Anda di halaman 1dari 17

PEMBAGIAN HADIST

PERKEMBANGAN FISIKA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
FADLAN HABIBI (2220900003)
Dosen Pengampu :
Dr.H.Ali Sati, M.Ag.

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A.2024
2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia- Nya, saya dapat menyelesaikan makalah tepat waktu dengan segala aspeknya. Tak lupa
pula pemakalah haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul “pembagian hadits” bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ulumul Hadist . Selama proses penyusunan makalah, pemakalah mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari dosen pengampu. Oleh karena itu, pemakalah berterima kasih kepada bapak
Dr.H.Ali Sati, M.Ag selaku dosen mata kuliah Ulumul Hadist
Akhirul kalam, pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Besar harapan pemakalah agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan
saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb.

Padangsidempuan,19 Maret 2024

Fadlan Habibi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
A. Pembagian Hadist ............................................................................................. 2
1. Hadist Mutawatir .................................................................................. 2
2. Hadist Ahad ......................................................................................... 5
3. Hadist Hasan ........................................................................................ 9
4. Hadist Dhoif ........................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis diyakini sebagai sumber ajaran islam setelah kitab suci Al-Qur’an. Hadist
merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan,
perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan Allah yang
disyari’atkan kepada manusia. Selain itu, hadis juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-
inti ajaran dalam Al-Qur’an. Jika ayat-ayat dalam Al-Qur’an mutlak kebenarannya, berbeda
dengan hadis yang bias saja belum jelas periwayatnya, hadis tersebut benar dari Nabi Muhammad
SAW atau bukan.

Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadis dibagi menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad.
Sedangkan ditinjau dari segi kualitasnya, hadis terbagi menjadi dua yaitu, hadis Maqbul (hadis
yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadis Mardud (hadis yang tertolak sebagai dalil). Hadis
maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadis Shahih dan Hasan, Sedangkan yang termasuk dalam hadis
Mardud salah satunya adalah hadis Dha ‘if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.

Oleh karena itu, tujuan penulisan makalah ini diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut
tentang pembagian hadis berdasarkan kualitas dan kuantitas sanad nya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut:

1. Apa saja bagian bagian hadis?

C. Tujuan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan makalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui bagian bagiam hadis

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBAGIAN HADIST

Ditinjau dari segi kuantitas nya hadis dibagi menjadi du yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
1.Hadis Mutawatir

•Pengertian Hadis Mutawatir.

Mutawatir secara etimologi berasal dari tawatara yang berarti beruntun, atau mutatabi, yakni
beriring-iringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jarak. Sedangkan secara terminology
mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang terhindar dari kesepakatan
mereka untuk berdusta sejak awal sanad sampai akhir sanad dengan didasarkan pada panca indra.¹

Menurut Istilah Ulama Hadis, Mutawatir berarti:

ِ ‫علَى ْال َك ِذ‬


‫ب‬ َ ‫عدَد َكثِير تحِ يْل العَادَة ت ََواط‬
َ ‫ف ه ْم‬ َ ‫ َما َر َواه‬.

Hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil menurut adat bahwa mereka bersepakat
untuk berbuat dusta.

Ibnu al-Shalah mendefenisikan Hadis Mutawatir, sebagai berikut:

‫مِن أَ َّو ِل ِه‬


ْ ‫مِن ا ْست ِْم َرا ِرهذَا ال َّشرْ طِ فِي ر َواتِ ِه‬
ْ ‫ورة َو َل َبدَّ فِي ِإ ْسنَا ِد ِه‬ ِ ‫ع ِن ْال َخ َب ِر الَّذِي َي ْنقله َم ْن َيحْ صل ْالع ِْلم ِب‬
َ ‫صدْقِ ِه‬
َ ‫ضر‬ َ ‫فَإِنَّه ِع َب‬
َ ‫ارة‬
‫ ِإ َلى م ْنتَ َهاه‬.

