Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PEMBELAJARAN

KLASIFIKASI HADIST

MATA KULIAH : STUDI HADIST DAN HADIST TARBAWI

DOSEN PENGAMPU : NAJIBUL KHAIR,M.Ag.

DISUSUN OLEH :

NAMA : ENDAH SRI UTAMI T20198041

RODIYAH T20198079

ABDUL ROSYID T20198080

KELAS : TADRIS BIOLOGI 2

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

TADRIS BIOLOGI TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena atas
limpahan dan karunianya saya dapat menyusun makalah hingga selesai. Sholawat
dan salam semoga tetap terlimpahkan pada junjungan kita Rasulullah SAW yang
telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang islamiyah
sampai sekarang ini.

Penulisan makalah ini bermaksud untuk memenuhi tugas mata kuliah


Studi Hadist dan Hadist Tarbawi. Selain itu makalah ini dibuat untuk menambah
wawasan dan juga ilmu pengetahuan para penulis dan pembaca mengenai
“Klasifikasi Hadist” pada proses pembelajaran. Tak lupa saya ucapkan kepada
dosen pengampu mata kuliah yang sudah membimbing demi terselesainya
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca.
Saya mohon maaf apabila banyak terjadi kesalahan pada makalah ini,baik dalam
penulisan ataupun isi. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk tersempurnanya pembuatan makalah
selanjutnya.

Jember,13 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................1

1.1. LATAR BELAKANG...........................................................1

1.2. RUMUSAN MASALAH.......................................................2

1.3. TUJUAN..............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................3

2.1. Hadist ditinjau dari kuantitas perawi (Mutawatir,Ahad)................3

2.2. Hadist ditinjau kualitas sanad dan matan (Shahih,Hasan dan Dha’if)..5

2.3. Hadist ditinjau dari sumber berita (Qudsi,Marfu’,Mauquf,Maqtu’)...12

2.4. Hadist ditinjau dari sifat sanad dan cara periwayatannya


(Mu’an’an,Mu’annan,Musalsal,Ali dan Nazil)......................................14

2.5. Hadist ditinjau dari kekuatannya hujjah (Maqbul dan Mardud)......16

2.6. Hadist ditinjau dari persambungan sanad (Musnad,Muttasil)..........18

2.7. Hadist ditinjau dari gurunya sanad


(Munqati’,Mu’dhal,Mursal,Mu’allaq)..............................................19

BAB III PENUTUP............................................................................22

3.1. KESIMPULAN.................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hadist merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Quran. Hadist


diklasifikasi oleh ulama untuk memudahkan umat islam dalam memahami
makna,ciri-ciri,jenis -jenis hadist,perbedaan antar hadist serta untuk mencari
hujjah (alasan hukum). Seiring dengan perkembangan ulumul hadist,maka
terdapat beberapa kalangan yang serius sebagai pemerhati hadist. Hal ini tidak
lain bertujuan untuk mengklasifikasian hadist dari aspek kualitas hadist baik
ditinjau dari segi matan hadist maupun sanad hadist. Sehingga dapat ditemukan
hadist-hadist yang layak sebagai hujjah dan hadist yang tidak layak sebagai
hujjah.

Posisi hadist sebagai sumber hukum. Tidak lain karena adanya kesesuaian
antara hadist dengan teks suci yang ditransmisikan kepada nabi muhammad. Bisa
juga dikatakan bahwa hadist merupakan wahyu tuhan yang tidak dikodifikasikan
dalam bentuk kitab sebab lebih banyak hasil daripada proses berpikirnya nabi dan
hasil karya nabi. Akan tetapi bukan berarti hadist adalah al-quran.

Hadist memiliki beberapa cabang dan masing-masing memiliki pembahasan


yang unik dan tersendiri diantaranya : hadist dapat ditinjau dari segi jumlah
perawinya (kuantitasnya),semakin banyak orang yang meriwayatkan suatu hadist
maka semakin valid hadist tersebut dari segi kuantitas. Kuantitas perawinya mulai
dari sahabat,tabi’in sampai kepada perawi yang meriwayatkan suatu hadist dalam
jumlah yang banyak dan seimbang tersebut,maka mustahil mereka menurut
kebiasaan akan berbohong.

Hadist-hadist yang mutawatir yang tergolong hadist yang maqbul dan wajib
diterima dan diamalkan,sedangkan hadist masyur atau hadist Ahad,maka ia bisa
saja berstatus shahih,hasan,ataupun dha’if,tergantung kualitas masing-masing
hadist tersebut.

