Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Macam-Macam Hadist Dari Segi Kuantitas


Devinisi Hadist Ahad dan Hadist Mutawatir

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadist


Dosen Pengampu : Moh.Miftahul Khoiri M.Pd. I

Di Susun Oleh:

Kelompok 11

1.Siti Rofiatus Sa’diyah (220101199)


2.Elsa Ainun Amelia (220101135)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA SUNAN GIRI
BOJONEGORO 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.Sholawat dan
salam selalu dicurahkan kepada Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
dan keluarganya serta orang-orang yang melanjutkan risalahnya sampai akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul
hadist. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah inisangat diharapkan dari
para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Bojonegoro, 11 November 2023

Kelompok 11

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... II


DAFTAR ISI........................................................................................................ III
BABI PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A.Latar Belakanng ........................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Hadist Ahad....................................................................................2
B. Hadist Di Tinjau Dari Segi Kuantitasnya.....................................................2
C. Definisi Hadist Mutawatir ...........................................................................3
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan .................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan Hadis sebagai sumber hukum Islam, tidak dapat dianggap
remeh ataupun dianggap tidak penting, karena begitu pentingnya, maka Hadis
harus dapat diseleksi dan diteliti kebenarannya. Penelitian Hadis dilakukan untuk
mengetahui akan kebenaran Hadis tersebut datangnya dari Nabi Muhammad
saw. Atau bukan. Sehingga untuk menemukan kebenaran itu, para ulama Hadis
bekerja keras untuk menelitinya, sampai hipotesa ataupun anggapan sementara
yang sebelumnya dapat terungkap melalui penelitian.
Dengan ditemukannya kebenaran Hadis, maka Hadis dimaksud dapat
dijadikan hujjah dalam pengambilan hukum di dalam Islam.Apabila suatu Hadis
tidak dapat diterima kebenarannya, maka Hadis tersebut tertolak atau tidak dapat
diterima kehujjahannya. Kehujjahan Hadis dapat diterima apabila syarat-syarat
Hadis telah terpenuhi seluruhnya ataupun Hadis tersebut diterima oleh banyak
orang, dimana sekelompok orang itu tidak mungkin bersepakat untuk berbohong.
Tetapi ada juga Hadis yang hanya diterima oleh hanya satu, dua, atau tiga orang
saja dan orang-orang itu dapat membacakan Hadis tersebut kepada beberapa
orang juga, dan dapat memasyhurkannya di kalangan tertentu saja.
Untuk itu pemakalah akan membahas tentang permasalahan pembagian
Hadis berdasarkan kuantitas (jumlah perawinya) yaitu Hadis Mutawatir, dan
Hadis Ahad. Hadis mutawatir terbagi kepada dua macam, yaitu Mutawatir Lafzhi
dan Mutawatir Ma’nawi. Sedangkan Hadis ahad terbagi 3, yaitu Hadis Masyhur,
Hadis Azis dan Hadis Gharib. Bila ditinjau segi kuantitas periwayatannya, maka
Hadis dapat terbagi kepada dua macam, yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Macam macam Hadist Yang Di tinjau Dari segi kuantitasnya?
2. Apa Definisi Hadist Ahad?
3. Apa Definisi Hadist Mutawir?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.Hadist Yang Di tinjau Dari segi kuantitas


Secara garis besar, hadis dilihat dari kuantitas sanad ada dua macam, 1)
Hadis Mutawatir, 2) Hadis Ahad1. Keduanya terbagi menjadi beberapa bagian
lagi, hadis mutawatir dibagi menjadi Dua, yaitu hadis mutawatir lafdzi dan hadis
mutawatir maknawi. Adapun hadis ahad dibagi menjadi Tiga, yaitu hadis
masyhur, hadis aziz dan hadis gharib. Masing-masing dari hadis masyhur dan
Hadis gharib terbagi menjadi dua macam; hadis masyhur terbagi menjadi hadis
masyhur istilahi Dan non istilahi, adapun hadis gharib terbagi menjadi hadis
gharib mutlak dan hadis gharib nisbi. Sedangkang hadis aziz tidak ada pemetaan
dalam pembahasannya.

