Anda di halaman 1dari 16

AL – QUR’AN TENTANG BERITA (QHASHAS)

TIM PENYUSUN

DISUSUN :

MUHAMMAD ABI MUZAKI 0701172054

RIZKY PRATAMA PUTRA 0701172060

RIZKI ANANDA PUTRA FAJAR 0701173143

ILMU KOMPUTER

SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk membahas tentang Berita (Qhashas) dalam
Al- Qur’an. Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan harapan dapat membantu pembaca
untuk lebih memahami lagi tentang Berita (Qhashas) dalam Al- Qur’an dan memperlancar
proses pembelajaran. Namun demikian tentu saja dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan dan pemilihan kata yang tepat. Dengan ini, kami
memohon maaf jika dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan. Harapan kami semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Medan, 17 april 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

2.1 Pengertian Qashash menurut Al-Qur’an........................................................ 3

2.2 Macam-macam Kisah Dalam Al-Qur’an ....................................................... 4

2.3 Faedah dan Urgensi Qhashash Al-Qur’an ..................................................... 5

2.3.1 Faedah Qhashash Al-Qur’an ............................................................... 5

2.3.2 Urgensi Qhashash Al-Qur’an .............................................................. 6

2.4 Hikmah Diulang – ulangnya kisah dalam Al-Qur’an .................................... 8

2.5 Perbedaan Kisah dalam Al-Qur’an dengan Lainnya ..................................... 9

BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 12

3.2 Saran .............................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para
pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-
berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan
kesan peristiwa tersebut kedalam hati. Dan nasihat dengan tutur kata yang disampaikan tanpa
variasi tidak mampu menarik perhatian akal bahkan semua isinya pun tidak akan bisa dipahami.

Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa
dalam realita kehidupan maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan
merasa senang mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin
tahu, dan pada gilirannya akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung di
dalamnya.

Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan
kesusastraan. Dan “kisah yang benar” telah membuktikan kondisi ini dalam ushlub arabi secara
jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Qur’an.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan makalah dibawah ini, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa pengertian qashash Al-Qur’an?

2. Bagaimana macam-macam qashash Al-Qur’an?

3. Apa manfaat (faedah) dan urgensi qashash Al-Qur’an?

4. Apa hikmah pengulangan qashash dalam Al-Qur’an?

5. Bagaimana perbedaan kisah dalam Al-Qur’an dengan lainnya?

1
1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian qashash Al-Qur’an.

2. Mengetahui macam-macam qashash Al-Qur’an.

3. Mengetahui manfaat (faedah) dan urgensi qashash Al-Qur’an.

4. Mengetahui hikmah pengulangan qashash dalam Al-Qur’an.

5. Mengetahui perbedaan kisah dalam Al-Qur’an dengan lainnya.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qashash menurut Al-Qur’an

Kata Qashashul berasal dari bahas Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata Qishash
yang berarti tatabbu’ al-atsar (napak tilas/ mengulang kembali masa lalu). Qishash menurut
Muhammad Ismail Ibhrahim yang berarti “hikayat (dalam bentuk) prosa yang panjang”.sedang
menurut Manna Khalil al-Qattan “qashashtu atsarahu” yang berarti “kisah ialah menelusuri
jejak”.Kata al-qashash adalah bentuk masdar seperti dalam firman Allah QS. Al-Kahfi (18): 64
disebutkan:

ْ َ‫علَى ف‬
‫ارتَدَّا‬ ِ َ ‫صا آث‬
َ ‫ار ِه َما‬ َ َ‫ق‬
ً ‫ص‬

Terjemahnya:

“Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”.

Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti jejak darimana keduanya itu datang. Dan
firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS. Al-Qashash (28): 11 sebagai berikut: Terjemahnya:

“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ikutilah dia”.

Maksudnya ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya. Secara
etimologi (bahasa), al-qashash mempunyai arti urusan (al-amr), berita (al-khabar), perbuatan
(al-sya’an), dan keadaan (al-hal). Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-Qashsash
diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya).

