Dosen Pengampu
Dasrizal, M.I.S
Disusun Oleh :
Kelompok 11
FAKULTAS USHULUDDIN
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, karena dengan
atas Rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat waktu, Dan tak lupa
sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Adapun dalam penulisan
makalah ini, materi yang akan dihabas adalah “AL-AMTSAL”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ulumul Qur’an” dan
kami menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan,
oleh karena itu besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang
membangun, demi kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa juga kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah yang bersangkutan Bapak
“Dasrizal, M.I.S. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan mendapat barokah bagi kita semua
dan dapat menambah wawasan kita dalam mempelajari “Ulumul Qur’an”.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT (kalamullah) yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad SAW melalui ruhul Amin, malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman hidup (way of
life) bagi makhluknya di setiap ruang dan waktu. Al-Qur’an juga berfungsi mengantarkan dan
mengarahkan manusia ke jalan yang lurus.
Namun, ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an tidaklah dapat serta merta bisa
dipahami secara jelas. Hal ini disebabkan oleh faktor Al-Qur’an itu sendiri maupun faktor luar
Al-Qur’an, seperti banyaknya ayat yang mutasyabihat, lafadz musytarak (lafadz yang memiliki
makna ganda), gharabah al lafdzi (lafadz yang masing asing), al hadf (penggabungan lafadz),
ikhtilaf marji’ al dhamir (adanya perbedaan tempat kembalinya kata ganti), al taqdim wa al
ta’khir (lafadz yang didahulukan dan yang diakhirkan), maupun kekeliruan penafsiran Al-
Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari amtsal Qur’an?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mendeskripsikan definisi dari amtsal Qur’an.
Menurut bahasa (etimologi) kata amtsal berupa bentuk jamak dari lafal matsal. Sedang
kata matsal, mitsil, dan matsil adalah sama dengan kata syabah, syibih dan syabih, baik dalam
lafal maupun dalam maknanya1. Pengertian matsal secara etimologis ini ada tiga macam.
Pertama, bisa berarti perumpamaan, gambaran, atau keserupaan. Kedua, bisa berarti kisah atau
cerita yang dianggap penting dan mempunyai keanehan. Ketiga, bisa berarti sifat, keadaan atau
tingkah laku yang menakjubkan. Misalnya, dalam firman Allah pada QS. Muhammad ayat 15
dijelaskan tentang keadaan dan sifat surga yang sangat mengagumkan.2
َٗﻣ َث ُل ا ۡ َ ﱠـنة ﱠال ۡ ُوع َد ۡال ُم ﱠت ُق ۡو َن ف ۡ َ ۤا َا ۡ ٰ ٌر ّﻣ ۡن ﱠﻣ ٓاء َغ ۡ ٰاسن ۚ َو َا ۡ ٰ ٌر ّﻣ ۡن ﱠل َ ن ﱠل ۡم َي َت َغ ﱠ ۡ َط ۡع ُمه
ٍ ِ ٍ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ
ٌ َ ۡ َ َ ٰ َ َ َٰۡ ٌ ّ ۡ َ ۡ ﱠ ﱠ ّ ﱣ ۡ َ َ َٰۡ ٌ ّ ۡ َ َ ﱡ َ َ َ ُ ۡ َۡ ۡ ُ ّ ﱠ
وا ر ِﻣن خم ٍرلذ ٍة ِللش ِرِ ن ۚ وا ر ِﻣن عس ٍل ﻣصفى ؕ ول م ِف ا ِﻣن ِل الثمر ِت وﻣغ ِفرة
ُالنار َو ُس ُق ۡوا َﻣ ٓا ًء َحم ۡي ًما َف َق ﱠط َع َا ۡﻣ َع ٓا َءه
ﱠ
د ٌ ّﻣ ۡن ﱠ ّ ۡم َك َم ۡن ُ َو َخال
ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ر
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang
bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat
rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh
di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang
yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong
ususnya.” (QS: Muhammad/47:15)
Ayat tersebut bisa diartikan perumpamaan surga, atau gambaran, sifat, atau keadaan
surga yang sangat mengherankan.