A. Definisi Hadist Ahad


Secara bahasa perkataan ahad sama dengan wahid yang artinya adalah
satu. Dengan demikian khabar ahad atau khabar wahid adalah suatu berita yang
disampaikan oleh satu orang.2 Sedangkan yang dimaksud Hadis ahad secara
istilah Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, baik itu yang
diriwayatkan seorang perawi saja atau lebih. Banyak para ulama mendefenisikan
bahwa Hadis ahad adalah :

‫شه ُْو ِِر أَ ْو ُمت ََوات ِِِر‬ ِ ‫ان فَأ َ ْكثَ َِر مِ َّمِا لَ ِْم تَت ََوافَ ِْر فِ ْي ِِه ش ُُر ْو‬
ْ ‫طُ اْل َم‬ ِ ‫الواحِ ُِد أَ ِْو‬
ِِ َ‫اإلثْن‬ َ ُِ‫ار َواه‬
َ ‫[ َم‬3]
Hadis yang diriwayatkan oleh satu dua orang atau lebih, yang jumlahnya
tidak memenuhi persyaratan Hadis Masyhur dan Hadis Mutawatir.
Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat dipahami bahwa Hadis ahad
adalah Hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah perawi yang
terdapat pada Hadis mutawatir dan masyhur. Bagi kalangan ulama yang
membagi Hadis kepada tiga bahagian, yaitu Hadis mutawatir, Hadis masyhur dan
Hadis ahad. Namun banyak para ulama yang membagi Hadis yang berdasarkan

1 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits (Bandung : PT. Al Ma’arif, 1991), hal.59.
2 Wahid, Studi Ilmu Hadis, hal. 152.
3 Khatib, Ushul al-Hadits, hal. 302.

2
kuantitas perawi hanya kepada dua bahagian yaitu Hadis mutawatir dan Hadis
ahad, sedangkan Hadis masyhur termasuk ke dalam Hadis ahad.
Jadi Hadis ahad adalah Hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang
jumlahnya dalam thabaqat (lapisan) pertama, kedua atau ketiga dan seterusnya
pada Hadis ahad itu, mungkin terdiri dari tiga orang atau lebih, dua atau seorang
saja sehingga tidak mencukupi syarat untuk mencapai Hadis mutawatir.
Faedahnya dan hukum Hadis Ahad, Hadis Ahad memiliki faedah sebagai
ilmu nadlari, yaitu ilmu yang kebenarannya harus diuji Melalui penelitian
Artinya kebenaran hadis ahad hanya didapat dari hasil dugaan kuat para Pengkaji
atau peneliti, sehingga kebenarannya tidak memberikan faedah ilmu yakin. Atas
dasar Ini maka hukum hadis ahad ada yang shahih, hasan dan dlai’if. Adapun
statusnya dalam agama, Apabila hadis ahad berkualitas sahih atau hasan, maka
wajib mengamalkan petunjuk-petunjuk Yang didapat darinya, sebaliknya apabila
dla’if maka harus ditolak.

B. Definisi Hadist Mutawatir


Mutawatir secara harfiah adalah Tatabu’ yaitu berurut, sedangkan secara
istilah dalam Ilmu Hadis adalah berita yang diriwayatkan oleh orang banyak pada
setiap tingkat mukharrij, yang menurut ukuran rasio dan kebiasaan mustahil
(tidak mungkin) para periwayat yang jumlahnya banyak tersebut bersepakat
terlebih dahulu untuk berdusta.4
Apabila dilihat dari defenisi di atas, dapat dikatakan bahwa para Sahabat
yang menjadi rawi pertama suatu Hadis jumlahnya banyak, kemudian rawi kedua
pada tingkat Tabi’in juga banyak, dan pada tingkat Tabi’ Tabi’in yang menjadi
rawi ketiga juga tetap banyak jumlah periwayatnya, ataupun mungkin bertambah
banyak dari yang lebih dahulu menerima Hadis tersebut dari sumbernya.
Dengan jumlah periwayat Hadis yang banyak tersebut, menurut akal
manusia, tidak mungkin orang yang banyak berkumpul bersepakat untuk
bersama-sama membuat suatu kebohongan (dusta) untuk disampaikan kepada
orang lain.
Menurut istilah ulama Hadis, mutawatir adalah :

4 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) hal.70.

