Anda di halaman 1dari 19

PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUANTITAS DAN KUALITAS

Guna Memenuhi Tugas Studi Qur’an Hadist Terapan

Dosen Pengampu : DRS. H . UMAR , LC., M.AG

ES/B-1ESR

Disusun Oleh :

1. Muhammad Dava Pratama (2350110056)


2. Adieb Hammami (2350110079)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat, Taufik dan
karunia-Nya serta kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas
kelompok kami dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi
Muhammad SAW.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terkait yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kami yang akan dinilai oleh bapak Dosen sebagai pembimbing mata kuliah
DRS. H . UMAR , LC., M.AG kuliah Studi Qur’an Hadist Terapan .

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna,terdapat kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan, Oleh Karena itu,kritik dan saran yang bersifat positif dan
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini guna memperbaiki
kesalahan sebagaimana mestinya,Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah
wawasan pengetahuan.

Wassalamu’alaikum wr.wb

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Hadist Ditinjau Dari Segi Kuantitas ............................................................................... 2
B. Hadis Ditinjau Dari Segi Kualitas................................................................................... 9
C. Hadis Ditinjau Dari Segi Penisbatannya ....................................................................... 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 15
A. Kesimpulan................................................................................................................ 15
B. Saran .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Sebelum
menerapkan sesuatau yang baru dalam hidup ada kalanya kita harus tau asal muasal
kualitas dari sesuatu perkataan juga perbuatan dari Nabi Muhammad ditulis dalam
hadis. Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-Jadid yang artinya sesuatu yang baru.
Hadis sering disebut dengan al-Khabar yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Seiring
perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang kajian
keilmuan islam, terutama dalam hadis banyak sekali bahasan dalam ilmu hadis yang
sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu
hadis. Maka sebelum memakai hadis adakalanya kita harus tau kualitas dan
kuantitasnya. Didalam makalah ini, akan di sajikan tentang pembagian hadis dari segi
kualitas dan kuntitas sanad. Dari segi kuantitas. Dari makalah ini diharapkan pembaca
bisa mengerti dan memahami hadis dari segi kualitas dan kuantitas. Jadi tidak akan
terjadi keragu-raguan dalam mengikuti amalan yang di perbuat dari hadis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka makalah ini memiliki beberapa
rumusan permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana hadist ditinjau dari segi kuantitas ?
2. Bagaimana hadist ditinjau dari segi kualitas ?
3. Bagaimana hadist ditinjau dari segi penisbatannya?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan maslah diatas, maka makalah ini memiliki beberapa
tujuan masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui hadist yang ditinjau dari segi kuantitas
2. Untuk mengetahui hadist yang ditinjau dari segi kualitas
3. Untuk mengetahui hadist yang ditinjau dari segi penisbatannya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadist Ditinjau Dari Segi Kuantitas


Hadis ditinjau dari segi kuantitas atau dilihat dari sedikit banyaknya perawi
yang menjadi sumber berita, maka hadits terbagi menjadi :
1) Hadist mutawatir
secara bahasa, kata 'mutawatir' merupakan isim fa'il musytaq dari kata
'tawatur' yang bermakna beruntun atau berurutan. Sesuai dengan definisi di atas,
Mudasir mengatakan bahwasanya mutawatir adalah mutatabi, yakni sesuatu
yang datangnya beriringan atau yang datangnya beriringan satu sama lain tanpa
ada jarak. Sedangkan secara istilah, hadis mutawatir merupakan hadis yang
diriwayatkan oleh beberapa orang yang berdasarkan adat kebiasaan tidak
mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Sesuai dengan pengertian di atas
Hasbi Ash-Shiddieqy mengemukakan hadis mutawatir adalah :
‫ي َ الٌم َوقِه ِيو َرياَمِ ِهدِخاَكحهح َّل َواحنوح َك َي ُّفدَ الاَذَهحموحدَ َي ِو‬
ُ ‫محهحؤحطا َ َوتح َّم َه َوتح َيالَومحهحدَدَع ٰىصح‬
‫كحهحر ٰخاَو‬
ِ َ‫س َو ِو ِه َّل َوأ‬ َ ‫طكحهح‬
َ ‫ط‬ َ ‫ ِبذَكال َىلَعِه َيف ََر‬Artinya:Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh
segolongan besar yang tidak terhitung jumlahnya dan tidak pula dapat
dipahamkan bahwa mereka telah sepakat berdusta, keadaan itu terus-
menerus hingga pada akhirnya1.
• Dan menurut istilah, ada beberapa definisi yang dikatakan oleh para ulama
yang memiliki penjelasan yang sama, sebagai berikut:
a) Muhammad al-azaj al-Khutabhi dalam kitab Ushul al- Hadits disebutkan
bahwa hadis mutawatir merupakan hadis yang diriwayatkan oleh
sekumpulan orang yang menurut adat kebiasaan mereka tidak boleh
berbohong, dari sekumpulan orang-orang yang sama (yang tidak boleh
berbohong) sejak awal sanad sampai akhir sanad, dengan keterangan
bahwa tiap-tiap tingkatan sanad jumlah perawinya selalu banyak.
b) Mahmud al-Thuhan dalam kitabnya Taisir Musthalah al-
Haditsmenyebutkan bahwasanya hadis mutawatir merupakan hadis

