Disusun Oleh:
Kelompok 11
Ahmad Khatibul Umam (200103020212)
Fadhilah An Nisa (200103020192)
Al-Qur’an memperkenalkan dirinya berbagai ciri dan sifat. Salah satu diantaranya adalah
bahwa ia merupakan kitab yang keontentikannya dijamin oleh Allah SWT. Dan ia adalah
kitab yang selalu terpelihara
2
PEMBAHASAN
Kata amtsal adalah bentuk jama’ dari kata mitsal. Bentuk tersebut diungkapkan
sebanyak sembilan belas kali dalam berbagai ayat dan surat. Sedangkan bentuk-bentuk lain
diungkapkan sebanyak 146 kali dalam berbagai ayat dan surat.1
Secara etimologi kata matsal, mitsal dan matsil berarti sama dengan syabah, syibah
dan syabih. Kata matsal juga dipergunakan untuk menunjukan arti keadaan, sifat dan kisah
yang mengagumkan. Hal ini dapat dilihat dalam ayat-ayat al Qur’an antara lain: Qur’an surat
al Baqarah ayat 17.
Kata matsal dalam ayat ini dapat berarti keadaan, dimana dalam ayat ini kata matsal
dipinjam untuk makna yang sesuai dengan keadaan orang-orang munafiq yang tidak dapat
menerima petunjuk yang datangnya dari Allah; Qur’an surat al Fath ayat 29.
Kata matsal dalam ayat ini dapat berarti kisah atau cerita yang mengagumkan.2 Dalam
kaitan ini al Zamakhsyary mengisyaratkan, setidaknya ada dua makna dari kata matsal
tersebut, yaitu :
Pertama: matsal pada dasarnya dapat berarti al mitsal dan al nadhir yang berarti serupa atau
sebanding.
Kedua: matsal termasuk isti’arah yakni kata pinjaman yang berguna untuk menunjuk kepada
keadaan sesuatu, sifat dan kisah, jika ketiganya dianggap penting dan mempunyai keanehan.3
1
Muhammad Fu’ad Abd. Baqi, al Mu’jam al Mufahras Li al Fazh al Qur’an al Karim, (Kairo : Dar al Kutub,
t.t.)
2
Badaruddin bin Abdullah al Zarkasyi, Al Burhan fi Ulum al Qur’an, j.i., (Beirut Dar al Fikr, 1988), hal. 574
3
Al Zamakhsyariy, Tafsir al Kasysyaf, j.ii., (Kairo : Dar Al Llai, t.t.), hal. 281
3
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan, bahwa kata matsal sering disebut oleh al
Qur’an yang dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu:
1. Matsal yang menunjuk kepada makna sibih (serupa, sepadan, sama). Hal ini seperti firman
Allah surat al Baqarah ayat 228 yang artinya:
ق هّٰللا ُ فِ ْٓي اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر َ َت يَتَ َربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْمنَ َما خَ ل
ُ َو ْال ُمطَلَّ ٰق
ۗ هّٰللا
ِ ال َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ َو ُ ع
َز ْي ٌز ِ ف َولِلرِّ َج ِ ۖ ْك اِ ْن اَ َراد ُْٓوا اِصْ اَل ح ًۗا َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعرُو َ ِق بِ َر ِّد ِه َّن فِ ْي ٰذل ُّ َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح
َح ِك ْي ٌم
Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'.
Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak
kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka
(para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.
Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana. Q.S Al-Baqarah [2]: 228
2. Matsal yang menunjuk kepada makna nadlir (padanan). Firman Allah dalam surat al
Jumu’ah ayat 5 yang artinya:
ت هّٰللا ۗ ِ َوهّٰللا ُ اَل يَ ْه ِدى ْالقَوْ َم َ ار يَحْ ِم ُل اَ ْسفَار ًۗا بِْئ
ِ س َمثَ ُل ْالقَوْ ِم الَّ ِذ ْينَ َك َّذبُوْ ا بِ ٰا ٰي ِ َمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ ُح ِّملُوا التَّوْ ٰرىةَ ثُ َّم لَ ْم يَحْ ِملُوْ هَا َك َمثَ ِل ْال ِح َم
ّٰ
َالظلِ ِم ْين
“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak
membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab
yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”Q.S Al-Jumu'ah [62] : 5
3. Matsal yang menunjuk kepada makna mau’idzah (peringatan atau pelajaran). Firman Allah
dalam surat Ibrahim ayat 25 yang artinya:
هّٰللا ۗ
ِ َّتُْؤ تِ ْٓي اُ ُكلَهَا ُك َّل ِح ْي ٍن ۢبِا ِ ْذ ِن َربِّهَا َويَضْ ِربُ ُ ااْل َ ْمثَا َل لِلن
َاس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن
“(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah
membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.” Q.S Ibrahim [14] : 25
4
Menurut Ibn Al Qayyim, amtsal adalah menyerupakan dengan sesuatu yang lain
dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang bersifat abstrak dengan yang bersifat
indrawi atau mendekatkan salah satu dari dua yang kongkrit atas yang lainya dan
menganggap yang satu sebagai yang lain.4
4
Ibn Al Qayyim, A’lan al Munaqqi’in, j.i, (Beirut : Dar al Kutub al Ilaiyah, 1993), hal. 116
5
Jalaluddin al Suyuthiy, al Itqan fi Ulum al Qur’an,j.ii., (Beirut : Dar al Fikr, t.t.), hal. 131
6
Manna’ al Qaththan, Mabahits fi Ulum al Qur’an, (Beirut : al Syirkah al Mutthahidah li al Tauzi, 1973), hal.
283
7
Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi Ulum al Qur’an, (Kairo : Dar al Manar, 1991), hal. 344
8
Jalaluddin al Suyuthiy, al Itqan fi Ulum al Qur’an,j.ii., (Beirut : Dar al Fikr, t.t.), hal.132
5
Sedangkan menurut Manna’ al Qaththan dan Muhammad Bakar Ismail membagi
amtsal menjadi tiga macam, yaitu al Musharrahah atau al Qiyasiah, al kaminah dan al
Mursalah.9
Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan, petir dan
kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena
takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir. Q.S Al-Baqarah [2]: 19
Di dalam kedua ayat tersebut, Allah membuat dua macam perumpamaan (matsal) bagi
orang-orang munafik, yaitu:
Pertama, perumpamaan yang berkenaan dengan nar yakni kalimat, perumpamaan mereka
seperti orang yang menyalakan api, karena di dalam api itu sendiri terdapat unsur cahaya
yang dapat dipergunakan untuk menerangi.
Kedua, perumpamaan yang berekenaan dengan ma’i, yakni kalimat, atau seperti orang yang
ditimpa hujan lebat dari langit, karena di dalam air terdapat unsur-unsur dan materi
kehidupan. Artinya, bahwa kebenaran yang diturunkan oleh Allah bermaksud hendak
menerangi hati mereka (orang-orang munafik) dan menghidupkannya.
Selain ayat tersebut masih banyak lagi ayat-ayat yang termasuk ke dalam jenis amtsal
al Musharrahah tersebut. Misalnya firman Allah QS. Al Baqarah ayat 265
ْ صابَهَا َوابِ ٌل فَ ٰات ومثَ ُل الَّذ ْينَ يُ ْنفقُوْ نَ اَموالَهُم ا ْبتغ َۤاء مرْ ضا هّٰللا
ض ْعفَ ْي ۚ ِن فَا ِ ْن لَّ ْم
ِ َت اُ ُكلَهَا َ َت ِ َوت َْثبِ ْيتًا ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ِه ْم َك َمثَ ِل َجنَّ ۢ ٍة بِ َرب َْو ٍة ا ِ َ َ َ ِ ُ َ ْ ِ ِ َ َ
ۗ هّٰللا
ِ َص ْبهَا َوابِ ٌل فَطَ ٌّل َو ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ ب
ص ْي ٌر ِ ُي
9
Manna’ al Qaththan., Mabahits fi Ulum al Qur’an, (Beirut : al Syirkah al Mutthahidah li al Tauzi, 1973 hal.