1
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hadist yang ditinjau dari kuantitas perawinya
(Mutawatir,Ahad)?
2. Apa pengertian hadist yang ditinjau dari kualitas sanad dan matan
(Shahih,Hasan, dan Dha’if)?
3. Apa pengertian hadist yang ditinjau dari sumber berita
(Qudsi,Marfu’,Mauquf,Maqtu’)?
4. Apa pengertian hadist yang ditinjau dari sifat sanad dan cara
periwayatannya (Mu’an’an,Mu’annan)?
5. Apa pengertian hadist yang ditinjau dari kekuatannya sebagai hujjah
(Maqbul dan Mardud)?
6. Apa pengertian hadist yang ditinjau dari persambungan sanad
(Musnad,Muttasil)?
7. Apa pengertian hadist yang ditinjau dari gurunya sanad
(Munqati’,Mu’dhal,Mursal,Mu’allaq)?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui klasifikasi hadist yang ditinjau dari kuantitas perawi
(Mutawatir,Ahad).
2. Untuk mengetahui klasifikasi hadist yang ditinjau dari kualitas sanad
dan matan (Shahih,Hasan dan Dha’if).
3. Untuk mengetahui klasifikasi hadist yang ditinjau dari sumber berita
(Qudsi,Marfu’,Mauquf,Maqtu’).
4. Untuk mengetahui klasifikasi hadist yang ditinjau dari sifat sanad dan
cara periwayatannya (Mu’an’an,Mu’annan).
5. Untuk mengetahui klasifikasi hadist yang ditinjau dari kekuatannya
sebagai hujjah (Maqbul dan Mardud).
6. Untuk mengetahui klasifikasi hadist yang ditinjau dari persambungan
sanad (Musnad,Muttasil).
7. Untuk mengetahui klasifikasi hadist yang ditinjau dari gurunya sanad
(Munqati’,Mu’dhal,Mursal,Mu’allaq).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. HADIST DITINJAU DARI KUANTITAS PERAWI


(MUTAWATIR,AHAD)

Hadist Mutawatir

Mutawatir menurut etimologi berarti “beriring-iringan.” Sedangkan


menurut terminologi ialah hadist yang diriwayatkan oleh segolongan rawi
banyak,dimana materi hadist tersebut bersifat inderawi,yang menurut
pertimbangan rasio mereka mustahil melakukan konspirasi kebohongan,dan
adanya segolongan rawi banyak itu terdapat di dalam semua thabaqahnya,jika
teridiri dari beberapa thabaqah.

Beradasarkan definisi diatas,maka hadist mutawatir itu harus memenuhi


empat syarat,yaitu :

1. Rawi-rawi hadisnya terdiri dari segolongan orang banyak.


2. Menurut pertimbangan rasio,mereka mustahil melakukan konspirasi
kebohongan,atau mengadakan suatu perkumpulan untuk berdusta,karena
rawi-rawi itu orang banyak yang berbeda-beda dari berbagai kalangan dan
profesi.
3. Rawi yang banyak itu meriwayatkan dari rawi yang banyak pula,mulai
dari permulaan sampai pada akhir sanadnya.
4. Sandaran akhir (hadis yang diriwayat) dan rawi-rawi itu sesuatu yang
inderawi (diterima melalui indera
penglihatan,pendengaran,perciuman,peraba,dan perasa).

Hadist mutawatir merupakan ilmu dharuri,yaitu ilmu yang tidak memerlukan


observasi karena sudah jelas dan didukung oleh keyakinan yang kuat. Orang yang
mengingkari hadis mutawatir hukumnya kafir.

Hadist mutawatir terbagi menjadi dua bagian,yaitu :

3
1) Mutawatir Lafdzi

Yaitu mutawatir dalam satu masalah yang diriwayatkan dengan lafadz satu
atau lebih namun satu makna,atau menggunakan susunan kata yang berbeda-
beda tetapi pengertiannya sama,yaitu tetap dalam konteks masalah itu.

2) Mutawatir Maknawi

Yaitu hadist yang mutawatir dalam kejadian yang berbeda-beda,tetapi ada


satu kesamaan yang ditujukan oleh hadist itu,baik dari segi isi maupun makna
yang tersirat. Di antara contoh-contoh hadist maknawi ialah seperti hadist
yang menerangkan tentang danau Nabi saw di akhirat. Hadist yang
menerangkan hal ini diriwayatkan oleh lebih dari lima puluh
sahabat,sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Baihaqi dalam kitabnya Al-
Ba’tsu wa Al-Nusyur. Bahkan Imam Al-Dhiya’ Al-Maqdiri telah menghimpun
hadist-hadist tersebut dalam kitab Al-Jam’u.

Contoh hadis mutawatir ma’nawi, antara lain adalah hadis yang


meriwayatkan bahwa Nabi SAW. Mengangkat tangannya ketika berdo’a.

ُ ‫ ِه َو َرأّي‬R‫ َع يَ َد ْي‬Rَ‫ َّم َرف‬R‫رش‬


‫ْت‬ ُ ‫رو َسلَّ َم‬ َ ‫ األَ ْش َع ِريُّ َدعَاؤالنَّبِ ُّي‬R‫ال أَبُو ُموْ َسى‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ َ‫ق‬
‫ض‬َ ‫بَيَا‬
)‫(واه البخارى‬
“Abu Musa al-Asy’ari berkata: Nabi SAW. Berdo’a kemudian dia
mengangkat tangannya dan aku melihat putih-putih kedua ketiaknya”.

Hadist Ahad

Ahad jamak dari “ahada”,menurut bahasa “al-wahid” yang berarti satu.


Dengan demikian hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh satu orang.
Hadist ahad secara garis besar oleh ulama-ulama hadist dibagi menjadi dua,yaitu
masyur dan ghairu masyur. Ghairu masyur terbagi menjadi dua,yaitu aziz dan

4
gharib. Hadist masyur menurut bahasa “muntasyir” yang berarti sesuatu yang
sudah tersebar,sudah popular.

