Anda di halaman 1dari 15

NAMA : SOFIA NABILLA

NIM : 0703192034

KELAS : MM – 4 SEMESTER III

MATA KULIAH : AKHLAK TASAWUF

REVIEW BUKU (I)

1. Buku tentang makna normativitas dan historisitas, juga unsur-unsur nomrativitas dan
historisitas.

2. Sumber :

Judul Buku : Metodologi Studi Islam

Penulis : Dr. H. M. Rozali, MA

Penerbit : Rajawali Buana Pusaka

Tahun Terbit : Februari 2020 (Cetakan Pertama)

Editor : Dr. Solihah Titin Sumanti, M. Ag

Perancang Sampul : Tim Kreatif Rajawali Buana Pusaka

Halaman : 128 Halaman

ISBN : 978-623-7787-00-6
3. Isi :

A. Pengertian Normativitas

Normativitas adalah suatu ajaran yang ditelaah lewat berbagai suatu


pendekatan dari sumber-sumber hukum tentang persoalan ketuhanan. Islam Normatif
adalah pengumpulan sumber-sumber hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan
Hadist/Sunah Nabi yang kebenarannya bersifat mutlak yang murni dari firman Tuhan
tanpa ada campur tangan manusia. Sebagai contoh yaitu turunya ayat al-Qur’an
merupakan aspek normatif Islam yang kedudukannya adalah absolut, sehingga
kebenaran yang ada di dalam al-Qur’an merupakan kebenaran yang pasti. Islam
Normatif dimaknai sebagai Islam yang datang memuat nilai-nilai, aturan, etika yang
murni dari Tuhan tanpa adanya intervensi manusia.

Islam normatif memuat seperangkat nilainilai yang kebenarannya absolut.


Pada umumnya, normativitas ajaran wahyu (teologis-normatif) dibangun, diramu,
dibakukan, dan ditelaah lewat pendekatan doktrinal-teologis. Pendekatan ini
berangkat dari teks yang sudah ditulis dalam kitab suci.

Teologi adalah pemikiran tentang persoalan ketuhanan. Contoh persoalan


ketuhanan di antaranya adalah adanya Nabi palsu dan manusia pada umumnya dapat
mempercayainya. Untuk mengatasi hal tersebut seseorang harus mengetahui arti dari
Islam normatif dan historis dengan sesungguhnya.

Berkenaan dengan pendekatan teologi tersebut, Amin Abdullah mengatakan


bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial
pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih-lebih lagi kenyataan demikian harus
ditambahkan bahwa doktrin teoligi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri
sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang
mendukung keberadaanya. Kepentingan ekonomi, sosial, politik, pertahanan selalu
menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu
komunitas masyarakat tertentu. Bercampur aduknya doktrin teologi dengan
historisitas institusi sosial kemasyarakatan dapat menyertai dan mendukungnya
sehingga menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat beragama. Tapi, justru
keterlibatan institusi dan pranata sosial kemasyarakatan dalam wilayah keberagamaan
manusia itulah yang kemudian menjadi bahan subur bagi peneliti agama. Dari situ,
kemudian muncul terobosan baru untuk melihat pemikiran teologi yang
termanifestasikan dalam “budaya” tertentu secara lebih objektif lewat pengamatan
empiric factual serta pranatapranata sosial kemasyarakatan yang mendukung
keberadaannya.

Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan


normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang
pokok dan asli dari tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran
manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran
mutlak dari tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal.
Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.
Untuk agama islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai
luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan,
kebersamaan, kesetiakawanan, tolongmenolong, tenggang rasa, persamaan derajat,
dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi, agama tampil menawarkan keadilan,
kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan,
agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi
yang setinggitingginya, menguasai keterampilan, keahlian, dsb. Demikian pula untuk
bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik, dsb, agama tampil sangat
ideal dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang
bersangkutan.