3
‫ب‬ ِ َ‫عل‬
ِِ ‫ى اْل َك ِذ‬ َ ‫عدَدِ َكثِيْرِ تُحِ ْي ُِل اْل َعا َد ُِه ت ََوا‬
َ ‫ط َِؤ هُ ِْم‬ َ ‫َماد ََوا ُِه‬
Hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil menurut adat
bahwa mereka bersepakat untuk berbuat dusta.
Selanjutnya di dalam kitab Ikhtisar Mushthalahu Hadits karya Drs.
Fatchur Rahman, Hadis mutawatir didefenisikan sebagai berikut :

َ ‫ى اْلعَا َد ِِة إِ ِِحَالَ ِةُ إِجْ تِ َما ِع ِه ِْم َوت ََواطُئِ ِه ِْم‬
‫علَى‬ ِ ِ‫ب ف‬ َ ُِ‫ه َُِو َخب َِر عَنِْ َمحْ سُ ْوسِ َر َواه‬
ُِ ‫عدَاد ج َِم ي َِج‬
ِ ‫اْل َك ِذ‬.[5]
ِ‫ب‬
Suatu Hadis hasil tanggapan dari pancaindra, yang diriwayatkan oleh
sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul
dan bersepakat dusta.
Melihat beberapa istilah dan defenisi di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa Hadis mutawatir adalah Hadis yang diriwayatkan oleh
sejumlah rawi yang banyak dan Hadis tersebut merupakan hasil dari tanggapan
panca indera (mata, mulut, hidung, telinga, kulit) para perawi yang jumlahnya
banyak tersebut bersepakat untuk membuat suatu kebohongan atau dusta kepada
orang lain. Karena menurut kebiasaan orang yang jumlahnya banyak, tidak
mungkin mengucapkan kata-kata (Hadis) dari sumbernya sama sekali yang tidak
ada bedanya.
Dengan melihat defenisi maupun kesimpulan tersebut di atas, maka suatu
Hadis dapat dikatakan sebagai Hadis mutawatir, apabila memenuhi syarat-syarat
(kriteria) sebagai berikut :
a. Hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi 6 Menurut sebagian ulama
Hadis adalah sebanyak sepuluh orang. Namun ada juga yang berpendapat
sekurang-kurangnya adalah sebanyak empat orang dalam setiap tingkatan
generasi (tabaqat). Hal ini adalah yang telah dikemukakan oleh Abu al-
Thayyib yang diqiyaskan kepada banyaknya saksi yang diperlukan hakim
untuk memberi hukuman/ vonis kepada terdakwa. Ada juga ulama yang
menentukan minimal lima orang. Hal ini dikemukakan oleh Ashhabu
‘Asyafii, karena mengiyaskannya dengan jumlah para nabi yang mendapat
gelar Ulul Azmi, ada juga yang menentukan sekurang-kurangnya dua puluh

5 Fatchur Ikhtisar
6 Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis (Bandung : Cita Pustaka Media, 2005) hal.138.

4
orang, karena diqiyaskan kepada firman Allah surah al-Anfal ayat 65, tentang
sugesti (dorongan/ motivasi) Tuhan kepada orang-orang mukmin yang sabar
(tahan ujian) yang hanya berjumlah dua puluh orang mampu mengalahkan
orang kafir sejumlah dua ratus orang.
Firman Allah swt. : Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh...
Walaupun demikian ada pula ulama yang menetapkan jumlah
tersebut sekurang-kurangnya empat puluh orang. Penentuan ataupun
ketetapan jumlah rawi tersebut sebenarnya adalah relatif, karena yang
menjadi tujuan utamanya adalah terpenuhinya syarat yang nomor 3, yaitu
mustahilnya mereka untuk bersepakat melakukan kebohongan (dusta)
atas berita yang mereka riwayatkan.
b. Jumlah perawi yang banyak tersebut harus ada atau tercapai (mencukupi)
pada setiap tabaqat (lapisan) atau tingkatan sanad.
c. Mustahil menurut ada bahwa mereka dapat sepakat untuk berbuat dusta7
d. Pewartaan (pemberitaan) atas berita yang mereka riwayatkan tersebut harus
didasarkan atas tanggapan panca indera, yakni Hadis yang mereka sampaikan
itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri8 bukan atas
hasil pemikiran semata-mata dan ataupun hasil rangkuman dari suatu
peristiwa ke peristiwa yang lain.
Menurut akal pemikiran manusia dan perbedaan bahasa dan
penggunaan kata-kata, maka semua manusia berbeda dalam setiap
penghafalan maupun daya tanggap, begitu juga para perawi Hadis. Tidak
semua Hadis yang didengar dari Rasulullah saw. Bulat-bulat semuanya
dapat dihafal dan disampaikan. Untuk itu para ulama Hadis membagi
Hadis Mutawatir kepada dua bahagian, yaitu Mutawatir Lafzhi dan
Mutawatir Ma’nawi9
a) Hadis Mutawatir Lafzhi
Hadis Mutawatir Lafzhi ialah Hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
susunan redaksinya dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu

7 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) hal. 204.
8 hadist (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) hal. 204.
9 Rahman, Ibid.

