Anda di halaman 1dari 13

AL-AMTSAL

PEMBAHASAN AL-AMTSAL DALAM STUDI ULUMUL QUR’AN

Dosen Pengampu

Dasrizal, M.I.S

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Rizal Fahri (11200340000149)

Narita Salsabila (11200340000150)

Hilmiyatus Saidah (11200340000151)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, karena dengan
atas Rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat waktu, Dan tak lupa
sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Adapun dalam penulisan
makalah ini, materi yang akan dihabas adalah “AL-AMTSAL”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ulumul Qur’an” dan
kami menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan,
oleh karena itu besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang
membangun, demi kesempurnaan makalah ini.

Tidak lupa juga kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah yang bersangkutan Bapak
“Dasrizal, M.I.S. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan mendapat barokah bagi kita semua
dan dapat menambah wawasan kita dalam mempelajari “Ulumul Qur’an”.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Ciputat, 3 Juni 2021

Penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT (kalamullah) yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad SAW melalui ruhul Amin, malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman hidup (way of
life) bagi makhluknya di setiap ruang dan waktu. Al-Qur’an juga berfungsi mengantarkan dan
mengarahkan manusia ke jalan yang lurus.

Namun, ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an tidaklah dapat serta merta bisa
dipahami secara jelas. Hal ini disebabkan oleh faktor Al-Qur’an itu sendiri maupun faktor luar
Al-Qur’an, seperti banyaknya ayat yang mutasyabihat, lafadz musytarak (lafadz yang memiliki
makna ganda), gharabah al lafdzi (lafadz yang masing asing), al hadf (penggabungan lafadz),
ikhtilaf marji’ al dhamir (adanya perbedaan tempat kembalinya kata ganti), al taqdim wa al
ta’khir (lafadz yang didahulukan dan yang diakhirkan), maupun kekeliruan penafsiran Al-
Qur’an.

Dengan demikian, dalam memahami Al-Qur’an sangatlah dibutuhkan ilmu tersendiri,


yang dikenal dengan ulumul Qur’an. Dimana dalam ilmu ini salah satu disiplinnya adalah ilmu
amtsalul Qur’an. Al-Qur’an sendiri telah menyerukan kepada umat manusia untuk
memperhatikan tamsil-tamsil, sebab dari situlah akan ditemukan suatu kebenaran yang hakiki
mengenai kekuasaan Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari hal
tersebutlah penulis bermaksud mengeksplor amtsal Al-Qur’an untuk lebih memperdalam upaya
pemahaman Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari amtsal Qur’an?

2. Bagaimana macam-macam amtsal dalam Al-Qur’an?

3. Bagaiamana Pendapat Ulama’ Tentang amtsal dalam Al-Qur’an ?

4. Bagaimana faedah/manfaat dari amtsal Qur’an?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mendeskripsikan definisi dari amtsal Qur’an.

2. Untuk mendeskripsikan macam-macam amtsal dalam Al-Qur’an.

3. Untuk mendeskripsikan Pendapat Ulama’ temtag amtsal Al-Qur’an

4. Untuk mendeskripsikan faedah/manfaat dari amtsal Qur’an.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amtsal dalam Al-Qur’an