B. Pengertian Historisitas

Historis adalah peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Islam


Historis merupakan islam sebagaimana yang dipahami dan dipraktekkan oleh ummat
islam yang kemudian melahirkan peradaban islam. Sebagai contoh yaitu keterlibatan
suatu peristiwa yang menyebabkan sebuah ayat al-Qur’an itu turun.

Ketika Islam dilihat dari sisi historis atau sebagaimana yang tampak alam
masyarakat, Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu atau ilmu keislaman. Kajian
historisitas keagamaan ditelaah lewat berbagai pendekatan keilmuan sosial-
keagamaan yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat pendekatan historis,
filosofis, psikologis, sosiologis, kultural, maupun anthropologis.

Islam Historis atau Islam sebagai produk sejarah adalah Islam yang dipahami
dan islam yang dipraktekkan kaum muslim di seluruh penjuru dunia, mulai dari masa
Nabi Muhammad Saw sampai sekarang. Islam historis merupakan unsur kebudayaan
yang dihasilkan oleh setiap pemikiran manusia dalam interpretasi atau
pemahamannya terhadap teks, maka islam pada tahap ini terpengaruh bahkan menjadi
sebuah kebudayaan. Dengan demikian semakin adanya problematika yang semakin
kompleks, maka kita yang hidup pada era saat ini harus terus berjuang untuk
menghasilkan pemikiran-pemikiran untuk mengatasi problematika kehidupan yang
semakin kompleks sesuai dengan latar belakang kultur dan sosial yang melingkupi
kita, yaitu Indonesia saat ini. Kita perlu pemahaman kontemporer yang terkait erat
dengan sisi-sisi kemanusiaan-sosial-budaya yang melingkupi kita.

Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya di bahas berbagai
peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan
pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak
dengan, melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan
yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka
seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena
pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seorang yang
ingin memahami al-qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus
mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi
turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut sebagai ilmu asbab an-nuzul (ilmu
tentang sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an) yang pada intinya berisi sejarah
turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu asbab an-nuzul ini seseorang akan dapat
mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum
tertentu dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan yang memahaminya.

KESIMPULAN :

Dalam buku Metodologi Studi Islam ini dapat kita ambil beberapa kesimpulan, yakni
Normativitas adalah suatu ajaran yang ditelaah lewat berbagai suatu pendekatan dari sumber-
sumber hukum tentang persoalan ketuhanan. Islam Normatif adalah pengumpulan sumber-
sumber hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadist/Sunah Nabi yang kebenarannya
bersifat mutlak yang murni dari firman Tuhan tanpa ada campur tangan manusia. Sedangkan
Historis adalah peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Islam Historis merupakan
islam sebagaimana yang dipahami dan dipraktekkan oleh ummat islam yang kemudian
melahirkan peradaban islam.

ULASAN BUKU :

Buku ini memiliki kelebihan diantaranya adalah menjelaskan teori-teori dengan


singkat dan jelas sehingga berfungsi untuk menguatkan materi yang ada dalam buku tersebut,
buku ini juga menggunakan bahasa baku sehingga para pembaca mudah untuk memahami
materi dalam buku tersebut.
REVIEW BUKU (II)

1. Buku tentang makna normativitas dan historisitas, juga unsur-unsur normativitas dan
historisitas

2. Sumber :

Judul Buku : Metodologi Studi Islam (Kajian Metode Dalam Ilmu

Keislaman)

Penulis : Drs. Achmad Slamet, M. S. I.

Penerbit : Deepublish

Tahun Terbit : Maret 2016 (Cetakan Pertama)

Penata Letak : Cinthia Morris Sartono

Perancang Sampul : Unggul Pebri Hastanto

Halaman : 229 Halaman

ISBN : 978-602-401-251-9
3. Isi :

A. Pengartian Normativitas

Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan,
ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan. Pada aspek normativitas, studi Islam agaknya masih banyak
terbebeni oleh misi keagamaan yang bersifat memihak sehingga kadar muatan
analisis, kritis, metodologis, historis, empiris terutama dalam menelaah teks-teks atau
naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam
lingkungan peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.