Hadist ini dinamakan hadist masyur karena popularitasnya di


masyarakat,walaupun tidak mempunyai sanad sama sekali,baik berstatus shahih
atau dha’if. Sedangkan hadist ghairu masyur digolongkan menjadi dua,antara lain:

a. Hadist aziz,yaitu hadist yang diriwayatkan oleh dua orang,walaupun dua


orang rawi tersebut teradapat pada satu thabaqat saja,kemudian setelah
itu,orang-orang pada meriwayatkannya.
b. Hadist gharib,yaitu hadist yang didalam sanadnya terdapat seorang yang
menyendiri dalam meriwayatkannya,dimana saja penyendirian dalam
sanad itu terjadi. Hadist gharib terbagi dua yaitu gharib mutlaj (fard) dan
gharib nisby.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya. Hadits ini,
selain ahad juga gharib, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu

ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل اإْل ِ ي َمانُ بِضْ ٌع َو ِستُّونَ ُش ْعبَةً َو ْال َحيَا ُء ُش ْعبَةٌ ِم ْن اإْل ِ ي َم‬
‫ان‬ َ ‫ع َْن النَّبِ ِّي‬

“Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salalm


bersabda, ‘Iman itu ada enam puluh cabang lebih dan rasa malu merupakan salah
satu cabang iman”.

2.2. HADIST DITINJAU DARI KUALITAS SANAD DAN MATAN


(SHAHIH,HASAN DAN DHA’IF)

Hadist Shahih

Shahih menurut bahasa berarti “sehat”,kebalikan dari “sakit.” Sedangkan


menurut istilah ialah hadist yang muttasil (bersambung) sanadnya,diriwayatkan

5
oleh rawi yang adil dan dhabit,tidak syadz dan tidak pula terdapat illat (cacat)
yang merusak.

Suatu hadist dikatakan shahih apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Muttasil Sanadnya
Sanad dari matan hadist itu rawi-rawinya tidak terputus melainkan
bersambung dari permulaannya sampai akhir sanad. Oleh karena itu.hadist
mursal,munqathi’,mu’dhal dan muallaq,tidak termasuk dalam kategori
hadist yang muttasil sanadnya.
2. Rawi-rawinya adil
Adil adalah perangai yang senantiasa menunjukkan pribadi yang taqwa
dan muru’ah (menjauhkan diri dari sifat atau tingkah laku yang tidak
pantas untuk dilakukan). Yang dimaksud adil disini ialah adil dalam hal
meriwayatkan hadist,yaitu orang islam yang mukallaf (cakap bertindak
hukum)yang selamat darifasiq dan sifat-sifat yang rendah. Oleh karena
itu,orang kafir,fasiq,gila,dan orang yang tidak pernah dikenal,tidak
termasuk orang yang adil. Sedangkan,orang perempuan,budak,dan anak
yang sudah mumayyiz bisa digolongkan orang yang adil apabila
memenuhi kriteria tersebut.
3. Rawi-rawinya sempurna kedhabitannya
Yang dimaksud sempurna kedhabitannya ialah kedhabitan pada tingkatan
yang tinggi. Dalam hal ini,dhabit ada dua macam yaitu :
a. Dhabit hati
Seseorang dikatakan dhabit hati apabila dia mampu menghafal
setiap hadist yang didengarnya dan sewaktu-waktu dia bisa
mengutarakan atau menyampaikannya.
b. Dhabit kitab
Seseorang dikatakan dhabit kitab apabila setiap hadist yang dia
riwayatkan tertulis dalam kitabnya yang sudah ditashih (dicek
kebenarannya) dan selalu dijaga.
4. Tidak syadz

6
Yang dimaksud syadz di sini ialah hadist yang diriwayatkan oleh seorang
rawi yang terpercaya itu tidak bertentangan dengan hadist yang
diriwayatkan oleh rawi-rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi.
5. Tidak terdapat illat
Illat di sini ialah cacat yang samar yang mengakibatkan hadist tersebut
tidak dapat diterima.

Hukum-hukum Hadist Shahih

Adapun mengenai hukum-hukum hadist shahih ialah sebagai berikut :

a) Berakibat kepastian hukum. Hal ini apabila hadist tersebut terdapat pada
shahih Bukhari dan shahih Muslim. Demikian pendapat yang dipilih dan
dibenarkan oleh Ibnu Al-Shalah.
b) Imperatif diamalkan. Menurut Ibnu Hajar dalam kitab Syarah Al-
Nuhbah,wajib mengamalkan setiap hadist yang shahih,meskipun hadist
dimaksud tidak termasuk yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
c) Imperatif untuk menerimanya. Menurut Al-Qasim dalam kitab Qawa’idu
Al-Tahdist,bahwa wajib menerima hadist shahih walaupun hadist shahih
itu tidak pernah diamalkan oleh seorang pun.
d) Imperatif segera diamalkan tanpa menunggu sampai adanya dalil yang
bertentangan.
e) Hadist shahih tidak membahayakan
f) Tidak harus diriwayatkan

Macam-macam Hadist Shahih

a) Hadist shahih li Dzatihi. Yaitu hadist yang mengandung sifat-sifat hadist


maqbul yang tinggi,sebagaimana tersebut diatas.
b) Hadist shahih li Ghairihi. Yaitu hadist yang tidak mengandung sifat-sifat
hadist maqbul yag tinggi,yakni hadist-hadist yang asalnya tidak
shahih,akan tetapi bisa meningkat menjadi hadist shahih karena ada
sesuatu hal yang mendukung sehingga menutup kekurangannya.