1
Nazeli Rahmatina, “Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas (Hadis Mutawatir Dan Hadis Ahad),” AL-
MANBA, Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyrakatan, no. 1 (2023): 20–28.

2
yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang menurut kebiasaan
tidak mungkin mereka berbohong.
• Syarat – syarat hadist mutawatir :
a) Hadis yang diriwayatkan oleh perawi harus didasari oleh tanggapan
melalui panca indera. Artinya, berita yang mereka sampaikan haruslah
hasil dari pendengaran atau penglihatan mereka sendiri dan bukanlah
hasil dari pemikiran atau ringkasan dari peristiwa lain.
b) Jumlah para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil
mereka berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang
batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat berdusta, yaitu :
1) Abu Thoyib menentukan minimal 4 orang. Hal ini diqiyaskan dengan
jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.
2) Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal ini diqiyaskan
dengan jumlah Nabi yang bergelar Ulul 'Azmi.
3) Sebagian ulama menentukan minimal 20 orang. Berdasarkan
ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang mukmin yang
tahan uji yang dapat mengalahkan orang kafir sejumlah 200 orang (Q.S.
Al- Anfal : 65).
c) Terdapat keseimbangan jumlah para perawi, dari dalam thabaqat
(lapisan/ tingkatan) awal hingga thabaqat selanjutnya. Jika suatu hadits
diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in
dan seterusnya, jika tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir2.
• Pembagian Hadis Mutawatir
Menurut beberapa ulama, hadis mutawatir itu dibagi menjadi dua, yaitu
mutawatir lafzi dan mutawatir ma'nawi, tapi menurut sebagian yang lain mem-
baginya menjadi tiga, yaitu hadis mutawatir lafzi ma 'nawi dan amali.
Ada juga maksud hadis mutawatir lafz adalah:
‫علَى لفظ َواحِ د‬ ْ ‫ما ت َوات ََر‬
َ ُ‫ت ِر َوا َيته‬
Artinya: Hadis yang mutawatir periwayatannya dalam satu lafal.
Namun ada yang mengatakan bahwa mutawatir lafzi adalah :
‫" ما تواتر لفظه ومعناه‬

2
Haryanti Tutik Utrianto, “Klasifikasi Hadis Ditinjau dari Segi Kuantitas dan Kualitas Sanad,” GHIROH,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam ISSN 1 (2022): 159–70.

3
Artinya: Hadis yang mutawatir lafal dan maknanya.
Contoh hadis mutawatir ma’nawi antara lain yaitu hadis yang
meriwayatkan bahwa Nabi saw. Mengangkat tangannya ketika berdoa.
‫رفع يده حتى ربى بياض إبطه‬
Artinya: Nabi saw. berdoa kemudian dia mengangkat kedua tangannya dan
aku melihat putih ketiaknya.
Hadis semacam ini diriwayatkan dari Nabi saw. berjumlah sekitar 100
hadis dengan redaksi yang berbeda-beda tetapi mem- punyai titik persamaan,
yakni keadaan Nabi saw. Mengangkat tangan ketika berdoa. Adapun yang
dimaksud dengan hadis mutawatir 'amali adalah:
َ ‫صلَّى هللاُ عليه وسلم فعله أو أمر به أو‬
‫غي َْر‬ ُّ ‫ورةِ َوت ََوات ُ َر بَينَ ْال ُم ْسلِمِ ينَ أ َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ َ ‫ِين ِبالض َُّر‬ ِ ‫علَ َم مِ نَ الد‬َ ‫َما‬
‫ع َل ْي ِه‬ َ ‫ذَلِكَ َوه َُو ا َّلذِي يَن‬
َ ‫ط ِب ُق‬