284 dan Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi Ulum al Qur’an, (Kairo : Dar al Manar, 1991), hal. 344-345
6
yang artinya “Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
ridha Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka seperti sebuah kebun yang terletak di dataran
tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah- buahan dua kali
lipat, jika hujan lebat tidak menyiraminya maka (embun pun memadai) Allah maha Melihat
apa yang kamu kerjakan”.
Dalam ayat yang lain Allah juga menegaskan QS.Ar Ra’du ayat 35 yang artinya:
َمثَ ُل ْال َجنَّ ِة الَّتِ ْي ُو ِع َد ْال ُمتَّقُوْ ۗنَ تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه ۗ ُر
“Pempamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa ialah seperti
tanaman mengalir sungai-sungai di dalamnya…”
Firman Allah juga menegaskan dalam QS. An Nur ayat 39 yang artinya:
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang
datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga”
2. Amtsal al Kaminah adalah suatu perumpamaan yang di dalamnya tidak disebutkan secara
jelas, baik lafal tamtsil (perumpamaan langsung), keadaan, sifat-sifatnya, dan tidak pula
dijelaskan secara pasti mengenai saat terjadinya peristiwa, tetapi lafal yang digunakan adalah
menunjuk kepada makna tersiratnya yang indah dan menarik dalam susunan kata atau kalimat
serta mempunyai pengaruh tersendiri bila kalimat itu digunakan untuk makna yang serupa
denganya.10 Amtsal semacam ini dapat dijumpai dalam beberapa ayat al Qur’an, diantaranya :
a. Ayat yang senada dengan ungkapan agar berbuat bijak dan sederhana, seperti : Khairul
umur ausathuha “Sebaik-baik perkara adalah pertengahan” (Hadits). Atau ungkapan dalam al
Qur’an surat Al Baqarah ayat 68 yang artinya:
“Tidak tua dan tidak muda tetapi yang pertengahan diantara itu”.
10
Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi Ulum al Qur’an, (Kairo : Dar al Manar, 1991), hal. 346. Lihat. Manna al
Qaththan, Mabahits fi Ulum al Qur’an, (Beirut : al Syirkah al Mutthahidah li al Tauzi, 1973. hal. 285-286.
7
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebihan dan tidak
pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian.”
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula kamu terlalu
melunakannya dan carilah jalan tengah diantara keduanya itu.”
Firman-Nya yang lain juga dalam QS. Al Isra ayat 29 yang artinya:
ُطهَا ُك َّل ْالبَ ْس ِط فَتَ ْق ُع َد َملُوْ ًما َّمحْ سُوْ رًا َ ِك َم ْغلُوْ لَةً اِ ٰلى ُعنُق
ْ ك َواَل تَ ْبس َ َواَل تَجْ َعلْ يَ َد
“Dan janganlah kamu menjadikan tanganmu terbelenggu pada anlehermu, dan jangan pula
kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menadi tercela dan menyesal.”
b. Ayat yang senada dengan perkataan untuk menekankan bahwa kebenaran berita perlu
diselidiki, seperti firman Allah Q.S. Al Baqarah: 260 yang artinya:
“Allah berfirman, apakah kamu belum percaya? Ibrahim menjawab, saya telah percaya,
akan tetapi agar bertambah mantap hati (keyakinan) saya “
c. Ayat yang senada dengan pernyataan untuk menegaskan bahwa sesuatu itu akan
dipertanggungjawabkan, seperti firman Allah Q.S. An Nisa: 123 yang artinya:
هّٰللا
ِ ََم ْن يَّ ْع َملْ س ُْۤو ًءا يُّجْ َز بِ ٖ ۙه َواَل يَ ِج ْد لَهٗ ِم ْن ُدوْ ِن ِ َولِيًّا َّواَل ن
ص ْيرًا
“Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan atas
kejahatanya itu’’
Wahyu Allah juga menegaskan dalam QS. Yusuf ayat 64 yang artinya: “Nabi Ya’kub
berkata: Bagaimana aku akan mempercayakan-nya (Bunyamin) kepadamu seperti aku telah
mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu”
d. Firman Allah yang senada dengan ungkapan untuk peringatan agar tidak terjebak dalam
kesalahan dua kali, seperti dalam QS. Al Hajj ayat 4 yang artinya: “Yang telah ditetapkan
terhadap syetan itu, bahwa barang siapa yang brkawan dengan dia, tentu dia akan
menyesatkan dan membawanya ke adzab neraka.”