7
Contoh hadits yang derajatnya shahih li ghoirihi sebagai berikut :

‫ق‬ ُ َ‫ لَ ْوالَ أَنْ أ‬: ‫س ْو َل هللاِ ص م ق ا َ َل‬


َّ ‫ش‬ ُ ‫سلَ َمةَ عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ أَنَّ َر‬ َ ‫ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْم ٍرو عَنْ أَبِ ْي‬
“ ‫صالَ ٍة‬ ِّ ‫َعلَى أُ َّمتِ ْي أَل َ َم ْرتَ ُه ْم بِال‬
َ ‫س َوا ِك ِع ْن َد ُك ِّل‬

“ Dari Muhammad bin amer dari abi salamah dari abu hurairah sesungguhnya
rasulullah saw bersabda: Kalaulah tidak memberatkan atas umatku pasti akanku
perintahkan kepada mereka bersiwak ketika setiap shalat”(HR. Tirmidzi, Kitab
Thaharah).

Hadist Hasan

Hasan menurut bahasa ialah “sesuatu yang baik dan cantik.” Sedang
menurut istilah,hadist hasan ialah hadist yang muttasil sanadnya,diriwatkan oleh
rawi yang adil dan dhabith,tetapi kadar kedhabitannya di bawah kedhabitan hadist
shahih,dan hadist itu tidak syadz dan tidak pula terdapat illat (cacat).

Syarat-syarat hadist hasan ada lima macam,yaitu :

1. Muttasil sanadnya.
2. Rawinya adil.
3. Rawinya dhabith. Kedhabitan rawi disini tingkatannya di bawah
kedhabitan rawi hadist shahih,yakni kurang sempurna
kedhabitannya.
4. Tidak termasuk hadist syadz
5. Tidak terdapat illat (cacat).

Hukum hadist hasan

Hukum hadist hasan dalam hal fungsinya sebagai hujjah dan


implementasinya adalah sama seperti hadist shahih,meskipun kualitasnya di
bawah hadist shahih. Hanya saja,jika terjadi pertentangan antara hadist shahih
dengan hadist hasan,makan harus mendahulukan hadist shahih,karena tingkat
kualitas hadist hasan berada di bawah hadist shahih. Hal ini merupakan

8
konsekuensi logis dari dimensi kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadist
hasan,yang tidak seoptimal kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadist shahih.

Istilah-istilah yang terkategori dalam hadist shahih dan hadist hasan. Istilah-
istilah yang digunakan oleh para ahli hadist dalam menyebut hadist maqbul ialah :

a) Jayyid
b) Qawiy
c) Shalih
d) Tsabit
e) Maqbul
f) Mujawad

Macam-macam hadist hasan

1. Hadist hasan li Dzatihi. Yaitu hadist yang tingkat akurasinya dibawah


hadist shahih.
2. Hadist hasan li Ghairihi. Yaitu hadist yang pada asalnya tidak hasan
kemudian meningkat mencapai derajat hasan karena ada sesuatu yang
mendukungnya. Hadist itu asalnya dha’if disebabkan mursal atau
tadlis,atau rawi-rawinya tidak dikenal,atau hafalan rawi-rawinya yang
jujur dan terpercaya itu lemah,atau dalam sanadnya terdapat rawi yang
tertutup dan dia rawi yang tidak pelupa dan tidak pula banyak salah serta
tidak tertuduh berbuat dusta dan tidak pula termasuk orang fasiq,dan
hadist itu ditolong oleh rawi-rawi yang kenamaan yang dikuatkan oleh
hadist mutabi’ atau hadist syahid sehingga tingkatan hadist itu meningkat
sampai pada derajat hasan. Oleh karenanya,hadist itu disebut hasan li
ghairihi,sebab segi kehasanannya datang dari hal-hal lain,yaitu adanya
muttabi’ atau syahid.

Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:

9
‫الض بَ ِعي عَنْ أَبِ ْي ِع ْم َرا ِن ا ْل َج ْونِي عَنْ أَبِي بَ ْك ِر ْب ِن‬ ُّ ُ ُ‫ح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا َج ْعفَ ُر بْن‬
َ‫سلَ ْي َمان‬
َّ‫ إِن‬: ‫س ْو ُل هللاِ ص م‬ ْ ‫س ِم ْعتُ أَبِي بِ َح‬
ُ ‫ قَ ا َل َر‬: ‫ض َر ِة ال َع ُد ِّو يَقُ ْو ُل‬ َ : ‫ي قَا َل‬ ْ َ ‫سي اأْل‬
ْ ‫ش َع ِر‬ َ ‫أَبِي ُم ْو‬
“ ‫ الحديث‬..… ‫ف‬
ِ ‫سيُ ْو‬ َ ‫أَ ْب َو‬
ُّ ‫اب ا ْل َجنَّ ِة ت َْحتَ ِظالَ ِل ال‬

“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu


ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari
ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw
bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR.
At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).

Hadist Dhaif

Kata “dha’if” menurut bahasa berasal dari kata “du’fun” yang berarti
lemah lawan dari kata “qawiy” yang berarti kuat,sedangkan hadist dhaif berarti
hadist yang tidak memenuhi kriteria hadist hasan. Hadist dhaif disebut juga hadist
mardud (ditolak). Contoh hadist dhaif ialah hadist yang berbunyi :

ِ ‫“ح ِك ْي ِم األَ ْث َر ِم”عَنْ أَبِي تَ ِم ْي َم ِة ال ُه َج ْي ِمي عَنْ أَبِي ُه َر ْي َرةَ ع‬


‫َن‬ َ ‫ق‬ ْ ‫َماأَ ْخ َر َجهُ الت ِّْر ِم ْي ِذ‬
ِ ‫ي ِمنْ طَ ِر ْي‬
‫ ” َمنْ أَتَي َحائِض ا ً أَ ْو اِ ْم َرأةً فِي ُدبُ ِر َه ا أَ ْو َكا ُهنَ ا فَقَ ْد َكفَ َر بِ َم ا أَ ْن زَ َل َعلَى‬: ‫النَّبِ ِّي ص م قَ ا َل‬
“ ‫ُم َح ِّم ٍد‬

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah
al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang
menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini
maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi
Muhammad saw”.