‫ ا ْنطِ بَاقًا‬. ً ‫التعريف اإلجماع الطليقا ً صحيحا‬


Artinya: Sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan
agama dan telah mutawatir antara umat Islam, bahwa Nabi saw.
mengerjakannya, menyuruhnya atau selain dari itu, dan hal itu sesuai dengan
yang diketahui oleh ijmak yang sahih.
Macaman hadis mutawatir ma’nawi ini ada banyak jumlahnya, seperti
hadis yang menerangkan waktu shalat, rakat salat, salat jenazah, salat ‘id, tata
cara salat, pelaksanaan haji, zakat dan lain-lain.

2) Hadis Ahad
Al-Ahad adalah bentuk jama' dari kata ahad , sedangkan menurut bahasa
artinya al-wahid atau satu. Maka khabar wahid yaitu sebuah berita yang
disampaikan dari satu orang. "Adapun menurut istilah hadis ahad, para ulama
berbeda-beda dalam memberikan definisinya, antara lain:
‫س َوا ٌء َكانَ ْال ُمخبِ ُر واحدا أو اثنين أو ثالثة أو أربعة أو‬
َ ‫مالم تبلغ نقلته في الكثرة مبلغ الخبر المتواتر‬
ُ ‫ من ْاْل َ ْعدَا ِد الَّتى ََل ت ُ ْش‬.‫خمسة أو إلى غير ذلك‬
‫عر بأن الخبر دَ َخ َل بها في خير المتواتر‬
Artinya: Hadis yang jumlah perawinya tidak sampai sebanyak jumlah hadis
mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya
yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak
sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir.

4
Terdapat juga ulama lain yang memberikan definisi singkat, seperti;
"Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir", "selain hadis
mutawatir". "Hadis yang sanadnya sahih sampai kepada sumbernya (Nabi),
namun kandungannya memberikan pengertian zanni dan tidak mencapai qath'i
dan yakin.
Berdasarkan pengertian di atas, maka jelaslah bahwa selain jumlah
perawi hadis ahad belum memenuhi jumlah perawi hadis mutawatir, kandungan
hadis ahad juga bersifat zanni, bukan qat'i.
Adanya kecenderungan para ulama dalam memberikan pengertian hadis
ahad di atas disebabkan karena menurut mereka, dari segi jumlah perawi, hadis
itu terbagi menjadi dua, yakni hadis mutawatir dan hadis ahad. Pengertian ini
berbeda dengan pengertian yang disampaikan oleh para ulama yang membagi
hadis menjadi tiga, yaitu hadis mutawatir, hadis masyhur, dan hadis ahad.
Menurut mereka, yang dinamakan hadis ahad adalah:
ُ ‫ان فَأَكثر ما لَ ْو ت ََوفَّ ْر فِي ِه‬
‫شروط المشهور أو المتوار‬ ِ ْ ‫َما َر َواهُ ْال َواحِ دُ أَ ِو‬
ِ ‫اإلثْ َم‬
Artinya: Hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau lebih, yang
jumlahnya tidak memenuhi persyaratan hadis masyhur dan mutawatir.
'Abd al-Wahab Khallaf menyatakan bahwa hadis ahad merupakan hadis
yang diriwayatkan oleh satu, dua, atau beberapa orang. Namun jumlahnya tidak
mencapai jumlah perawi hadis mutawatir. Periwayatan semacam ini terjadi dari
perawi pertama hingga perawi terakhir.
• Pembagian Hadis Ahad
Para ulama secara garis besar membagi hadis ahad menjadi dua, yakni
hadis masyhur dan hadis gair masyhur. Hadis gair masyhur dibagi menjadi
dua, 'aziz dan garib.
a) Hadis Masyhur
Masyhur menurut Bahasa yaitu sesuatu yang sudah tersebar dan
popular, sedangkan secara istilah terdapat beberapa definisi, antara lain:
Menurut ulama Usul:
‫عدَدُ ََل يبلغ حد التواتر ثم تواتر بعد‬
َ ‫ص َحابَ ِة‬
َّ ‫َما َر َواهُ مِ نَ ال‬
‫الصحابة ومن بعدهم‬."
Artinya: Hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilanganny tidak
sampai ukuran bilangan Mutawatir, kemudian baru Mutawatir setelah
sahabat dan demikian pula setelah mereka.
5
Hadis ini disebut masyhur karena telah tersebar luas di tengah-
tengah masyarakat. Beberapa ulama memasukkan hadis masyhur
sebagai hadis yang populer di kalangan masyarakat, meskipun tidak
memiliki sanad sama sekali, baik sahih maupun daif. Ulama Hanafiyah
menyebutkan bahwa hadis masyhur dapat membawa ketenangan jiwa,
dekat dengan keimanan, dan wajib diamalkan, tetapi mereka yang
menolaknya tidak dikatakan kafir.
Hadis masyhur ada yang berstatus sahih, hasan, dan daif. Hadis
sahih masyhur adalah hadis masyhur yang sudah mencapai syarat-syarat
hadis sahih, baik sanad maupun matannya. Beberapa contohnya adalah
sebagai berikut:

‫إِذَا َجا َء أ َ َح ُد ُك ُم ْال َج َمعَةَ فَ ْليَ ْغتَس ِْل‬

Artinya: Bagi siapa yang hendak pergi melaksanakan salat Jum'at,


hendaklah ia mandi.

Contoh lain adalah:

‫ َحتَّى‬، ِ‫ض العِلم يقبض العلماء‬ ُ ِ‫ َولَكِن يقب‬، ‫عهُ مِ نَ ْال ِعبَا ِد‬ ُ ‫ يَنت َِز‬، ‫ض ْالع ِْل َم ا ْبت َِراعًا‬
ُ ِ‫هللا ال يَ ْقب‬
َ ‫إن‬ َّ
‫ض ُّلوا‬ َ َ‫ ف‬، ‫ فَأ َ ْفتُوا بِغَي ِْر ع ِْل ٍم‬، ‫سلُوا‬
َ َ‫ضلُّوا َوأ‬ َ َ‫اس رئوسا جهاالً ف‬ ُ َّ‫ القَ َد الن‬، ‫ِإذَا لَ ْم يي عالما‬

Artinya: Sesungguhnya Allah swt. tidak mencabut ilmu penge-tahuan


secara langsung, akan tetapi Allah mencabutnya dengan mencabut
ulama, sehingga apabila tidak ada seorang alim tertinggal, para
manusia menjadikan pemimpin mereka orang-orang yang jahil. Mereka
(para pemimpin) ditanya.

b) Hadis Gair Masyhur


Hadis gair mayhur ini oleh ulama ahli hadis digolongkan
menjadi ‘aziz dan garib.
1. Hadis ‘aziz
Aziz bisa diambil dari kata 'azz ya'izz yang bermakna la yakadu
yujadu atau gala wa nadar (sedikit atau jarang), dan dapat pula
berasal dari kata 'azz ya'azz yang bermakna qawi (kuat), adapun
menurut istilah adalah sebagai berikut:
ِ ‫طبَقَ ِة اثْ َم‬
‫ان‬ َ ‫ت ُر َواتِ ِه أَ ْو أ َ ْكث َ ُر مِ ْن‬ َ ‫طبَقَة مِ ْن‬
ِ ‫طبَقَا‬ َ ‫َما َجا َء فِي‬

6
Artinya: Hadis yang perawinya dalam satu tabaqah ada dua
perawi atau lebih dari dua.
Mahmud at-Tahhan lebih lanjut menjelaskan bahwa meskipun
beberapa tabaqah memiliki tiga perawi atau lebih, tidak ada
masalah, selama dari semua tabaqah tersebut ada satu tabaqah yang
hanya memiliki dua perawi. Pengertian ini mirip seperti yang
dikemukakan oleh Ibnu Hajar. Ada juga yang berpendapat bahwa
hadis ahad adalah "hadis yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang
perawi".
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya
sebuah hadis dikatakan sebagai hadis ahad tidak hanya jika
diriwayatkan oleh dua orang perawi pada setiap tabaqah, yaitu dari
tabaqah pertama hingga tabaqah terakhir, namun selama terdapat
dua orang perawi pada satu tabaqah, maka hadis tersebut masih
dapat dikategorikan sebagai hadis ahad. Mengenai hal ini, Ibn
Hibban mengatakan bahwa mustahil sebuah hadis diriwayatkan dari
dan kepada hanya dua perawi dalam setiap tabaqah. Secara teori, hal
ini mungkin saja terjadi, namun sulit untuk dibuktikan.
2. Hadis garib
Garib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri) atau al-
ba'id 'an aqrabih (jauh dari kerabatnya), sedangkan seara istilah
ulama berbeda dalam memberikan definisinya. Ulama ahli hadis
memberi definisi sebagai berikut:
َ ‫ع ْن َرا ِو‬
‫غي َْر ِإ َمام‬ َ ‫ع ْن ِإ َمام يجمع حديثه أو‬ َ ‫ِيث الَّذِي تَفَردَ ِب ِه َرا ِوي ِه‬
َ ‫سوا ٌء نفرد ِب ِه‬ ُ ‫ال َحد‬
Artinya: Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu
imamnya maupun selainnya.

