Anda di halaman 1dari 23

WAWASAN FILSAFAT ESENSIALISME

IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dasar Islam
Dosen Pengampu: Dr. Sa’adi, M.Ag

Disusun :
Nama : Uli Fatwati
Nim : 12020200004
Kelas : A

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTASTARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang karena-Nya penyusun dapat menyelesaikan
tugas Filsafat Dasar Pendidikan Islam, yakni menyusun makalah tentang Wawasan
Filsafat Esensialisme Implementasinya dalam Pendidikan Islam. Tak lupa shalawat
serta salam tetap tercurhakan kepada Nabi besar Muhammad SAW, seorang paling mulia
di sisi Allah. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan, hingga ke zaman terang
benerang.

Filsafat adalah sebuah mata kuliah yang selalu menekankan pada


mahasiswanya untuk berfikir kritis. Yang sering kita dengar dalam setiap ayat
suci Al- Qur’an yang mana Allah menyuruh kita umat Nabi Muhammad SAW.
untuk terus berfikir, dan mencari kebenaran yang sebenar-benarnya.

Untuk itulah kami menyusun makalah realisme yang mana adalah salah
satu cabang aliran dalam Filsafat Dasar Pendidikan islam. Segala Saran dan
pendapat kami ucapkan terimakasih. Dan kami memohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila ada kesalahan dalam kepenulisan, dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menguatkan makalah kami.

Salatiga, 5 Oktober 2020.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................1

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2

DAFTAR ISI ......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

A. Latar Belakang...........................................................................................................4

B. Rumusan Masalah......................................................................................................5

C. Tujuan........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6

A. Pengertian Filsafat Pendidikan...................................................................................6

B. Pengertian Esensialisme.............................................................................................8

C. Sejarah Esensialisme ................................................................................................9

D. Tokoh-tokoh Aliran Esensialisme..............................................................................10

E. Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan...............................................................13

F. Konsep Pendidikan Esensialisme Esensialisme.........................................................13

G. Kelebihan Aliran Esensialisme..................................................................................17

H. Kekurangan Aliran Esensialisme...............................................................................17

I. Implementasi Filsafat Aliran Esensialisme dalam Pendidikan Islam .......................18

BAB III PENUTUP...........................................................................................................21

KESIMPULAN...................................................................................................................21

SARAN ...............................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu tema perbincangan yang tidak akan
habis dibahas. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan
faktor penting dalam pembangunan sebuah negara. Filsafat pendidikan adalah
ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-
masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Secara filosofis, pendidikan adalah
hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangjan berdasarkan
cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu
kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya.
Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang
normatif dalam dunia pendidikan yang merumuskan kaidah-kaidah norma atau
ukuran tingkah laku perbuatan yang telah dilaksanakan oleh manusia dalam
kehidupannya. Berfilsafat merupakan salah satu cara berfikir logis dan berfikir
rasional. Terdapat beragai macam-macam aliran filsafat dalam dunia pendidikan
yaitu termasuk salah satunya adalah aliran filsafat pendidikan Esensialisme.
Filsafat pendidikan Esensialisme merupakan salah satu bagian dari berbagai
cabang-cabang aliran filsafat pendidikan.
Aliran filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan
manusia kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama yang telah terbukti
kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan manusia. Menurut esensialisme nilai-nilai
tertanam warisan budaya atau sosial adalah niiolai-nilai kemanusiaan yang
terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah
selama beratus tahun, dan telah teruji dalam gagasan dan cita-cita yang telah teruji
dalam perjalanan waktu. Maka dari itu, dalam makalah ini, akan dibahas tentang
Wawasan Filsafat Esensialisme Implementasinya dalam Pendidikan Islam.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Filsafat Pendidikan?
2. Apa Pengertian Filsafat Esensialisme?
3. Bagaimana Sejarah Filsafat Esensialisme?
4. Siapa Saja Tokoh Filsafat Esensialisme?
5. Bagaimana Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan Islam?
6. Bagaimana Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Esensialisme?
7. Bagaimana Implementasi Filsafat Esensialisme dalam Pendidikan Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Filsafat Pendidikan.
2. Mengetahui Pengertian Filsafat Esensialisme.
3. Mengetahui Sejarah Filsafat Esensialisme.
4. Mengetahui Siapa Saja Tokoh Filsafat Esensialisme.
5. Mengetahui Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan Islam.
6. Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Esensialisme.
7. Mengetahui Implementasi Filsafat Esensialisme dalam Pendidikan Islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan


Pengertian Filsafat Pendidikan Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani
kuno, yaitu dari kata “philos” dan “shopia”. Philos artinya cinta yang
sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat
secara harfiah yaitu cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau
kebijakan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara popular dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam
penggunaan secara popular, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian
hidup (individu), dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). 1
Jadi, filsafat merupakan suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan
manusia yang amat luas. Pemikiran filsafat pada hakikatnya usaha
menggerakkan potensi psikologis manusia tentang kehidupan dan seala
aspeknnya.2
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi sematik dan segi
praktis. Dalam segi sematik perkataan filsafat berasal dari kata Arab
falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang berarti philos
= cinta, suka (loving), dan sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi
philosophiaberarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran.
Pecinta pengetahuan adalalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai
tujuan hidupnya, ataudengan perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada
pengetahuan. Sedangkan filsafat dalam segi praktis, filsafat berarti “alam
pikiran” atau “alam berpikir”. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam
dan sungguh-sungguh. Jadi filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat segala sesuatu kebenaran.3

1
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm.16
2
A. Ghani,JurnalTadris Pendidikan Agama Islam Vol. 16 No. 1 (Filsafat Pendidikan Islam dan Barat
Analisis Perbandingan Konsep dan Tujuan), (Lampung : FTK UIN RIL, 2006), hlm.92
3
Poerwantana dkk, Seluk Beluk Filsafat, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 1987), hlm.1

6
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah berfikir
kritis dan mendalam sampai ke akar-akarnya mengenai sesuatu yang ada
(wujud) secara logis untuk membuktikan kebenarannya. Pendidikan
berasal dari kata didik, artinya bina, mendapat awalan pen-,akhiran –an,
yang makanya sifat dari perbuatan membina atau melatih, atau mengajar
dan mendidik itu sendiri pendidikan secara terminologi dapat diartikan
sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan
yang ditunjukan kepada semua anak didik secara formal maupun
nonformal dengan tujan membentuk anak didik yang cerdas,
berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian tertentu sebagai
bakal dalam kehidupannya dimasyarakat.
Secara formal, pendidikan adalah pengajaran (at-tarbiyah, at-ta’lim).
Muhaimin mengatakan bahwa pendidikan adalah aktivitas atau upaya yang
sadar dan terencana, dirancang untuk membantu seseorang
mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup,
bak yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial).
Sedangkan menurut Zuhairini pendiikan adalah suatu aktivitas untuk
mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur
hidup. Secara subtansial, pendidikan sebatas pengembangan intelektualitas
manusia, artinya tidak hanya meningkatkan kecerdasan, melainkan
mengembangkan seluruh aspek keprbadian manusia. Pendidikan merpakan
sarana utama untk mengembangan kepribadian setiap manusia.4
Filsafat pendidikan adalah pengetahuan tentang sistem berfikir kritis,
sistematis, logis, radikal, kontemplatif, dan spekulatif tentang metode,
pendekatan, pola, dan berbagai model pendidikan yang islami yang
diterapkan secara formal maupun nonformal, baik disekolah, dikeluarga
maupun dilingkungan masyarakat.5
Filsafat pendidikan Islam mengkaji hakikat dan seluk beluk pendidkan
yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, merumuskan berbagai