Hukum-hukum hadist dhaif

1. Tidak boleh diamalkan,baik dalam hal menggunakannya sebagai landasan


menetapkan suatu hukum maupun sebagai landasan suatu
akidah,melainkan hanya dibolehkan dalam hal keutamaan-keutamaan amal
dengan memberikan iklim yang kondusif menggairahkan atau merasa

10
takut untuk melakukan atau tidak melakukan suatu amal perbuatan,dan
dalam hal menerangkan biografi. Syarat-syarat boleh mengamalkan hadist
dhaif yang disebutkan Ibnu Hajar diantaranya :
a) Hadist dhaif itu mengeni keutamaan-keutamaan amal.
b) Kualitas kedhaifan tidak terlalu,sehingga tidak dibolehkan
mengamalkan hadist-hadist dhaif yang diriwayatkan oleh orang-
orang pendusta,yang tertuduh berbuat dusta,dan yang sangat jelek
kesalahannya.
c) Hadist dhaif itu harus bersumber pada dalil yang bisa diamalkan.
d) Pada waktu mengamalkan hadist dhaif tidak boleh mempercayai
kepastian hadist iru,melainkan harus dengan niat ikhtiyat (berhati-
hati dalam agama).
Ulama menegaskan dibolehkan mengamalkan hadist dhaif dalam
bidang keutamaan-keutamaan amal,di antaranya ialah :
 Imam Al-Nawawi dalam kitabnya Al-Taqrib.
 Imam Al-Iraaqi dalam kitab Syarah Alfiyah Al-Iraaqi.
 Ibnu Hajar Al-Asqalaani dalam kitab Syarah Al-Nukhbah.
 Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Syarah Alfiyah Al-
Iraaqi.
 Al-Hafidz Al-Suyuthi dalam kitab Al-Tadrib
 Ibnu Hajar Al-Makki dalam kitab Syarah Al-Arba’in.
2. Orang yang mengetahui hadist sanadnya dhaif,maka harus
mengatakannya,”hadist ini sanadnya dhaif.” Tidak dibolehkan dengan
mengatakannya,”hadist ini dhaif” hanya disebabkan adanya kelemahan
dalam sanad. Karena,hadist itu kadang mempunyai sanad lain yang shahih.
Seseorang dibolehkan menyebutnya dengan tegas,”hadist ini dhaif”
apabila telah jelas tidak ada sanad lain yang shahih.
3. Hadist dhaif yang tanpa sanad tidak boleh diucapkan dengan kata-
kata,”bahwasanya nabi saw bersabda ... begini dan begitu ... dst.”
4. Apabila hadist dhaif itu mempunyai makna yang musykil,maka tidak perlu
dicari-cari interpretasinya dengan cara mena’wil,atau dengan cara lain

11
untuk menghilangkan kemusykilannya,sebab cara-cara yang demikian itu
hanya bisa dilakukan terhadap hadist shahih.
5. Hadist dhaif tidak boleh mengakibatkan turunnya kualitas validitas hadist
shahih. Demikian ini pendapat Ibnu Hajar dalam kitab Fathu Al-Bari.

Hadist Dha’if karena cela pada perawi

a) Maudhu’
b) Matruk
c) Ma’ruf dan Munkar
d) Mu’allal
e) Mudraj
f) Maqlub
g) Mudhtharib
h) Muharraf
i) Mushohhaf
j) Mubham,Majhul dan Mastur
k) Syadz dan Mahfudh
l) Mukhtalith

Hadist Dha’if karena gugurnya rawi

a) Muallaq
b) Mursal
c) Mudallas
d) Munqathi’
e) Mu’dhal

Hadist Dha’if karena matannya

a) Mauquf
b) Maqthu’

12
2.3.HADIST DITINJAU DARI SUMBER
BERITA(QUDSI,MARFU’,MAUQUF,MAQTU’)

Hadist Qudsi

Hadist qudsi merupakan hadist yang secara makna datang dari allah,sementara
redaksinya dari rasulullah saw. Sehingga hadist qudsi adalah berita dari allah
kepda nabi-nya melalui ilham atau mimpi,kemudian rasulullah saw
menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu al-quran lebih
utama dibanding hadist qudsi,karena allah juga menurunkan redaksinya.(at-
Tahrim,hlm.133)

Hadist Marfu’

Hadist marfu’ ialah hadist yang dihubungkan kepada nabi saw,baik berupa
perkataan,perbuatan,maupun taqrir. Hadist itu disebut marfu’ karena mempunyai
derajat yang luhur sebagai akibat dihubungkannya kepada nabi saw,baik dengan
menggunakan sanad yang muttasil (bersambung) atau tidak.

Hadist yang bisa dikategorikan ke dalam hadist marfu’ ialah hadist


mauquf,yaitu hadist yang dihubungkan kepada sahabat,dan hadist maqthu’,yaitu
hadist yang dihubungkan kepada tabi’in atau orang-orang yang datang
sesudahnya. Sedangkan hadist-hadist yang sanadnya tidak memenuhi syarat harus
muttasil,seperti hadist mursal,hadist munqathi’,hadist mu’dhal,dan hadist
muallaq,kadang bisa dikategorikan ke dalam hadist marfu’,dan memang hadist-
hadist tersebut adakalanya marfu’.

