Disusun oleh :
NIM 2411419005
Tahun 2019/2020
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Sekilas Sejarah Pertumbuhan
Keilmuan dalam Islam” dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ali Sunarso, M. Pd. selaku
dosen pendidikan agama islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan saya. Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada keluarga, teman, dan pihak-pihak lainnya yang telah mendukung saya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pendidikan
agama islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai sejarah pertumbuhan ilmu dalam islam bagi para pembaca dan juga bagi
saya sendiri. Dalam hal ini, saya ingin membahas mengenai bagaimana
perkembangan pertumbuhan ilmu pengetahuan dalam islam.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya menerima
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Saya mohon maaf jika ada salah kata, kalimat,
dan penulisan, serta jika ada informasi yang berbeda sehingga tidak sama dengan
pengetahuan pembaca lain. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya bagi para pembaca. Terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan........................................................................................................8
DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, antara lain :
1. Mengapa Al -Qur’an sebagai Sumber dari Segala Ilmu Pengetahuan?
2. Kemana Arah Pengembangan Iptek dalam Islam
3. Bagaimana Kedudukan Ilmu pengetahuan dalam islam ?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam.
2. Mengetahui para ilmuan muslim yang telah berjasa dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
3. Mengetahui kontribusi islam dalam perdaban ilmu pengetahuan hingga saat ini.
v
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab علم, masdar dari – َعـِلَم
َيـْع ـَلُمyang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya
dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam
bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan
dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang
sama.
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-
gejala tertentu dibidang pengetahuan. Ilmu memang mengandung arti pengetahuan,
tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis. Ilmu
menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari
banyaknya ayat Al-qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi
dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya
untuk terus menuntut ilmu.
Islam merupakan sebuah agama yang rasional, Menurut Ziaudin Sardar, Islam
telah mengembangkan sebuah kesadaran yang tinggi mengenai kedudukan akal
sebagai inti dalam tradisi agama, dan dalam mempertahankan sikap terhadap ilmu
pengetahuan, Islam tidak hanya menghargai dan menyuruh belajar, tetapi juga
memberikan metode pengamatan yang rasional. Dibawah pengaruh Islam, sains
tumbuh subur dan mempunyai bentuk yang unik, tidak hanya dalam metode, namun
juga dalam epistemology.
Didalam Al-qur’an, kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780
kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al- qur’an sangat
kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri
penting dari agama Islam.
vi
Allah SWT. berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Mujadilah ayat 11 :
vii
A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Sejarah Islam
Bani Abbasiah di Baghdad
Berbicara ilmu pengetahuan dalam sejarah islam, maka tidak lepas dari masa
daulah Abbasiah, yaitu sebuah pemerintahan yang didirikan pada tahun 132 H atau
750 M oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass,
atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al-Abbas al-Saffah. Masa Daulah Bani
Abbasiah ini termasuk masa keemasan islam (the golden age of islam). Penyebabnya
adalah berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat pesat.
Perkembangan ilmu pengatahuan dalam daulah Abbasiah ini dirintis oleh khalifah
yang ke 5, yaitu Abu Ja’far Harun al-Rasyid (786-806). Dia melanjutkan kebijakan-
kebijakan yang dilakukan oleh khalifah-khalifah sebelumnya. Hanya saja, dia tidak
memfokuskan pada perluasan daerah kekuasaan, melainkan pada perkembangan
kebudayaan islam. Apa yang diinginkan oleh Harun Al-Rasyid diwujudkan dalam
bentuk pembangunan-pembangunan sarana-sarana sosial yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, diantaranya: Rumah Sakit dan lembaga pendidikan. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, kebudayaan, serta kesusasteraan terwujud dengan baik pada
masa ini. Maka tak heran ketika di masa ini islam menempatkan dirinya menjadi
negara terkuat dan tak tertandingi.