4
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm.53-54
5
Ibid., hlm.12

7
pendekatan proses pembelajaran, merumuskan strategi pembelajaran,
kurikukulum, dan sistem evaluasi pendidikan dengan lndasan yang digali
dari ajaran Islam serta mengkaji maksud dan tujuan pendidikan Islam yang
khusus maupun yang umum, yang temporal maupun yang eternal.
B. Pengertian Esensialisme
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa inggris yakni
essential (intin atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab
ataju paham. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir
dari perkawinan dua aliran dalm filsafat yakni idealism dan realism.
Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia kata Esensialisme terdiri
dari dua kata yaitu esensi berarti hakekat, inti, dasar. Dan ditamahkan
menjadi esensial yang berarti sangat perlu, sangat berpengaruh.
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance. Esensialisme berusaha
mencari dan mempertahankan hal- hal yang esensial, yaitu sesuatu yang
bersifat inti atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Bagi
esensialisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah
goyah dan kurang terarah. Karena itu esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai- nilai yang memiliki kejelasan dan
tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi
terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan
materialistik. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan- pandangan dari
paham penganut aliran idealisme dan realisme. Jadi, Esensialisme adalah
suatu aliran filsafat yang lebih merupakan perpaduan filsafat idealisme
objektif satu sisi dan realisme objektif sisi lainnya. 6
Esensialisme merupakan filsafat pendidikan tradisional yang
memandang nilai-nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilai-nilai
yang jelas dan tahan lama, sehingga memiliki kestabilan dan arah yang
jelas. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan
reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan

6
Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1987, hlm.117

8
materialistik, sekuler dan gersang dari nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu
juga dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran
idealisme dan realisme.
Aliran esensialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai
kultural historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif
dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua
orang. Pengetahuan ini dilaksanakan dengam memberikan skill, sikap dan
nilai-nilai yang tepat, yang merupakan bagian esensi dari unsur-unsur
pendidikan.
Tujuan umum esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia
dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan
segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum
dipusatkan pada penguasaan materi pelajaran (subject-centered), dan
karenanya fokus pendidikan selama masa sekolah dasar adalah
keterampilan membaca, menulis dan berhitung; sementara pada sekolah
menengah, hal tersebut diperluas dengan memasukkan pelajaran
matematika, sains, humaniora, bahasa dan sastra.7
C. Sejarah Esensisalisme
Sebagai salah satu aliran filsafat, esensialisme telah lahir sejak
zaman Renaisance bahkan dapat dikatakan sejak zaman Plato dan
Aristoteles Esensialisme secara formal memang tidak dapat dihubungkan
dengan berbagai tradisi filsafat, tetapi compatible dengan berbagai
pemikiran filsafat. Tahap- tahap pertama dan perkembangan esensialisme
dapat dilihat dari zaman Renaisance. Hal ini mengingatkan aliran ini
menempatkan cirinya pada alam pikiran manusia. Pada zaman ini telah
muncul upaya- upaya untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan
seni serta kebudayaan purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi.
Esensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme
mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Aliran ini beranggapan bahwa

7
Ali Muttaqin,”Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Islam”,Dinamika,Vol.1,No.1,Desember,2016,67.

9
manusia perlu kembali kepada kebudayaan lama, yaitu kebudayaan yang
telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama. Hal ini mengingat
kebudayaan lama itu telah banyak membuktikan kebaikan- kebaikan untuk
manusia.
Tokoh- tokoh yang tercatat sepanjang sejarahnya antara lain
Desiderius Eramus, Johann Amos Comenius (1592- 1670 M), John Locke
(1632- 1704 M), John Hendrick Pestalozzi (1746- 1827 M), John
Frederick Frobel, Herbei (1776- 1841 M), Immanuel Kant, Schopenhauer
Libneizt Hegel, Kandel, dll. Arthur K. Ellis dkk, menyebutkan bahwa
Esensialisme yang dikaitkan dengan pendidikan diformulasikan oleh Prof.
William C. Bagley namun George Kneller menambahkan dengan nama-
nama seperti Thomas Biggs, Frederick Breed dan Isaac L. Kandel. 8
D. Tokoh- tokoh aliran Esensialisme
Beberapa tokoh utama dalam peneybaran aliran esensialisme adalah:
1. Johan Frieddrick Herbart (1776- 1841)
Herbart merupakan lulusan dari Universitas Konisberg, Jerman
(lahir di Oldenburg, Jerman, 4 Mei 1776- meninggal di Gottingen,
Jerman, 14 Agustus 1841 pada umur 65 tahun) adalah seorang tokoh
pendidik raksasa asal jerman yang ternama dan berpengaruh pada akhir
abad 18 dan awal abad 19. Pemikiran Herart yang berkaitan dengan
pokok pembahasan ini adalah mengenai akal dan pikiran manusia,
menurutnya akal adalah kumpulan gagasan dan pendidik perlu
menolong pela jar untuk menambah pengetahuan. Ia berpendapat
bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan
kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuain dengan hukum
kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart
disebut pengajaran.
2. John Amos Comenius (1776- 1841)
Lahir di Moravia, Ceko 28 Maret 1592- meninggal di
Amsterdam, Belanda, 15 November 1670 pada umur 78 tahun ) adalah