Sesungguhnya Mutawatir itu adalah ungkapan tentang kabar yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh
orang yang menghasilkan ilmu dengan kebenarannya secara pasti. Dan persyaratan ini harus
terdapat secara berkelanjutan pada setiap tingkatan perawi dari awal sampai akhir.?

Ulama yang paling jelas dan rinci menerangkan hadis mutawatir ialah

Al-‘Asqalani yaitu dengan mengatakan bahwa hadis mutawatir adalah “hadis

2
Yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang mustahil, menurut Kebiasaan, mereka melakukan
kesepakatan untuk berdusta dan merekalah yang Meriwayatkan hadis itu dari awal sampai akhir
(sanad)

•Syarat-syarat Hadis Mutawatir

Menurut ulama mutaakhirin, ahli ushul, suatu hadis dapat ditetapkan sebagai hadis mutawatir jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

a. Diriwayatkan oleh Sejumlah Besar Perawi

Hadis Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa kepada
keyakinan bahwa mereka itu tidak mungkin bersepaka untuk berdusta. Al-Qadhi Al-Baqillani
menetapkan bahwa jumlah perawi hadis agar bisa disebut hadis mutawatir tidak boleh berjumlah
empat. Lebih dari itu lebih baik. Ia menetapkan sekurang-kurangnya berjumlah 5 orang,dengan
mengqiyaskan dengan jumlah nabi yang mendapatkan Ulul ‘Azmi.

b. Adanya Keseimbangan antara Perawi Pada Thabaqat Pertama dengan Thabaqat Seterusnya.

Jumlah perawi hadis mutawatir, antara Thabaqat (lapisan tingkatan) dengan thabaqat lainnya harus
seimbang. Dengan demikian, bila satu hadis diriwayatkan oleh dua puluh orang sahabat, kemudian
diterima oleh sepuluh tabi’in,dan selanjutnya hanya diterima oleh lima tabi’in, ini tidak dapat
digolongkan sebagai hadis mutawatir, sebab jumlah perawimya tidak seimbang antara thabaqat
pertama dengan thabaqat-thabaqat seterusnya. Akan tetapi, ada juga yang berpendapat, bahwa
keseimbangan perawi pada setiap Thabaqat tidaklah terlalu penting. Sebab yang diinginkan
dengan banyaknya Perawi adalah terhindarnya dari kemungkinan berbohong.

c. Berdasarkan Tanggapan Pancaindra

Berita yang disampaikan oleh perawinya tersebut harus didasarkan tanggapan pancaindra. Artinya
bahwa berita mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya
sendiri. Oleh karena itu, bila berita itu merupakan hasil renungan, pemikiran atau rangkuman dari
suatu peristiwa lain ataupun hasil istinbath dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan hadis
mutawatir.

3
• Klasifikasi Hadis Mutawatir

1.Hadis Mutawatir Lafzhi

Hadis ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dengan susunan redaksi dan makna
yang senada. Dalam bahasa lain, mutawatir lafzhi, artinya hadis yang lafazhnya mutawatir.

‫ َما ت ََوات ََر لَ ْفظه َو َم ْعنَاه‬.

“Hadits yang mutawatir lafazh dan maknanya”

Atau hadits yang diriwayatkan oleh banyak para perawi sejak awal sampai akhir sanadnya, dengan
memakai lafazh yang sama.

Menurut para ulama, hadits mutawatir lafzhi jumlahnya sangat sedikit.

Contoh hadits mutawatir lafzhi:

ْ ‫ي متَ َع ِمد ف َْل َيتَ َب َّوأ َم ْق َعدَه‬


ِ َّ‫مِن الن‬
‫ار‬ َّ َ‫عل‬ َ َ‫َم ْن َكذ‬
َ ‫ب‬

“Barang siapa yang dengan sengaja berbuat dusta atas namaku, niscaya ia menempati tempat
duduknya dari api neraka”

Berat dan ketatnya kriteria hadis mutawatir lafzi, menjadikan jumlah hadis ini sangat sedikit.
Menurut Ibnu Hibban dan Al-Hazimi, bahwa hadis mutawatir dengan ta’rif ini sangat sulit bahkan
tiada diperoleh. Ibn Al-Shalah yang diikuti oleh Al-Nawawi menetapkan, bahwa hadis mutawatir
lafzhi sedikit sekali, sukar dikemukakan contohnya.