Menurut bahasa (etimologi) kata amtsal berupa bentuk jamak dari lafal matsal. Sedang
kata matsal, mitsil, dan matsil adalah sama dengan kata syabah, syibih dan syabih, baik dalam
lafal maupun dalam maknanya1. Pengertian matsal secara etimologis ini ada tiga macam.
Pertama, bisa berarti perumpamaan, gambaran, atau keserupaan. Kedua, bisa berarti kisah atau
cerita yang dianggap penting dan mempunyai keanehan. Ketiga, bisa berarti sifat, keadaan atau
tingkah laku yang menakjubkan. Misalnya, dalam firman Allah pada QS. Muhammad ayat 15
dijelaskan tentang keadaan dan sifat surga yang sangat mengagumkan.2
ٗ‫َﻣ َث ُل ا ۡ َ ﱠـنة ﱠال ۡ ُوع َد ۡال ُم ﱠت ُق ۡو َن ف ۡ َ ۤا َا ۡ ٰ ٌر ّﻣ ۡن ﱠﻣ ٓاء َغ ۡ ٰاسن ۚ َو َا ۡ ٰ ٌر ّﻣ ۡن ﱠل َ ن ﱠل ۡم َي َت َغ ﱠ ۡ َط ۡع ُمه‬
ٍ ِ ٍ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ
ٌ َ ۡ َ َ ٰ َ ‫َ َٰۡ ٌ ّ ۡ َ ۡ ﱠ ﱠ ّ ﱣ ۡ َ َ َٰۡ ٌ ّ ۡ َ َ ﱡ َ َ َ ُ ۡ َۡ ۡ ُ ّ ﱠ‬
‫وا ر ِﻣن خم ٍرلذ ٍة ِللش ِرِ ن ۚ وا ر ِﻣن عس ٍل ﻣصفى ؕ ول م ِف ا ِﻣن ِل الثمر ِت وﻣغ ِفرة‬
ُ‫النار َو ُس ُق ۡوا َﻣ ٓا ًء َحم ۡي ًما َف َق ﱠط َع َا ۡﻣ َع ٓا َءه‬
‫ﱠ‬
‫د‬ ٌ ‫ّﻣ ۡن ﱠ ّ ۡم َك َم ۡن ُ َو َخال‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫ِ ر‬
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang
bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat
rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh
di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang
yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong
ususnya.” (QS: Muhammad/47:15)

Ayat tersebut bisa diartikan perumpamaan surga, atau gambaran, sifat, atau keadaan
surga yang sangat mengherankan.

Secara terminologis, matsal atau amtsal sebagaimana yanng didefinisikan para ahli sastra
adalah ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang dimaksudkan untuk
menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang akan dituju.4 Misalnya
Allah berfirman dalam QS. Al-Hasyr ayat 21:
َ ‫َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ ﱠ ُ ْ َ َ َ ﱠ ُ ْو‬
‫اس لعل م يتفكر ن‬ ِ ‫و ِتللك اﻷﻣثل نض ِر ا ِللن‬
“...Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”
(QS: Al-Hasyr/59:21)

Menurut ulama Bayan amtsal merupakan bentuk majas murakkab yang konteksnya
adalah persamaan. Maksudnya bahwa amtsal merupakan ungkapan majas majemuk yang kaitan

1
Ali Ma’sum dan Zainal Abidin Munawwir, Kamus Al-Munawwir ( Pustaka Progresif : 1984 ) hal. 1309

2
Supiana dan Karman, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hal. 253
antara yang disamakan dan asalanya disebabkan adanya keserupaan. Semua bentuk amtsal ini
adalah isti’arah tamtsiliyyah (kiasan yang menyerupakan). Sedangkan menurut ulama tafsir
amtsal adalah menampakkan pengertian abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan
menarik yang tertancap di dalam jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun majaz mursal
(ungkapan bebas)3 pengertian amtsal yang diartikan oleh ahli tafsir yang relevan dengan yang
terdapat di dalam Al-Qur'an. Ulama ahli tafsir membagi amtsal tasybih menjadi dua macam,
yaitu:

1. Tasybih Sharih

Yaitu perumpamaan yang jelas/terbuka. Contoh dalam QS. Yunus ayat 24


َ ۡ ُ َ َ َ ََ ۡ َ ٓ َ ‫ﱡ ۡ َ َ َ ٓ َۡ َۡ ٰ ُ َ ﱠ‬
ۡ‫اﻻر‬ ٰ َ ۡ ‫ا ﱠن َما َﻣ َث ُل ا‬
‫ض‬
ِ ‫ات‬ ‫ب‬‫ن‬ ‫ه‬
ِٖ‫ب‬ ‫ط‬ ‫ل‬‫ت‬ ‫اخ‬ ‫ف‬ ‫ء‬ِ ‫ا‬‫م‬‫الس‬ ‫ن‬‫ﻣ‬ِ ‫ه‬‫ن‬ ‫ل‬
‫ز‬ ‫ن‬‫ا‬ ‫ء‬ٍ ‫ا‬ ‫م‬‫ك‬ ‫ا‬ ‫ي‬‫ن‬‫الد‬ ‫وة‬
ِ ‫ي‬ ِ
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami
turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanamtanaman
bumi...”(QS. Yunus/10:24)