8
Ramayulis,Filsafat pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,2015, hlm.55

10
seorang guru, ilmuwan pendidik dan penulis Ceko. Sumbangan
Comenius begitu berbobot, sehingga dikemudian hari ia menerima
gelar kehormatan Bapa Pendidikan Modern. Berpendapat bahwa agar
segala sesuatu diajarkan melalui indra, karena indra adalah pintu
gerbangnya jiwa.
3. William T. Harris (1835- 1909)
Lahir di North, Killingly, Connectiqut, ia menghadiri Phillips
Andover Academy, Andover, Massachusetts. Ia menyelesaikan dua
tahun di Yale, kemudian pindah ke barat dan mengajar di sekolah di
St Louis, Missouri, 1857- 1880, Dia meninggal pada tanggal 5
November 1909. Tugas Pendidikan adalah menjadikan terbukanya
realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakan dan bersendikan ke
kesatuan spiritual sekolah dalah lembaga yang memelihara nilai- nilai
yang turun menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada
masyarakat.
4. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770- 1831)
Lahir 27 Agustus 1770. Adalah seorang filsuf idealis di Jerman
Barat daya dan meninggal 14 November 1831. Mengemukakan adanya
sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman
yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat
dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel
mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-
hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah
manifestasi dari pemikiran Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan
ekspresi mengenai peraturan yang dinamis mengenai dunia dan
semuanya nyata dalam arti spiritual.
5. George Santaya (1863- 1952)
Lahir 16 Desember 1863, di Madrid Spanyol. Merupakan
seorang penulis berkebangsaan Spanyol, dan meninggal 26 September
1952. Memdukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam
suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai

11
dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman
seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme
menjunjung atas otoriter atau nilai- nilai, namun juga tetap mengakui
bahwa pribadi secara aktif bersifat menetukan nilai- nilai itu atas
dirinya sendiri (memilih, melaksanakan). Dia memadukan anatara
aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengtakan
bahwa nilai tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena
minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya
kualitas tertentu. 9
6. Gabriel Marcel (1889 – 1978)
Marcel adalah filsuf Perancis yang bertitik tolak dari eksistensi.
Sudah sejak tahun 1925, sebelum Kierkegaard dan filsuf eksistensialis
lain membicarakan eksistensi, Marcel telah menulis artikel yang
berjudul Existence et objectivite (Eksistensi dan Objektivitas). Bagi
Marcel, eksistensi adalah lawan objektivitas dan tidak pernah dapat
dijadikan objektivitas. Eksistensi adalah situasi kongkrit saya sebagai
subjek dalam dunia. Misalnya, saya ini warga negara Indonesia, wanita
setengah baya, mempunyai watak tertentu, berasal dari golongan sosial
tertentu, mendapatkan pendidikan tertentu, dst. Pendeknya, eksistensi
adalah seluruh kompleks yang meliputi semua faktor kongkrit –
kebanyakan kebetulan – yang menandai hidup saya.
Yang khas bagi eksistensi adalah saya (sebagai subjek) tidak
menyadari situasi saya itu. Artinya, saya tidak menginsyafi apa artinya
eksistensi saya itu dalam dunia ini. Baru dalam perjumpaan dan
pergaulan dengan orang lain, beberapa manusia akan berhasil lebih
jelas menyadari situasi mereka yang sebenarnya. Dalam arti inilah
eksistensi berarti lapangan pengalaman langsung, wilayah yang
mendahului kesadaran, eksistensi adalah “taraf hidup begitu saja”
tanpa direfleksi. Akan tetapi, supaya hidup saya dalam dunia mencapai
arti yang sepenuhnya, perlu saya tinggalkan taraf prasadar itu dan

9
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Andi Offset, 1990, hlm. 41-43

