Unit : 5
Semester : 3
Prodi : HES
Nama : JUNIAR
MIRA SAFITRI
FITRI ILYAS
JARIMAH TA’ZIR
(NARKOBA, JUDI, SUAP DAN KORUPSI)
A. Pengertian Jarimah Ta’zir
Jarimah Ta’zir secara bahasa adalah memberi pengajaran (al-ta’dib). Sedangkan
jarimah Ta’zir menurut hukum pidana islam adalah tindakan yang berupa edukatif
(pengajaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi hadd dan
kifaratnya. Atau kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif dan
hukumannya di tentukan oleh hakim, atau pelaku tindak pidana atau pelaku
perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syari’at.1
Dapat dijelaskan bahwa dijelaskan ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas
jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’, dikalangan para
fuqoha jarimah yang hukumannya belum di tetapkan oleh syara’ disebut dengan
jarimah ta’zir. Dapat dipahami juga bahwa jarimah ta’zir terdiri atas perbuatan-
perbuatan maksiat yang tidak di kenakan hukuman had dan tidak pula
kifarat.2 Jadi,hukuman ta’zir tidak mempunyai batas-batas hukuman tertentu, karena
syara’ hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang seringan-
ringannya sampai yang seberat-beratnya. Dengan kata lain, hakim yang berhak
menetukan macam tindak pidana beserta hukumannya, karena hukumannya belum di
tentukan oleh syara’.3
Dengan demikian ciri khas dari jarimah ta’zir adalah :
1. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut belum
di tentukan oleh syara’.
2. Penetuan hukuman tersebut adalah oleh hakim.4
1 Rokhmadi, Reformasi Hukum Pidana Islam, (semarang: RASAIL Media Group,2009), Cet. 1, hlm 66
2 Ahmad wardi muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hlm 249
3 Rokhmadi Op.Cit
4 Ahmad wardi muslich, Op.Cit
Aturan hukum pidana islam yang paling fleksibel terdapat pada jarimah ta’zir,
Pada kategori jarimah ini, baik kriminalisasi suatu perbuatan maupun hukumannya
diserahkan kepada Hakim. Jadi ta’zir merupakan hukuman bagi perbuatan pidana
(jarimah) yang tidak ada ketetapannya nas tentang hukumnya.5
Jika dilihat dari eksistensinya jarimah ta’zir sama dengan jarimah hudud, karena
keduanya sama-sama sebagai pengajaran (al-ta’lib) untuk mencapai kemaslahatan
dan sebagai tindakan preventif yang macam hukumnya berbeda-beda sesuai jenis
perbuatan dosaatau tindak pidana yang dilakukan. Jika pada jarimah hudu sudah
ditentukan secara pasti dan jelas hukuman-hukumannya, dan tidak bisa dirubah atau
diganti, sedangkan pada jarimah ta’zir belum ditentukan hukumannya.6
Mengenai macam-macam hukuman yang ada pada jarimah ta’zir adalah mulai
dari memberi nasehat atau peringatan, hukuman cambuk, penjara, dan lain-lain,
bahkan sampai hukuman mati, jika jarimah yang dilakukan benar-benar sangat
membahayakan, baik yang dirasakan oleh dirinya maupun masyarakat. Oleh karena
itu hakim boleh memilih hukuman tersebut tentunya disesuaikan dengan jenis
perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan, baik mengenai kkriteria pelakunya
maupun factor-faktor penyebabnya.7
Pelaksanaan hukuman pada jarimah ta’zir yang sudah diputuskan oleh hakim,
juga menjadi hak penguasa Negara atau petugas yang ditunjuk olehnya. Hal ini oleh
karena hukuman itu disyari’atkan untuk melindungi masyarakat, dengan demikian
hukuman tersebut menjadi haknya dan dilaksanakan oleh wakil masyarakat, yaitu
penguasa Negara seperti presiden atau aparat Negara. Orang lain, selain penguasa
atau orang yang ditunjuk oleh nya tidak boleh melaksankan hukuman ta’zir,
meskipun hukuman tersebut menghilangkan nyawa. Apabila iamelaksanakan sendiri
dan hukumannya berupa hukuman mati sebagai ta’zir maka ia dianggap sebagai
pembunuh, walaupun sebenarnya hykuman mati tersebut adalah hukuman yang
menhilanhkan nyawa.8
Perbedaan tersebut disebabkan , karena hukuman had adalah hukuman yang
sidah pasti yang tidak bias digugurkan atau dimaafkan, sedangkan hukuman ta’zir
Artinya. Dari Anas bin Malik bahwasanya Nabi didatangi oleh seorang yang
telah meminum khamr beliau lalu menyambuknya dengan dua pelepah kurma
sebanyak empat puluh kali (HR Muslim).
Dalam hadist diatas disebutkan bahwa alat yang digunakan untuk mencambuk
adalah dua pelepah kurma. Imam An-Nawawi mengemukakan bahwa istilah-istilah
pelepah kurma ini mengakibatkan pemahaman yang beragam.Sebagian memahami
bahwa dua pelapah kurma itu dianggap sebagai alat semata bukan jumlahnya.
Dengan demikian, jumlah cambukanya sebanyak empat puluh kali.
Sementara itu, sebagian yang lain memahami bahwa dua pelapah kurma yaitu
sebagai jumlah bukan sebatas alat. Dengan demikian, jumlah cambukan yang
sebanyak empat puluh kali itu dikalikan dua pelapah, sehingga jumlahnya delapan
puluh kali.
16 Ad-Duwaisy, Ahmad bin ‘Abdurrazzaq, Fatwa-fatwa Jual Beli, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Bogor, 2006
17 Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta, Zikrul Hakim, 1997.
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Ahmad wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,2005.
Syahrur, Muhammad, Limitasi Hukum Pidana Islam, Semarang: Walisongo Press.
2008.
Rokhmadi, Reformasi Hukum Pidana Islam, Semarang: Rasail Media Group
Santoso, topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Rahman, abdur, Tindak Pidana Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.