Macam-macam hadist marfu’

1. Marfu’ Tashrihi
Yaitu hadist yang diketahui secara jelas dihubungkan kepada nabi
saw,baik berupa perkataan,perbuatan,maupun taqrir.
2. Marfu’ Hukmi
Yaitu hadist yang secara jelas oleh sahabat tidak dihubungkan
kepada nabi saw melalui kata-kata,misalnya,”bahwa rasulullah saw

13
bersabda”atau”Bahwa rasulullah saw telah melakukan ...”,atau “bahwa
dilakukan di depan nabi saw ...”

Hadist Maqthu’

Hadist maqthu’ adalah ialah hadist yang dihubungkan kepada tabi’in atau
orang-orang yang datang sesudahnya,baik berupa perbuatan maupun
perkataan,baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil,baik sanadnya muttasil atau
tidak. Dan oleh sebab itu,sesuatu yang dihubungkan kepada nabi saw dan sahabat
tidak termasuk dalam kategori ini.

Hukum hadist maqthu’

Adapun hukum hadist maqthu’ ialah tidak boleh dijadikan hujjah apabila
tidak ada tanda-tanda yang khusus tentang adanya marfu’. Tetapi,apabila dijumpai
adanya tanda-tanda marfu’ sampai kepada nabi saw,maka secara proporsional
hadist maqthu’ yang demikian itu termasuk dalam hukum marfu’.

Hadist Mauquf

Hadist mauquf adalah hadist yang dihubungkan kepada sahabat,baik


berupa perkataan atau perbuatan,baik muttasil (bersambung) atau munqathi’
(terputus) sanadnya.

Kadang mauquf digunakan untuk menyebut apa-apa yang disandarkan kepada


tabi’in,atau orang-orang yang datang sesudahnya,dengan syarat harus diberi
penjelasan di belakangnya,seperti dikatakan ,”hadist ini mauquf sampai kepada
atha’,atau thawus atau malik.”

2.4.HADIST DITINJAU DARI SIFAT SANAD DAN CARA


PERIWAYATANNYA (MU’AN’AN,MU’ANNAN,MUSALSAL,ALI DAN
NAZIL)

Hadist Mu’an’an

14
Hadist mu’an’an adalah hadist yang sanadnya dikatakan “dari fulan” (‘an
fulan) tanpa menerangkan tahdis (menceritakan) atau sima’ (mendengar). Hadist
mu’an’an ini,menurut pendapat yang kuat,termasuk hadist bersanad muttasil,kalau
memenuhi tiga syarat,yaitu :

1. Para perawinya harus adil.


2. Perawi harus pernah bertemu dengan orang yang memberi hadist.
3. Terbebas dari tadlis (menggugurkan rawi di atasnya dengan maksud
tertentu).

Hadist Mu’annan

Hadist mu’annan adalah hadist yang dikatakan dalam sanadnya :


haddatsana fulan anna fulanan (fulan menceritakan kepada kami bahwa fulan ...)
Imam Malik menganggapnya seperti hadist mu’an’an. Karena ketika ia
ditanya tentang ucapan perawi an fulan annahu qaala kadza (dari fulan bahwa ia
berkata demikian) ataukah anna fulanan qaala kadza (bahwa fulan berkata
demikian),Imam Malik menjawab :”keduanya sama saja”.

Hadist Musalsal

Kata musalsal berasal dari kata “salsala” yang berarti bertemunya bagian
dari sesuatu dengan yang lain. Sedangkan pengertian hadist musalsa menurut
istilah ialah suatu hadist yang masing-masing rawi dalam sanad hadist itu
meriwayatkan dengan menggunakan satu bentuk yang sama,baik dari segi riwayat
maupun sanad,dan baik hal yang terdapat dalam sanad itu dihubungkan dengan
sifat-sifat menyampaikan hadist maupun dihubungkan dengan waktu
meriwayatkan atau tempat meriwayatkan,serta sisi yang diriwayatkan itu baik
berupa perkataan atau perbuatan,maupun berupa perkataan dan perbuatan secara
bersamaan.

Hukum hadist musalsal

Mengenai hukum hadist musalsal,maka dalam hal musalsalnya ,tidak


dalam matan hadistnya adalah sedikit sekali yang selamat dari dhaif. Mengenai

15
matnnya kadang ada yang shahih,meskipun dalam sifat musalsalnya masih banyak
yang dipersoalkan. Di antara hadist musalsal yang paling shahih ialah hadist
musalsal mengenai membaca surat Al-Shaff.

Ali dan Nazil

Ali adalah isim fa’il dari kata Al-‘Uluwwu,artinya tinggi. Sedangkan Nazil
adalah An-Nuzuul rendah (turun). Menurut terminologi hadist ali adalah hadist
yang rawi-rawi sanadnya sedikit dibandingkan dengan sanad lain dari hadist yang
rawi-rawi sanadnya lebih banyak dibandingkan sanad lain dari hadist itu juga.
Nazil merupakan kebalikan dari Ali.

