tidaknya hadis bersangkutan). Tidak seperti Al-Qur'an, dalam
penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW banyak mengandalkan hafalan para
sahabatnya, dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka. Adanya rentang waktu
yang panjang antara Nabi dengan masa pembukuan hadits adalah salahsatu problem.
Perjalanan yang panjang dapat memberikan peluang adanya penambahan atau
pengurangan terhadap materi hadits. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turut
memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti hadits sebelum akhirnya
digunakan sebagai sumber ajaran agama. Mengingat banyaknya permasalahan, maka
kajian-kajian hadits semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan hadits itu
sendiri secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang dilakukan secara selektif.
Dalam pembahasan klasifikasi hadist ini tentunya agar kita dapat memilah dan
memilih hadist mana yang shahih.

B. Tujuan Penulisan Makalah.


Penulisan makalah ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui lebih rinci lagi tentang pembagian hadits.
2. Untuk lebih memahami pengertian hadits dan macam-macamnya dan syarat-
syaratnya.
3. Untuk mengetahui pembagian dari Hadits dari segi Kuantitas dan Kualitas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KLASIFIKASI HADIST DARI SEGI KUANTITAS SANAD


Dilihat dari kuantitas sanad (banyak dan sedikit) sanadnya, hadis terbagi menjadi
dua macam, yaitu Mutawatir dan Ahad. Dan hadis Ahad terbagi lagi menjadi beberapa
bagian, yaitu Masyhur, Aziz, dan Gharib. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan
dijelaskan definisi masing-masing hadis tersebut di atas.

1. Hadist Mutawatir.

a. Definisi
Hadist mutawatir ialah hadist yang diriwayatkan oleh banyak orang,
berdasarkan panca indera, yang menurut adat, mustahil mereka terlebih dahulu
untuk sepakat berdusta.
b. Syarat.
1) Hadits itu diperoleh dari Nabi atas dasar pancaindera yang yakin.
Maksudnya, bahwa perawi dalam memperoleh Hadits Nabi, haruslah
benar-benar dari hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. Jadi,
bukanlah atas dasar pemikiran, atau perkiraan, atau hasil istim- bath dari
suatu dalil dengan dalil yang lain. Demikian pula tidaklah termasuk Hadits
Mutawatir, apabila berita itu diperoleh dari aksioma logika ataupun dalil-
dalil yang diciptakan para ahli filsafat. walaupun dalil-dalil itu diakui
kebenarannya oleh semua orang.
2) Bilangan perawinya, dilihat dari segi banyaknya, telah mencapai jumlah
yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk
berdusta.
Dengan demikian, walaupun suatu berita telah menfaidahkan yakin.
tetapi tidak diriwayatkan oleh orang banyak, maka tidaklah dapat
dikategorikan sebagai Hadits Mutawatir. Adapun tentang jumlah bilangan
perawi yang harus berjumlah banyak itu, para ulama berbeda pendapat:
a. Abu Thayyib menetapkan, minimal empat orang. Alasannya, dengan
mengqiyaskan terhadap ketentuan bilangan saksi yang diperlukan
dalam suatu perkara. Misalnya, perkara penuduhan zina.
b. Sebagian golongan Syafi'i menetapkan, minimal lima orang Alasannya,
dengan mengqiyaskan terhadap jumlah lima orang Nabi yang bergelar
"Ulul "Azmi" yakni Nuh A.S, Ibrahim A.S, Musa A.S, Isa A.S, dan
Muhammad SAW.
c. Sebagian ulama ada yang menetapkan, minimal 20 orang. Alas-annya,
dengan mengqiyaskan bilangan 20 orang yang disebut dalam Al-Qur'an
surat Al-Anfal 65. Yang artinya: “Jika ada duapuluh orang yang sabar
di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh”.
d. Sebagian Ulama ada yang menetapkan minimal 40 orang, ada yang
menyatakan minimal 10 orang, 12 orang, 70 orang dan lain- lain.
3) Ada keseimbangan jumlah perawi antara thabaqah masing-masing.
Dengan demikian, bila jumlah perawi pada thabaqah pertama sekitar 10
orang, maka pada thabaqah-thabaqah lainnya juga harus seki-ar 10 orang.
Tetapi, bila di thabaqah pertama misalnya 10 orang, lalu di thabaqah
kedua 12 orang, kemudian di thabaqah lainnya sekitar 2 orang saja,
ataupun sebaliknya, maka Hadits yang demikian ini, tidaklah termasuk
Mutawatir.
Di samping ketiga syarat di atas, Al-Qasimy masih menetapkan sya-
rat-syarat lainnya lagi sehingga Hadits itu berstatus Mutawatir. Yakni,
harus diriwayatkan oleh orang Islam, yang bersifat adil dan dlabit. Pen-
dapat Al-Qasimy ini, dibantah oleh Ulama lainnya dengan menyatakan:

a. Dengan ketiga syarat di atas, telah menghasilkan khabar yang yakin


berasal dari Rasulullah. Sebab, tidak mungkin perawi yang jumlahnya
banyak di setiap thabaqahnya itu, menyampaikan berita dusta kepada
kita.

b. Tujuan membuat persyaratan itu, adalah untuk memperoleh keya- kinan


bahwa berita yang disampaikan oleh para perawi itu, benar- benar
memang berasal dari Rasulullah. Sedang dengan ketiga syarat di atas,
keyakinan itu telah dapat diperoleh.

c. Tentang perawi harus beragama Islam, ternyata Rasulullah sendiri


pernah menerima berita dari seorang Baduwi tentang datangnya
tanggal 1 Ramadlan. Argumen ini, memang agak lemah. Sebab,
keadaan orang Baduwi yang waktu itu masih "polos" yang membawa
berita tentang tanggal 1 Ramadlan, tentu berbeda dengan berita. yang
dibawa oleh orang sesudah zaman Nabi, tentang apa yang ber- asal dari
Nabi. Karena itu, untuk Hadits Ahad, syarat beragama. Islam ini,
diperlukan.

c. Hukum

Hadis mutawatir itu memberikan faidah pengetahuan yang pasti (ilmu al-dlarury
atau Qath’iy al-Tsubut). Artinya hadis tersebut benar-benar meyakinkan, manusia
harus betul-betul membenarkan secara pasti, sama halnya dengan menyaksikan
sendiri suatu perkara, maka seperti itulah gambarn nilai hadis mutawatir. Karenanya,
semua hadis mutawatir itu dapat diterima, dan tidak dibutuhkan lagi pembahasan
mengenai keadaan para rawi.

d. Macam-Macam Hadis Mutawatir

Hadis mutawatir terbagi menjadi dua macam, yaitu : Mutawatir lafdzi dan
mutawatir maknawi.

a) Mutawatir lafdzi yaitu suatu hadis yang lafadz dan maknanya bersifat
mutawatir. Seperti hadis
)‫من كذب علي متعمدا فليتبوء مقعده من النار (رواه البخاري مسلم‬
Artinya : Barangsiapa sengaja berdusta kepadaku maka hendaklah bersiap-
siap menempati tempatnya di neraka.
Hadis ini diriwayatkan lebih dari tujuh puluh sahabat.

b) Mutawatir maknawi yaitu suatu hadis yang maknanya bersifat mutawatir,


bukan lafadznya. Misalnya hadis-hadis mengenai hal mengangkat tangan pada
waktu sedang berdoa, hadis semacam ini berjumlah sekitar seratus hadis.
Semua hadis-hadis tersebut menerangkan hal mengangkat tangan ketika
sedang berdo’a, akan tetapi terdapat dalam beberapa kasus tidak bersifat
mutawatir, jadi ketentuan mutawatirnya dilihat dari segi jumlah bilangan
jalannya.
c) Hadits Mutawatir Amaly Yakni, amalan agama (ibadah) yang dikerjakan oleh
Rasulullah saw. kemudian diikuti oleh para Sahabat, lalu diikuti oleh para
Tabi'in dan seterusnya diikuti oleh generasi demi generasi, sampai saat kita
sekarang ini. Contoh: Hadits-hadits Nabi tentang waktu shalat, tentang jumlah
rakaat sha- lat wajib, adanya shalat Id, adanya shalat jenazah, dan sebagainya.
Prof. Hasbi berpendapat, bahwa segala rupa amal ibadah yang telah menjadi
ijma' di kalangan Ulama, dikategorikan sebagai Hadits Mutawa- tir Amaly.

e. Kedudukan Hadits Mutawatir

Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa keyakinan yang diperoleh dari


Hadits Mutawatir, sama kedudukannya dengan keyakinan yang diperoleh dengan mata
atau penyaksian sendiri. Karenanya, Hadits Mutawatir memfaidahkan ilmu dlarury
(pengetahuan yang harus diteri ma) hingga membawa kepada keyakinan yang qathi'i
(keyakinan yang kuat, yang tidak diragukan lagi). Oleh karena itu, petunjuk dari Hadits
Mutawatir wajib diamalkan, sebagaimana wajib mengamalkan petunjuk al qur'an .