8
3. Amtsal al Mursalah adalah kalimat-kalimat itu bebas, tidak menggunakan lafal tasybih
secara jelas tetapi kalimat- kalimat itu berlaku atau berfungsi sebagai matsal, yang mana di
dalamnya terdapat peringatan dan pelajaran bagi manusia.11 Amtsal semacam ini banyak kita
jumpai di dalam al Qur’an, diantaranya adalah QS. Ali Imran ayat 92 yang artinya: Kamu
sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaikan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai.
Dalam QS. An Najm ayat 58 yang artinya : “Tidak ada yeang akan menyesatkan
terjadinya hari itu selain Allah.
1. Tasybih
Tasybih mempunyai nilai keindahan yang sangat tinggi. Ia merupakan sesuatu dengan
yang lain. Di dalam Al-Qur’an banyak yang menggunakan Uslub tasybih di dalam Al Qur’an
sering di ungkapkan dengan menyerupakan sesuatu yang kongkrit dengan yang kongkrit pula.
Atau sesuatu yang abstrak dengan yang abstrak. Antara lain: sepeti firman Allah,
a. Qs. Hud (11): 42 Artinya: “dan bahtera itu berlayar membawa mereka ke dalam
gelombang laksana gunung Gambar tentang ayat ini adalah gelombang yang dahsyat dan
menjadikan gunugn sebagai padanannya.”
b. Qs. Yunus (10) 24 Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah
seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit, Jika ayat ini ditelusuri lebih lanjut, maka
dapat dipahami bahwa ia menggambarkan kehidupan yang berlalu begitu cepat dan menipu
pandangan manusia.”
2. Istiarah
Istiarah adalah tasbih yang simple dan dibuang salah satu unsur tasybih-nya. 12 Amtsal
dalam bentuk ini dapat dipahami melalui firman Allah
11
Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi Ulum al Qur’an, (Kairo : Dar al Manar, 1991), hal. 345
12
Ali al-Jarimay dan Mustafa Amin, al-Balaghat al-Wadiyah, (cet, XII; Mesir; Dar al-Ma’rif, 1957), hlm. 76
9
a. Qs Ar-Ra’ad (13) 17 Artinya: “adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya;adapun yang memeberi manfaat kepada manusia,Mereka ia tetap di bumi Allah
mengumpamakan yang benar dan yang bathil dengan air dan buih atau dengan logam yang
mencair buihnya. Yang benar sama dengan air atau logam murni yang bathil sama dengan
buih air atau tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia”
b. Qs. Al-Hujurat (49): 12 Artinya: “dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlan menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jiji
kepadanya… Bentuk Amtsal ini dapat menembus daya khayal manusia akan akibat suatu
perbuatan yang dilarang. Dalam ayat ini dapat dipahami pula, bahwa Allah menyerupakan
orang yang suka menginjak-injak harga diri saudaranya seperti memakan dagingnya
sendiri.”