Dikatakan hadist ‘Ali atau sanad ali ,ada lima macam :

1. Sanad yang bilangan rawinya sampai kepada Nabi saw. Sedikit kalau
dibandingkan dengan sanad lain dari hadist itu juga.
2. Sanad yang bilangan rawinya sampai kepada salah seorang Imam
hadist,sedikit terbanding dengan sanad lain dari riwayat itu juga. Imam-
imam Hadist itu seperti :
Malik,Syu’bah,Sufyan,atstsauri,Syafi’i,Bukhari,Muslim,Ibnu
Juraij,Zuhri,al-Auza’i,Sufyan bin ‘Ujainah.
3. Sanad yang bilangan rawinya sampai kepada salah satu Kitab Hadist yang
teranggap,sedikit,jika dibandingkan dengan sanad lain. Kitab-kitab hadist
iru seperti : Shahih Bukhari,Shahih Muslim,Sunan Abi Dawud,Ibnu
Majah,Nasa’i,Shahih Turmudzi dan Musnad Ahmad.
4. Satu sanad didalamnya ada rawi yang terima dari seorang
syaikh,meninggal lebih dahulu dari rawi lain yang juga terima dari syaikh
itu.
5. Sanad yang didalamnya ada rawi yang mendengar dari seorang syaikh
lebih dulu daripada rawi lain mendengar dari syaikh itu juga.

16
2.5.HADIST DITINJAU DARI KEKUATANNYA SEBAGAI HUJJAH
(MAQBUL DAN MARDUD)

Hadist Maqbul

Maqbul secara etomologi beararti yang diambil,yang diterima dan yang


dibenarkan. Sedangkan secata terminologi,hadist maqbul adalah hadist yang telah
sempurna syarat-syarat penerimannya. Atau lebih jelasnya hadist maqbul itu
adalah hadist yang bisa dijadikan/diterima sebagai hujjah.

Syarat maqbul suatu hadist

1. Sanadnya bersambung.
2. Diriwayatkan oleh rawi yang adil.
3. Hadisnya tidak syadz.
4. Tidak terdapat illat (cacat).

Macam-macam hadist maqbul

1. Hadist maqbul ma’mulun bih adalah hadist maqbul yang dapat diterima
menjadi dan dapat diamalkan.
a) Hadist muhkam
b) Hadist mukhtalif
c) Hadist rajih
d) Hadist nasikh

2. Hadist maqbul ghairu ma’mul bih ialah hadist maqbul yang tidak bisa
diamalkan.
a) Hadist mutasyabih
b) Hadist mutawaqqaf fihi
c) Hadist marjuh
d) Hadist mansukh

17
Hadist Mardud

Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak (yang tidak


diterima),sedangkan menurut urf muhaddisin,hadist mardud ialah hadist yang
menunjukan keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjukkan
keterangan yang kuat atas ketidakadaannya,tetapi adanya dengan ketidakadaannya
bersamaan.

Macam-macam hadist mardud

a) Adanya kekurangan pada rawi


b) Sanadnya tidak bersambung
c) Matan yang bermasalah

2.6. HADIST DITINJAU DARI PERSAMBUNGAN SANAD


(MUSNAD,MUTTASIL)

Hadist Musnad

Hadist musnad ialah hadist yang muttasil (bersambung) sanadnya mulai dari
rawi pertama sampai rawi yang terakhir,yaitu nabi saw. Dengan demikian,hadist
musnad mempunyai dua syarat,yaitu :

1. Harus marfu’ sampai kepada nabi saw


2. Harus muttasil (bersambung) sanadnya

Ditinjau dari segi musnadnya,hadist-hadist yang tidak termasuk dalam kategori


hadist musnad ialah hadist maqthu’,dan hadist mauquf,sedang ditinjau dari segi
kemuttasilan sanadnya ialah hadist mursal,munqathi’,mu’dhal,dan mu’allaq.

Contoh hadist musnad

Apa yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah, dia berkata:

18
ِ ‫ج عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ َر‬
ُ ‫ض َي هَّللا‬ ِ ‫الزنَ ا ِد عَنْ اأْل َ ْع َر‬
ِّ ‫وس فَ عَنْ َمالِ ٍك عَنْ أَبِي‬ ُ ُ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ي‬
‫س ْله س ب ًعا‬ ِ ‫الكلب في إن اء أح ِدكم ف ْليَ ْغ‬
ُ َ ‫ إذا‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
‫ش ِر َب‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫َع ْنهُ أَنَّ َر‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬
)‫(البخاري باب الماء الذي يغسل به‬

”Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, dari Malik, dari Abu az-
Zinnaad dari al-A’raj dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Apabila seekor anjing
meminum di dalam bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah dia
mencucinya tujuh kali.”(HR. al-Bukhari Bab al-Maa’u alladzi Yughsalu Bihi)

Hadist Muttasil

Hadist muttasil ialah hadist yang bersambung sanadnya,dimana tiap-tiap


rawi dalam sanadnya mendengar dari rawi diatasnya,begitu seterusnya sampai
kepada akhir sanad,baik akhir sanad itu sampai kepada nabi saw atau sahabat saja.
Hadist yang demikian ini disebut juga dengan istilah hadist maushul.

Contoh hadist muttasil al-mauquf “

...‫ َك َذا‬:‫َمالِ ٌك عَنْ نَافِ ٍع عَنْ ا ْب ِن ُع َم َر أنَهُ قَا َل‬

”(Imam) Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar (radhiyallahu 'anhu), bahwasanya dia
berkata:”Seperti ini…”

2.7. HADIST DITINJAU DARI GURUNYA SANAD


(MUNQATHI’.MU’DHAL,MURSAL,MU’ALLAQ)

Hadist Munqathi’

Hadist munqathi’adalah hadist yang dalam sanadnya gugur satu orang


perawi dalam satu tempat atau lebih,atau didalamnya disebutkan seorang perawi
yang mubham.