2. Tasybih Dhini

Yaitu perumpamaan yang terselubung. Contoh QS. Al-Hujurat ayat 12:


ً َ َ ُۡ َۡ ُ َ َ ً ۡ َ ۡ ُ ُ ۡ ‫ﱠَ َ َ ﱠ ُ ۡ ََ َ ۡ َ ْ ﱠ‬
‫ضا ؕ ا ُي ِح ﱡب ا َح ُدك ۡم ان ﱠيا َل ۡ َم ا ِخ ۡي ِه َﻣ ۡيتا‬ ‫وﻻ تجسسوا وﻻ غتب عضكم ع‬
‫ﱣَ ﱠ ﱣ‬
ٌ ‫الل َه َت ﱠو‬ ُ‫ﱠ‬ ُ ََ
‫اب ﱠر ِح ۡي ٌم‬ ‫فك ِر ۡ ت ُم ۡو ُه ؕ َو اتقوا الله ؕ ِان‬

“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Hujurat/49:12)

Contoh amtsal dalam bentuk majaz mursal seperti yang tercantum pada QS. AlHajj ayat 73:
‫ٰۤ َ ﱡ َ ﱠ ُ ُ َ َ َ ٌ َ ۡ َ ُ ۡ َ ٗ ﱠ ﱠ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ ﱣ‬
ً‫الله َل ۡن ﱠي ۡخ ُل ُق ۡوا ُذ َبابا‬
ِ ‫يـا ا الناس ض ِرب ﻣثل فاست ِمعوا له ؕ ِا ًن ال ِذين تدعون ِﻣن دو ِن‬
ُ‫الطالب‬ ‫ﱠ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ٗ َ ۡ ﱠ ۡ ُ ۡ ُ ُ ﱡ َ ُ َ ۡٔ ﱠ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ ُ ۡ ُ َ ُ َ ﱠ‬
ِ ‫ول ِو اجتمعوا له ؕ و ِان سل م الذباب شي ــا ﻻ ستـن ِـقذوه ِﻣنه ؕ ضعف‬
ُۡ ۡ
‫َوال َمطل ۡو ُب‬

“Wahai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu.
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor
lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang
menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. AlHajj/22:73)

Dalam ayat tersebut tidak berupa tasybih, karena tidak ada asal cerita atau musababnya.4
Menurut Rosyid Ridho, yang dimaksud amtsal adalah perumpamaan baik, berupa ungkapan,

3
Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hal. 311

4
Ibid..., hal. 313
gerak, maupun melalui gambar-gambar. Sebaliknya, dalam konteks pendidikan Islam, teknik
metafora mengarah pada perumpamaan dalam segi ungkapan belaka.5

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, amtsal adalah
perumpamaan yang berbentuk abstrak menuju pengertian yang konkrit untuk mencapai tujuan
dan mengambil hikmah dari perumpamaan tersebut baik berupa ungkapan, gambaran, maupun
gerak.

B. Macam-macam Amtsal dalam Al-Qur’an

Amtsal dalam Al-Quran ada 2 macam: 1) Amtsal yang tegas (musharrahah), 2) Amtsal yang
tersembunyi (kaminah)

