Anda di halaman 1dari 16

Tugas : Agama Islam

“ BUDAYA AKADEMIK, ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN KEADILAN”

DI SUSUN
O
L
E
H
Kelas 1A Keperawatan
Kelompok 3:

Rika Ayu Mayarianti


Sunarti Ismail
Noviyanti S. Totamu
Frisca Frans
Indriani Harmain
Sulistiani Bau
Doni Saputra Ambo

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

PROGRAM D-III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/202


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepadat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam ini dengan
tepat waktu yang berjudul “Budaya Akademik, Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan
Keadilan”.
Kami meyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik pada
teknik penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Kami ucapkan Terima Kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini. Semoga mereka memperoleh
balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Kuasa, Amiin Yaa
Robbal’Alamiin.

Gorontalo, 22 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 3
1.3 Tujuan……………………………………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Budaya Akademik dalam Pandangan Budaya Islam…………….. 4
2.1.1 Pengertian Budaya Akademik…………………………………… 4
2.1.2 Pembahasan Tentang Budaya Akademik……………………….. 6
2.2 Etos Kerja, Sikap Terbuka Dan Keadialan Dalam Pandangan Agama Islam…. 8
2.2.1 Etos Kerja………………………………………………………….. 8
2.2.2 Sikap Terbuka……………………………………………………… 9
2.2.3 Bersikap Adil………………………………………………………. 11
2.2.4 Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam……………. 12
AB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….. 14
3.2 Saran…………………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Islam adalah agama yang universal, karena itu masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat sudah barang tentu diatur di dalam ajaran Islam. Kajian tentang Al Quran serta
kandungan ajarannya tampaknya tidak akan pernah selesai dan akan berlanjut sepanjang zaman.
Keajaibannya akan senantiasa muncul kepermukaan bagaikan mata air yang tidak pernah kering
dan akan selalu menjadi inspirasi kehidupan ummat Islam. Al Quran akan selalu hadir dalam
kehidupan yang sarat dengan berbagai persoalan hidup yang dialami oleh umat Islam. Di sinilah
letak salah satu keunikan Al Quran itu dan dari sini kita dapat memahami mengapa orang yang
mempercayainya tidak akan pernah meragukan validitas ajarannya dan menganggapnya sebagai
kebenaran mutlak dan final meski dipihak lain orang yang meragukan dan tidak mempercayainya
selalu berupaya untuk meruntuhkan kebenaran Al Quran baik dengan cara halus atau kasar,
dibungkus dengan metode ilmiah yang mengandung distorsi atau bahkan hanya dengan hujatan,
tanpa mengandung ilmiah yang layak dalam kajian akademis.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sudah representatif untuk mewujudkan
pendidikan multikultural(beragam budaya). Budaya merupakan Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang Budaya Akademik menurut
Islam, Budaya Etos Kerja menurut Islam, Budaya Sikap Terbuka dan Adil menurut Islam.

1.2. RUMUSAN MASALAH


a) Apa makna budaya akademik dalam sudut pandang Islam?
b) Apa yang dimaksud etos kerja, sikap terbuka dan keadilan menurut pandangan Islam?

1.3. TUJUAN
a) Memahami makna budaya akademik dalam pandangan islam
b) Memahami maksud dengan etos kerja, sikap terbuka dan keadilan dalam pandangan agama isla
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 BUDAYA AKADEMIK DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM

2.1.1 Pengertian Budaya Akademik


Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang berkembang
dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana
adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama,
tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh
ilmu pengetahuan. Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun Al-'Alaq 96: l-5 tergambar
dengan jelas betapa kitab suci Al-quran memberi perhatian yang sangat serius kepada
perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga Allah SW'T menurunkan petunjuk pertama
kali adalah terkait dengan salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang
dalam redaksi ayat tersebut menggunakan redaksi "iqra" . Makna perintah tersebut
bukanlah hanya sebatas membaca dalam arti membaca teks, tetapi makna iqra' adalah
membaca dengan melibatkan pemikiran dan pemahaman dan itulah kunci perkembangan
ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah kemanusiaan. Dalam kontek modern sekarang
makna iqra' dekat dengan makna reading with understanding (membaca disertai dengan
pemahaman).
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu
pengetahuan. Penggalan ayat 3l dari Surat Al-Baqarah yang berbunyi "Dia mengajarkan
kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya", juga mengandung arti bahwa
salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikam apa yang
terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga ini
mengantarnya mengetahui. Di sisi lain kemampuan manusia merumuskan ide dan
memberikan nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia
yang berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu. Etos untuk terus
menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan bahwa yang disebut belajar atau
menuntut ilmu bukan hanya pada musim tertentu atau dalam formalitas satuan
pendidikan tertentu, melainkan sepanjang hayat masih dikandung badan maka kewajiban
untuk terus menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslim. Salah satu hikmahnya
adalah bahwa kehidupan terus mengalami perubahan dan perkembangan menuju
kemajuan, maka kalau seorang muslim tidak terus menambah pengetahuannya jelas akan
tertinggal oleh perkembangan zaman yang pada gilirannya tidak dapat memberikan
kontribusi bagi kehidupan. Al-quran jelas membedakan antara orang yang
berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan.
4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT. Secara garis besar manusia dapat
dibedakan ke dalam dua kelompok besar; pertama, orang yang sekedar beriman dan
beramal, dan yang kedua adalah orang yang beriman dan beramal shalih serta memiliki
pengetahuan. Posisi atau derajat kelompok kedua ini lebih tinggi bukan saja karena nilai
ilmu yang dimiliki, tetapi juga amal dan usahanya untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki
tersebut, baik melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan. Ilmu yang dimaksud tentu saja
bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun yang rnembawa maslahat bagi kehidupan
manusia.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang
dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian juga
dengan amal shalih.
2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat Allah
yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah
SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi
yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
2.1.2 Pembahasan Tentang Budaya Akademik
Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang berkembang d
Indonesia, menegaskan berbagai macam pendapat di antaranya :
1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik
yang disepakati oleh sebagian besar (167/76,2%) responden adalah “Budaya atau sikap hidup
yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik,
yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan
obyektif oleh warga masyarakat akademik” Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik
tersebut didukung perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut “Ciri-ciri
Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya :
1) Penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif.
2) Pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral.
3) Kebiasaan membaca.
4) Penambahan ilmu dan wawasan.
5) Kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat.
6) Penulisan artikel, makalah, buku.
7) Diskusi ilmiah.
8) Proses belajar-mengajar.
9) Manajemen perguruan tinggi yang baik.

2. Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden (163/74,4%) mengenai Tradisi Akademik adalah,
“tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses
belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa seperti menyelenggarakan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional
dan inovatif di lingkungan akademik”
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara pandito
dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui
lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain
seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi berpikir kritis-
analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya
perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus
diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan ewuh-
pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap tradisi
lapuk, terutama dalam paradigma patron-client relationship yang mendarah-daging.

3. Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang (65,7%)
responden adalah kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika
(mahasiswa dan dosen) untuk bertanggung jawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya
penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional.
Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan,
menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam
kerangka akademis (Kistanto, et. al., 2000: 86). “Kebebasan Akademik” berurat-berakar
mengiringi tradisi intelektual masyarakat akademik – tetapi kehidupan dan kebijakan politik
acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang
otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan internasional
kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan
kebebasan berpendapat (lihat CODESRIA 1996, Forum 1994, Daedalus Winter 1997, Poch
1993, Watch 1998, Worgul 1992).Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan
akademik yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang
panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di
era pemerintahan Suharto (lihat Watch 1998). Kini kebebasan akademik telah berkembang
seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin berkembang
begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak terbatas dan “tak
bertanggungjawab,” sampai pada pemerintahan Megawati, yang makin sulit mengendalikan
perkembangan kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam
kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan hambatan
dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan
berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa.
Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan
kebebasan akademik pada lazimnya meliputi :
1. Penerbitan buku tertentu.
2. Pengembangan studi tentang ideologi tertentu.
3. Pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang bertentangan
dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau negara.