5
dengan riwayat yang lainnya. Atau juga Hadis yang mutawatir riwayatnya pada
satu lafaz. ‘ajjaj Al-Khatib memilih defenisi yang berbunyi :

10 .‫م ْنتَهَاه‬
ُ ُ ‫ب مِ نْ أَ َّو ِل ِه ِإلَى‬
ِ ‫علَى اْل َك ِذ‬ َ ‫ار َواهُ ِبلَ ْفظِ ِه ج َْم ٌع عَنْ جَمِ ي ٍْع الَ يُت ََوهُ ْم ت ََوا‬
َ ‫ط ُؤهُ ْم‬ َ ‫َم‬

Hadis yang diriwayatkan dengan lafaznya oleh sejumlah perawi dari sejumlah
perawi yang lain yang tidak disangsikan bahwa mereka akan bersepakat untuk
berbuat dusta, dari awal sampai ke akhir sanadnya.

Contoh Hadis Mutawatir Lafzhi antara lain :

11
.‫علَ َّي ُمتَعَ ِمدًا فَ ْليَتَب ََّوأْ َم ْقعَ َدهُ مِ نَ النَّ ِار‬ َ َّ‫َمنْ َكذ‬
َ ‫ب‬

Barang siapa yang berbuat dusta terhadapku dengan sengaja, maka berarti ia
menyediakan tempatnya di neraka. Menurut ulama, Hadis tersebut diriwayatkan
lebih dari 70 orang sahabat.
b) Hadis Mutawatir Ma’nawi
Hadis mutawatir ma’nawi ialah Hadis mutawatir yang rawi-rawinya berlain-
lainan dalam menyusun redaksi pemberitaan (Hadis), tetapi berita yang berlain-
lainan susunan redaksinya itu terdapat kesesuaian pada prinsipnya. Atau juga
Hadis yang mutawatir maknanya saja, tidak pada lafaznya12
Dengan istilah lain adalah :
َِ‫شت ََركَتِْ فِى أَ ْمرِ يَت ََوات َُِر ذلِك‬
ْ ِ‫ب َوقَائِ َِع ُم ْختَ ِلفَةِ إ‬
ِِ ‫علَى اْل َك ِذ‬ ْ َ‫ه َُِو أَنِْ تَ ْنقُ َِل َج َماع َِة ي‬
َ ‫ستَحِ ْي ُِل عَادَةِ ت ََواطُئ ُ ُه ِْم‬
‫ك‬ ْ ‫اْلقَد ُْراْل ُم‬
ُِ ‫شت ََر‬

Dia adalah kutipan sekian banyak orang yang menurut adat kebiasaan
mustahil bersepakat dusta atas kejadian yang berbeda-beda, tetapi bertemu pada
titik persamaan.
Jadi Hadis mutawatir ma’nawi adalah Hadis yang mutawatir pada makna
saja, sedangkan redaksi pemberitaannya berbeda-beda antara satu periwayat
dengan periwayat yang lain. Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa tujuan

10 Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul al-Hadist (Beirut : Dar al-Fikr, 1409 H/ 1989 M) hal. 19.
11 Al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits (Beirut : Dar Al-Qur’an al-Karim, 1399 H/ 1979 M) hal .19.
12 Rahman, Ikhtisar, hal .64.