B. Historisitas

1. Pengertaia Historisitas

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadaminta


mengatakan sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada
masa lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi. Definisi tersebut
terlihat menekankan kepada materi peristiwanya tanpa mengaitka dengan aspek
lainnya. Sedangkan dalam pengartian yang lebih komprehensif suatu peristiwa
sejarah perlu juga di lihat siapa yang melakukan peristiwa tersebut, dimana,
kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi?

Dari pengertian demikian kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud


dengan sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian yang sungguh-sungguh
terjadi yang sluruhnya berkaitan dengan ajaran Islam diantara cakupannya itu ada
yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan, perkembangan dan
penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran
agama Islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang di capai umat
Islam dalam berbagai bidang,seperti dalam bidang pengetauan agama dan umum,
kebudayaan, arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi
dan lain sebagainya.

2. Ruang lingkup sejarah Islam

Dari segi periodesasinya dibagi menjadi peride klasik, periode pertengahan


dan periode modern. Periode klasik (650-1250 M) dibagi lagi menjadi masa
kemajuan Islam I (650-100 M) dan masa disintegrasi (1000-1250 M). Selanjutnya
periode pertengahan yang berlangsung dari tahun 1250-1800 M dibagi menjadi
dua masa, masa kemunduran I dan masa III kerajaan besar. masa kemunduran I
sejak 1250-1500 M.Mas III kerajaan besar berlangsung Sejak 1500-1800 M. Sains
Islam dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad Islam kedua, yang
keadaannya sudah tentu merupakan salahsatu pencapaian besar dalam peradaban
Islam. Selama kurang lebih tujuh ratus tahun, sejak abad kedua hingga kesembilan
masehi, paradaban Islam merupakan peradaban yang paling produktif di
bandingkan dengan baradaban manapun di wilayah sains dan sains Islam berada
pada garda depan dalam berbagai kegiatan, mulai dari kedokteran, astronomi,
matematika, fisika dan sebagainya yang di bangun atas arahan nilai-nilai Islami.

C. Pengelompokkan Unsur-Unsur Islam Normatif dan Islam Historis

Ketika melakukan studi atau penelitian Islam, perlu lebih dahulu ada kejelasan
islam mana yang diteliti; Islam pada level mana. Maka penyebutan Islam normati dan
islam Historis adalah salahsatu dari penyebutan level tersebut. Istilah yang hamper
sama dengan islam Normatif dan Islam Historis adalah Islam sebagai wahyu dan
Islam sebagai produk sejarah. Sebagai wahyu, Islam didefinisikan sebagaimana ditulis
sebelumnya di atas, yakni:

Artinya:

Wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. Untuk kebahagiaan
kehidupan dunia dan akhirat.

Sedangkan Islam Historis atau Islam sebagai produk sejarah adalah Islam yang
dipahami dan islam yang dipraktekkan kaum muslim di seluruh penjuru dunia, mulai
dari masa nabi Muhammad SAW sampai sekarang.

Pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu
Zaid mengelompokkan menjadi tiga wilayah (domain). Pertama, wilayah teks asli
Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad yang
otentik. Kedua, pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli
Islam (Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad
terhadap teks asli Islam,seperti tafsir dan fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan,
sebab ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah itu tidak semua
terinci, bahkan sebagian masih bersifat global yang membutuhkan penjabaran lebih
lanjut. Di samping permasalahan kehidupan selalu berkembang terus, sedangkan
secara tegas permasalahan yang timbul itu belum/tidak disinggung. Karena itulah
diperbolehkan berijtihad, meski masih harus tetap bersandar kepada kedua sumber
utamanya dan sejauh dapat memenuhi persyaratan.