Ibn Hajar memberikan definisi:


َّ ‫َما تَفَرد بروايته شخص َواحِ دٌ فِي اي موضع وق َع التَّفَردُ ِب ِه ال‬
َ‫ستَد‬
Artinya: Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang
menyendiri dalam meriwayatkannya, di mana saja penyendirian
dalam sanad itu terjadi.

7
Ada juga yang mengatakan bahwa Hadis Garib adalah hadis
yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam
meriwayatkannya". Penyendirian perawi dalam meriwayatkan hadis
itu biasa berkaitan dengan per-sonalianya, yakni tidak ada orang
yang meriwayatkannya selain perawi tersebut, atau mengenai sifat
atas keadaan perawi itu sendiri, yakni sifat atau keadaan perawi-
perawi berbeda dengan sifat atau keadaan perawi-perawi lain yang
juga meriwayatkan hadis itu. Di samping itu, penyendirian seorang
perawi bisa terjadi pada awal, tengah atau akhir sanad. Dilihat dari
bentuk penyendirian perawi seperti di atas, maka hadis garib dapat
di-golongkan menjadi dua, yaitu garib mutlak dan garib nisbi.

Dikatakakan garib mutlak apabila penyendiriannya itu mengenai


personalianya, sekalipun penyendirian tersebut hanya terdapat dalam
satu tabaqah. Penyendirian hadis garib mutlak ini harus berpangkal
di tempat asal sanad yakni tabiin. Sebab yang menjadi tujuan
memperbincangankan penyendirian perawi dalam hadis garib di sini
ialah untuk menetapkan apakah periwayatannya dapat diterima atau
ditolak. Adapun mengenai sahabat tidak perlu diperbincangkan,
sebab secara umum dan diakui oleh jumhur ulama ahli hadis, bahwa
sahabat itu semuanya adil (J). Dalam pada itu, penyendirian perawi
dalam hadis garib itu dapat terjadi pada tabiin, tabi' tabiin atau pada
seluruh perawi pada tiap- tiap tabaqah. Contoh hadis garib mutlak
antara lain adalah:
‫" الوَلء لحمة كل ْح َم ِة النسب َل يباع وَل يوهب وَل يورث‬
Artinya: Kekerabatan dengan jalan memerdekakan sama dengan
keke-rabatan dengan nasab, tidak boleh dijual dan tidak boleh
dihibahkan dan tidak diwarisi3.

3
Muhammad Nuh Siregar, Ulumul Hadis (Merdeka Kreasi Group, 2023), 66–84.

8
B. Hadis Ditinjau Dari Segi Kualitas
Hadis merupakan perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Yang disandarkan kepada Nabi Muhammad. Dengan
kata lain,hadis ialah segala informasi yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad.
Sebagai contoh, ketika kita berkata -Rasulullah SAW pernah bersabda‖ atau -
Rasulullah SAW pernah melakukan...‖, maka hadis merupakan segala informasi yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara tidak langsung pernyataan itu
sudah dapat dikatakan sebagai hadis. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah, apakah
pernyataan tersebut benar-benar sabda Nabi atau bukan? Sebab belum tentu setiap
informasi yang mengatasnamakan Rasulullah adalah benar-benar valid dan banyak
sekali berita tentang Rasulullah yang dipalsukan untuk kepentingan tertentu. Rasulullah
dipalsukan untuk kepentingan tertentu. Maka dari itu, dengan mengetahui kebenaran
informasi yang mengatasnamakan Rasulullah (hadis) sangatlah penting. sangat penting.
Para ulama hadits membagi hadits berdasarkan kualitasnya menjadi tiga golongan,
yaitu hadits sahih, hadits hasan, dan hadits dhaif.
1) Hadist Shahih
Kata ―sahih‖ juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan
pengertian "sah; benar; sempurna; sehat; pasti; benar; tiada cela (dusta, palsu);
sesuai dengan hukum (peraturan). Sementara itu, yang dimaksud dengan dengan
hadis shahih menurut para Muhadditsin yaitu hadis yang diriwayatkan oleh
periwayat yang adil, sempurna hafalannya, sempurna hafalannya, sempurna
hafalannya.(diriwayatkan) oleh perawi yang adil, sempurna hafalannya,
sempurna (ingatannya), sanadnya bersambung, tidak cacat dan tidak janggal.
Untuk disebut sebagai hadits shahih, maka ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi diantaranya adalah :
• Sanadnya terhubung, artinya setiap rawi dari rawi-rawi tersebut
mengambil hadits secara langsung dari orang yang 115 berada di atas
thabaqahnya mulai dari awal sampai akhir sanadnya.
• Para perawinya harus orang yang adil artinya setiap rawi dari rawi-rawi
hadits tersebut yaitu Islam, baligh, berakal, tidak fasik dan senantiasa
menjaga muru‟ah.
• Kuat hafalannya (dhabit) baik disebabkan ia menghafalnya atau ia
mencatatnya.

