Anda di halaman 1dari 8

Kelompok : 13

Unit : 5
Semester : 3
Prodi : HES
Nama : JUNIAR
MIRA SAFITRI
FITRI ILYAS

JARIMAH TA’ZIR
(NARKOBA, JUDI, SUAP DAN KORUPSI)
A. Pengertian Jarimah Ta’zir
Jarimah Ta’zir secara bahasa adalah memberi pengajaran (al-ta’dib). Sedangkan
jarimah Ta’zir menurut hukum pidana islam adalah tindakan yang berupa edukatif
(pengajaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi hadd dan
kifaratnya. Atau kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif dan
hukumannya di tentukan oleh hakim, atau pelaku tindak pidana atau pelaku
perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syari’at.1
Dapat dijelaskan bahwa dijelaskan ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas
jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’, dikalangan para
fuqoha jarimah yang hukumannya belum di tetapkan oleh syara’ disebut dengan
jarimah ta’zir. Dapat dipahami juga bahwa jarimah ta’zir terdiri atas perbuatan-
perbuatan maksiat yang tidak di kenakan hukuman had dan tidak pula
kifarat.2 Jadi,hukuman ta’zir tidak mempunyai batas-batas hukuman tertentu, karena
syara’ hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang seringan-
ringannya sampai yang seberat-beratnya. Dengan kata lain, hakim yang berhak
menetukan macam tindak pidana beserta hukumannya, karena hukumannya belum di
tentukan oleh syara’.3
Dengan demikian ciri khas dari jarimah ta’zir adalah :
1. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut belum
di tentukan oleh syara’.
2. Penetuan hukuman tersebut adalah oleh hakim.4

1 Rokhmadi, Reformasi Hukum Pidana Islam, (semarang: RASAIL Media Group,2009), Cet. 1, hlm 66
2 Ahmad wardi muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hlm 249
3 Rokhmadi Op.Cit
4 Ahmad wardi muslich, Op.Cit
Aturan hukum pidana islam yang paling fleksibel terdapat pada jarimah ta’zir,
Pada kategori jarimah ini, baik kriminalisasi suatu perbuatan maupun hukumannya
diserahkan kepada Hakim. Jadi ta’zir merupakan hukuman bagi perbuatan pidana
(jarimah) yang tidak ada ketetapannya nas tentang hukumnya.5
Jika dilihat dari eksistensinya jarimah ta’zir sama dengan jarimah hudud, karena
keduanya sama-sama sebagai pengajaran (al-ta’lib) untuk mencapai kemaslahatan
dan sebagai tindakan preventif yang macam hukumnya berbeda-beda sesuai jenis
perbuatan dosaatau tindak pidana yang dilakukan. Jika pada jarimah hudu sudah
ditentukan secara pasti dan jelas hukuman-hukumannya, dan tidak bisa dirubah atau
diganti, sedangkan pada jarimah ta’zir belum ditentukan hukumannya.6
Mengenai macam-macam hukuman yang ada pada jarimah ta’zir adalah mulai
dari memberi nasehat atau peringatan, hukuman cambuk, penjara, dan lain-lain,
bahkan sampai hukuman mati, jika jarimah yang dilakukan benar-benar sangat
membahayakan, baik yang dirasakan oleh dirinya maupun masyarakat. Oleh karena
itu hakim boleh memilih hukuman tersebut tentunya disesuaikan dengan jenis
perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan, baik mengenai kkriteria pelakunya
maupun factor-faktor penyebabnya.7
Pelaksanaan hukuman pada jarimah ta’zir yang sudah diputuskan oleh hakim,
juga menjadi hak penguasa Negara atau petugas yang ditunjuk olehnya. Hal ini oleh
karena hukuman itu disyari’atkan untuk melindungi masyarakat, dengan demikian
hukuman tersebut menjadi haknya dan dilaksanakan oleh wakil masyarakat, yaitu
penguasa Negara seperti presiden atau aparat Negara. Orang lain, selain penguasa
atau orang yang ditunjuk oleh nya tidak boleh melaksankan hukuman ta’zir,
meskipun hukuman tersebut menghilangkan nyawa. Apabila iamelaksanakan sendiri
dan hukumannya berupa hukuman mati sebagai ta’zir maka ia dianggap sebagai
pembunuh, walaupun sebenarnya hykuman mati tersebut adalah hukuman yang
menhilanhkan nyawa.8
Perbedaan tersebut disebabkan , karena hukuman had adalah hukuman yang
sidah pasti yang tidak bias digugurkan atau dimaafkan, sedangkan hukuman ta’zir