Secara bahasa kata al-qashshu berarti mengikuti jejak atau mengungkapkan masa lalu. Al-
Qashash adalah bentuk mashdar dari qashsha-yaqushshu-qashshan, sebagaimana yang
diungkapkan dalam Al-Qur’an:

‫ارتَدَّا ۚ َنبْغِ ُكنَّا َما َٰذَ ِل َك قَا َل‬


ْ َ‫علَ َٰى ف‬ ِ َ ‫صا آث‬
َ ‫ار ِه َما‬ َ َ‫ق‬
ً ‫ص‬

Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari’. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka
semula. (QS Al-Kahfi [18]: 64)

3
Al-Qashash dalam Al-Qur’an sudah pasti dan tidak fiktif, sebagaimana yang ditegaskan dalam
Al-Qur’an:

‫ص لَ ُه َو َٰ َهذَا إِ َّن‬ َٰ
َ َ‫ّللاُ إِ َّّل إِلَه ِم ْن َو َما ۚ ْال َحق ْالق‬
ُ ‫ص‬ ُ ‫ْال َح ِكي ُم ْالعَ ِز‬
َ َّ ‫يز لَ ُه َو‬
َّ ۚ ‫ّللا َو ِإ َّن‬

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Allah; dan sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs Ali-Imran
[3]: 62)

‫ص ِه ْم فِي َكانَ لَقَ ْد‬


ِ ‫ص‬ ِ ‫صدِيقَ َو َٰلَ ِك ْن يُ ْفت َ َر َٰى َحدِيثًا َكانَ َما ۗ ْاِل َ ْلبَا‬
َ َ‫ب ِِلُو ِلي ِعب َْرة ق‬ ْ َ ‫بَيْنَ الَّذِي ت‬
َ ‫يُؤْ ِمنُونَ ِلقَ ْوم َو َر ْح َمةً َو ُهدًى‬
ِ ‫ش ْيء ُك ِل َوت َ ْف‬
‫صي َل يَدَ ْي ِه‬

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman. (QS Yusuf [12]: 111)

Al-Qur’an selalu menggunakan terminologi qashash untuk menunjukkan bahwa kisah yang
disampaikan itu benar dan tidak mengandung kemungkinan salah atau dusta. Sementara cerita-
cerita lain yang mengandung kemungkinan salah dan benar biasanya bentuk jamaknya
diungkapkan dengan istilah qishash.

Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa
yang saling berurutan. Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal umat yang telah
lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah, sedang, dan akan
terjadi.

2.2 Macam-macam Kisah Dalam Al-Qur’an

Adapun macam-macam kisah Al-Qur’an ada tiga, yaitu:

1. Kisah para Nabi terdahulu. Cerita ini mencakup dakwah mereka pada kaumnya,
mu’jizat mereka, sikap penentang para Nabi, fase dakwah dan perkembangannya,
balasan terhadap orang-orang kafir dan para pendusta, seperti cerita Nabi Nuh ,
Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad Saw., dan lainnya.

4
2. Kisah Al-Qur’an yang berkaitan dengan kejadian masa lalu, cerita tentang seseorang
yang belum ditetapkan kenabiannya seperti Thalut, Jalut, dua putra Nabi Adam, Ahlul
Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun, Ashab as-Sabti, Maryam, Ashabul Uhdud, Ashabul Fil,
dan lainnya.

3. Kisah yang berkaitan dengan kejadian yang terjadi pada masa Rasulullah seperti Perang
Badar, Uhud, dalam surah Ali Imran, Perang Hunain, Tabuk dalam surah At-Taubah,
perang Al-Ahzab dalam surah Al-Ahzab, Hijrah, Al-Isra’, dan semacamnya.

2.3 Faedah dan Urgensi Qhashash Al-Qur’an

2.3.1 Faedah Qhashash Al-Qur’an

Banyak faedah yang terdapat dalam qashash (kisah-kisah) Al-Quran sebagaimana


yang diutarakan Manna Al-Qaththan berikut ini.

1. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta
menguatkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnyabpertolongan
Allah dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya.

2. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa setiap nabi.

3. Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.

4. Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad dalam penuturannya mengenai orang-


orang terdahulu.

5. Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan


petunjuk. Di samping itu, kisah-kisah itu memperlihatkan isi kitab suci mereka
sesungguhnya, sebelum diubah dan direduksi.

6. Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang menarik bagi setiap pendengarnya dan
memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa.