Sesuatu yang dirintis oleh Harun al-Rasyid ini dilajutkan oleh sang putra mahkota,
al-Makmun. Khalifah yang berkuasa selama kurang lebih 20 tahun ini menjadikan
ilmu pengetahuan semakin berkembang di dunia islam. Salah satu cara yang ia tempuh
adalah dengan melakukan penterjemahan berbagai karya dari beberapa macam disiplin
keilmuan kedalam bahasa Arab. Cara yang dilakukan ini cukup efektif, karena orang
islam akan dengan mudah mempelajari berbagai ilmu yang sebelumnya tidak
ditemukan dalam islam, semisal filsafat, logika, dan lain sebagainya. Sehingga muncul
pada periode ini beberapa filosof muslim, seperti: al-Kindi dan al-Farabi.
Di samping menggalakkan penterjemahan, al-Makmun juga mendirikan pusat
penterjemahan yang sekaligus dijadikan pusat pendidikan yang diberi nama Baitul
Hikmah. Di tempat inilah orang islam semakin memiliki pengetahuan luas.
Pengetahuan yang akan memajukan peradaban islam. Pada masa inilah, Baghdad yang
tak lain sebagai pusat pemerintahan islam didaulat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
viii
Bani Umayyah di Andalusia
Bani Umayyah pertama kali didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan melalui
politik Arbitrase. Masa keemasan Daulah Umayyah ketika dipimpin oleh Khalifah Umar
Bin Abdul Aziz. Hanya saja perkembangan ilmu pengetahuan atau sain masih belum
tampak pada periode-periode ini sampai akhirnya Daulah Umayyah hancur setelah
direbut oleh Bani Abbasiah. Ketika semua keturunan Bani Umayyah dibunuh, dan satu
yang berhasil lari ke Spanyol, yaitu Abdurrahman (756-788).
Bermula dari inilah, perkembangan Islam di Andalusia cukup pesat. Perhatian
pemerintah pada ilmu pengetahuan cukup terasa. Abdul Rahman adalah seorang
pemimpin yang terpelajar, berwibawa dan amat berminat di bidang kesastraan. Karena
begitu cintanya pada bidang itu, ia mendirikan satu tempat khusus di dalam istanyanya
yang diberi nama “Darul Madaniyat” untuk kegiatan kesusasteraan untuk kalangan
wanita Andalus.
Setelah masa Abdul Rahman, penggantinya juga adalah seorang pemerintah yang
menitikberatkan dibidang kelimuan. Jasa beliau yang terbesar adalah tentang penyebaran
bahasa Arab dan melemahkan bahasa aing di di seluruh semenanjung Iberia (Spanyol dan
Portugal). Beliau yang menjadikan bahasa arab sebagai Lingua Franca dalam hubungan
antar bangsa pada zamannya dan zaman berikutnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menjadikan kota-kota di Spanyol
pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan peradaban yang membuat banyak pelajar-
pelajar Eropa menimba ilmu di sana. Andalusia sudah mengetahui bahwa matahari
sebagai pusat tata surya, sedangkan saat itu bangsa Eropa masih memperdebatkan teori
geosentris ptolemeus (bumi sebagai pusat edar). Betapa jauh peradaban Andalusia. Pada
saat itu, Andalusia merupakan sebuah pusat pendidikan. Kota-kota seperti Toledo,
Sevilla, Granada, dan Cordoba adalah tempat yang pernah menjadi sejarah bagi kejayaan
Islam hingga 5 abad lamanya.
Ilmuan-ilmuan pun akhirnya bermunculan saat itu. Ahli matematika (Al-Khwarizmi,
Orang pertama yang menulis buku berhitung dan aljabar), ahli kedokteran (Al-Kindi
penulis buku ilmu mata, Ar-Razi atau Rhazez penulis buke kedokteran, Abu Al-Qasim
al-Zahrawi ahli bedah, Ibnu Nafis penemu sirkulasi darah, dan Ibnu Sina), ahli satra (Ibn
Abd Rabbih, Ibn Bassam, Ibn Khaqan), ahli hukum, politik, ekonomi, astronomi
ix
(Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash, penentu gerhana dan pembuat teropong bintang
modern), ahli hadits dan fikih (Ibnu Abdil Barr, Qadi Iyad), sejarah (Ibn Khaldun
penemu teori sejarah), ahli kelautan (Ibnu Majid). Bahkan penjelajah Andalusia
menginjakkan kakinya di Benua Amerika lima abad sebelum Christopher Colombus.