9
• Hadits tidak syad (janggal) artinya artinya hadits tersebut tidak menyalahi
(bertentangan) dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang tsiqat
(terpercaya).
• DI Dalam hadits tersebut tidak terdapat illat.
2) Hadist Hasan
Hasan berarti baik. Menurut lughah (bahasa), ia berarti sesuatu sesuatu
yang disukai dan diridhai oleh hawa nafsu. Sementara menurut istilah, para para
ulama berbeda pandangan dalam mengartikan hadis hasan ini. Perbedaan dalam
Perbedaan pendapat ini dikarenakan beberapa di antara mereka ada yang
menggolongkan hadis hasan sebagai hadis yang menempati posisi di antara
hadis sahih dan dha'if. yang dapat dijadikan hujjah.
Ibn Taymiyyah menjelaskan batasan-batasan hadits hadan yang
disebutkan oleh al-Tirmidhi dan menyimpulkan polemik tentang istilah yang
sering dipakai oleh al-Tirmidhi. Hadis hasan menurut Al-Tirmidzi merupakan
(dalam kata-kata Ibnu Taimiyah), hadis yang diriwayatkan dari dua jalur. Kata-
kata Ibnu Taimiyah), hadis yang diriwayatkan dari dua arah (jalan), perawinya
tidak tertuduh dusta, dan tidak terkandung syadz yang bertentangan dengan
hadis-hadis shahih. melanggar hadis-hadis yang shahih. Maka yang dimaksud
dengan syadz menurut versi Tirmidzi yaitu menurut al-Tirmidhi yaitu periwayat
yang meriwayatkan hadis menyalahi orang yang lebih hafal hadis darinya atau
orang yang lebih hafal darinya. Berdasarkan prinsipnya, hadis hasan dan hadis
shahih mempunyai persyaratan yang sama.kecuali dalam hal kehandalannya.
Secara rinci, syarat-syarat hadis adalah sebagai berikut:
• sanadnya bersambung
• perawinya 'adil;
• hafalan rawinya kurang dhabit atau qalil dhabith, yakni kualitas
kedhabit-annya di bawah ke-dhabit-an perawi hadis sahih;
• tidak terdapat kejanggalan atau syadz;
• tidak ber 'illat.

10
3) Hadist Dha’if
Kata dha'if adalah lawan kata dari qawi, yang memiliki arti lemah. Yang
disebut dha'if di sini yaitu maknanya. Sedangkan menurut istilah, hadis dha'if
bisa dimaknai sebagai hadis yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan secara
istilah, dha'if dapat diartikan sebagai hadis yang tidak mencukupi syarat-syarat
hadis hasan atau tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul atau atau hadis
yang tidak memiliki sifat-sifat hadis shahih atau hadis hasan. Sanad-sanad yang
dianggap paling dha‟if yaitu sebagai berikut :
• Sanad-sanad yang lemah yang meriwayatkan hadits dari Abu Bakar
yaitu Sidqah ibn Musa al-Daqiqi dari Farqad al-Subhki dari Marrah
alThibbi dari Abu Bakar.
• Sanad-sanad yang lemah yang berasal dari Negeri Syam yaitu
Muhammad bin Qais al-Mashlub dari Ubaidillah ibn Jarrah dari ‗Ali bin
Yazid dan Qasim dari Abi Amamah
• Sanad-sanad yang lemah yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas
yaitu al-Sudy al-shagir Muhammad ibn Marwan dari al-Kalaby dari Abi
Shalah dari Ibnu Abbas. Menurut Ibnu Hajar rangkaian sanad di atas
lebih dikenal dengan sebutan silsilah al-Dzahab
Contoh dari hadis yang diriwayatkan oleh Hakim al-Atsram dari Abi
Tamimah al-Juhani dari Abu Hurairah: -Siapa saja yang menyetubuhi seorang
istri yang menyetubuhi istrinya ketika ia sedang haid, atau yang menerimanya
melalui dubur, atau yang pergi ke Barangsiapa yang menyetubuhi istrinya
ketika ia sedang haid, atau menyetubuhinya melalui dubur, atau mendatangi
dukun, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad (Al-Qur'an).
Para ulama berbeda pandangan mengenai hukum mengamalkan hadits
dha'if. Kebanyakan ulama menyatakan bahwa mengamalkan hadits dha'if yang
yang berhubungan dengan fadhail al-amal diperbolehkan dengan syarat-syarat
sebagai berikut :
• Kedha‟ifan hadits tersebut tidak terlalu (bukan dha‟if jiddan).
• Banyak hadits lain yang semakna dengan hadits tersebut.