12
menuju ke kesadaran sungguh-sungguh. Dari relasi-relasi yang semula
dianggap sebagai nasib saya, saya perlu beralih ke suatu kesadaran
yang betul-betul saya terima secara bebas. Dengan kata lain dari
eksistensi saya harus menuju ke “Ada”
E. Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan
Kaum esensialis yakin ada beberapa keahlian yang memberikan
kontribusi terhadap kebaikan manusia, di antaranya membaca, menulis,
dan berhitung, serta tindakan sosial yang rasional. Kompetensi tersebut
merupakan elemen yang sangat baik dan dibutuhkan dalam kurikulum
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar. Sementara pada jenjang
pendidikan menengah kurikulum terdiri dari sejarah, matematika, sains,
bahasa, dan sastra. Setelah menuntaskan pelajaran tersebut, maka siswa
diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan
lingkungan sosial. Pendidikan merupakan persiapan bagi warga
masyarakat yang beradab. Sementara itu, disiplin, keterampilan, seni dan
sains memerlukan pengaturan yang tepat. Oleh karena itu, bagi esensialis
diperlukan guru yang dewasa, memahamai pelajaran, dan mampu
menstranformasikan pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan kepada siswa.
F. Konsep Pendidikan Esensialisme
Kaum esensialis mengemukakan bahwa sekolah harus melatih,
mengajar, atau mendidik peserta didik untuk mampu berkomunikasi
dengan jelas dan logis, Keterampilan-keterampilan inti kurikulum harus
berupa membaca, menulis, berbicara dan berhitung. Selain itu, sekolah
bertanggungjawab untuk memperhatikan penguasaan peserta didik
terhadap keterampilan-keterampilan tersebut, karena implementasi
kurikulum membutuhkan dukungan media, sarana, dan lingkungan yang
memadai. Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat
praktis dan memberi pengajaran yang logis dan mampu mempersiapkan
suatu keterampilan bagi kehidupan peserta didik. Dalam hal ini, sekolah
tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan sosial.

13
1. Dasar dasar Pendidikan Islam
Konsep dasar yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam,
pada dasarnya sama dengan pedoman hidup umat Islam. Dasar acuan
tersebut harus merupakan nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat
menghantarkan pada aktivitas yang dicita-citakan. Nilai yang
terkandung harus mencerminkan nilai yang bersifat universal dan
dapat dikonsumsikan untuk keseluruhan aspek kehidupan manusia,
serta merupakan standard nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan.
Dasar pendidikan Islam menurut Muhaimin dan Mujib
mempunyai dua segi, yaitu dasar ideal dan dasar operasional, yang
dikutip dari Dr. Said Ismail Ali berpendapat bahwa dasar ideal
pendidikan Islam terdiri atas enam macam, ini dasar dasarnya yaitu :
a. Al-Qur’an,
b. Sunnah Nabi Muhammad saw
c. Madzhab Sahabi (kata-kata sahabat)
d. Kemaslahatan Masyarakat (Maslahah Mursalah)
e. Nilai-nilai dan Adat Istiadat Masyarakat (Urf)
f. Hasil Pemikiran Muslim (Ijtihad).
2. Tujuan Pendidikan
Dalam konsep essensialisme, pendidikan bertujuan untuk
meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan
inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang
lama. Budaya tersebut merupakan suatu kehidupan yang telah teruji
oleh waktu dalam tempo lama. Selain itu tujuan pendidikan
esensialisme adalah mempersiapkan manusia untuk hidup. Namun
demikian bukan berarti sekolah lepas tanggung jawab, akan tetapi
memberi kontribusi tentang bagaimana merancang sasaran mata
pelajaran sedemikian rupa, yang pada akhirnya memenuhi kebutuhan
peserta didik untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan.