Dalam kelompok ini dapat di temukan empat pokok cabang : (1)


hukum/fikih,(2) teologi,(3) filsafat, (4) tasawuf. Hasil ijtihad dalam bidang hukum
muncul dalam bentuk : (1) fikih, (2) fatwa, (3) yurisprudensi (kumpulan putusan
hakim), (4) kodikfikkasi/unifikasi, yang muncul dalam bentuk Undang-Undang dan
komplikasi.

Ketiga, praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam
berbagai macam dan bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks).
Contohnya: praktek sholat muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada.
Contohnya lainnya praktek duduk miring ketika tahiyat akhir bagi muslim Indonesia,
sementara muslim di tempat/ negara lain tidak melakukannya. Sementara Abdullah
Saeed menyebut tiga tingkatan pula, tetapi dengan formulasi yang berbeda sebagai
berikut :
Tingkatan pertama, adalah nilai pokok/dasar/asas, kepercayaan, ideal dan institusi-
institusi.

Tingkatan kedua adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar
tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan.

Tingkatan ketiga manifestasi atau pratek berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut
yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu wilayah
dengan wilayah lain. Perbedaan tejadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan
konteks dan budaya.

Pada level teks, sebagaimana telah ditulis sebelumnya, Islam didefinisikan


sebagai wahyu. Pada dataran ini, Islam identik dengan nash wahyu atau teks yang ada
dalam al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Pada masa pewahyuannya memakan
waktu kurang lebih 23 tahun. Pada teks ini Islam adalah nash yang menurut hemat
penulis, sesuai dengan pendapat sejumlah ilmuwan(ulama) dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni :

 Nash prinsip atau normatif-universal, dan


 Nash praktis-temporal

Nash kelompok pertama, nash prinsip atau normatif-universal, merupakan


prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah diformatkan dalam bentuk nash
praktis di masa pewahyuan ketika nabi masih hidup. Adapun nash praktis-temporal,
sebagian ilmuwan menyebutnya nash konstektual, adalah nash yang turun
(diwahyukan) untuk menjawab secara langsung (respon) terhadap persoalan-persoalan
yang dihadapi masyarakat muslim Arab ketika pewahyuan. Pada kelompok ini pula
Islam dapat menjadi fenomena sosial atau Islam aplikatif atau Islam praktis.

Dengan penjelasan di atas tadi dapat ditegaskan, syari’ah sebagai the original
text mempunyai karakter mutlak dan absolut, tidak berubah-ubah. Sementara fiqh
sebagai hasil pemahaman terhadap the original text mempunyai sifat
nisbi/relatif/zanni, dapat berubah sesuai dengan perubahan konteks; konteks zaman;
konteks sosial; konteks tempat dan konteks lain-lain.

Sementara dengan menggunakan teori Islam pada level teori dan Islam pada
level praktek dapat dijelaskan demikian. Untuk menjelaskan posisi syari’at pada level
praktek perlu dianalogkan dengan posisi nash, baik al-Qur’an maupun sunnah nabi
Muhammad SAW. Dapat disebutkan bahwa pada prinsipnya nash tersebut merupakan
respon terhadap masalah yang dihadapi masyarakat arab di masa pewahyuan. Kira-
kira demikianlah posisi Islam yang kita formatkan sekarang untuk merespon
persoalan yang kita hadapi kini dan di sini. Perbedaan antara nash dan format yang
kita rumuskan adalah, bahwa nash diwahyukan pada nabi Muhammad, sementara
format yang kita rumuskan sekarang adalah format yang dilandaskan pada nash
tersebut. Hal ini harus kita lakukan, sebab persoalan selalu berkembang dan berjalan
maju, sementara wahyu sudah berhenti dengan meninggalnya nabi Muhammad SAW.
D. Keterkaitan normativitas dan historisitas dalam studi keIslaman.