5 Muhammad syahrur, Limitasi Hukum Pidana Islam,(semarang Walisongo Press,2008), hlm 34


6 Ibid.
7 Ibid.
8 Ahmad Wardi muslich, Op. Cit, hlm 171
masih bias dimaafkan oleh penguasa Negara, apabila situasi dan kondisi
menghendaki untuk dimaafkan dengan berbagai pertimbangan.9

B. Macam-macam jarimah Ta’zir


Dapat dijelaskan bahwa dari hak yang dilanggar, jarimah ta’zair dapat dibagi
kepada dua bagian, yaitu
1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah;
2. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu.
Dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu
a. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat;
b. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum;
c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran.
.
Abdul aziz amir membagi secara rinci kepada beberapa bagian, yaitu
a) Jarimah ta’zir yang berkaitan denag pembunuhan;
b) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan perlukaan;
c) Jarimah ta’zir yang berkaitna dengan kejahatan kehormatan dan kerusakan
akhlak;
d) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan harta.
e) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu;
f) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum.10

1. Hukuman tindak pidana narkotika menurut Ibnu Taimiyah


Hukuman adalah upaya terakhir dalam menjaga seseorang supaya tidak jatuh ke
dalam suatu maksiat. Dengan adanya hukuman duniawi diharapkan mampu menjaga
seseorang dari terjatuh ke dalam tindak pidana, di samping itu harus diusahakan
menghilangkan faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan dalam masyarakat
berdasarkan konsep sadz al-dzariah (upaya menutup jalan dari terjadinya
kejahatan).11

9 Ibid. hlm. 172


10 Ahmad wardi muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hlm 255-156
11 Djazuli, Fiqih Jinayah...,27
Ibnu Taimiyah dalam kitab As-Siyasah As-Syar’iyah mengatakan bahwa
hashisah adalah haram, dan orang yang mengonsumsinya dikenai hukuman had,
sama seperti orang yang meminum minuman keras.12
Ulama kalangan Hanafi membedakan antara sanksi sekedar meminum khamr
dan sanksi mabuk. Artinya sedikit atau banyak tetap saja haram, dan peminum yang
tidak mabuk dapat dikenai sanksi hukum, jika mengonsumsi saja sudah dapat dikenai
sanksi, terlebih lagi sampai mabuk sanksi yang dikenakan pastilah lebih berat.
Sementara itu, jumhur ulama tidak memisahkan antara sanksi sekedar meminum
dan sanksi mabuk. Menurut mereka setiap meminum atau memakan suatu zat yang
dalam jumlah besarnya memabukkan, maka sedikitnya tetap saja haram baik mabuk
atau tidak.13
Dalam Hadis disebutkan tentang hukuman bagi pemabuk.

Artinya. Dari Anas bin Malik bahwasanya Nabi didatangi oleh seorang yang
telah meminum khamr beliau lalu menyambuknya dengan dua pelepah kurma
sebanyak empat puluh kali (HR Muslim).
Dalam hadist diatas disebutkan bahwa alat yang digunakan untuk mencambuk
adalah dua pelepah kurma. Imam An-Nawawi mengemukakan bahwa istilah-istilah
pelepah kurma ini mengakibatkan pemahaman yang beragam.Sebagian memahami
bahwa dua pelapah kurma itu dianggap sebagai alat semata bukan jumlahnya.
Dengan demikian, jumlah cambukanya sebanyak empat puluh kali.
Sementara itu, sebagian yang lain memahami bahwa dua pelapah kurma yaitu
sebagai jumlah bukan sebatas alat. Dengan demikian, jumlah cambukan yang
sebanyak empat puluh kali itu dikalikan dua pelapah, sehingga jumlahnya delapan
puluh kali.