x
pemakaian gelaran Khalifah itu berlaku kerana Abdul Rahman III melihat bahawa
Kerajaan Bani Abbasiyyah mungkin akan runtuh disebabkan oleh pergolakan yang
menyaksikan al-Mu’tadil dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Gelaran Khalifah ini
sudah tentu akan mengangkat martabat beliau kerana ia akan dianggap sebagai
pemerintah bagi keseluruhan wilayah Islam. Di atas semangat Abdul Rahman III
inilah telah memperlihatkan kejayaan pemerintahan beliau dalam mendirikan pusat
kecemerlangan ilmu, iaitu Universiti Cordova yang terus berdiri megah sehingga hari
ini. Namun begitu, seakan sudah menjadi lumrah bahawa di sana ada kitaran
ketamadunan seperti yang dibicarakan oleh Ibn Khaldun. Kitaran ketamadunan itu
menyebabkan kita berfikir bahawa segala apa yang berada dipuncak pasti akan melalui
zaman menurun. Kitaran inilah yang turut melanda Andalusia sehingga kejayaan yang
dibina semakin lama semakin menunjukkan ketidakmampuan untuk dipertahankan.
Apa yang dimaksudkan ialah ketidakmampuan untuk mempertahankan penguasaan
Islam di sana dari sudut politik pentadbiran, bukannya dari sudut kecemerlangan
intelektual dan fizikal. Kejatuhan Andalusia tidak berlaku sekelip mata, tetapi ia
melalui proses yang panjang. Sayangnya, tiada dikalangan pemimpin umat Islam pada
ketika itu yang berjaya mempertahankan ketuanan Andalusia. Bibit-bibit kejatuhan itu
bermula apabila pemerintahan Andalusia dijuzukkan kepada kerajaan-kerajaan kecil.
xi
adalah jelas ketara setelah Al-Mansur Ibn Abi Amir meninggal dunia pada tahun 392H/
1002 M. Cordova yang masyhur di dalam Bahasa Arab sebagai al-Qurtubah merupakan
bandar terakhir di bawah penguasaan Islam sebelum Andalusia jatuh sepenuhnya ke atas
tangan golongan Kristian. Kedaifan dalam mempertahan pemerintahan Islam di
Andalusia amat menyedihkan. Ia berlaku pada zaman pemerintahan terakhir Islam di
bawah Bani al-Ahmar yang menguasai wilayah terakhir Andalusia iaitu Granada dari
tahun 620 – 897H. Penyerahan wilayah terakhir ini terpaksa dilakukan demi menyelamat
maruah pemerintah Islam di bawah pimpinan Abu Abdullah daripada diguling dengan
lebih teruk. Penyerahan dalam bentuk perjanjian yang ditandatangani oleh pihak Islam
dan Kristian itu dilakukan dan penyerahannya kepada Raja Kristian Sepanyol iaitu
Ferdinand dan Isabella. Perjanjian yang dikatakan mempunyai 67 perkara itu antara lain
menjamin keselamatan orang Islam untuk tinggal di Sepanyol dan juga jaminan
keselamatan sekiranya mereka ingin keluar dari Sepanyol menuju ke daerah lain,
terutama untuk kembali ke daerah Afrika Utara. Namun perjanjian yang tidak pernah
ditunaikan oleh pihak Kristian itu nampaknya menjadi senjata yang menikam umat Islam
terus menerus sehingga mereka tidak lagi mampu bertahan, apatah lagi untuk merampas
kembali Andalusia ini. Kesan-kesan peninggalan umat Islam, ketamadunan yang dibina
dan seumpamanya telah banyak dimusnahkan. Penulis ketika menjejaki kaki ke
Andalusia seketika dahulu melihat sendiri bagaimana kota yang dibina oleh
pemerintahan Islam kelihatan
dihancurkan dan hampir tidak ditemui oleh para sejarawan dan ahli arkeologi. Dalam
kes ini, lebih jelas jika dilihat bagaimana kota Madinah al-Zahra17 ditemui dalam
keadaan yang sangat menyedihkan dengan runtuhan kota itu seolah tidak dapat untuk
diselamatkan. Walaupun kota ini dikhabarkan musnah akibat pergolakan dan peperangan
saudara pada tahun 1010M, namun keunggulan kota ini terus malap apabila Andalusia
jatuh ke tangan bukan Islam. Ketika Bani Ahmar memerintah Andalusia, wilayah
pemerintahan mereka sudah menguncup, tidak lagi sepertimana pada zaman
kegemilangan pemerintahan Abdul Rahman III. Secara khusus, pemerintahan mereka
hanya melibatkan wilayah Granada sahaja yang menjadi daerah terletaknya istana yang
masyhur iaitu istana Al-Hamra’ atau dalam bahasa Sepanyol hari ini lebih dikenali
sebagai al-Hambra.18 Oleh kerana berlaku perselisihan keluarga dalam hal mewarisi
kepimpinan, akhirnya telah menyebabkan pergolakan anak-beranak berlaku dan
seterusnya melemahkan lagi pemerintahan Islam di Granada ini. Disebabkan Abu
Abdullah tidak berpuas hati dengan pewarisan takhta yang ditunjukkan oleh bapanya
xii
sendiri, iaitu kepada saudaranya yang lain, lalu beliau memberontak sehingga dalam
pemberontakan tersebut telah mengorbankan nyawa bapanya. Namun, takhta
pemerintahan tidak menyebelahi Abu Abdullah, tetapi ia beralih kepada Muhammad ibn
Sa’ad.