5
2.3.2 Urgensi Qhashash Al-Qur’an

Kisah atau cerita yang benar adalah salah satu metode yang sangat menyenangkan
dan menyentuh hati untuk menjadi sarana menumbuhkan iman. Kisah-kisah dalam al-
Qur’an merupakan kisah paling benar sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Azza
wa Jalla :

ْ َ ‫ّللاِ ِمنَ أ‬
‫صدَ ُق َو َم ْن‬ ً ‫َحد‬
َّ ‫ِيثا‬

Dan siapakah orang yang lebih benar perkataannya dari pada Allâh? [an-Nisa’/4:87]

Demikianlah semua kisah dan cerita yang ada dalam al-Qur`an adalah benar dan pas,
karena menceritakan realita yang terjadi tanpa ada pengurangan dan penambahan. Allâh
Azza wa Jalla berfirman:

ِ ‫ِب ْال َح‬


َ ‫ق َن َبأ َ ُه ْم‬
‫علَي َْك نَقُص نَ ْح ُن‬

Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar [Al-Kahfi/18:13]

Juga firman-Nya:

‫ص لَ ُه َو َٰ َهذَا ِإ َّن‬ َٰ
َ َ‫ّللاُ ِإ َّّل ِإلَه ِم ْن َو َما ۚ ْال َحق ْالق‬
ُ ‫ص‬ ُ ‫ْال َح ِكي ُم ْال َع ِز‬
َ َّ ‫يز لَ ُه َو‬
َّ ۚ ‫ّللا َو ِإ َّن‬

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak diibadhi)
selain Allâh; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
[Ali Imrân/3:62]

Allah Subhanahu wa Ta’ala suci dari sifat dusta sehingga tidak mungkin Allâh Azza wa
Jalla mengisahkan kisah-kisah yang tidak terjadi atau fiktif. Allâh Azza wa Jalla juga
maha mengetahui, mendengar dan melihat serta menyaksikan semuanya. Oleh karena itu
ketika Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengisahkan satu kisah, berarti kisah itu benar dan
diceritakan berdasarkan ilmu.

Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana disebutkan dalam


firman Allah Azza wa Jalla :

‫علَي َْك نَقُص ن َْح ُن‬ َ ‫ص أ َ ْح‬


َ َ‫سن‬ َ َ‫ْالقُ ْرآنَ َٰ َهذَا إِلَي َْك أ َ ْو َح ْينَا بِ َما ْالق‬
ِ ‫ص‬

6
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini
kepadamu. [Yûsuf/12:3]

Syaikh Abdurrahman bin Nâshir as-Sa’di t ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, “Hal
itu karena kisah-kisahnya benar, kalimat-kalimatnya terangkai dengan baik dan makna
yang terkandung begitu indah. [Taisîr Karîmirrahmân].

Oleh karena itu, kisah-kisah al-Qur’an merupakan kisah yang paling bermanfaat. Allah
Azza wa Jalla berfirman:

‫ص ِه ْم ِفي َكانَ لَقَ ْد‬


ِ ‫ص‬ ِ ‫صدِيقَ َو َٰلَ ِك ْن يُ ْفت َ َر َٰى َحدِيثًا َكانَ َما ۗ ْاِل َ ْل َبا‬
َ َ‫ب ِِلُو ِلي ِعب َْرة ق‬ ْ َ ‫َبيْنَ الَّذِي ت‬
‫صي َل َيدَ ْي ِه‬ َ ‫يُؤْ ِمنُونَ ِلقَ ْوم َو َر ْح َمةً َو ُهدًى‬
ِ ‫ش ْيء ُك ِل َوت َ ْف‬

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-b;uat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman [Yûsuf/12:111]

Siapa saja yang meyakini bahwa semua kisah-kisah dalam al-Qur`an dan yang
disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar dan nyata, maka insya
Allah, kisah-kisah itu akan memberikan pengaruh besar pada perbaikan dan pembinaan
diri.