12 Wahbah az-Zuhaili, Fiqi Islam Wa Adillatuhu, ter.Abdul Hayyie al-Kattani,dkk.,(Depok:Gema Insani&Darul


fikir,2007)455
13 Nurul Irfan, Masyarofah...,52
2. Jarimah Ta’zir yang membahaskan tentang (Maisir)
Kata maisir dalam bahasa arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu
dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja.
Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Qur'an adalah
kata azlam yang berarti perjudian.14
Perjudian yaitu setiap permainan antara dua kelompok yang akan memunculkan
kerugian disatu pihak dan keuntungan dipihak lain, baik berdasarkan kesepakatan
atau kemujuran. Perbuatan ini bernilai negatif dan harus di tinggalkan. Tujuan hukum
dalam al-Qur'an adalah supaya manusia berbuat baik dan tidak berbuat munkar
dalam masyarakat.
Ta'zir merupakan salah satu bentuk hukuman yang diancam kepada pelaku
tindak kejahatan yang dijelaskan dalam fiqh jinayah. Ia merupakan hukuman ketiga
setelah hukuman qisas-diyat dan hukuman hudud.
Makna ta'zir juga bisa diartikan mengagungkan dan membantu, seperti yang "
petaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang
dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu
pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian yang
tidak/belum pasti hasilnya".
Dasar hukum ta'zir adalah hukuman atas pelanggaran yang mana hukumannya
tidak ditetapkan dalam al-Qur'an dan hadis, yang bentuknya sebagai hukuman
ringan. Menurut syafi'i yang dikutib oleh sudarsono menyatakan, bahwa hukuman
ta'zir adalah sebanyak 39 kali hukuman cambuk untuk orang yang merdeka,
sedangkan untuk budak sebanyak 19 kali hukuman cambuk.15
Macam-macam hukuman ta'zir
1. Hukuman mati, merupakan sanksi ta'zir tertinggi
2. Hukuman cambuk, hukuman cambuk cukup efektif dalam menjerahkan
pelaku jarimah ta'zir.
Sebab-sebab hapusnya hukuman ta'zir
a. Pemaafan
b. Tobat
c. Kadaluwarsa

14 Ibid,Sutan remy sjahdeini, hlm.168


15 Ibid,Abdul Aziz Muhammad Azzam, hlm. 217.
 Maisir dalam pandangan islam
Agama islam membolehkan berbagai macam hiburan dan permainan bagi setiap
pemeluknya, tetapi islam mengharamkan setiap permainan yang dicampuri dengan
unsur perjudian, yaitu suatu permainan yang mengandung unsur taruhan, baik itu
berupa uang, barang, kehormatan dan orang yang menang itu berhak mendapat
taruhan tersebut. Judi merupakan praktek untung-untungan yang membuat orang
bermain berharap akan mendapat keuntungan dengan mudah.
Khusus mengenai judi, sebagaimana minuman khamar, Allah melarang main
judi sebab bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya. Bahaya main judi tidak
kurang dari bahaya minum khamar. jadi cepat sekali menimbulkan permusuhan dan
kemarahan, dan tidak jarang juga menimbulkan pembunuhan. Bahaya itu sudah
terbukti sejak dulu sampai sekarang. Bilamana disuatu tempat sudah berjangkit
perjudian, maka ditempat itu selalu terjadi perselisihan, permusuhan maupun
pembunuhan. Ini disebabkan hilangnya rasa persahabatan dari solidaritas sesama
teman karena rasa dendam dan culas untuk saling mengalahkan di dalam berjudi.
Judi adalah perbuatan berbahaya, karena dampaknya, seseorang yang baik dapat
menjadi jahat, seseorang yang giat dan taat dapat menjadi jahil, malas bekerja, malas
mengerjakan ibadah, dan terjauh hatinya dari mengingat Allah. Dia jadi orang
pemalas, pemarah, matananya merah, badannya lemas dan lesu dan hanya berangan
kosong. Dan dengan sendirinya akhlaknya rusak, tidak mau bekerja mencari rizki
dengan jalan yang baik. Selalu mengharap-harap kalau-kalau mendapat kemenangan.
Dalam sejarah perjudian, tidak ada orang kaya karena berjudi. Malah sebaliknya
yang terjadi , banyak orang yang kaya tiba-tiba jatuh miskin karena judi, banyak pula
rumah tangga yang aman dan bahagia tiba-tiba hancur karena judi.