14
3. Kurikulum
Penguasaan materi kurikulum merupakan dasar yang bersifat
essensialisme general education yangdiperlukan dalam hidup. Belajar
dengan tepat berkaitan dengan disiplin yang diyakini akan mampu
mengembangkan pikiran peserta didik dan sekaligus membuatnya
sadar akan dunia fisik di sekitarnya.
Dengan demikian, tujuan umum aliran esensialisme adalah
membentuk pribadi bahagia di duni dan akhirat. Untuk mencapai
tujuan tersebut isi pendidikan mencakup ilmu pengetahuan, kesenian
dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur
dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran dari suatu kenyataan,
kebenaran dan kegunaan. Maka dalam proses perkembangannya,
kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti
pola idealisme, realisme, behavriorisme, dan sebagainya sehingga
peranan lembaga pendidikan formal atau sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan dapat berfungsi sesuai dengan prinsip-
prinsip dan kenyataan sosial yang ada di lingkungan masyarakat.
4. Peranan Guru dan Sekolah
Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan
budaya dan sejarah pada generasi muda dewasa ini, melalui hikmat
dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional.
Selanjutnya mengenai peranan guru banyak persamaan dengan
perenialisme. Guru memegang peran lebih khusus, di mana guru
dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan, subjek khusus
dan merupakan model yang baik untuk digugu dan ditiru. Guru
merupakan orang yang mengusai pengetahuan, ilmu. Dalam
pendidikan formal, kelas berada di bawah pengaruh dan pengawasan
guru.

15
5. Prinsip-prinsip Pendidikan
Prinsip-prinsip pendidikan yang dianut aliran esensialisme adalah
sebagai berikut:
1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, karena
pendidikan tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.
2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa.
3. Inisiatif proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran
yang telah ditentukan.
4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode trasdisional yang
bertautan dengan disiplin mental.
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.
6. Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental
merupakan metode-metode yang diutamakan dalam proses
pendidikan di sekolah.
Dengan demikian, pendidikan yang berlandaskan aliran
essensialisme berusaha mengenal potensi peserta didik untuk
dikembangkan melalui upaya lembaga pendidikan secara sistemik.
Dalam hal ini peserta didik didorong untuk belajar sendiri dengan
bimbingan dan arahan guru, sedangkan metode tradisional
digunakan sebagai upaya pembentukan mental peserta didik
melalui internalisasi nilai-nilai budaya yang telah mengakar di
masyarakat di mana sekolah itu berada, dalam arti proses
pendidikan beserta pembentukan mental peserta didik tidak
terlepas dari budaya yang telah teruji dan terbukti unggul di
masyarakat bersangkutan.10

10
H.A. Yunus”Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan”,Cakrawala Pendas,Vol.2,No.1,Januari,2016,35-37.

16
G. Kelebihan Filsafat Pendidikan Esensialisme
1. Esensialisme membantu untuk menegmbalikan subject matter kedalam
proses pendidikan, namun tidak menudukung perenialisme bahwa
subject matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam
buku-buku besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat
digunakan namun bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk
dihubungkan dengan kenyataan- kenyataan yang ada.
2. Esensialisme berpendapat bahwa perubahan merupakan suatu
kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan social. Mereka
mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus
terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus-menerus.
Perubahan terjadi sebagai kemampuan intelegensi manusia yang
mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan amandemen cara-cara
bertindak, organisasi, dan fungsi social.
H. Kelemahan Filsafat Pendidikan Esensialisme
1. Menurut Esensialisme, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau
menetapkan kebijakan-kebijakan social. Hal ini mengakibatkan adanya
orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan
mengindoktrinasi siswa dan menyampingkan kemungkinan perubahan.
2. Para pemikir esensialisme pada umumnya tidak memiliki kesatuan
garis karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda. Beberapa
pemikir esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai
embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta
kejuruan yang sukar adalah hal-hal yang benar- benar penting yang
diperlukan siswa agar dapat member kontribusi pada masyarakat.
3. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan,
danmerupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru
merupakan orang yang menguasai penegtahuan dan kelas dibawah
pengaruh dan pengwasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan
ditekankan pada guru, bukan para siswa. 11