1. Amtsal Musharrahah

Amtsal musharrahah atau dzahirah adalah amtsal yang di dalamnya dengan tegas menggunakan
lafadz-lafadz amtsal atau tasybih. Amtsal jenis ini paling banyak terdapat dalam Al-
Qur’an.6Seperti yang terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 17-20:
‫ۡ َۡ َ َ َ ً ََ ﱠۤ َ ََٓ ۡ َ َ َۡ ٗ َ َ َ ﱣ‬
ۡ ‫الل ُه ب ُن ۡور ِ ۡم َو َت َر َك ُ ۡم‬ ‫َ َُُ ۡ َ َ َ ﱠ‬
ِ ِ ِ ‫ب‬ ‫ذ‬ ‫ه‬ ‫ل‬‫و‬‫ح‬ ‫ا‬‫م‬ ‫ت‬ ‫ء‬‫ا‬‫ض‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ف‬ ‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ق‬‫و‬ ‫ت‬ ‫اس‬ ‫ى‬ ‫ذ‬ ِ ‫ال‬ ‫مثل م كمث ِل‬
ٓ ‫َۡ َ َّ ّ َ ﱠ‬ َ َ َ ۡ ُۢ ‫ُُ ﱠ‬
‫الس َما ِء‬ ‫ ( او كص ِ ٍب ِمن‬١٨ ) ‫ص ﱞم ُبك ٌم ُع ۡ ٌ ف ُ ۡم ﻻ َي ۡر ِج ُع ۡون‬ ( ١٧ ) ‫ظل ٰم ٍت ﻻ ُي ۡب ِص ُر ۡو َن‬
‫ﱣ‬ ۡ َ
‫اع ِق َحذ َر ال َم ۡو ِت َوالل ُه‬ َ ‫صا َع ُ ۡم ۡۤ ٰا َذا ۡم ّم َن ﱠ‬ َ ‫ف ۡﻴه ُظ ُل ٰم ٌت ﱠو َر ۡع ٌد ﱠو َ ۡر ٌق ۚ َي ۡج َع ُل ۡو َن َا‬
ِ ‫الصو‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
َۡ َ َۤ َ َ َٓ َ ۤ َ ‫َ َ ُ َۡۡ ُ َ ۡ َ ُ َۡ َ َ ُ ۡ ُﱠ‬ ٰۡ ٌ
‫ضا َء ل ُ ۡم ﱠمش ۡوا ِف ۡﻴ ِه َوِاذا اظل َم‬ ‫ ( ي اد ال ق يخطف ابصار م لما ا‬١٩ ) ‫ُم ِﺤ ۡﻴﻂ ِبالك ِف ِرۡ َن‬
َ َ ُ ٰ ‫ﱣ‬
‫صا ِر ِ ۡم ِا ﱠن الل َه َع ِ ّل ۡ ٍء ق ِد ۡي ٌر‬ َ ‫الل ُه َل َذ َ َب َس ۡمع ۡم َو َا ۡب‬ ‫ََۡ ۡ َ ُ ۡ ََ ۡ َ َٓ ﱣ‬
‫عل ِ م قاموا ولو شاء‬
ِِ ِ
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka
akan kembali (ke jalan yang benar) atau seperti (orangorang yang ditimpa) hujan lebat dari
langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat, mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya,
karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang
kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari
mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. AlBaqarah/2:17-20)

Dalam ayat tersebut, Allah memberikan perumpamaan terhadap orang munafik dengan dua
ََْ َ ْ َ ْ ‫ﱠ‬ ََ َ
perumapamaan, yaitu dengan api yang menyala ( ‫ ) كمث ِل ال ِذى استو قدنا ًرا‬dan dengan air ( ) yang
di dalamnya ada unsur kehidupan. Begitu pula Al-Qur'an diturunkan, pertama untuk menyinari
hati dan keduanya untuk menghidupkannya. Allah menyebutkan keadaan orang munafik juga di

5
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Triganda Karya, 1993), hal. 260

6
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 257
dalam dua hal, mereka diumpamakan menghidupkan api untuk menyinari dan memanfaatkannya
agar dapat berjalan dengan sinar api tadi. Tetapi sayang mereka tidak bisa memanfaatkan api itu,
karena Allah telah menghilangkan cahayanya, sehingga masih tinggal panasnya saja yang akan
membakar badan mereka, sebagaimana mereka tidak menghiraukan seruan Al-Qur’an, dan hanya
pura-pura membacanya saja7

Begitu pula dalam perumpamaan kedua, mereka diserupakan dengan air hujan yang turun
dari langit, disertai dengan kegelapan petir dan kilat sehingga mereka menutup telinga dan
memejamkan mata karena takut mati disambar petir. Hal inipun relevan dengan keadaan mereka
yang mengabaikan Al-Qur’an dan tidak menjalankan perintah-perintahNya yang mestinya bisa
menyelamatkan, tetapi karena tidak diindahkan maka justru membahayakan mereka.8 Selain itu,
juga ditemukan dua model penggunaan amstal musarrahah, yaitu:

a. Mengumpamakan sesuatu hal yang abstrak dengan sesuatu yang lebih konkret. Contohnya:
dalam QS. Al-Jumuah ayat 5 yang berbunyi:
ۡ َ َ ۡ ً َ ۡ َ ُ ۡ َ َ ۡ ََ َ َ ُۡ ۡ َ ۡ َ ‫ََ ُ ﱠ ۡ َ ُ ُّ ﱠٰۡ َ ُ ﱠ‬
‫س َمث ُل ال َق ۡو ِم‬ ‫مثل ال ِذين ح ِملوا التور ة ثم لم يﺤ ِملو ا كمث ِل ا ِ م ِار يﺤ ِمل اسفارا ؕ ِب‬
‫ﱣ‬ َۡ َ ‫ﱣ‬ ‫ﱣ‬ ٰ ‫َﱠ‬ ‫ﱠ‬
‫ال ِذ ۡي َن كذ ُب ۡوا ِبا ٰي ِت الل ِه َوالل ُه ﻻ َ ۡ ِدى الق ۡو َم الظ ِل ِم ۡ َن‬

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada


memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk
kepada kaum yang zalim.” (QS. Al-Jumuah/62:5)

Diumpamakan orang-orang Yahudi yang telah diberi kitab Taurat, kemudian mereka
membacanya tetapi tidak mengamalkan isinya dan tidak membenarkan kedatangan Nabi
Muhammad SAW. Bagaikan binatang himar (keledai) yang membawa kitab-kitab tebal, yang
berarti kemubadziran dalam pekerjaannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
yang lebih jelas dan merangsang perasaan bahwa kitab Taurat yang diturunkan Allah kepada
kaum Yahudi tidak bermanfaat sedikitpun jika tidak diamalkan, dan tidak membenarkan
terhadap kandungan isinya. Perumpamaan ini ditujukan kepada kaum Muslimin agar
membenarkan Al-Qur'an dan melaksanakan isinya agar jangan menyerupai orang Yahudi yang
tidak menerima isi Taurat dan tidak mengamalkannya9

b. Membandingkan dua perumpamaan antara hal yang abstrak dengan dua perumpamaan antara
hal yang abstrak dengan dua hal yang lebih konkrit. Contohnya QS. Ibrahim ayat 24-27 yang
berbunyi:
ٓ ‫ﱠ‬ َ َ ُ ۡ َ َ َّ َ َ َ َ ً َ َّ ً َ َ ًَ َ ُ ‫ََ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ﱣ‬
‫الس َما ِۙء‬ ‫صل َ ا ث ِاب ٌت ﱠوف ۡر ُع َ ِا‬ ‫الم تر كﻴف ضرب الله مثﻼ ِلمة ط ِﻴبة ك ر ٍة ط ِﻴب ٍة ا‬
‫َﱠ‬ ‫ُ ۡ ۡۤ ُ ُ َ َ ُ ﱠ ۡ ۢ ۡ َ ّ َ َ َ ۡ ُ ﱣ ُ ۡ َ ۡ َ َ ﱠ َ ﱠ‬
(٢٥) ‫اس ل َعل ُ ۡم َي َتذك ُر ۡو َن‬ ِ ‫( تؤ ِ ى ا ل ا ل ِح ٍن ِب ِاذ ِن ِر ا و ض ِرب الله اﻻمثال ِللن‬٢٤)
7
Ibid..., hal. 258

8
Muhammad Ali, “Fungsi Perumpamaan dalam Al-Qur’an”, Jurnal Tarbawiyah, Vol. 10 No. 2, 2013, hal. 26

9
Dian Ayu Munfaridah, Thesis: Kajian Ayat-ayat Metafora Sebagai Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Surabaya:
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), hal. 24-25
‫ﱣ‬ َ َ َ َۡ ۡ َ ۡ ۡ ‫َ َ َ ُ َ َ َ َۡ َ َ َ َ َ َۡ ۡ ُﱠ‬
‫( ُيث ِّ ُت الل ُه‬٢٦ ) ‫ض َما ل َ ا ِم ۡن ق َر ٍار‬ ِ ‫ر‬ ۡ ‫اﻻ‬ ‫ومثل ِلم ٍة خ ِب ث ٍة ك ر ٍة خ ِب ث ٍة ۨاجت ت ِمن فو ِق‬
‫ﱣ‬ ‫ﱣ‬ ‫ﱣ‬ ٰۡ ۡ ‫ۡ َ ٰﻴوة ﱡ‬ ‫ﱠ ۡ َ ٰ َ ُ ۡ ۡ َ ۡل ﱠ‬
‫الدن َﻴا َو ِ اﻻ ِخ َر ِة ۚ َو ُ ِض ﱡل الل ُه الظ ِل ِم ۡ َن ۙ َو َ ۡف َع ُل الل ُه‬ ِ ‫ا‬ ِ ِ ِ ِ ‫ال ِذين امنوا ِبالقو‬
‫ت‬ ‫اب‬‫الث‬
َٓ
( ٢٧ ) ‫َما َ شا ُء‬