2.Hadis Mutawatir Ma’nawie

Hadis mutawatir ma’nawi adalah hadis yang hanya mutawatir maknanya, lafazhnya tidak
mutawatir. Contoh mutawatir ma’nawi sangat banyak di antaranya tentang ar-ruy ‘at, bilangan
rakat dalam shalat dan lainnya.

3.Mutawatir Amali

Mutawatir amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa dia termasuk urusan agama
dan telah mutawatir antara umat Islam bahwa Nabi SAW mengerjakannya, menyuruhnya dan

4
selain dari itu. Macam jumlah hadits mutawatir amali ini banyak jumlahnya, seperti shalat janazah,
shalat ied, pelaksanaan haji, kadar zakat dan lain-lain.

D. Nilai Hadis Mutawatir

Hadis mutawatir mempunyai nilai ‘ilmu dharuri(yufid ila ‘ilmi al dharuri), yakni keharusan untuk
menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberikan oleh hadis mutawatir tersebut,
hingga membawa pada keyakinan yang qath’i(pasti).

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa suatu hadist dianggap mutawatir oleh sebagian golongan lain
dan kadang-kadang telah membawa keyakinan bagi suatu golongan tapi tidak dengan golongan
yang lain. Barang siapa yang meyakini akan kemutawiran suatu hadist, wajib baginya
mempercayai kebenarannya dan mengamalkan sesuai dengan tuntutan nya.

Sedang bagi orang yang belum mengetahui dan meyakini akan kemutawirannya wajib baginya
mempercayai kebenarannya dan mengamalkan suatu hadis mutawatir yang disepakati oleh para
ulama sebagaimana kewajiban mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang disepakati
oleh ahli ilmu.

2. Hadits Ahad

• Pengertian Hadits Ahad

Hadis ahad berasal dari kata Arab Ahad bentuk jamak dari kata ahad yang berarti satu, 10

Sedangkan hadits ahad menurut definisi singkat:

‫ما لم يجمع شروط المتواتر‬

“Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir”

Ulama lain mendefinisikan dengan hadits yang sanadnya shahih dan bersambung hingga sampai
kepada sumbernya (nabi SAW) tetapi kandungannya memberikan kepada qath ‘I atau yakin.
Pengertian zhanni dan tidak sampai

5
Dari dua definisi di atas ada dua hal yang harus digaris bawahi, yaitu:

1. Dari sudut kuantitas perawinya, hadits ahad berada dibawah kuantitas hadits
mutawatir.
2. Dari sudut isinya, hadits ahad memberi faedah zhanni bukan qath’i

• Pembagian Hadits Ahad

Dalam hadits ahad terbagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Hadits Masyhur

Hadits masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu artinya sesuatu yang tersebardan
populer. Sedangkan menurut istilah :

‫ما رواه ثالثة فأكثر ما لم يبلغ حد التواتر‬

“Hadits yang diriwayatkan dua orang atau lebih tetapi tidak sampai batasan mutawatir”

Dari sudut kualitasnya, dapat dibagi menjadi 3 yakni :

a. Hadits Masyhur Shahih, yaitu Hadits Masyhur yang memenuhi syarat syarat keshahihannya.
Maka Hadits Masyhur Shahih dapat dijadikan hujjah.

Contohnya:

“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat, hendaklah ia mandi.”

b. Hadits Masyhur Hasan, yaitu hadits masyhur yang kualitas perawinya di bawah hadits
masyhur yang shahih.