19
Hukum hadist munqhati’

Para ulama telah sepakat bahwasanya hadist munqathi’ adalah


dha’if,karena diketahui keadaan perawi yang dihapus (majhul).

Hadist Mu’dhal

Kata “ Al-Mu’dhal” menurut etimologi berarti “sesuatu yang sulit dicari”


atau “sesuatu yang sulit dipahami.” Dan disebut hadist mu’dhal karena seolah-
olah hadist itu menyulitkan,sehingga orang yang meriwayatkannya tidak
memperoleh manfaat. Sedangkan mu’dhal menurut terminologi ialah hadist yang
dalam sanadnya terdapat dua orang rawi atau lebih yang gugur secara beriring-
iringan di bagian mana saja,seperti sahabat atau tabi’in,atau tabi’in dan tabi’ut
tabi’in atau seterusnya.

Hadist Mursal

Kata “mursal” menurut etimologi diambil dari kata “irsal” yang berarti
“melepaskan.” Kata ini digunakan sebagai istilah untuk menyebut suatu
hadist,karena orang yang meriwayatkannya melepaskan hadist itu langsung
kepada nabi saw,tanpa menyebutkan rawinya,yakni tidak menyebutkan seseorang
yang pertama mengeluarakan hadist itu. Sedangkan menurut terminologi ialah
hadist yang dimarfu’kan oleh tabi’i kepada nabi saw. Artinya ,seorang tabi’in
secara langsung mengatakan, “bahwasanya rasulullah saw bersabda...”

Contoh hadist mursal

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada Kitab Al-Buyu’,


berkata : "Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia mengatakan) telah
bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Laits
dari ‘Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musayyib,”Bahwa Rasulullah Saw
telah melarang Muzabanah (jual beli dengan cara borongan hingga tidak diketahui
kadar timbangannya).”

Hadist Mu’allaq

20
Kata “mu’allaq” secara etimologi diambil dari kata “ta’liqu Al-Jidaari wa
nahwihi” yang berarti “dinding atau sejenisnya menggantung”. Dan artinya ialah
menyangkut segala sesuatu yang terputus dari kesinambungan. Sedangkan
menurut terminologi ialah hadist yang dibuang rawi-rawinya pada permulaan
sanad,baik rawi yang dibuang atau digugurkan itu satu atau lebih,secara beriring-
iringan maupun tidak,dan walaupun dibuang sampai pada akhir sanad.

Hukum hadist mu’allaq ialah dha’if,sebab keberadaan rawi yang dibuang dalam
sanadnya tidak dapat diidentifisir.

Contoh Hadits Mu’allaq


Hadits yang disampaikan oleh al-Bukhari dalam muqoddimah bab Apa Yang
Disebutkan Mengenai Paha (Apakah Aurat atau Bukan):

ُ‫ع ُْث َمان‬ ‫م ُر ْكبَتَ ْي ِه ِحينَ َد َخ َل‬Rَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
َ ‫غَطَّى النَّبِ ُّي‬

Abu Musa berkata: “Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam menutupi kedua lututnya
ketika Utsman masuk”.

21
BAB III

PENUTUP

3.1.KESIMPULAN

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hadist merupakan sumber


hukum islam kedua setelah Al-Quran. Hadist diklasifikasi oleh ulama untuk
memudahkan umat islam dalam memahami makna,ciri-ciri,jenis -jenis
hadist,perbedaan antar hadist serta untuk mencari hujjah (alasan hukum). Hadist
ditinjau dari kuantitas perawi (Mutawatir,Ahad). Hadist ditinjau dari kualitas
sanad dan matan (Shahih,Hasan dan Dha’if). Hadist ditinjau dari sumber berita
(Qudsi,Marfu’,Mauquf,Maqthu’). Hadist ditinjau dari sifat sanad dan cara
periwayatannya (Mu’an’an,Muannan,Musalsal,Ali dan Nazil). Hadist ditinjau dari
kekuatannya sebagai hujjah (Maqbul dan Mardud). Hadist ditinjau dari
persambungan sanad (Musnad,Muttasil). Hadist ditinjau dari gurunya sanad
(Munqathi’,Mu’dhal,Mursal,Mu’allaq).

22
DAFTAR PUSTAKA

Mudzakir,M,et.al.Ulumul Hadist.Bandung:Pustaka Setia.2004

Khatib,Muhammad Ajjaj al-.Ushul al-Hadist,Beirut:Dar al-Fikr,1998

M.Hasbi As-Siddiqy,pokok-pokok Dirayah Hadist 1(Jakarta:Bulan


Bintang,1987),105

Rahman,Ikhtisar Musthalahul Hadist,229

Muhammad,Yusuf Musa Al-Madkhal Li Dirasat Al-Fiqhi Al-Islamy (Bairut:Dar


Al-Fikri Al-Araby,t.t)69

Ibnu Katsir.Tafsir Ibnu Kasir juz 5An-Nisa 24 s.d An-Nisa 147,(Bandung:Sinar


Baru Algensindo,2000)hlm.273-276

Ibid.Hal.131-132

M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi,Ulumul Hadist.(Bandung:Pustaka


Setia).Hal.130-131

23
24

Anda mungkin juga menyukai