Maka demikian hadist mutawatir berkedudukan sama dengan Al-Qur'an. Karenanya,


meng ingkari Hadits Mutawatir, sama dengan mengingkari Al-Qur'an. Dan orang yang
mengingkari Al-Qur'an, dihukum kafir, atau paling sedikit sebagai orang yang mulhid, yaitu
orang yang mengakui akan keesaan Allah dan mengaku sebagai orang Islam tetapi tidak
mengakui Muham mad sebagai Nabi/Rasulullah.

Karena Hadits Mutawatir berkedudukan sama dengan Al-Qur'an, maka petunjuk dari
Hadits Mutawatir dapat digunakan sebagai dalil yang berkenaan dengan aqidah, di samping
untuk dalil tentang masalah hukum, dan sebagainya.

1. Hadis Ahad
a. Definisi
Menurut bahasa, kata Ahad adalah bentuk jama’ dari kata ahada yang berarti
satu. Sedang arti hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang.
Sedang menurut istilah adalah

‫تر التوا الي ينتهي ماال هو‬

Artinya: Hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir


b. Macam-Macam Hadis Ahad
Jumlah perawi dalam thabaqah (tingkatan) pertama, kedua atau ketiga dan
seterusnya pada hadis Ahad itu, mungkin terdiri dari tiga orang atau lebih, dua
‫ما‬orang atau seorang. Para Muhadditsin member nama-nama teretentu bagi hadis
Ahad mengingat banyak sedikitnya perawi yang berada pada tiap-tiap thabaqah
dengan hadis masyhur, hadis aziz dan hadis gharib.

1) Hadis Masyhur
Menurut ulama fiqh, hadis masyhur itu adalah muradhif (sinonim) dengan
hadis mustafidl. Sedang ulama yang membedakannya. Artinya, suatu hadis
dikatakan mustafidl bila jumlah perawinya tiga orang atau lebih sedikit, sejak
dari thabaqah pertama sampai dengan thabaqah terakhir. Sedang hadis
masyhur lebih umum daripada hadis mustafidl. Artinya, jumlah perawi dalam
tiap-tiap thabaqah tidak harus selalu sama banyaknya, atau seimbang. Karena
itu, dalam hadis msyhur, bisa terjadi jumlah perawi dalam thabaqah pertama
(sahabat), thabaqah kedua (tabi’in), thabaqah ketiga (tabi’i al Tabi’in), terdiri
dari seorang saja, baru kemudian jumlah perawi dalam thabaqah kelima dan
seterusnya banyak sekali. Misalnya hadis masyhur yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari sahabat Umar bin Khattab r.a:

(‫نوي ما امرئ لكلل إنما و باالنيات األعمال إنما)مسلمو البخاري اهرو‬

Artinya: Bahwasannya amal itu tergantung pada niat dan bagi tiap-tiap itu
akan memperoleh apa yang diniatkan … (H.R. Bukhari Muslim).
Hadis tersebut pada thabaqah pertama hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar
bin Khattab, pada thabaqah kedua hanya diriwayatkan oleh Alqamah bin
Waqas, pada thabaqah ketiga hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin
Ibrahim al-Taimi, dan pafa thabaqah keempat hanya diriwayatkan oleh Yahya
bin Sa’id. Dari Yahya bin Sa’id inilah hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi
yang banyak. Ditinjau dari segi klasifikas hadis Ahad yang lain, maka hadis
Umar tersebut dapat juga dikatakan dengan hadis gharib pada awalnya dan
masyhur pada akhirnya.
2) Hadis Aziz
Hadis Aziz ialah:
‫ واحدة طبقةفي كانا ولو اثنان اهرو ما‬, ‫جماعة ذالك بعد اهرو ثم‬

Artinya: Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang
tersebut terdapat pada suatau thabaqah saja, kemudia setealah itu orang-
orang pada meriwayatkannya.