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan
kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS.
Ibrahim/14:24-27)

Allah mengumpamakan “kalimah thayyibah” dengan pohon yang baik. Pohon itu akarnya kokoh
dan dahannya menjulang tinggi serta berbuah pada setiap musim. Kalimah thayyibah (ucapan
yang baik) itu dibandingkan agar nyata perbedannya dengan “kalimah khabitsah” (ucapan yang
buruk/tidak berguna) yang seperti pohon buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
tanah sehingga tidak dapat tegak lagi walaupun sedikit.10

2. Amtsal Kaminah

Amtsal kaminah adalah amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil
(perumpamaan), tetapi ia menunjukkan makna yang indah, menarik dalam redaksinya yang
padat11.

Jadi, sebenarnya Al-Qur'an sendiri tidak menjelaskan sebagai bentuk perumpamaan


terhadap makna tertentu, hanya saja isi kandungannya menunjukkan salah satu bentuk
perumpamaan. Tegasnya amtsal kaminah ini ialah merupakan matsal (perumpamaan) maknawi
yang tersebunyi, bukan amtsal lafdhi yang nampak jelas.12 Contoh amtsal kaminah ini dapat
dilihat dalam bentuk-bentuk berikut:

A. Seorang ulama mengatakan bahwa orang Arab tidak mengucapkan suatu


perumpamaan, kecuali karena ada persamaannya di dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat yang
senada dengan perkataan, (sebaik-baik urusan adalah yang sedang-sedang saja). Seperti
dalam firman Allah, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) QS. Al-Baqarah ayat 68 tentang sapi betina:

َ‫ض ﱠوَﻻ ب ۡك ٌؕر َع َو ٌۢان َب ۡ َن ٰذلك‬


ٌ َ ‫ﱠَ َ َ ٌَ ﱠ‬
ِ ِ ِ ‫ِا ا بقرة ﻻ‬
‫ر‬ ‫ا‬ ‫ف‬
“...bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan
antara itu...”(QS. Al-Baqarah/2:68)

10
Ibid..., hal. 26

11
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 259

12
Munfaridah, Thesis: Kajian Ayat-ayat Metafora..., hal. 26
2) QS. Al-Furqan ayat 67 tentang nafkah:
َ ٰ َ َ ‫َو ﱠالذ ۡي َن ا َذ ۤا َا ۡن َف ُق ۡوا َل ۡم ُ ۡسر ُف ۡوا َو َل ۡم َي ۡق ُ ُ ۡوا َو‬
‫ان َب ۡ َن ذ ِل َك ق َو ًاما‬ ِ ِ ِ
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, tetapi di tengah-tengah antara yang demikian.”(QS. Al-Furqan/25:67)

3) QS. Al-Isra’ ayat 29 tentang infaq:

ً‫َوَﻻ َت ۡج َع ۡل َي َد َك َم ۡغ ُل ۡو َل ًة ِا ٰ ُع ُن ِق َك َوَﻻ َت ۡ ُس ۡط َ ا ُ ﱠل ۡال َ ۡس ِﻂ َف َت ۡق ُع َد َم ُل ۡو ًما ﱠم ۡﺤ ُس ۡورا‬


“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”(QS.Al-
Isra’/17:29)

4) QS. Al-Isra’ ayat 110 tentang shalat:

ً ٰ َ ُ َ ََ ۡ َ ۡ َ ََ
‫صﻼ ِت َك َوﻻ تخا ِف ۡت ِ َ ا َو ۡاب َت ِغ َب ۡ َن ذ ِل َك َس ِ ۡﻴﻼ‬ ‫وﻻ تج ر ِب‬
“...dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra’/17:110)

Berdasarkan beberapa ayat di atas, ungkapan “tidak tua”, dan “tidak muda”, “tidak
berlebihan” dan “tidak boros”, “tidak kikir” dan “tidak terlalu boros”, “mengeraskan suara” dan
“merendahkannya”, menurut sebagian ulama dipandang sebagai amtsal kaminah, karena sesuai
dengan sebuah ungkapan sebaik-baik perkara itu yang pertengahan13.