2.2 ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN KEADILAN DALAM PANDANGAN AGAMA
ISLAM

2.2.1 Etos Kerja


Telah disebutkan terdahulu hakikat manusia terletak pada eksistensinya. “Eksistensinya”
berarti berpikir untuk mencipta yang menghasilkan produk atau ciptaan. Dengan kata lain
hakikat manusia adalah kerja. Konsekuensi logisnya adalah berhenti bekerja hilang hakikatnya
sebagai manusia. Telah disebutkan pula bahwa Islam lebih mementingkan amal dari pada
gagasan atau terminal terakhir adalah amal. Amal identik dengan kerja dan sekali lagi hakikat
manusia adalah kerja.
Alquran sendiri memandang amal itu begitu penting. Kata amal dan berbagai kata yang
seakar kata dengannya seperti ya’malun, ta’malun, ‘amila, i’malu dan yang sejenisnya disebut
dalam Al-Quran sebanyak 192 kali. Kata amal shalih yang dirangkai dengan kata iman sebanyak
46 kali. Ini berarti hakikat manusia atas dasar pendekatan kebudayaan maupun agama adalah
sama yaitu terletak pada kerja atau amal. Kesimpulan ini didukung oleh pepatah:
‫ا لعلم بال عمل كا لنخل بال عسل‬
(ilmu tanpa amal bagaikan lebah tanpa madu) atau
‫ا لعلم بال عمل كا لشجر بال ثمر‬
(ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah).
Dengan demikian manusia yang tidak beramal atau tidak bekerja hakikat
kemanusiaannya tidak utuh, atau bahkan hilang hakikat kemanusiaannya.
Supaya manusia tidak hilang hakikat kemanusiaannya, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya
supaya terjauh dari sifat pemalas.

Allah Berfirman:
“ Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan
Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) “.( QS Al
An’am : 160 ).
Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa yang beramal baik pahalanya dilipatgandakan 10
kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman bahwa orang yang beramal baik itu berakhir dengan
keberuntungan (Abd al-Baqi, [t.th.]:668).

2.2.2 Sikap Terbuka


Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam Islam.
Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak jujur antara lain adalah korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita (bangsa Indonesia)
merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai bangsa amat korup. Dengan
demikian terjadi fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu menghancurkan yang bathil, justru
dalam tataran praktis seolah-olah yang haq bercampur dengan yang bathil. Tampilan praktisnya,
salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang salah.
Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan
pelaksanaan atas ajaran. Dapat dicontohkan di sini, ajaran berbunyi:
Artinya :
“ ….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..” ( QS.
Al ‘Ankabut : 45 ).
Manusia merespon terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah itu ia mewujudkan
keimanannya dengan melakukan salat dan di luar pelaksanaan salat mencegah diri untuk berbuat
keji dan munkar.
Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan pelaksanaan ajaran adalah jika terlanjur
berbuat salah segera mengakui kesalahan dan memohon ampunan kepada siapa ia bersalah
(Allah atau sesama manusia). Jika berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan
bertaubat kepada-Nya.

Artinya :
“ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka…. “ ( QS. Ali Imron
: 135 ).
Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf kepadanya tidak usah menunggu
lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap Allah maupun kepada selain-Nya ini
merupakan sikap jujur dan terbuka. Menurut Islam sikap jujur dan terbuka termasuk baik. Nabi
bersabda:
‫ وا ن ا لكذ ب يهد ا‬.‫ا ن ا لصد ق يهدى ا لى ا لبر وا ن ا لبر يهدى ا لى ا لجنة وا ن ا لرجل يصد ق حتى يكتب عند هللا صد يقا‬
)‫ وا ن الرجل ليكذ ب حتى يكتب عند هلل كذا با( متفق عليه‬.‫ وا ن ا لفجور يهدى ا لنا ر‬.‫لى ا لفجور‬
(Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu mengarah ke surga.
Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia ditetapkan sebagai orang yang jujur.
Sesungguhnya bohong itu menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka.
sesungguhnya lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai pembohong.
Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)).
2.2.3 Bersikap Adil

Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang kepada
kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang (Kamus Besar, l990 :6-7) Dari masing-
masing arti dapat dicontohkan sebagai berikut:
(1) Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-putrinya tidak berat sebelah.
(2) Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak memihak kepada salah satu yang
bersengketa.
(3) Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang kepada
kebenaran.
(4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani oleh murid.
(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-wenang terhadap
yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap adil amat
positif secara moral.
Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak orang. Dalam contoh-
contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan orang lain. Adil juga dapat
dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan
amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000: 24). Dalam
definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk energi.
Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan hawa nafsu
sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti hawa nafsu,
karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri sendiri dan orng lain.
Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang (al-
Hufiy, 2000 :26). Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-
Hikmah berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah, baik
dan buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar, yang baik,
dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga sifat utma
ini jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi kecerdasannya
dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada ‘iffah di dalam dirinya.
Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu akan menampakkan profil
preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya. Orang cerdas dan berani lalu
digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah adalah tidak baik karena
tidak ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian dalam semua suasana secara
terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri.
Jika antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara seimbang dalam diri
seseorang, maka orang itu akan bersikap adil. Orang berani melakukan sesuatu setelah
ditimbang-timbang bahwa sesuatu itu baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga
baik . inilah gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang tidak berani
berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan karena takut. Dengan dimikian adil adalah
puncak dari ketiga sifat utama tersebut.
Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus menerus secara berkesinambungan, yang
bererti pembiasaan berlaku adil. “Mulai sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri
sendiri”,Inilah komitmen untuk mulai pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat
dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang lain, apalagi kalau yang memulai
komitmen itu adalah orang yang memiliki pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena
salah satu naluri manusia adalah meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para fansnya
akan meniru tidak adil pula.

2.2.4 Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam


Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki. Di
antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi,sikap terbuka dan berlaku
adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya
sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi dan sebagai hamba yang
berkewajiban untuk beribadah kepad aAllah SWT. Beberapa petunjuk Al-Qur’an agar dapat
meningkatkan etos kerja antara lain;
1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja
yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.

Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka dan jujur, seseorang tidak mungkin meraih
keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalu tidak memiliki sikap terbuka
dan jujur. Karenaorang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak
dapat bekerjasama dengan orang lain. Apalagi kalu tidak jujur maka energinya akan tersita untuk
menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-qur’an dan Hadis memberi apresiasi yang
tinggi tehadap orang yang terbuka dan jujur. Buah dari keterbukaan seseorang maka akan
melahirkan sikap adil. Makna yang diperkenalkan Al-qur’an buka hanya dalam aspek hukum
melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al-
qur’an memberi petunjuk bahwa sikap adil dissamping kepada Allah SWT dan orang lain atau
sesama makhluk juga kepada diri sendiri.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Budaya akademik (Academic culture), Budaya Akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas
dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga
masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian. Dalam islam kita
dianjurkan untuk menempuh pendidikan yang paling tinggi, oleh karenanya setiap insan yang
bisa menempuh kediatan akademisi dengan baik sesuai norma agam islam akan beroleh tempat
yang tinggi di akhirat kelak.
2. Etos kerja menurut islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk
menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi
hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau
pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat
sekelilingnya serta negara. Dengan kata lain, orang yang berkerja adalah mereka yang
menyumbangkan jiwa dan enaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan negara tanpa
menyusahkan orang lain. Oleh karena itu, kategori ahli Syurga seperti yang digambarkan dalam
Al-Qur’an bukanlah orang yang mempunyai pekerjaan/jabatan yang tinggi dalam suatu
perusahaan/instansi sebagai manajer, direktur, teknisi dalam suatu bengkel dan sebagainya.
Tetapi sebaliknya Al-Quran menggariskan golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu
adalah orang yang banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya, baik tutur katanya,
memelihara pandangan dan sikap malunya pada-Nya serta menunaikan tanggung jawab
sosialnya seperti mengeluarkan zakat dan lainnya
3. Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam Islam.
Lawan dari jujur adalah tidak jujur, islam sangat mengutamakan tindakan yang jujur dan adil

3.2 SARAN
Untuk menuntut dan mengamalkan budaya akademis, sikap etos kerja, sikap terbuka, dan
keadilan harus kita dasar dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt agar dapat
memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.
Daftar Pustaka

http://alifviarahma.com/2015/06/budaya-akademik-etos-kerja-sikap.html

http://fisikaituunique. com/2014/10/contoh-makalah-budaya-akademik-etos.html

Anda mungkin juga menyukai