Menurut definisi tersebut, yang dikatakn hadis Aziz itu, bukan saja yang
hanya diriwayatkan oleh dua orang perawi pada setiap thabaqah, yakni sejak
thabaqah pertama hingga thabaqah terakhir harud terdiri dari dua orang,
sebagaimana yang didefinisikan oleh sebagian muhadditsin. Tetapi selagi pada
salah satu thabaqah saja didapati dua orang perawi sudah bisa dikatakan hadis
Aziz.
Dengan demikian, hadis Aziz itu dapat berpadu dengan hadis masyhur, bila
misalnya, pada suatu hadis yang perawinya pada salah satu thabaqahterdidri
dari dua orang, sedang pada thabaqah yang lain, terdiri dari perawi yang
banyak jumlahnya.

3) Hadis Gharib
Yang dimaksud dengan hadis gharib adalah
‫السند من به التفرد وقع موضع أي فيشخص بروايته انفرد ما‬
Artinya: Hadis yang didalam sanadnya terdapat seorang perawi yang
menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu
terjadi.
Yang dimaksud dengan penyendirian perawi dalam meriwayatkan hadis itu,
dapat mengenai personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan
selain perawi itu sendiri.juga dapat mengenai sifat atau keadaan perawi.
Artinya sifat atau keadaan perawi itu bebeda dengan sifat dan keadaan perawi-
perawi lain yang juga meriwayatkan hadis tersebut.
Ditinjau dari segi bentuk penyendirian perawi seperti diatas, maka hadis
gharib itu terbagi kepada dua macam, yaitu gharib muthlaq dan gahrib nisby.

a) Gharib Muthlaq (Fard)


Apabila penyendirian perawi dalam meriwayatkan hadis itu mengenai
personalianya, maka hadis yang diriwayatkannya disebut gharib muthlaq.
Penyendirian perawi hadis gharib muthlaq ini harus berpangkal ditempat
ashl al-sanad (pangkal pulang dan kembalinya sanad), yakni tabi’i, bukan
sahabat. Sebab yang menjadi tujuan memperbincangkan penyendirian
perawi dalam hadis gharib disini, ialah untuk menetapkan apakah ia masih
bisa diterima periwayatannya atau ditolak. Sedang kalau yang menyendiri
itu seorang sahabat, sudah tidak perlu diperbincangkan lagi, karena sudah
diakui oleh umum bahwa sahabat-sahabat itu adalah adil semua.

b) Gharib Nisby

Apabila penyendiriannya itu mengenai sifat-sifat atau keadaan


tertentu seoarng perawi, maka hadis yang diriwayatkannya disebut dengan
hadis gharib nisby. Penyendirian perawi mengenai sifat-sifat dan keadaan
tertentu dari seorang perawi, mempunyai beberapa kemungkinan, antara
lain:

(1) Tentang sifat ketsiqahan (adil dan dlabith), Misalnya hanya perawi
si A saja yang tsiqah yang meriwayatkan hadis, sedang yang lain
lemah.
(2) Tentang kota atau tempat tinggal tertentu. Misalnya tidak ada
perawi yang meriwayatkannya, selain perawi-perawi yang berasal
dari kota Basrah.
(3) Tentang meriawayatkannya dari perawi tertentu.

B. Klasifikasi Hadis dari Segi Kualitas Sanad


Dilihat dari segi kualitas sanad, maka hadis dibagi menjadi tiga, yaitu: Hadis
shahih, hadis hasan dan hadis dla’if.

1. Hadis Shahih
Yang dimaksud dengan hadis shahih menurut muhadditsin ialah:
‫شاذ وال معلل غير السند متصل الضبط تام عدل نقله ما‬
Artinya: Hadis yang diriwayatkanperawi adil, sempurna ingatan,
sanadnya bersambung, tidak berillat dan tidak janggal.
Melihat definisi muhadditsin tentang hadis shahih tersebut diatas, bahwa
suatu hadis dapat dinilai shahih, apabila telah memenuhi lima syarat:
a. Perawi bersifat adil
b. Sempurna ingatan (Dlabith)
c. Sanadnya bersambung
d. Tidak berillat
e. Tidak janggal

Arti adil dalam periwayatan apabila telah memenuhi lima syarat, yaitu:

(1) Islam. Karenanya periwayatan dari seorang kafir, tidak dapat diterima.
Sebab ia dianggap tidak dapat dipercaya. Lebih-lebih kedudukan
meriwayatkan hadis itu sangat tinggi lagi mulia.
(2) Baligh. Karenanya periwayatan dari anak yang belum dewasa, tidak
diterima. Sebab dia belum terjamin dari kedustaan.
(3) Berakal. Karenanya periwayatan dari orang gila, tidak diterima.
(4) Takwa. Selama dari sebab-sebab yang menjadikan seseorang fasiq dari
sebab-sebab yang dapat mencacatkan kepribadian seseorang. Atau
dengan kata lain, tidak melakukan dosa besar atau dosa kecil secara
terus menerus.
(5) Muru’ah (harga diri yang agamis)

Dlabith adalah ibarat terkumpulnya beberapa hal, yakni:

a) Tidak pelupa
b) Hafal terhadap apa yang didiktekan kepada muridnya, bila ia
menyaimpaikan hadis dengan hafalan, dan terjaga kitabnya dari
kelemahan, bila ia menyampaikan hadisnya dari kitabnya.
c) Menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan
mengetahui makna yang dapat mengalihkan maksud, bila ia
meriwayatkan menurut maknanya saja.

Sanad bersambung, artinya tiapa-tiap perawi dapat saling bertemu


dan menerima langsung dari guru yang memberinya.
‘Illat Hadis, artinya suatu penyakit yang samar-samar, yang dapat
menodai keshahihan suatu hadis. Misalnya meriwayatkan hadis secara
muttashil (bersambung) terhadap hadis mursal (yang gugur seorang
sahabat meriwayatkannya).
2. Hadis Hasan
Yang dimaksud dengan hadis hasan adalah:

‫شاذ وال معلل غير السند متصل الضبط تام عدل نقله ما‬

Kejanggalan Hadis, artinya adanya perbedaa antara hadis yang


diriwayatkan perawi tsiqah dengan hadis yang diriwayatkan perawi
lebih tsiqah.

Hadis shahih terbagi menjadi dua bagian, yaitu shahih lidzatihi dan
shahih lighairihi yaitu hadis shahih seperti tersebut diatas. Hadis shahih
lighairihi yaitu hadis hasan yang dikuatkan dengan hadis hasan
lainnya, maka keduanya bisa naik derajatnya menjadi hadis shahih
lighairihi.
Artinya: Hadis yang diriwayatkan perawi adil, tidak sempurna
ingatannya, bersambung sanadnya, tidak terdapat illat serta tidak ada
kejanggalan.

Dari definisi ini tampak jelas bahwa perbedaan antara hadis shahih dan
hadis hasan adalah terletak pada syarat kedlabithan perawi. Yakni hadis
hasan, kedlabithannya lebih rendah (tidak begitu baik ingatannya), jika
dibandingkan dengan hadis shahih. Sedang syarat-syarat hadis shahih yang
lain masih diperlukan untuk hadis hasan.

Sebagaimana hadis shahih, hadis hasan juga terbagi menjadi dua, yaitu
hadis hasan lidzatihi dan hadis hasan lighairihi.

Hadis hasan lidzatihi yaitu hadis yang telah memenuhi syarat-syarat hadis
hasan tersebut diatas. Sedang hadis hasan lighairihi yaitu hadis dla’if yang
dikuatkan oleh hadis dla’if lainnya. Dengan syarat dla’if tersebut tidak
disebabkan perawi yang pelupa, banyak salah, dan fasik. Tetapi hadis
dla’if yang disebabkan perawinya buruk hafalan, tidak dikenal
identitasnya (mastur), dan mudallis (yang menyembunyikan cacat) dapat
naik menjadi hadis hasan lighairihi karena dibantu oleh hadis-hadis lain
yang semisal dan semakna atau karena banyak yang meriwayatkannya.

3. Hadis Dla’if
a) Definisi Hadis Dla’if
Yang dimaksud dengan hadis dla’if yaitu:
‫الحسنه أو الصحح شروط من أكثر أو شرطا فقد ما‬
Artinya: yaitu hadis yang hilang salah satu atau lebih syarat-syarat
hadis shahih atau hadis hasan.