B. Jika ada ungkapan: “kamu akan ditagih sebagaimana kamu meminjam”. Ungkapan
semacam ini didapatkan pula amtsalnya dalam Al-Qur’an pada ayatayat berikut:16

1) QS. An-Nisa’ ayat 123:

“...barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan


kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain
dari Allah.” (QS. An-Nisa’/4:123)

2) QS. Al-Isra’ ayat 63:

“...maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu


pembalasan yang cukup.”(QS. Al-Isra’/17:63)

3) QS. An-Najm ayat 41:

“Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”
(QS. An-Najm/53:41)

C. Demikian halnya dengan ungkapan: “orang mukmin itu tidak boleh terperosok ke
dalam satu lubang sampai dua kali” juga terdapat amtsalnya dalam AlQur’an, yaitu dalam
QS. Yusuf ayat 64:

13
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 260
َ ً َ ‫َ َ ﱣ‬ َ ٰٓ َ ۡ ُ ُ ۡ َ ۤ َ َ ‫َ َ َ ۡ ٰ َ ُ ُ ۡ َ َ ۡ ﱠ‬
‫ا ِخ ۡﻴ ِه ِم ۡن ق ۡب ُل فالل ُه خ ۡ ٌ ٰح ِفظا ﱠو ُ َو ا ۡر َح ُم‬ ‫قال ل امنكم علﻴ ِه ِاﻻ كما ا ِمنتكم ع‬
‫الر ِح ِم ۡ َن‬
‫ﱣ‬
“Berkata Ya´qub: "Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu,
kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?".
Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyanyang diantara
para penyanyang.” (QS. Yusuf/12:64)

Selain amtsal musharrahah dan amtsal kaminah terdapat amtsal lain yang masih menjadi
perdebatan para ulama yaitu amtsal mursalah (perumpamaan yang terbebas) karena mereka
menganggap ayat-ayat yang mereka namakan amtsal mursalah ini telah keluar dari adab Al-
Qur’an dan masih kurang memenuhi kriteria jika disebut sebagai matsal. Ar-Razy berkata ketika
menafsirkan ayat ( ‫ ) لكم دينكم وليدين‬untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS. Al-
Kafirun/6:109) Sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai matsal (untuk membela,
membenarkan perbuatannya ketika meninggalkan agama/murtad, padahal hal demikian tidak
dibenarkan. Sebab Allah menurunkan Al- Quran bukan untuk dijadikan matsal, tetapi untuk
direnungkan dan kemudian diamalkan isi kandungannya14

Dari macam-macam amtsal di atas, amtsal jenis pertama sering digunakan dalam Al-
Qur’an dan termasuk jenis amtsal yang sebenarnya. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
tidak semua ayat yang ada dalam Al-Qur’an dapat dijadikan amtsal untuk berbagai ungkapan dan
peristiwa. Sedangkan, amtsal jenis kedua masih memerlukan kajian ulang dan harus ditempatkan
secara proporsional. Salah seorang ulama yang bernama Ibn Syihab, pernah mengatakan bahwa
janganlah kamu membuat amtsal dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi, baik dalam
ungkapan maupun perbuatan.15

C. Faedah Amtsal Al-Qur’an

Ungkapan-ungkapan dalam bentuk amtsal dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi dan
tujuan di antaranya:

1. Pengungkapan pengertian abstrak dengan bentuk konkret yang dapat ditangkap indera itu
mendorong akal manusia dapat mengerti ajaran-ajaran Al-Qur'an. Sebab, pengertian abstrak
tidak mudah diresap sanubari, kecuali setelah digambarkan dengan hal-hal yang konkret
sehingga mudah dicernanya. Contohnya seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 264 yang
menggambarkan batalnya pahala sedekah yang diserupakan dengan hilangnya debu di atas batu
akibat disiram air hujan deras.19

2. Matsal Qur'an dapat mengungkapkan kenyataan dan bisa mengkonkretkan hal yang abstrak.
Contohnya seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 yang mengumpamakan orang-orang makan
riba yang ditipu oleh hawa nafsunya, itu diserupakan dengan orang yang sempoyongan karena
kemasukan setan.