Dari perspektif filsafat ilmu, setiap ilmu, baik itu ilmu alam, humaniora,
social, agama atau ilmu-ilmu keIslaman, harus diformulasikan dan dibangun di atas
teori-teori yang berdasarkan pada kerangka metodologi yang jelas. Teori-teori yang
sudah ada terlebih dahulu tidak dapat dijadikan garansi kebenaran. Anomali-anomali
dan pemikiran-pemikiran yang tidak, kenyataannya ilmu pengetahuan tidak tumbuh
dalam kevakuman, akan tetapi selalu dipengaruhi dan tidak dapat terlepas dari
pengaruh cita rasa sejarah social dan politik. Pemikiran ini muncul dari adanya
kesadaran bahwa teori-teori ilmu pengetahuan hanyalah merupakan produk, hasil
karya manusia.

Dalam pengertian ini, penerapan filsafat ilmu pada diskusi akademik ilmu-
ilmu keIslaman harus dilakukan, karna filsafat ilmu saling berkaitan dengan sosiologi
ilmu pengetahuan. Dua cabang ilmu pengetahuan ini jarang didiskusikan dan tidak
pernah dimasukan dalam tradisi ilmu keIslaman yang ada. Padahal keduanya
merupakan prasyarat dan wacana awal yang harus dimengerti bagi para ilmuan
muslim yang ingin terhindar dari tuduhan pembela tipe studi Islam yang hanya
bersifat pengulang-ngulangan, statis, disakralkan dan dogmatik.

Ketika pada akhirnya menghadapi masalah-masalah historisitas pengetahuan,


patut disayangkan bila sarjana-sarjana muslim dan non muslim yang hendak
mengembangkan wacana mereka dalam ilmu-ilmu keIslaman secara psikologi merasa
terintimidasi dengan problem reduksionisme dan non reduksionisme. Dalam hal-hal
tertentu, ada beban psikologis dan institusional yang terlibat dalam memperbesar dan
memperluas domain, scope dan metodologi ilmu-ilmu keIslaman karena persoalan itu.
Sejak awal mula Fazlur Rahman sendiri telah menempatkan Islam normative dalam
kerangka kerjanya atau sebagai hard core dalam kerangka kerja Lakatos, yang harus
dilindungi dengan sifat-sifatnya yang mendorong pada penemuan-penemuan dan
penyelidikan-penyelidikan baru (positive heuristic). Hard core atau Islam normative
sama dengan apa yang telah ditetapkan sebagai objek studi agama yang tepat dengan
menggunakan pendekatan fenomenologis.

Bangunan baru ilmu-ilmu keIslaman, setelah diperkenalkan dan dihubungkan


dengan wacana filsafat ilmu dan sosiologi ilmu penegetahuan, lebih lanjut harus
mempertimbangkan penggunaan sebuah pendekatan dengan tiga dimensi untuk
melihat fenomena agama Islam, yakni pendekatan yang berunsur linguistic- historis,
teologis-filosofis, dan sosiologis-antropologis pada saat yang sama. Tentang apa dan
bagaimana pendekatan tersebut sudah banyak ditulis oleh para ahlinya.

Dengan demikian, ilmu-ilmu keIslaman yang kritis, sebagaimana yang


dinyatakan oleh Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun beserta kolega-kolega
mereka yang memiliki keprihatinan yang sama, hanya dapat dibangun secara
sistematik dengan menggunakan model gerakan tiga pendekatan secara sirkuler,
dimana masing-masing dimensi dapat berinteraksi, berinterkomunikasi satu dengan
lainnya. Masing-masing pendekatan berinteraksi dan dihubungkan dengan yang
lainnya. Tidak ada satu pendekatan maupun disiplin yang dapat berdiri sendiri.
Gerakan dinamis ini pada esensinya adalah hermeneutic.
KESIMPULAN :