Lalu perancangan dibuat dalam bentuk kerjasama antara Raja Ferdinand dan Abu
Abdullah untuk merampas kembali takhta pemerintahan. Rampasan itu berjaya,
ringkasnya Abu Abdullah dapat menduduki takhta tetapi bagi jangkamasa yang
pendek disebabkan tekanan dari Ferdinand untuk mendapatkan habuan. Habuannya
tidak lain tidak bukan ialah penyerahan wilayah Granada ini kepada beliau, lantas
masyhurlah Ferdinand yang beristerikan Isabella sebagai raja yang berjaya
menumbangkan kerajaan terakhir Islam di Andalusia. Kejatuhan Andalusia rupanya
adalah kelemahan pemerintahan yang sanggup menggadai prinsip mereka demi
mendapat bantuan sokongan untuk menduduki takhta yang hanya buat sementara
sahaja. Selain itu, ia turut disebabkan beberapa faktor, yaitu:
xiii
Perbezaan fikrah yang wujud dalam kalangan mereka banyak membawa keruntuhan
dan kurang usaha untuk bekerjasama dalam hal-hal yang disepakati. Kesan daripada
kejatuhan inilah umat Islam dihina dan dihalau keluar dari Andalusia. Ia turut terpalit
kepada kaum Yahudi, di mana tiada kuasa yang boleh melindungi mereka setelah
kerajaan Islam menjadi lemah seterunya runtuh. Kehinaan yang diterima sepertimana
berdasarkan perintah yang dikeluarkan pada tahun 1492M iaitu setiap orang Yahudi
yang enggan dibaptis, mereka perlulah keluar dari Andalusia dalam tempoh 3 bulan.
Ia dikuti perintah yang dikeluarkan 10 tahun selepas itu kepada mereka yang tidak
mahu dibaptiskan, iaitu perintah pada Februari 1502 di mana pihak Kristian mengusir
golongan pendatang yakni orang Islam dari Seville dan sekitarnya.19 Jelas, kejatuhan
pemerintahan yang berlaku bukan sekadar peralihan kuasa politik, tetapi ia turut
memberi kesan kehinaan kepada umat Islam, malah ada di antara mereka yang
diperangi ketika sudah bersedia keluar dari Andalusia.
xiv
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peranan yang diambil umat Islam yang utama dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi setidaknya ada 2 (dua). Yang pertama, menjadikan Aqidah
Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam,
yang bukan paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam
membangun struktur ilmu pengetahuan. Dan yang kedua, menjadikan syariah Islam
sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat
utilitarianisme yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam
mengaplikasikan iptek. Jika kedua peran ini dapat dilakukan oleh umat Islam dengan
baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga
seluruh umat manusia.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Elmubarok, Zaim. 2018. Islam Jalan Lurus. Semarang: Asosiasi Penerbit Perguruan
Tinggi Indonesia.
Karim,Abdul. 2014. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Kudus. Fikrah Journal
of Aqidah dan Filsafat Islam STAIN Kudus.
xvi