Secara terminologis, matsal atau amtsal sebagaimana yanng didefinisikan para ahli sastra
adalah ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang dimaksudkan untuk
menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang akan dituju.4 Misalnya
Allah berfirman dalam QS. Al-Hasyr ayat 21:
َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ ﱠ ُ ْ َ َ َ ﱠ ُ ْو
اس لعل م يتفكر ن ِ و ِتللك اﻷﻣثل نض ِر ا ِللن
“...Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”
(QS: Al-Hasyr/59:21)
Menurut ulama Bayan amtsal merupakan bentuk majas murakkab yang konteksnya
adalah persamaan. Maksudnya bahwa amtsal merupakan ungkapan majas majemuk yang kaitan
1
Ali Ma’sum dan Zainal Abidin Munawwir, Kamus Al-Munawwir ( Pustaka Progresif : 1984 ) hal. 1309
2
Supiana dan Karman, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hal. 253
antara yang disamakan dan asalanya disebabkan adanya keserupaan. Semua bentuk amtsal ini
adalah isti’arah tamtsiliyyah (kiasan yang menyerupakan). Sedangkan menurut ulama tafsir
amtsal adalah menampakkan pengertian abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan
menarik yang tertancap di dalam jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun majaz mursal
(ungkapan bebas)3 pengertian amtsal yang diartikan oleh ahli tafsir yang relevan dengan yang
terdapat di dalam Al-Qur'an. Ulama ahli tafsir membagi amtsal tasybih menjadi dua macam,
yaitu:
1. Tasybih Sharih
2. Tasybih Dhini
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Hujurat/49:12)
Contoh amtsal dalam bentuk majaz mursal seperti yang tercantum pada QS. AlHajj ayat 73:
ٰۤ َ ﱡ َ ﱠ ُ ُ َ َ َ ٌ َ ۡ َ ُ ۡ َ ٗ ﱠ ﱠ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ ﱣ
ًالله َل ۡن ﱠي ۡخ ُل ُق ۡوا ُذ َبابا
ِ يـا ا الناس ض ِرب ﻣثل فاست ِمعوا له ؕ ِا ًن ال ِذين تدعون ِﻣن دو ِن
ُالطالب ﱠ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ٗ َ ۡ ﱠ ۡ ُ ۡ ُ ُ ﱡ َ ُ َ ۡٔ ﱠ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ ُ ۡ ُ َ ُ َ ﱠ
ِ ول ِو اجتمعوا له ؕ و ِان سل م الذباب شي ــا ﻻ ستـن ِـقذوه ِﻣنه ؕ ضعف
ُۡ ۡ
َوال َمطل ۡو ُب
“Wahai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu.
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor
lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang
menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. AlHajj/22:73)
Dalam ayat tersebut tidak berupa tasybih, karena tidak ada asal cerita atau musababnya.4
Menurut Rosyid Ridho, yang dimaksud amtsal adalah perumpamaan baik, berupa ungkapan,
3
Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hal. 311
4
Ibid..., hal. 313
gerak, maupun melalui gambar-gambar. Sebaliknya, dalam konteks pendidikan Islam, teknik
metafora mengarah pada perumpamaan dalam segi ungkapan belaka.5
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, amtsal adalah
perumpamaan yang berbentuk abstrak menuju pengertian yang konkrit untuk mencapai tujuan
dan mengambil hikmah dari perumpamaan tersebut baik berupa ungkapan, gambaran, maupun
gerak.