Demikian penting kisah-kisah ini, hingga Allâh Subhanahu wa Ta’ala perintahkan


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menceritakan kepada manusia semua
kisah yang diketahuinya, agar menjadi bahan renungan dan mengambil pelajaran. Allâh
Azza wa Jalla berfirman:

‫ض ِإلَى أ َ ْخلَدَ َو َٰلَ ِكنَّهُ ِب َها لَ َرفَ ْعنَاهُ ِشئْنَا َو َل ْو‬ ِ ‫علَ ْي ِه ت َ ْح ِم ْل ِإ ْن ْال َك ْل‬
ِ ‫ب َك َمثَ ِل فَ َمثَلُهُ ۚ ه ََواهُ َوات َّ َب َع ْاِل َ ْر‬ َ
‫ث‬ ْ ‫ص ۚ ِبآ َياتِنَا َكذَّبُوا الَّذِينَ ْالقَ ْو ِم َمث َ ُل َٰذَ ِل َك ۚ َي ْل َه‬
ْ ‫ث تَتْ ُر ْكهُ أ َ ْو َي ْل َه‬ ِ ‫ص‬ ُ ‫ص فَا ْق‬ َ ‫ص‬ َ َ‫َيتَفَ َّك ُرونَ لَ َعلَّ ُه ْم ْالق‬
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian

7
itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir [al-A’râf/7: 176].

Syaikh Salîm bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa tujuan dihadirkan kisah-kisah para
Nabi adalah untuk memberikan pelajaran kepada kaum Mukminin sepanjang masa; agar
menjadi bekal bagi para pengikut mereka yang jujur dan ikhlas.

Memang demikianlah, para Nabi dan para da’i sejak dahulu telah mengambil pelajaran
dari kisah-kisah umat terdahulu untuk terus memenuhi jiwa mereka dan meneguhkan hati
mereka. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫علَي َْك نَقُص َو ُك ًّل‬


َ ‫اء ِم ْن‬ ُ ‫ظة ْال َحق َٰ َه ِذ ِه فِي َو َجا َء َك ۚ فُ َؤادَ َك بِ ِه نُثَ ِبتُ َما الر‬
ِ َ‫س ِل أ َ ْنب‬ َ ‫َو ِذ ْك َر َٰى َو َم ْو ِع‬
َ‫ِل ْل ُمؤْ ِمنِين‬

Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran
serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman [Hûd/11:120]

2.4 Hikmah Diulang – ulangnya kisah dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an mencakup banyak kisah yang diulang-ulang. Satu kisah banyak disebut dalam
Al-Qur’an dan dipaparkan dengan bentuk yang berbeda; ada yang diungkapkan dengan bentuk
taqdim ta’khir, ijaz dan ithnab Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan segi ke-balaghah-an Al-Qur’an pada tingkat yang lebih tinggi. Diantara
karakteristik balaghah adalah menampakkan makna satu dengan segala bentuk yang
berbeda. Pengulangan cerita disajikan pada cetakan yang bukan cetakannya. Manusia tidak
merasa jenuh atas pengulangan ceritanya, bahkan makna yang ditangkap jiwa akan selalu
baru, tak seorang pun dapat meresapi keindahan dan kedalaman maknanya selain dari
cerita-cerita Al-Qur’an.

2. Meneguhkan sisi kemukjizatan Al-Qur’an. Ketika suatu makna diungkapkan dalam bentuk
yang berbeda maka seseorang akan semakin terkesima dan takjub dengannya. Tidak heran
bila orang Arab tidak mampu untuk membuat hal yang sama seperti Al-Qur’an.

8
3. Mengundang perhatian yang besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih
mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara
pengukuhan dan tanda betapa besarnya perhatian Al-Qur’an terhadap masalah tersebut.
Misalnya kisah Nabi Musa dengan Fir’aun. Kisah ini mengisahkan pergulatan sengit
anatara kebenaran dan kebatilan.

4. Penyajian seperti itu menunjukkan perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu
diungkapkan. Sebagian dari makna-maknanya diterangkan disuatu tempat, karena
itulahyang diperlukan, sedangkan makna-makna lainnya dikemukakan di tempat lain,
sesuai dengan keadaan.

2.5 Perbedaan Kisah dalam Al-Qur’an dengan Lainnya

Sebagai kitab suci, Al-Qur’an bukanlah kitab sejarah sehingga tidak adil jika Al-Qur’an
dianggap mandul hanya karena kisah-kisah yang ada didalamnya tidak dipaparkan secara
gamblang. Akan tetapi, berbeda dengan cerita fiksi, kisah-kisah tidak didasarkan pada khayalan
yang jauh dari realitas.