11
Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang,1987, hlm. 118-119

17
I. Implementasi Filsafat Esensialisme dalam Pendidikan Islam
Kerangka dasar digunakan sebagai pedoman yang digunakan untuk
implementasi Kurikulum 2013. Kerangka Dasar juga digunakan sebagai
pedoman untuk mengembangkan kurikulum tingkat nasional, daerah, dan
KTSP. Landasan Kurikulum 2013 berupa landasan yuridis, landasan
filosofis, landasan empiris, dan landasan teoritik. Proses pembelajaran
Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intrakurikuler dan pembelajaran
ekstra-kurikuler. Dalam menerapkan pembelajaran di setiap jenjang, maka
untuk jenjang SD diterapkan dengan pembelajaran tematik terpadu. Untuk
standar isi kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran
berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi.
Perubahan penerapan sistem penilaian merupakan penerapan penilaian
berbasis kompetensi. Pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur
kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik
(mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil). Essensialisme adalah istilah yang kurang
jelas dan mencakup paham yang meneliti essensi, yaitu yang membuat
sesuatu adalah sesuatu tersebut, berlawanan dengan kontingensi, yaitu
sesuatu yang hanya kebetulan, yang ketiadaannya tidak meniadakan
sesuatu tersebut. Guru merupakan esensialis yang dewasa dan kompeten
mengidentifikasi kemampuan awal dari setiap anak sebelum
membelajarkan inti kompetensinya. Penilaian pembelajaran yang cocok
dalam pandangan esensialisme adalah esay. Anak diberikan tugas tertentu
dengan nilai tertentu, anak diminta mengembangkannya sendiri tanpa
mereduksi esensi di dalam tugasnya.
Kaum esensialis mengemukakan bahwa sekolah harus melatih,
mengajar, atau mendidik peserta didik untuk mampu berkomunikasi
dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti kurikulum harus
berupa membaca, menulis, berbicara dan berhitung. Selain itu, sekolah
bertanggungjawab untuk memperhatikan penguasaan peserta didik
terhadap keterampilan-keterampilan tersebut, karena implementasi

18
kurikulum membutuhkan dukungan media, sarana, dan lingkungan yang
memadai.
Adapun landasan filosofi Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
(1) pendidikan berakar pada budaya bangsa, kehidupan masa kini dan
membangun landasan kehidupan masa depan; (2) pendidikan adalah
proses pewarisan dan pengembang budaya; (3) pendidikan memberikan
dasar bagi peserta didik untuk berpartisipasi dalam membangun kehidupan
masa kini; (4) pendidikan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki
peserta didik; (5) pendidikan adalah proses ngembangan jati diri peserta
didik; dan (6) pendidikan menempatkan peserta didik sebagai subjek yang
belajar.
Dimensi sikap SD/MI adalah anak memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap: beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
berkarakter, jujur, dan peduli, bertanggungjawab, pembelajar sejati
sepanjang hayat, dan sehat jasmani dan rohani sesuai dengan
perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara (SD/MI) Dimensi
pengetahuan anak adalah memiliki pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar berkenaan dengan: ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya. Mampu mengaitkan
pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara (SD/MI).
Penilaian pembelajaran yang cocok dalam pandangan esensialisme adalah
esay. Anak diberikan tugas tertentu dengan nilai tertentu, anak diminta
mengembangkannya sendiri tanpa mereduksi esensi di dalam tugasnya.12
Kurikulum 2013 merupakan alternatif strategis yang paling tepat
saat ini untuk menjamin keberlangsungan masa depan anak didik
Indonesia. Aliran esensialisme dalam filsafat pendidikan adalah salah satu
aliran yang menghendaki agar setiap anak didik memiliki nilai-nilai utama
12
Junaidin,Komalasari”Konstribusi Esensialisme dalam Implementasi Kurikulum
2013”,JMSP(Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan),Vol.3,No.3,Juli,2019,139-146.

19
yang harus dipegang melewati kehidupan saat ini dan masa depan.
Terdapat 5 tema umum dalam esensialisme: (1) kurikulum pendidikan
dasar harus menekankan keterampilan alat dasar yang berkonstibusi
terhadapt literasi; (2) kurikulum sekunder harus terdiri dari mata pelajaran
dasar yang harus mencakup sejarah, matematika, ilmu pengetahuan, sastra
dan bahasa; (3) disiplin diperlukan dalam situasi sekolah untuk
pembelajaran sistematis yang akan terjadi; (4) penghormatan terhadap
otoritas yang sah, baik di sekolah maupun di masyarakat adalah sikap yang
berharga untuk dibudidayakan pada siswa; (5) pembelajaran keterampilan
atau subjek membutuhkan penguasan pada bagian pembelajar. Aliran ini
mengharapkan agar implementasi dapat dilaksanakan dengan
mengutamakan esensi Kurikulum 2013 secara konsekuen di setiap kelas
pembelajaran.