Amtsal dalam Al-Quran ada 2 macam: 1) Amtsal yang tegas (musharrahah), 2) Amtsal yang
tersembunyi (kaminah)
1. Amtsal Musharrahah
Amtsal musharrahah atau dzahirah adalah amtsal yang di dalamnya dengan tegas menggunakan
lafadz-lafadz amtsal atau tasybih. Amtsal jenis ini paling banyak terdapat dalam Al-
Qur’an.6Seperti yang terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 17-20:
ۡ َۡ َ َ َ ً ََ ﱠۤ َ ََٓ ۡ َ َ َۡ ٗ َ َ َ ﱣ
ۡ الل ُه ب ُن ۡور ِ ۡم َو َت َر َك ُ ۡم َ َُُ ۡ َ َ َ ﱠ
ِ ِ ِ ب ذ ه لوح ام ت ءاض ا ا م ل ف ار ا ن د قو ت اس ى ذ ِ ال مثل م كمث ِل
ٓ َۡ َ َّ ّ َ ﱠ َ َ َ ۡ ُۢ ُُ ﱠ
الس َما ِء ( او كص ِ ٍب ِمن١٨ ) ص ﱞم ُبك ٌم ُع ۡ ٌ ف ُ ۡم ﻻ َي ۡر ِج ُع ۡون ( ١٧ ) ظل ٰم ٍت ﻻ ُي ۡب ِص ُر ۡو َن
ﱣ ۡ َ
اع ِق َحذ َر ال َم ۡو ِت َوالل ُه َ صا َع ُ ۡم ۡۤ ٰا َذا ۡم ّم َن ﱠ َ ف ۡﻴه ُظ ُل ٰم ٌت ﱠو َر ۡع ٌد ﱠو َ ۡر ٌق ۚ َي ۡج َع ُل ۡو َن َا
ِ الصو ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
َۡ َ َۤ َ َ َٓ َ ۤ َ َ َ ُ َۡۡ ُ َ ۡ َ ُ َۡ َ َ ُ ۡ ُﱠ ٰۡ ٌ
ضا َء ل ُ ۡم ﱠمش ۡوا ِف ۡﻴ ِه َوِاذا اظل َم ( ي اد ال ق يخطف ابصار م لما ا١٩ ) ُم ِﺤ ۡﻴﻂ ِبالك ِف ِرۡ َن
َ َ ُ ٰ ﱣ
صا ِر ِ ۡم ِا ﱠن الل َه َع ِ ّل ۡ ٍء ق ِد ۡي ٌر َ الل ُه َل َذ َ َب َس ۡمع ۡم َو َا ۡب ََۡ ۡ َ ُ ۡ ََ ۡ َ َٓ ﱣ
عل ِ م قاموا ولو شاء
ِِ ِ
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka
akan kembali (ke jalan yang benar) atau seperti (orangorang yang ditimpa) hujan lebat dari
langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat, mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya,
karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang
kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari
mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. AlBaqarah/2:17-20)
Dalam ayat tersebut, Allah memberikan perumpamaan terhadap orang munafik dengan dua
ََْ َ ْ َ ْ ﱠ ََ َ
perumapamaan, yaitu dengan api yang menyala ( ) كمث ِل ال ِذى استو قدنا ًراdan dengan air ( ) yang
di dalamnya ada unsur kehidupan. Begitu pula Al-Qur'an diturunkan, pertama untuk menyinari
hati dan keduanya untuk menghidupkannya. Allah menyebutkan keadaan orang munafik juga di
5
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Triganda Karya, 1993), hal. 260
6
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 257
dalam dua hal, mereka diumpamakan menghidupkan api untuk menyinari dan memanfaatkannya
agar dapat berjalan dengan sinar api tadi. Tetapi sayang mereka tidak bisa memanfaatkan api itu,
karena Allah telah menghilangkan cahayanya, sehingga masih tinggal panasnya saja yang akan
membakar badan mereka, sebagaimana mereka tidak menghiraukan seruan Al-Qur’an, dan hanya
pura-pura membacanya saja7
Begitu pula dalam perumpamaan kedua, mereka diserupakan dengan air hujan yang turun
dari langit, disertai dengan kegelapan petir dan kilat sehingga mereka menutup telinga dan