11
• Ketika mengamalkan hadits dha‟if jangan berkeyakinan bahwa hadits
tersebut berasal dari Rasul tetapi harus berkeyakinan sebagai suatu
kehati-hatian4.

C. Hadis Ditinjau Dari Segi Penisbatannya


Hadis merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun izinnya. Menurut para Muhadditsin,
khabar identik dengan hadits. Beberapa ulama berpendapat bahwa Atsar yaitu
periwayatan yang mutlak dari Nabi Muhammad SAW atau para Sahabat (Mahmud Ali
Fayyad, 1998:17) Hadis Nabi yaitu sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur'an
karena merupakan bayan (penjelas) dari ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat
global, umum, dan mutlak (Muhammad Ajjaj al-Khatib, 1989:46).
Dengan demikian hadis menduduki posisi dan fungsi yang cukup signifikan
dalam ajaran Islam. Pada sisi lain, al-Qur’an berbeda dengan hadis, Nabi, misalnya
dari segi periwayatan, al-Qur’an seluruhnya bersifat qath’i al-wurud, sedangkan untuk
hadis Nabi pada umumnya bersifat zhannial-wurud. Di dalam mengklasifikasikan
hadîts, ulama hadîts berbeda-beda didalam menetapkan jumlah macam-macam
hadîts. Ibn Taimiyah mengungkapkan, “secara umum, berdasarkan keadaan Perawi
dan keadaan matan hadits sangat banyak macamnya. Menurut Imam Al-Nawâwiy
pembagian hadîts mencapai 65 macam, menurut Al-Suyûtiy pembagianhadîts
mencapai 82 macam, menurut Ibn Katsîr sebanyak 65 macam danAbu Fadhl al-
Jizâwiy di dalam kitab Al-Turas-membaginya menjadi 63macam.Hal ini terjadi
karena mereka melihat klasifikasinya secara umum,dengan tidak melihat dan
menggunakan tipologi yang jelas(Thohir, 2015)Untuk memudahkan pemahaman dan
pengenalan hadîts nabi besertaistilah-istilah yang terkait dengannya, maka
pemakalah akanmenjabarkannya di dalam makalah singkat yang berjudul Klasifiksi
Hadîts Ditinjau Dari Berbagai Aspek Pembahasannya meliputi : Pembagian hadîts
berdasarkan bentuk asal, pembagian hadîts berdasarkansifat asal, pembagian hadîts
berdasarkan Jumlah periwayat, pembagianhadîts berdasarkan kwalitas serta
pembagian hadîts berdasarkan penisbatan.(Fachruddin Azmi, 2021)
1) Hadist Marfu’

4
Haryanti Tutik Utrianto, “Klasifikasi Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas Dan Kualitas Sanad,” GHIROH,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam ISSN 1 (2022): 159–70.