Didalam buku Metodologi Studi Islam ini dapat kita ambil beberapa kesimpulan,
yakni kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan,
ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan. Sedangkan Historisitas atau sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian
yang sungguh-sungguh terjadi yang sluruhnya berkaitan dengan ajaran Islam diantara
cakupannya itu ada yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan, perkembangan
dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran agama
Islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang di capai umat Islam dalam
berbagai bidang,seperti dalam bidang pengetauan agama dan umum, kebudayaan,
arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.
Pengelompokkan unsur-unsur Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid
Abu Zaid mengelompokkan menjadi tiga wilayah (domain). Pertama, wilayah teks asli
Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad yang
otentik. Kedua, pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam
(Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap
teks asli Islam,seperti tafsir dan fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan, sebab ketentuan
yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah itu tidak semua terinci, bahkan sebagian
masih bersifat global yang membutuhkan penjabaran lebih lanjut. Di samping
permasalahan kehidupan selalu berkembang terus, sedangkan secara tegas permasalahan
yang timbul itu belum/tidak disinggung. Karena itulah diperbolehkan berijtihad, meski
masih harus tetap bersandar kepada kedua sumber utamanya dan sejauh dapat memenuhi
persyaratan.

ULASAN ARTIKEL :

Buku ini memiliki kelebihan diantaranya adalah bahasa yang digunakan dalam
buku ini mudah untuk dipahami oleh pembaca. Dan didalam buku ini penulis juga
menerapkan materi yang begitu jelas setiap babnya. Adapun kekurangan dalam buku ini
adalah beberapa kesalahan dalam penulisan ataupun kekurangan huruf dalam kalimat.
REVIEW ARTIKEL

1. Artikel tentang makna agama dan beragama

2. Sumber :

 Nama Penulis : Ahmad Asir

 Judul Artikel : Agama Dan Fungsinya Dalam Kehidupan Manusia

 Link Artikel :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2a
hUKEwiJ7fvJwbHuAhWD4nMBHW6tA7sQFjAJegQIHxAC&url=http%3A%2F
%2Fejournal.kopertais4.or.id%2Fmadura%2Findex.php%2Falulum%2Farticle%2
Fview%2F1757%2F1301&usg=AOvVaw0qbDZBWeHsV2ukNzrFrxti

3. Isi :

1. Pengertian Agama

Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia
yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi
ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di dalamnya mencakup unsur
kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional
dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan
yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.

Agama dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “A” tidak dan “gama”
kacau. Agama adalah peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan serta
mengantar mereka hidup dalam keteraturan dan ketertiban. Bahasa Bali Agama=
aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Igama=Hubungan manusia
dengan Tuhan/Dewa. Ugama= Hubungan manusia dengan sesamanya. Bahasa Arab =
Din=menggambarkan hubungan antara dua pihak yang satu lebih tinggi
kedudukannya dari yang lain.

Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang


harus dipatuhi. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi
perbuatan-perbuatan manusia. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang
menimbulkan cara hidup tertentu. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari
kekuatan gaib. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber dari kekuatan gaib. Selain itu, kata agama berasal dari bahasa sanskerta
"A" berarti tidak; "GAMA" berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau. Atau
dapat diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke
arah dan tujuan tertentu. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat berarti
sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan oleh manusia
dengan akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan perkembangan budaya
tersebut serta peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan terhadap umatnya seperti
pujian, tarian, mantra, nyanyian dan yang lainya, itu termasuk unsur kebudayaan.3
Sehingga pada sudut pandang dari pengertian Agama yang ini semakin maju
peradaban manusia maka agama juga akan mengalami kemajuanya. sedangkan jika
dilihat dari sudut pandang sosiologi, agama adalah salah satu tindakan pada suatu
sistem kemasyarakatan (sosial) yang terdapat pada diri seseorang tentang kepercayaan
terhadap kekuatan tertentu (magis atau spiritual) serta berfungsi untuk perlindungan
dirinya dan orang lain.