Contohnya: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”

c. Hadits Masyhur yang dhaif, artinya Hadits Masyhur yang tidak memiliki syarat-syarat atau
kurang salah satu syaratnya dari syarat hadits shahih. Dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Contohnya:

6
“Siapa yang mengetahui dirinya, niscaya ia mengetahui Tuhan-nya”

Hadis lain yang dinilai masyhur dan tercantum dalam kitab-kitab shahih antara lain,
hadis yang meriwayatkan tentang “Wajib mandi pada hari jum’at janin yang sudah
berumur 40 hari sudah dianggap bernyawa.jumlah anggota sujud, mengangkat
tangan ketika akan rukuk, ketentuan bilangan kamat untuk shalat”

2. Hadits Aziz

Aziz menurut bahasa berarti mulia, kuat, atau sedikit. Secara terminologis, Aziz adalah
Hadits yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang perawi diterima dari dua orang pula.

Sebagaimana hadits Masyhur, hadits aziz terbagi kepada shahih, hasan dan da ‘if.
Pembagian ini tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuan- ketentuan atau
syarat-syarat yang berkaitan dengan kualitas ketiga kategori tersebut. Contohnya:

‫ل يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من نفسه و والده و ولده و‬

‫الناس أجمعين‬

“Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih dicintai dari pada dirinya,
orang tuanya, anaknya dan semua manusia” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

3. Hadits Gharib

Gharib menurut bahasa berarti al-Munfarid artinya menyendiri atau al- Ba’id an
Aqaribihi artinya jauh dari kerabatnya. Sedangkan Secara terminologis, gharib
didefinisikan :

“Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya”

Ada dua macam pembagian Hadits Gharib, yaitu:

a. Dilihat dari sudut bentuk penyendirian perawi


i. Hadits Gharib Muthlaq artinya penyendirian itu terjadi berkaitan dengan
keadaan jumlah personalianya, yakni tidak ada orang lain yang
meriwayatkan Hadis tersebut, kecuali dirinya sendiri.

7
ii. Hadis Gharib Nisbi artinya penyendirian itu bukan pada perawi atau
sanadnya, melainkan mengenai sifat atau keadaan tertentu, yang berbeda
dengan dengan perawi lainnya.
b. Dilihat dari sudut kaitannya antara penyendirian pada sanad dan matan.

Gharib pada sanad dan matan secara bersama-sama, yaitu hadis Gharib

Yang hanya diriwayatkan oleh salah satu silsilah sanad, dengan satu

Matan haditsnya.

‫ قَا َل‬، ‫ع ْنه‬ ِ ‫ع ْن أَبِي ه َري َْرةَ َر‬ َ ْ‫ع ْن أَبِي زر‬
َ ، َ‫عة‬ َ َ‫اع ب ِْن شبْر َمة‬ ْ َ ، ‫ َحدَّثَنَا َج ِرير‬، ‫َحدَّثَنَا قتَ ْيبَة بْن َسعِيد‬
َّ ‫ضي‬
َ ‫ّللا‬ ِ َ‫ارةَ ب ِْن القَ ْعق‬
َ ‫ع ْن ع َم‬
: ‫ َجا َء َرجل‬،

‫ّللا َم ْن أَ َحق‬
ِ َّ ‫يَا َرسو َل‬: ‫ فَقَا َل‬، ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ ِ َّ ‫إِلَى َرسو ِل‬
َ ‫ّللا‬

َ‫ث َّم أمك‬: ‫ث َّم َم ْن ؟ قَا َل‬: ‫أمكَ قَا َل‬: ‫ص َحابَتِي ؟ قَا َل‬ ِ َّ‫الن‬
َ ‫اس ِبحس ِْن‬

‫ث َّم أَبوك‬: ‫ث َّم َم ْن ؟ قَا َل‬: ‫ث َّم أمكَ قَا َل‬: ‫ث َّم َم ْن ؟ قَا َل‬: ‫ قَا َل‬.