Hadis dla’if itu banyak macamnya, dan mempunyai perbedaan derajat


satu sama lain. Hal itu disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat
hadis shahih atau hasan yang tidak terpenuhi. Hadis dla’if yang
disebabkan karena tidak bersambung sanadnya dan tidak adil
perawinya, adalah lebih dla’if daripada hadis dla’if yang hanya
keguguran satu syarat maqbul (syarat-syarat yang diterima untuk hadis
shahih dan hasan) saja, baik pada sanadnya, maupun pada perawinya.
Hadis dla’if yang keguguran tiga syarat maqbul adalah lebih dla’if
daripada hadis dla’if yang keguguran dua syarat.
Al-Iraqy membagi hadis dla’if menjadi 42 bagian dan sebagian ulama
yang lain, membaginya menjadi 129 bagian

b) Klasifikasi Hadis Dla’if menurut Muhadditsin


Dari segi diterima atau tidaknya suatu hadis untuk dijadaikan hujjah,
maka hadis Ahad itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu Hadis Maqbul
dan Hadis Mardud. Yang termasuk Hadis maqbul yaitu hadis shahih
dan hadis hasan dan yang termasuk hadis mardud yaitu hadis dla’if
dengan segala macamnya. Untuk mengetahui syarat-syarat suatu hadis
itu dapat diterima (maqbul), tidak dapat dipisahkan dengan
pengetahuan tentang sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua sudut
pandang, yakni sanad dan matan.

(1) Dari sudut pandang sanad dibagi menjadi dua bagian:


Pertama : Adanya cacat pada perawi, baik tentang keadilannya
dan kedlabithannya atau ketsiqahannya.
Kedua : Sanad tidak bersambung, dikarenakan adanya seorang
perawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak
bertemu satu sama lain.
Pertama : Cacat pada keadilan dan kedlabithan (ketsiqahan)
perawi, ada 10 macam
1. Dusta. Hadis Dla’if yang disebabkan perawinya dusta, disebut
Hadis Maudlu’
2. Tertuduh Dusta. Hadis Dla’if yang disebabkan perawinya
tertuduh dusta, disebut Hadis Matruk.
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lengah dalam menghafal. Hadis Dla’if yang disebabkan
perwinya fasik, banyak salah dam lengah disebut Hadis
Munkar.
6. Banyak Prasangka (wahm). Hadis Dla’if yang disebabkan
perawinya wahm, disebabkan Hadis Mu’allal.
7. Menyalahi riwayat perawi lebih tsiqah. Kalau menyalahi
riwayat itu karena itu karena adanya penambahan atau sisipan,
hadisnya disebut Hadis Mudraj. Kalau menyalahi riwayat itu
karena adanya memutar-balikkan hadis, maka hadisnya disebut
Hadis Maqlub. Kalau menyalahi riwayat itu karena menukar
perawi hadis, maka hadisnya disebut Hadis Mudltharib. Kalau
menyalahi riwayat itiu karena adanya perubahan syakal dan
huruf hadis, maka hadisnya disebut Hadis Muharraf. Dan kalau
perubahan itu pada titik lafadz hadis, maka hadisnya disebut
Hadis Mushahhaf.
8. Jahalah (tidak diketahui identitasnya). Hadis Dla’if yang
disebabkan perawinya tidak diketahui identitasnya, disebut
Hadis Mubham.
9. Penganut Bid’ah. Hadis Dla’if yang disebabkan perawinya
penganut bid’ah, disebut Hadis Mardud.
10. Tidak baik hafalannya. Hadis Dla’if yang disebabkan
perawinya tidak baik hafalannya, disebut Hadis Syadz dan
Mukhtalith.

Kedua : Sebab tertolaknya hadis karena sanadnya tidak


bersambung.
1. Kalau yang digugurkan itu sanad pertama, maka hadisnya
disebut Hadis Mu’allaq.
2. Kalau yang digugurkan itu sanad pertama (sahabat), disebut
Hadis Mursal.
3. Kalau yang digugurkan itu dua perawi atau lebih secara
berturut-turut, disebut Hadis Mu’dlal.
4. Kalau yang digugurkan bukan sanad pertama, bukan sanad
terakhir, dan juga tidak berturut-turut, disebut Hadis
Munqathi’

(2) Dari Sudut Pandang Matan


Hadis dla’if yang disebabkan suatu sifat yang terdapat pada
matan, ada dua macam, yaitu: pertama, Hadis Mauquf
(hadis yang bersumber dari sahabat) dan kedua Hadis
Maqthu’ (hadis yang bersumber dari tabi’in)

Anda mungkin juga menyukai