3. Jarimah Ta’zir yang membahaskan tentang Suap


Dalam hal tersebut banyak yang melakukan suap-menyuap, praktik suap
menyuap atau yang sering diistilahkan dengan "uang pelicin" atau "uang sogok"
meskipun telah diketahui dengan jelas keharamannya, namun tetap saja gencar
dilakukan oleh sebagain orang, demi mencapai tujuan-tujuan tertentu yang bersifat
duniawi. Ada diantara mereka yang melakukan suap-menyuap untuk meraih
pekerjaan, jabatan, pemenangan hukum, tender atau proyek hinggga untuk
memasukkan anak ke lembaga pendidikan pun tak luput dari praktik suap-menyuap.
Sungguh pemandangan yang sangat menyedihkan. Dan yang lebih menyedihkan lagi,
mereka yang melakukannya adalah orang-orang yang mengaku beragama islam,
padahal jelas-jelas imam dan panutan kaum muslimin adalah Nabi Muhammad SAW,
Rasulullah SAW telah mengutuk dan melaknat dengan keras para pelaku suap-
menyuap itu.16

4. Jarimah Ta’zir yang membahaskan tentang Korupsi


Pelaku ghulul atau korupsi akan dibelenggu atau akan membawa hasil dari
korupsi di hari kiamat seperti yang ditunjukkan pada ayat ke-161 Surat Ali Imran dan
juga hadits ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu ‘anhu. Sedangkan dalam hadits Abu
Humaid as Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang
mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari
Kiamat membawanya di lehernya. Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu)
bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika
(yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …”17
Korupsi Penyebab Kehinaan dan Siksa Api Neraka
Korupsi juga menjadi penyebab dari kehinaan serta siksa api neraka di hari
kiamat. Pada hadits Ubadah bin ash Shamit Radhyyallahu ‘anhu, jika Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan arti, “(karena) sesungguhnya ghulul
(korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya”.
Mati Saat Korupsi Akan Terhalang Masuk Surga
Seseorang yang mati saat membawa harta korupsi atau ghulul maka ia tidak
mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal tersebut juga dipahami dari sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati)
dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu
kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang”.18
Allah Tidak Menerima Shadaqah Korupsi

16 Ad-Duwaisy, Ahmad bin ‘Abdurrazzaq, Fatwa-fatwa Jual Beli, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Bogor, 2006
17 Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta, Zikrul Hakim, 1997.

18 Sa’di Abu Jaib, Al-Qamus Al-Fiqhi, Beirut: Dar al-Fikr, 1998.


Allah SWT juga tidak akan menerima shadaqah seseorang dari hasil harta ghulul
atau korupsi.
Hasil Korupsi Adalah Haram
Harta yang didapatkan dari hasil korupsi merupakan haram sehingga ia akan
menjadi salah satu dari penyebab yang bisa menghalangi terkabulnya doa seperti
yang dipahami pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ” Wahai manusia,
sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya
Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan
kepada para rasul. Allah berfirman,”Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik
dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian
kerjakan“. Dia (Allah) juga berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah
yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu,” kemudian beliau
(Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang lama
bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit
(seraya berdo’a): “Ya Rabb…, ya Rabb…,” tetapi makanannya haram, minumannya
haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka,
bagaimana do’anya akan dikabulkan?”.

DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Ahmad wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,2005.
Syahrur, Muhammad, Limitasi Hukum Pidana Islam, Semarang: Walisongo Press.
2008.
Rokhmadi, Reformasi Hukum Pidana Islam, Semarang: Rasail Media Group
Santoso, topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Rahman, abdur, Tindak Pidana Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Anda mungkin juga menyukai