Contoh lain dari hadis shahih:

ِ َّ ‫ع ْن أَبِ ْي ِه قَا َل َسمِ ْعت َرسو َل‬


‫م‬.‫ّللا ص‬ ْ ‫ع ْن م َح َّم ِد ب ِْن جبَي ِْر ب ِْن م‬
َ ‫طعِم‬ َ ‫ف قَا َل أَ ْخبَ َرنَا َمالِك‬
َ ‫ع ِن اب ِْن شِ َهاب‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
ِ َّ ‫عبْد‬
َ ‫ّللا بْن يوس‬
) ‫ور ( “رواه البخاري‬ ِ ‫قَ َرأَ فِي ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ب بِالط‬

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan
kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math’ami dari
ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat
maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

Analissi dari hadis tersebut adalah:

1. Sanadnya bersambung kcarena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit
3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat

Serta tidak cacat.

Klasifikasi hadis shahih menurut al-hakim terdiri dari dua bagian, yakni:

8
Hadis yang disepakati keshahihannya dan hadis yang diperselisihkan

Keshahihannya.

1. Hadis shahih yang disepakati Keshahihannya


1) Hadis Shahih menurut kriteria Al-Bukhari dan Muslim
2) Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi
3) Hadis dari kelompok tabi’in
4) Hadis Fard dan Gharib
5) Hadis diterima dari jalur keluarga

2. Hadis yang Diperselisihkan Keshahihannya


1) Hadis-hadis Mursal
2) Riwayat orang-orang mudallis
3) Riwayat orang yang Tsiqah
4) Hadis yang diriwayatkan dan diyakini pernah didengar dari gurunya
5) Riwayat ahli Bid’ah15

3. Hadist Hasan

Pengertian Hadist Hasan

‫غيْر شَاد َو َل م َعلَّل‬


َ ‫ضبْطه‬
َ ‫َف‬
َّ ‫عدْل خ‬ َ َّ‫ال َح ِديْث ال َح َسن ه َو ال َحدِيث الَّذِي اِت‬
َ ‫ص َل َسنَده ِبنَ ْق ِل‬

Artinya: “Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawiyang
adil, yang rendah tingkat kekeuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat”.

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadis hasan hampir sama
dengan hadist shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi.

Pada hadist shahih, ingatan atau daya hafalannya harus sempurna, sedangkan pada hadist
hasan, ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna. Dengan kata lain bahwa syarat-
syarat hadist hasan dapat dirinci sebagai berikut:

Sanadnya bersambung

9
■ Perawinya adil

■ Perawinya dhabit, tetapi ke dhabit-tanyaa di bawah ke dhabitan perawi hadist hasan

Tidak terdapat kejanggalan (syadz)

■ tidak ada illat (cacat)

b. Contoh hadist hasan:

‫الرحْ َم ِن ب ِْن أَ ِبي لَ ْيلَى‬ َ ‫ع ْن َي ِزي َد ب ِْن أَ ِبي ِز َياد‬


َ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫علِي بْن ْال َح َس ِن ْالكوفِي َحدَّثَنَا أَبو َيحْ َيى ِإ ْس َمعِيل بْن ِإب َْراه‬
َ ‫ِيم التَّيْمِي‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ‫علَى ْالم ْسلِمِ ينَ أَ ْن يَ ْغتَسِلوا يَ ْو َم ْالجمعَ ِة َو ْليَ َم‬
‫س‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم َحق‬
َ ‫صلَّى للا‬ ِ َّ ‫ازب قَ ْالقَا َل َرسول‬
َ ‫ّللا‬ ِ ‫ع‬َ ‫ع ْن ْالبَ َراءِ ب ِْن‬
َ
‫ب أَ ْه ِل ِه فَإِ ْن لَ ْم يَ ِجدْ ف َْال َماء لَه طِ يب‬ ْ ‫أَ َحده ْم‬
ِ ‫مِن طِ ي‬

Artinya: “Berkata Ali ibn Hasan Al Kufiy, berkata Abu Yahya Isma’il ibn Ibrahim At Taimiy,
dari Yazid ibn Abi Ziyad, dari Abdurrahim ibn Abi Laila, dari Al Bara’I ibn Ngazib
berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Adalah hak bagi orang-orang Muslim mandi di
hari Jum’at. Hendaklah mengusap salah seorang mereka dari wangi-wangian
keluarganya. Jika ia tidak memperoleh, airpun cukup menjadi wangi-wangian.”