memejamkan mata karena takut mati disambar petir. Hal inipun relevan dengan keadaan mereka
yang mengabaikan Al-Qur’an dan tidak menjalankan perintah-perintahNya yang mestinya bisa
menyelamatkan, tetapi karena tidak diindahkan maka justru membahayakan mereka.8 Selain itu,
juga ditemukan dua model penggunaan amstal musarrahah, yaitu:
a. Mengumpamakan sesuatu hal yang abstrak dengan sesuatu yang lebih konkret. Contohnya:
dalam QS. Al-Jumuah ayat 5 yang berbunyi:
ۡ َ َ ۡ ً َ ۡ َ ُ ۡ َ َ ۡ ََ َ َ ُۡ ۡ َ ۡ َ ََ ُ ﱠ ۡ َ ُ ُّ ﱠٰۡ َ ُ ﱠ
س َمث ُل ال َق ۡو ِم مثل ال ِذين ح ِملوا التور ة ثم لم يﺤ ِملو ا كمث ِل ا ِ م ِار يﺤ ِمل اسفارا ؕ ِب
ﱣ َۡ َ ﱣ ﱣ ٰ َﱠ ﱠ
ال ِذ ۡي َن كذ ُب ۡوا ِبا ٰي ِت الل ِه َوالل ُه ﻻ َ ۡ ِدى الق ۡو َم الظ ِل ِم ۡ َن
Diumpamakan orang-orang Yahudi yang telah diberi kitab Taurat, kemudian mereka
membacanya tetapi tidak mengamalkan isinya dan tidak membenarkan kedatangan Nabi
Muhammad SAW. Bagaikan binatang himar (keledai) yang membawa kitab-kitab tebal, yang
berarti kemubadziran dalam pekerjaannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
yang lebih jelas dan merangsang perasaan bahwa kitab Taurat yang diturunkan Allah kepada
kaum Yahudi tidak bermanfaat sedikitpun jika tidak diamalkan, dan tidak membenarkan
terhadap kandungan isinya. Perumpamaan ini ditujukan kepada kaum Muslimin agar
membenarkan Al-Qur'an dan melaksanakan isinya agar jangan menyerupai orang Yahudi yang
tidak menerima isi Taurat dan tidak mengamalkannya9
b. Membandingkan dua perumpamaan antara hal yang abstrak dengan dua perumpamaan antara
hal yang abstrak dengan dua hal yang lebih konkrit. Contohnya QS. Ibrahim ayat 24-27 yang
berbunyi:
ٓ ﱠ َ َ ُ ۡ َ َ َّ َ َ َ َ ً َ َّ ً َ َ ًَ َ ُ ََ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ﱣ
الس َما ِۙء صل َ ا ث ِاب ٌت ﱠوف ۡر ُع َ ِا الم تر كﻴف ضرب الله مثﻼ ِلمة ط ِﻴبة ك ر ٍة ط ِﻴب ٍة ا
َﱠ ُ ۡ ۡۤ ُ ُ َ َ ُ ﱠ ۡ ۢ ۡ َ ّ َ َ َ ۡ ُ ﱣ ُ ۡ َ ۡ َ َ ﱠ َ ﱠ
(٢٥) اس ل َعل ُ ۡم َي َتذك ُر ۡو َن ِ ( تؤ ِ ى ا ل ا ل ِح ٍن ِب ِاذ ِن ِر ا و ض ِرب الله اﻻمثال ِللن٢٤)
7
Ibid..., hal. 258
8
Muhammad Ali, “Fungsi Perumpamaan dalam Al-Qur’an”, Jurnal Tarbawiyah, Vol. 10 No. 2, 2013, hal. 26
9
Dian Ayu Munfaridah, Thesis: Kajian Ayat-ayat Metafora Sebagai Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Surabaya:
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), hal. 24-25
ﱣ َ َ َ َۡ ۡ َ ۡ ۡ َ َ َ ُ َ َ َ َۡ َ َ َ َ َ َۡ ۡ ُﱠ
( ُيث ِّ ُت الل ُه٢٦ ) ض َما ل َ ا ِم ۡن ق َر ٍار ِ ر ۡ اﻻ ومثل ِلم ٍة خ ِب ث ٍة ك ر ٍة خ ِب ث ٍة ۨاجت ت ِمن فو ِق
ﱣ ﱣ ﱣ ٰۡ ۡ ۡ َ ٰﻴوة ﱡ ﱠ ۡ َ ٰ َ ُ ۡ ۡ َ ۡل ﱠ
الدن َﻴا َو ِ اﻻ ِخ َر ِة ۚ َو ُ ِض ﱡل الل ُه الظ ِل ِم ۡ َن ۙ َو َ ۡف َع ُل الل ُه ِ ا ِ ِ ِ ِ ال ِذين امنوا ِبالقو
ت ابالث
َٓ
( ٢٧ ) َما َ شا ُء
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan
kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS.