3. Matsal Qur'an dapat mengumpulkan makna indah yang menarik dalam ungkapan yang singkat
padat, seperti halnya dalam amtsal kamimah, amtsal mursalah, dan sebagainya.

14
Ibid..., hal. 30

15
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 260
4. Mendorong orang giat beramal melakukan hal-hal yang dijadikan perumpamaan yang menarik
dalam Al-Qur'an yang bisa mendorong orang giat bersedekah atau memberi nafkah. Contohnya
seperti firman Allah mengenai orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan diberi
kebaikan yang banyak, sebagai terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 261.

5. Menghindarkan orang dari perbuatan tercela yang dijadikan perumpamaan dalam Al-Qur'an,
setelah dipahami kejelekan perbuatan tersebut. Contohnya QS. AlHujurat ayat 12, yang bisa
menghindarkan orang dari menggunjingkan orang lain.16

6. Memuji orang yang diberi matsal. Seperti firman Allah tentang pujian Allah yang diberikan
kepada para sahabat sebagai terdapat dalam QS. Al-Fath ayat 29.

7. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasehat, lebih kuat
dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Misalnya pada firman Allah
pada QS. Al-Zumar ayat 27.17

8. Dibuatnya amtsal dalam Al-Qur’an adalah agar manusia mau melakukan kajian terhadap
kandungan Al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan ekosistem, ekologi, astronomi, anatomi,
teologi, biologi, sosiologi, dan ilmu-ilmu lain termasuk untuk mengambil pelajaran dari kejadian
yang dialami oleh umat-umat yang lampau.18

16
Al-Qattan, Mabahits fi Ulumil Qur’an..., hal. 409-410

17
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 263

18
Fuad Kauma, Tamsil Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), hal. 3
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa, amtsal adalah


perumpamaan yang berbentuk abstrak menuju pengertian yang konkrit untuk mencapai tujuan
dan mengambil hikmah dari perumpamaan tersebut baik berupa ungkapan, gambaran, maupun
gerak.

Amtsal dalam Al-Quran ada 2 macam: 1) Amtsal yang tegas (musharrahah), 2) Amtsal
yang tersembunyi (kaminah)

Amtsal dalam Al-Qur’an memiliki banyak faedah di antaranya: Pengungkapan pengertian


abstrak dengan bentuk konkret yang dapat ditangkap indera itu mendorong akal manusia dapat
mengerti ajaran-ajaran Al-Qur'an, matsal Qur'an dapat mengumpulkan makna indah yang
menarik dalam ungkapan yang singkat padat, mendorong orang giat beramal melakukan hal-hal
yang dijadikan perumpamaan yang menarik dalam Al-Qur'an, menghindarkan orang dari
perbuatan tercela yang dijadikan perumpamaan dalam Al-Qur'an, memuji orang yang diberi
matsal, amtsal lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati,
dibuatnya amtsal dalam Al-Qur’an adalah agar manusia mau melakukan kajian terhadap
kandungan Al-Qur’an
Daftar Pustaka
 Ali, Muhammad. 2013. “Fungsi Perumpamaan dalam Al-Qur’an”. Jurnal Tarbawiyah.
Vol. 10 No. 2. 2013.21-31.

 Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2012. Mabahits fi Ulumil Qur’an. [diterjemahkan oleh


Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran]. Surabaya: CV. Ramsa Putra,

 Halim Jaya. Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Angkasa.

 Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad. 2009. Ilmu-Ilmu Al-Quran (‘Ulum Al-


Qur’an). Semarang: PT. Pustaka

 Rizki Putra. Ichwan, Nor. 2002. Memahami Bahasa Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

 Jalal, Abdul. 1998. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu. Kauma, Fuad. 2004. Tamsil
Al-Qur’an. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

 Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Bandung: Triganda Karya.

 Supiana dan Karman. 2002. Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Islamika.

 Syihab, Umar. 1990. Al Qur’an dan Rekayasa Sosial. Jakarta: Pustaka Kartini

 Ulwan, Abdullah Nasih. 2006. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung: PT.
Asy  Sy

Anda mungkin juga menyukai