4. Hadist Dhaif

• Pengertian Hadist Dhaif

Dhaif Kata dhaif menurut bahasa bararti lemah, sebagai lawan dari kata kuat. Maka sebutan
hadist dhaif dari segi bahasa berarti hadist yang lemah atau hadist yang tidak kuat. Secara
istilah, diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadist dhaif
ini. Akan tetapi, pada dasarnya, ini isi dan maksudnya adalah sama.

‫ص َّح ِة َو َل شروط ْال َح َس ِن‬


َّ ‫ما لَ ْم ل ْو َجدْ فِي ِه شر وط ال‬

Artinya: “hadist yang didalamya tidak terdapat syarat-syarat hadist shahih dan syarat – syarat
hadist Hasan”.

• Contoh hadist dhaif:ki

10
‫ع ْقله ف ََال َيل ْو َمنَّ ِإ َّل نَ ْف َسه‬ َ َ‫َام َب ْعدَ ْال َعص ِْر فَاجْ تَل‬
َ ‫س‬ َ ‫َم ْن ن‬

Artinya: “Barangsiapa tidur sesudah ashar kemudian akalnya terganngu maka jamgan
menyalahkan siapa-siapa kecuali dirinya sendiri”.

Hadis ini merupakan hadis dha’if. Karena perawinya tidak adil, tidak dhabit, dan ada

kejanggalan dalam matan.

• Kriteria hadis dhaif

1) Terputusnya hubungan antara satu perawi dengan perawi lain didalam sanad hadis
tersebut, yang seharusnya bersambung.
2) Terdapat cacat pada diri salah seorang perawi atau matan dari hadis tersebut,

11
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Berdasarkan jumlah rowi dalam setiap thobaqoh[3], hadis diklasifikasikan menjadi dua, yakni
Hadis Mutawatir dan Ahad. Adapun dari segi diterima atau tidaknya, ulama membagi hadis Nabi
menjadi tiga macam, yakni Hadis Shohih, Hasan dan Dho’if.

Sehubungan dengan itu, para Ulama ahli hadis membagi hadis dilihat dari segi kualitasnya,
menjadi tiga bagian, yaitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dhaif. Oleh orang adil dan
dhobith (kuat daya ingatannya) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz) dan
cacat („illat)

B.Saran
Pembuatan makalah tersebut penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan, dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggung jawabkan dari banyaknya
sumber penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu, pembaca diharapkan kritik
serta sarannya mengenai pembahasan makalah tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Ayat. 2016. Teori Hadis. Jakarta: Pustaka Setia

M.Rojali.2019.Pengantar Kuliah ILMU HADIS. Medan: Azhar Center Yuslem, Nawir.1998.


Ulumul Hadis. Jakarta: Mutiara Sumber Widya Abdurrahman, Maman.2015. Teori Hadis.
Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Suparta, Munazir.2010.Ilmu Hadis. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persaja Idri.2017.Hadis dan Orientalis Perspektif ulama Hadis dan Orientalis tentang Hadis
Nabi.Depok:PT.Balebat Dedikasi Prima

M.Abdurrahman.2000.Pergeseran Pemikiran Hadis. Jakarta: Paramadina

Maman.2015.Teori Hadis. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya

Sutarmadi, Ahmad. 1998.AL-IMAM AL-TIRMIDZI. Ciputat:PT.

Wacana Ilmu

LOGOS

13

Anda mungkin juga menyukai