Ibrahim/14:24-27)
Allah mengumpamakan “kalimah thayyibah” dengan pohon yang baik. Pohon itu akarnya kokoh
dan dahannya menjulang tinggi serta berbuah pada setiap musim. Kalimah thayyibah (ucapan
yang baik) itu dibandingkan agar nyata perbedannya dengan “kalimah khabitsah” (ucapan yang
buruk/tidak berguna) yang seperti pohon buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
tanah sehingga tidak dapat tegak lagi walaupun sedikit.10
2. Amtsal Kaminah
Amtsal kaminah adalah amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil
(perumpamaan), tetapi ia menunjukkan makna yang indah, menarik dalam redaksinya yang
padat11.
10
Ibid..., hal. 26
11
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 259
12
Munfaridah, Thesis: Kajian Ayat-ayat Metafora..., hal. 26
2) QS. Al-Furqan ayat 67 tentang nafkah:
َ ٰ َ َ َو ﱠالذ ۡي َن ا َذ ۤا َا ۡن َف ُق ۡوا َل ۡم ُ ۡسر ُف ۡوا َو َل ۡم َي ۡق ُ ُ ۡوا َو
ان َب ۡ َن ذ ِل َك ق َو ًاما ِ ِ ِ
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, tetapi di tengah-tengah antara yang demikian.”(QS. Al-Furqan/25:67)
ً ٰ َ ُ َ ََ ۡ َ ۡ َ ََ
صﻼ ِت َك َوﻻ تخا ِف ۡت ِ َ ا َو ۡاب َت ِغ َب ۡ َن ذ ِل َك َس ِ ۡﻴﻼ وﻻ تج ر ِب
“...dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra’/17:110)
Berdasarkan beberapa ayat di atas, ungkapan “tidak tua”, dan “tidak muda”, “tidak
berlebihan” dan “tidak boros”, “tidak kikir” dan “tidak terlalu boros”, “mengeraskan suara” dan
“merendahkannya”, menurut sebagian ulama dipandang sebagai amtsal kaminah, karena sesuai
dengan sebuah ungkapan sebaik-baik perkara itu yang pertengahan13.
B. Jika ada ungkapan: “kamu akan ditagih sebagaimana kamu meminjam”. Ungkapan
semacam ini didapatkan pula amtsalnya dalam Al-Qur’an pada ayatayat berikut:16
“Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”
(QS. An-Najm/53:41)
C. Demikian halnya dengan ungkapan: “orang mukmin itu tidak boleh terperosok ke
dalam satu lubang sampai dua kali” juga terdapat amtsalnya dalam AlQur’an, yaitu dalam
QS. Yusuf ayat 64:
13
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 260
َ ً َ َ َ ﱣ َ ٰٓ َ ۡ ُ ُ ۡ َ ۤ َ َ َ َ َ ۡ ٰ َ ُ ُ ۡ َ َ ۡ ﱠ
ا ِخ ۡﻴ ِه ِم ۡن ق ۡب ُل فالل ُه خ ۡ ٌ ٰح ِفظا ﱠو ُ َو ا ۡر َح ُم قال ل امنكم علﻴ ِه ِاﻻ كما ا ِمنتكم ع
الر ِح ِم ۡ َن
ﱣ
“Berkata Ya´qub: "Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu,
kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?".
Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyanyang diantara
para penyanyang.” (QS. Yusuf/12:64)
Selain amtsal musharrahah dan amtsal kaminah terdapat amtsal lain yang masih menjadi
perdebatan para ulama yaitu amtsal mursalah (perumpamaan yang terbebas) karena mereka
menganggap ayat-ayat yang mereka namakan amtsal mursalah ini telah keluar dari adab Al-
Qur’an dan masih kurang memenuhi kriteria jika disebut sebagai matsal. Ar-Razy berkata ketika
menafsirkan ayat ( ) لكم دينكم وليدينuntukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS. Al-
Kafirun/6:109) Sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai matsal (untuk membela,
membenarkan perbuatannya ketika meninggalkan agama/murtad, padahal hal demikian tidak
dibenarkan. Sebab Allah menurunkan Al- Quran bukan untuk dijadikan matsal, tetapi untuk
direnungkan dan kemudian diamalkan isi kandungannya14
Dari macam-macam amtsal di atas, amtsal jenis pertama sering digunakan dalam Al-
Qur’an dan termasuk jenis amtsal yang sebenarnya. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
tidak semua ayat yang ada dalam Al-Qur’an dapat dijadikan amtsal untuk berbagai ungkapan dan
peristiwa. Sedangkan, amtsal jenis kedua masih memerlukan kajian ulang dan harus ditempatkan
secara proporsional. Salah seorang ulama yang bernama Ibn Syihab, pernah mengatakan bahwa
janganlah kamu membuat amtsal dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi, baik dalam
ungkapan maupun perbuatan.15
Ungkapan-ungkapan dalam bentuk amtsal dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi dan
tujuan di antaranya:
1. Pengungkapan pengertian abstrak dengan bentuk konkret yang dapat ditangkap indera itu
mendorong akal manusia dapat mengerti ajaran-ajaran Al-Qur'an. Sebab, pengertian abstrak
tidak mudah diresap sanubari, kecuali setelah digambarkan dengan hal-hal yang konkret
sehingga mudah dicernanya. Contohnya seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 264 yang
menggambarkan batalnya pahala sedekah yang diserupakan dengan hilangnya debu di atas batu
akibat disiram air hujan deras.19
2. Matsal Qur'an dapat mengungkapkan kenyataan dan bisa mengkonkretkan hal yang abstrak.
Contohnya seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 yang mengumpamakan orang-orang makan
riba yang ditipu oleh hawa nafsunya, itu diserupakan dengan orang yang sempoyongan karena
kemasukan setan.
3. Matsal Qur'an dapat mengumpulkan makna indah yang menarik dalam ungkapan yang singkat
padat, seperti halnya dalam amtsal kamimah, amtsal mursalah, dan sebagainya.
14
Ibid..., hal. 30
15
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 260
4. Mendorong orang giat beramal melakukan hal-hal yang dijadikan perumpamaan yang menarik
dalam Al-Qur'an yang bisa mendorong orang giat bersedekah atau memberi nafkah. Contohnya
seperti firman Allah mengenai orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan diberi
kebaikan yang banyak, sebagai terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 261.
5. Menghindarkan orang dari perbuatan tercela yang dijadikan perumpamaan dalam Al-Qur'an,
setelah dipahami kejelekan perbuatan tersebut. Contohnya QS. AlHujurat ayat 12, yang bisa
menghindarkan orang dari menggunjingkan orang lain.16
6. Memuji orang yang diberi matsal. Seperti firman Allah tentang pujian Allah yang diberikan
kepada para sahabat sebagai terdapat dalam QS. Al-Fath ayat 29.
7. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasehat, lebih kuat
dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Misalnya pada firman Allah
pada QS. Al-Zumar ayat 27.17
8. Dibuatnya amtsal dalam Al-Qur’an adalah agar manusia mau melakukan kajian terhadap
kandungan Al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan ekosistem, ekologi, astronomi, anatomi,
teologi, biologi, sosiologi, dan ilmu-ilmu lain termasuk untuk mengambil pelajaran dari kejadian
yang dialami oleh umat-umat yang lampau.18
16
Al-Qattan, Mabahits fi Ulumil Qur’an..., hal. 409-410
17
Supiana, Ulumul Quran..., hal. 263
18
Fuad Kauma, Tamsil Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), hal. 3
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Amtsal dalam Al-Quran ada 2 macam: 1) Amtsal yang tegas (musharrahah), 2) Amtsal
yang tersembunyi (kaminah)
Halim Jaya. Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Angkasa.
Rizki Putra. Ichwan, Nor. 2002. Memahami Bahasa Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jalal, Abdul. 1998. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu. Kauma, Fuad. 2004. Tamsil
Al-Qur’an. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Syihab, Umar. 1990. Al Qur’an dan Rekayasa Sosial. Jakarta: Pustaka Kartini
Ulwan, Abdullah Nasih. 2006. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung: PT.
Asy Sy