6
pemberitaan itu memiliki pengertian yang sama, karena setiap individu memiliki
perbedaan di dalam menyampaikan pemberitaan yang diterimanya.13
Contoh Hadis Mutawatir Ma’nawi adalah :

ِِ ‫س َق‬
‫اء‬ ْ ‫شيْئِ مِ نِْ ُدعَائِ ِِه ِإلَِّ فِى اْ ِإل‬
ْ ِ‫ست‬ َ ‫ى‬ َ ‫ى بَيَاضُِ ِإ ْب‬
ِ ِ‫ط ْي ِِه ف‬ ِ َّ‫سلَّ َِم يَ َد ْي ِِه َحت‬
َِ ‫ى ُر ِؤ‬ َ ‫علَ ْي ِِه َو‬
َ ‫للا‬ َ ‫ارفَ َِع‬
ُِ ‫صلَّى‬ َ ‫َم‬

Konon Nabi Muhammad saw. Tidak mengangkat kedua tangan beliau


dalam doa-doa beliau, selain dalam doa shalat Istisqa’. Dan beliau mengangkat
tangannya hingga nampak putih-putih kedua ketiaknya. (HR. Bukhari Muslim).
Dengan lafaz yang berbeda pula, namun maknanya sama yaitu berdoa
dengan mengangkat tangan, sebagaimana Hadis-Hadis yang ditakhrijkan oleh
Imam Ahmad, Al-Hakim dan Abu Daud, yang berbunyi :

ْ َ ِ َ ِ‫كَانَِ ي َْرفَ ُِع يَ َد ْي ِِه َحذْ َو‬


ِ ‫م ْنكبي‬
14‫ه‬

Konon Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua


pundak beliau.
Hadis mutawatir mempunyai nilai ilmu dharuri, yakni keharusan untuk
menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberikan oleh Hadis
mutawatir tersebut, sehingga membawa kepada keyakinan yang qath’i (pasti)15.
Dengan adanya ilmu yang dharuri dari Hadis muatwatir, maka sebab itu wajiblah
bagi umat Islam untuk menerima dan mengamalkannya, sedangkan orang yang
menolak Hadis mutawatir dihukumkan kafir. Karena seluruh Hadis mutawatir
adalah maqbul (diterima). Masalah tentang keadilan dan kedhabitan para rawi,
tidak perlu diselidiki lagi karena kuantitas para perawi Hadis tersebut sudah
menjamin dari kesepakatan berdusta.

13 Rahman, Ikhtisar.
14 Rahman, Ikhtisar.
15 Rahman, Ikhtisar.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik itu
Hadis qauli, Hadis fi’li maupun Hadis taqriri. Sebagai sumber hukum Islam yang
kedua, Hadis memiliki kedudukan yang penting di dalam Islam. Oleh sebab itu
Hadis tidak hanya menjadi sumber hukum Islam, tetapi juga menjadi sumber
ajaran bagi umat Islam yang menjadi pedoman ataupun acuan yang diperlukan di
dalam menjalankan tata kehidupan manusia pada umumnya dan khususnya bagi
umat Islam.
Pemetaan hadis berdasarkan kuantitas sanad sangat urgen dalam kajian
kualitas hadis, Karena kualitas sebuah hadis juga banyak yang ditentukan
bedasarkan kuantitas sanad yang Dimilikinya. Dari pemetaan yang dilakukan
oleh ulama menyatakan bahwa hadis dilihat dari Kuantitas sanad secara garis
besar dibagi dua yaitu, hadis mutawatir dan ahad. Hadis mutawatir Adalah hadis
yang memiliki jalus sanad yang sangat banyak, sedangkan hadis ahad adalah
hadis Yang memiliki jalur sanad yang lebih sedikit. Apabila memiliki tiga jalur
sanad tiga atau lebih Selama tidak sampai pada batas mutawatir maka hadis ahad
tersebut dikenal dengan hadis Masyhur, kalau memiliki dua jalur sanad
diistilahkan dengan hadis aziz dan kalau hanya memiliki Satu jalur sanad saja
maka dikenal dengan hadis gharib.

8
DAFTAR PUSTAKA

Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits (Bandung : PT. Al Ma’arif, 1991), h.59. Wahid,
Studi Ilmu Hadis, hal. 152.
Khatib, Ushul al-Hadits, hal. 302.
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) hal.70.
Fatchur Ikhtisar
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis (Bandung : Cita Pustaka Media, 2005) hal.138.
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) hal. 204.
Hadist (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) hal. 204.
Rahman, Ibid.
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul al-Hadist (Beirut : Dar al-Fikr, 1409 H/ 1989 M) hal. 19.
Al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits (Beirut : Dar Al-Qur’an al-Karim, 1399 H/ 1979 M) hal .19.
Rahman, Ikhtisar, hal .64.
Rahman, Ikhtisar.
Rahman, Ikhtisar.

Anda mungkin juga menyukai