12
Marfu' dalam bahasa Arab secara etimologi berarti yang diangkat, yang
dimajukan, yang diambil, yang dihimpun, dan yang disampaikan. Sedangkan
hadis marfu' secara terminologis para ulama berbeda pendapat dalam
mengartikannya, di antaranya: Beberapa ulama mengartikan hadis marfu'
dengan : “Sesuatu yang disandarkan kepada nabi secara khusus, baik
berupaperkataan, perbuatan, atau taqrir, baik sanadnya itu
muttashil (bersambung-sambung tiada putus-putus), maupunmunqathi’
ataupun mu’dhal.” beberapa ulama yang lain ada yang mengartikan hadits
marfu’yaitu sebagai berikut: “Hadits yang dipindahkan dari nabi SAW dengan
menyandarkan dan mengangkat (merafa’kan) kepadanya.” Sementara itu
menurut Al-Khatib Al-Bagdadi menyatakan bahwasanya hadits
marfu’ialah : “Hadits yang dikhabarkan oleh sahabat tentang perbuatan
nabi SAW ataupun sabdanya”
2) Hadist Mauquf
Hadits Mauquf merupakan hadits yang disandarkan kepada sahabat,
baik berupa perkataan, perbuatan, Atau Taqriri. “ Hadist yang diriwayatkan dari
para sahabat, yaitu berupa perkataan, perbuatan, Atau Taqrirnya, baik
periwayatannya itu bersambung atau tidak, Pengertian lain menyebutkan :
‫ الصحا بة رضوان هلال عليهم‬, ‫ما َ أِضيُف إَل‬
Artinya : Hadis yang disandarkan kepada sahabat. Dengan kata lain hadis
mauquf adalah perkataan sahabat, perbuatan, taqrirnya. Dikatakan mauquf
karena sandaran-nya terhenti pada thabaqoh sahabat. Kemudian tidak
dikatakan marfu`, karena hadist ini tidak dirafa`kan atau disandarkan pada
Rasulullah SAW.
Ibnu Shalah membagi hadis mauquf kepada dua bagian yaitu mauquf
alMausul dan Mauquf Ghair a-mausul. mauquf Al-Mausul, berarti Hadis
mauquf yang sanadnya bersambung. Dilihat dari segi persambungan ini, hadis
mauhaif yang lebih rendah dari pada mauquf AlMausul. Adapun hukum hadits
mauquf, pada prinsipnya, tidak dapat dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang
menunjukkan (yang menjadikan marfu`
3) Hadist Maqthu’
Menurut bahasa kata al-maqthu’ ‫ المقطوع‬berasal dari kata -‫قطع قطع‬- ‫يقطع‬
– yang berarti terpotong yang merupakan lawan dari kata maushul, yang berarti
terhubung. Menurut Ibnu Hajar Al Asqallani, hadis maqthu' berarti sesuatu yang

13
disandarkan kepada tabi'in, baik perkataan maupun perbuatan mereka, dan tidak
memiliki tanda yang menunjukkan bahwa ia sampai kepada Rasulullah Saw atau
kepada Sahabat Nabi Sallahu alaihi wasallam. Dengan demikian, penjelasan ini
menunjukkan bahwa hadis ini disandarkan kepada tabi'in dan tidak disandarkan
kepada orang lain selain tabi'in5.

5
Adabiyah Islamic Journal, “Jurnal Fakultas Agama Islam HADIST DITINJAU DARI PENISBATANNYA” 1,
no. 2 (2023): 129–40.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari mempelajari tentang ulumul Hadist ini
bahwa Hadist merupakan perkataan,perbuatan bagindaRasulullah SAW dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam ilmu hadist ini juga sangat banyak terdapat bagian-bagian
penting yang harus diperhatikan dari segi semua aspek nya . karena hadist dapat
dikategorikan memiliki beberapa macam dan jenis yang diliat dari keaslian Hadist
tersebut.

B. Saran
Makalah ini menjelaskan tentang hadist ditinjau dari segi kuantitas, kualitas,
dan penisbatannya. Dengan adanya makalah ini diharapkan supaya para pembaca bisa
memahami tentang hadis di tinjau dari segi kuantitas, kualitas, dan penisbatannya

15
DAFTAR PUSTAKA

Journal, Adabiyah Islamic. “Jurnal Fakultas Agama Islam HADIST DITINJAU DARI
PENISBATANNYA” 1, no. 2 (2023): 129–40.
Nazeli Rahmatina. “Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas (Hadis Mutawatir Dan Hadis Ahad).”
AL-MANBA, Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyrakatan, no. 1 (2023): 20–28.
Nuh Siregar, Muhammad. Ulumul Hadis. Merdeka Kreasi Group, 2023.
Utrianto, Haryanti Tutik. “Klasifikasi Hadis Ditinjau dari Segi Kuantitas dan Kualitas Sanad.”
GHIROH, Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam ISSN 1 (2022): 159–70.

16

Anda mungkin juga menyukai