Bentuk ini adalah memberikan gambaran dan kisah yang mempunyai pengaruh dalam
jiwa pembacanya dan mengandung unsur keanehan tanpa ada indikasi tasybih dan istiarah,
meskipun menggunakan kata amtsal seperti ini dapat kita lihat dalam firman-firman Allah
berikut ini, antara lain:
a. Qs. Al Baqarah (2): 26 Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu…”
b. Qs. Az Zumar (39) 27 Artinya: “Sesungguhnya telah kami buatkna bagi manusia dalam
Al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. Dari beberapa
contoh di atas tidak Nampak indikasi tasybih walaupun menggunakan kata “matsalin” ,
Amtsal ini hanya mengandung nilai-nilai yang perlu dirangkaikan dan dijadikan pelajaran.”
Amtsal Al-Qur’an memberikan kontribusi yang cukup besar dalam daya pikir bagi
umat manusia dalam memahami Al-Qur’an, dan merupakan cara tuhan untuk menyampaikan
pesan-pesan ilahiyah-Nya kepada manusia untuk direnungkan dan dijadikan pelajaran.
10
alUmariy, mengemukakan bahwa ada beberapa hikmah dan tujuan dari amtsal Al-Qur’an.13
Yaitu :
a. Menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk kongkrit yang dapat dilaksanakan atau
dirasakan oleh panca indera manusia, sehingga akal dapat menagkap informasi tersebut.
c. Menggambarkan sesuatu yang tidak Nampak kedalam yang Nampak, seperti firman Allah
Qs. Al-baqarah (2): 275 Artinya: “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila.”
Sebenarnya tak seorangpun yang tau secara pasti apa sebenarnya yang menjadi tujuan
diungkapkan uslub Amtsal oleh Allah dalam AL-Qur’an. Namun bila diperhatikan secara
cermat amtsal yang dibawah oleh ayat-ayat Al-Qur’an itu maka kita dapat berkata bahwa
tujuan amtsal tesebut ialah agar umat manusia mengambil pelajaran darinya. Artinya, contoh
yang baik untuk dijadikan teladan, sebaliknya perumpamaan yang jelek agar dapat berusaha
menghindarinya.14
Jadi jelaslah tujuan pengungkapan amtsal tersebut ialah agar manusia menjadi pelajaran dan
bahan renungan sehingga mereka terbimbing ke jalan yang benar demi meraih bahagia dunia
akhirat.
13
Ahmad Jamal al-Umariy, Dirasat Fi Al-Qur’an Wa Al-SUnnah (Cet, I: Kairo: Dar al-Ma’rif, 1982) h. 115
14
Nashrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Cet I Pustaka Pelajar: 2005) h. 259
11
KESIMPULAN
12
Pada dasarnya amtsal Al-Qur’an bertujuan untuk mengeluarkan sesuatu yang masih
samar kepada sesuatu yang jelas. Sehingga manusia dapat menangkap apa yang dimaksut
dariayat-ayat tersebut. Kemudian mencoba menganalisa lebih lanjut, sehingga dapat
mengambil pelajaran dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Umariy, Ahmad Jamal Dirasat Fi Al-Qur’an Wa Al-Sunnah, Cet, I; Kairoh: Dar alMa’rif,
1982
Baidan, Nshrudin Wawasan baru Ilmu Tafsir. Cet. I, Pustaka Pelajar 2005
Isma’il, Muhammad Bakar, Dirasat Fi Ulum al Qur’an, (Kairo: Dar al Manar, 1991).
13
Qaththan, al, Manna, Mabahits Fi Ulum Al Qur’an, (Beirut: al Syirkah al Muttahidah Li al
Tauzi, 1973) Qayyim, al. Ibnu, ‘A’lam al Muwaqqi’in, j.i, (Beirut: Dar al Kutub al Islamiyah,
1993).
Suyuthiy, al, Jalaluddin, Al Itqan Fi Ulum Al Qur’an, j.ii, (Beirut: Dar al Fikr, t.t.)
Zarkasyi al, Badruddin bin Abdullah, Al Burhan Fi Ulum Al Qur’an, j.i., (Beirut: Dar Al Fikr,
1988).
al-Jarimay, Ali dan Amin, Mustafa, al-Balaghat al-Wadiyah, (cet, XII; Mesir; Dar al-Ma’rif, 1957)
14