20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertian Filsafat Pendidikan Aliran Esensialisme
Filsafat pendidikan adalah pengetahuan tentang sistem berfikir kritis,
sistematis, logis, radikal, kontemplatif, dan spekulatif tentang metode,
pendekatan, pola, dan berbagai model pendidikan yang islami yang
diterapkan secara formal maupun nonformal, baik disekolah, dikeluarga
maupun dilingkungan masyarakat.
Esensialisme merupakan filsafat pendidikan tradisional yang
memandang nilai-nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilai-nilai
yang jelas dan tahan lama, sehingga memiliki kestabilan dan arah yang
jelas. Tujuan umum esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia
dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan
segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Fokus
pendidikan selama masa sekolah dasar adalah keterampilan membaca,
menulis dan berhitung; sementara pada sekolah menengah, hal tersebut
diperluas dengan memasukkan pelajaran matematika, sains, humaniora,
bahasa dan sastra.
2. Tokoh- tokoh aliran Esensialisme
Beberapa tokoh utama dalam peneybaran aliran esensialisme adalah:
a. Johan Frieddrick Herbart (1776- 1841)
b. John Amos Comenius (1776- 1841)
c. William T. Harris (1835- 1909)
d. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770- 1831)
e. George Santaya (1863- 1952)
f. Gabriel Marcel (1889 – 1978)

21
3. Implementasi Filsafat Esensialisme dalam Pendidikan Islam
Essensialisme adalah istilah yang kurang jelas dan mencakup
paham yang meneliti essensi, yaitu yang membuat sesuatu adalah sesuatu
tersebut, berlawanan dengan kontingensi, yaitu sesuatu yang hanya
kebetulan, yang ketiadaannya tidak meniadakan sesuatu tersebut. Guru
merupakan esensialis yang dewasa dan kompeten mengidentifikasi
kemampuan awal dari setiap anak sebelum membelajarkan inti
kompetensinya. Penilaian pembelajaran yang cocok dalam pandangan
esensialisme adalah esay. Anak diberikan tugas tertentu dengan nilai
tertentu, anak diminta mengembangkannya sendiri tanpa mereduksi esensi
di dalam tugasnya.
Kaum esensialis mengemukakan bahwa sekolah harus melatih,
mengajar, atau mendidik peserta didik untuk mampu berkomunikasi
dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti kurikulum harus
berupa membaca, menulis, berbicara dan berhitung. Selain itu, sekolah
bertanggungjawab untuk memperhatikan penguasaan peserta didik
terhadap keterampilan-keterampilan tersebut, karena implementasi
kurikulum membutuhkan dukungan media, sarana, dan lingkungan yang
memadai. Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat
praktis dan memberi pengajaran yang logis dan mampu mempersiapkan
suatu keterampilan bagi kehidupan peserta didik. Dalam hal ini, sekolah
tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan sosial
B. Saran
Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
belum sempurna. Penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun, untuk kesempurnaan makalah ini, dengan meningkatkan
wawasan dan pengetahuan kita tentang Wawasan Filsafat Esensialisme
Implementasinya dalam Pendidikan Islam.

22
Daftar Pustaka

Ali Muttaqin,2016,”Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan


Kurikulum Pendidikan Islam”,Dinamika,Vol.1,No.1.

Ghani,2006,”Filsafat Pendidikan Islam dan Barat Analisis Perbandingan Konsep”,


Jurnal Tadris Pendidikan Agama Islam Vol. 16 No.1.

H.A. Yunus,2016,”Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme


dalam Perspektif Filsafat Pendidikan”,Cakrawala Pendas,Vol.2,No.1

Hamdani Ali,1987,Filsafat Pendidikan,Yogyakarta: Kota Kembang.

Hasan Basri,2009,Filsafat Pendidikan Islam,Bandung : Pustaka Setia.

Imam Barnadib,1990,Filsafat Pendidikan,Yogyakarta: Andi Offset.

Junaidin,Komalasari,1019,”Konstribusi Esensialisme dalam Implementasi


Kurikulum2013”,JMSP(Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan),Vol.3,No.3.

Poerwantana dkk,1987,Seluk Beluk Filsafat, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Ramayulis,2015,Filsafat pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.

Uyoh Sadulloh,2012,Pengantar Filsafat Pendidikan,Bandung: Alfabeta.

23

Anda mungkin juga menyukai