Sedangakn Agama Islam adalah agama Allah, dari Allah dan milik Allah.
Diamanatkan kepada umat pengikut utusan Allah. Jadi, sejak jaman Nabi Adam,
Musa, dan Isa agama Allah adalah Islam, meskipun sekarang agama Yahudi diklaim
sebagai agama yang dibawa oleh Musa begitu juga dengan ajaran Kristen, diklaim
sebagai ajaran yang dibawa oleh Isa. Padahal sebenarnya ajaran yang dibawa oleh
Musa dan Isa untuk masalah akidah adalah sama, sama-sama mengesakan Allah,
hanya berbeda dalam hal syara’ yang lain. Jadi, makna Islam dapat dipersempit lagi
sebagai agama yang diamanatkan kepada umat pengikut Rasulullah, Muhammad
SAW. Agama, dalam hal ini adalah Islam ( ) ‫ اسالم‬berasal dari kata-kata: salam (‫)سالم‬
yang berarti damai dan aman salamah (‫ )سالمة‬berarti selamat istilah islaam (‫)االسالم‬
sendiri berarti penyerahan diri secara mutlak kepada Allah SWT untuk memperoleh
ridho-Nya dengan mematuhi perintah dan larangan-Nya.4 Agama Islam terdiri atas
akidah dan syariat: akidah atau kepercayaan (ilmunya) syariat peribadatan syariat
akhlak (moral) dan muamalah Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan
dibenarkan serta diakui oleh Allah SWT, dalam firmannya: “Barangsiapa mencari
agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran;
85).5 Tidak sah keislaman seseorang kecuali sempurna dua hekekat yang penting:
mengenal Allah dan tidak mempersekutukannya patuh kepad perintah dan larangan
Allah yang perlu dicatat oleh seluruh manusia dan terutama kaum yang memandang
Islam sebagai agama yang penuh akan kekerasan, bahwa sebenarnya Islam adalah
agama yang datang dengan penuh kedamaian bukan disamapaikan dengan pedang tapi
dengan perkataan yang lembut. Bahkan Islam sendiri menghargai dan melindungi
mereka yang tidak mau mengikuti ajaran Islam selama mereka tidak mengganggu dan
memantik permusuhan dengan Islam.

2. Ruang Lingkup Agama

Dalam sebuah agama terdapat beberapa ruang lingkup dan itu menjadi pedoman
pokok bagi agama tersebut antara lain adalah:

a. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang
diyakini mengatur dan mencipta alam.
b. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan
supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.

c. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam
semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya tersebut. Dalam sebuah agama terdapat
beberapa unsur dan itu menjadi pedoman pokok bagi agama tersebut antara lain adalah:

 Adanya keyakinan pada yang gaib,

 Adanya kitab suci sebagai pedoman,

 Adanya Rasul pembawanya,

 Adanya ajaran yang bisa dipatuhi,

 Adanya upacara ibadah yang standar.

Secara garis besar ruang lingkup Islam terbagi atas tiga bagian yaitu:

 Hubungan manusia dengan penciptanya (Allah SWT), sebagaimana Firman Allah:


“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu” (QS. Az Zariyat: 56). Selain itu firman Allah: “Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah:
5).

 Hubungan manusia dengan manusia, Agama Islam memiliki konsep-konsep dasar


mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian dan lain-lain.
Konsep dasar tersebut memberikan gamabaran tentang ajaran yang berkenaan
dengan: hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan. Seluruh konsep kemasyaraktan yang ada bertumpu pada satu nilai,
yaitu saling menolong antara sesama manusia. “dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat
berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2), Manusia diciptakan Allah terdiri dari laki-laki
dan perempuan. Mereka hidup berkelompok berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Mereka saling membutuhkan dan saling mengisi sehingga manusia juga disebut
makhluk sosial, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Demikian pula
keragaman daerah asal. Tidak pada tempatnya andai kata diantara mereka saling
membanggakan diri. Sebab kelebihan suatu kaum bukan terletak pada kekuatannya,
kedudukan sosialnya, warna kulit, kecantikan/ ketempanan atau jenis kelamin. Tapi
Allah menilai manusia dari takwanya.

 Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya, Seluruh benda-


benda yang diciptakan oleh Allah yang ada di alam ini mengandung manfaat bagi
manusia. Alam raya ini berwujud tidak terjadi begitu saja, akan tetapi diciptak oleh
Allah dengan sengaja dan dengan hak. “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa
Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak?” (QS. Ibrahim;
19), Manusia dikaruniai akal (sebagai salah satu kelebihannya), dia juga sebagai
khalifah di muka bumi, namun demikian manusia tetap harus terikat dan tunduk pada
hukum Allah. Alam diciptakan oleh Allah dan diperuntukkan bagi kepentingan
manusia.

3. Mengapa Manusia Beragama

Pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam banyak hal,


baik mengenai sesuatu yang tampak maupun yang gaib, dan juga keterbatasan dalam
memprediksi apa yang akan terjadi pada diri nya dan orang lain, dan sebagainya. Oleh
karena keterbatasan itulah maka manusia perlu memerlukan agama untuk membantu dan
memberikan pencerahan spiritual kepada diri nya. Manusia membutuhkan agama tidak
sekedar untuk kebaikan diri nya di hadapan Tuhan saja, melainkan juga untuk membantu
dirinya dalam menghadapi bermacam-macam problema yang kadang-kadang tidak dapat
dipahami nya. Di sinilah manusia diisyaratkan oleh diri dan alam nya bahwa Zat yang
lebih unggul dari diri nya, Yang Maha Segala-galanya, seperti yang dijelaskan oleh para
antropolog bahwa agama merupakan respons terhadap kebutuhan untuk mengatasi
kegagalan yang timbul akibat ketidakmampuan manusia untuk memahami
kejadiankejadian atau peristiwwa-peristiwa yang rupa-rupa nya tidak dapat diketahui
dengan tepat. Selain daripada itu agama juga memberi isyarat kepada manusia dan alam
bahwa ada Zat yang lebih unggul, Zat Yang Maha Segala-galanya, yang disitu manusia
perlu bersandar kepad Dia melalui medium agama. Dengan kata lain perlu bersandar dan
berpasrah (tawakal) kepada Dia melalui agama karena agama menjadi tempat bagi kita
untuk mengadu dan berkomunikasi dengan Tuhan. Kepasrahan kita kepada Tuhan
didasarkan pada suatu ajaran bahwa manusia hanya bisa berusaha, Tuhan yang
menentukan.

KESIMPULAN :

Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi
dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada
kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan
gaib tersebut. Agama dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “A” tidak dan “gama”
kacau. Agama adalah peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan serta
mengantar mereka hidup dalam keteraturan dan ketertiban. Manusia membutuhkan agama
tidak sekedar untuk kebaikan diri nya di hadapan Tuhan saja, melainkan juga untuk
membantu dirinya dalam menghadapi bermacam-macam problema yang kadang-kadang tidak
dapat dipahami nya. Di sinilah manusia diisyaratkan oleh diri dan alam nya bahwa Zat yang
lebih unggul dari diri nya, Yang Maha Segala-galanya, seperti yang dijelaskan oleh para
antropolog bahwa agama merupakan respons terhadap kebutuhan untuk mengatasi kegagalan
yang timbul akibat ketidakmampuan manusia untuk memahami kejadiankejadian atau
peristiwwa-peristiwa yang rupa-rupa nya tidak dapat diketahui dengan tepat.

ULASAN ARTIKEL :

Artikel ini memiliki kelebihan diantaranya adalah bahasa yang digunakan dalam
artikel ini mudah untuk dipahami oleh pembaca. Adapun kekurangan dalam artikel ini adalah
materi yang dibahas tidak begitu jelas sehingga sulit untuk dipahami.

Anda mungkin juga menyukai