Melalui studi yang mendalam, diantara kisah Al-Qur’an dapat ditelusuri akar sejarahnya,
misalnya situs-situs sejarah bangsa Iran yang diidentifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam kisah
Al-Qur’an, Al-Mu’tafikat yang diidentifikasikan sebagai kota-kota Palin, Sodom, Gomorah
yang merupakan kota-kota wilayah Nabi Luth.

Kemudian berdasarkan penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II disinyalir


sebagai Fir’aun yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Disamping itu, memang terdapat kisah-
kisah yang tampaknya sulit untuk dideteksi sisis historisnya, misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj
dan kisah Ratu Saba’. Karena itu, sering disinyalir bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an itu ada
yang historis ada juga yang ahistoris.

Meskipun demikian, pengetahuan sejarah sangat kabur dan penemuan-penemuan


arkeologi sangat sedikit untuk dijadikan bahan penyelidikan menurut kacamata pengetahuan
modern, misalnya mengenai raja-raja Israil yang dinyatakan dalam Al-Qur’an. Karena itu,
sejarah pengetahuan lainnya tidak lebih merupakan sarana untuk mempermudah usaha untuk
memahami Al-Qur’an.

9
Di samping itu, sejarah yang disampaikan oleh manusia mengandung kemungkinan
benardan salah, karena manusia memiliki subjektivitas sebab ia dipengaruhi oleh keinginan
dan hawa nafsunya, atau punya kepentingan politik dan sebagainya. Ambil saja misalnya
supersemar, sampai saat ini masih ada sebagian orang yang meragukan keautentikannya.

Sedangkan sejarah dalam Al-Qur’an pasti benar karena datangnya dari Allah dan tidak ada
kepentingan kecuali untuk kemaslahatan manusia. Kisah-kisah yang disampaikan pasti sesuai
dengan kenyataan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.:

‫ّللا ِبأ َ َّن َٰذَ ِل َك‬


َ َّ ‫اط ُل ُه َو د ُونِ ِه ِم ْن يَ ْدعُونَ َما َوأَ َّن ْال َحق ُه َو‬
ِ َ‫ّللاَ َوأ َ َّن ْالب‬
َّ ‫ير ْال َع ِلي ُه َو‬
ُ ‫ْال َك ِب‬

(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang haq
dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya
Allah, Dialah yang Maha Tinggi Lagi Maha Besar. (QS Al-Hajj [22]: 62).

Dalam ayat lain disebutkan:

ِ ‫ُهدًى َو ِز ْدنَا ُه ْم ِب َر ِب ِه ْم آ َمنُوا فِتْيَة ِإنَّ ُه ْم ۚ ِب ْال َح‬


َ ‫ق َنبَأ َ ُه ْم‬
‫علَي َْك نَقُص نَ ْح ُن‬

Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah
pemuda pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka
petunjuk. (QS Kahfi [18]: 13).

Juga sesuai firmannya:

‫علَي َْك نَتْلُو‬


َ ‫س َٰى َنبَإ ِ ِم ْن‬
َ ‫ع ْونَ ُمو‬ ِ ‫يُؤْ ِمنُونَ ِلقَ ْوم ِب ْال َح‬
َ ‫ق َوفِ ْر‬

Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk
orang-orang yang beriman. (QS Al-Qashash [28]: 3).

Memang diakui bahwa Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara
kronologis dan tidak memaparkannya secara terperinci. Hal ini dimaksudkan sebagai
peringatan tentang berlakunya hukum Allah dalam kehidupan sosial serta pengaruh baik dan
buruknya dalam kehidupan manusia.

Sebagian kisah dalam Al-Qur’an merupakan petikan sejarah yang bukan berarti menyalahi
sejarah, karena (sebagaimana dijelaskan diatas) pengetahuan sejarah sangat kabur dan

10
pertemuan-pertemuan arkeologi sangat sedikit untuk mengungkap kisah-kisah dalam Al-
Qur’an, dalam kerangka pengetahuan modern.

Karena itu, kisah-kisah Al-Qur’an memiliki realitas yang diyakini kebenarannya, termasuk
peristiwa yang ada di dalamnya. Ia adalah bagian dari ayat-ayat yang diturunkan dari sisi Yang
Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Maka dari manusia mukmin, tidak ada kata kecuali menerima
danmengambil ‘ibrah (pelajaran) darinya.

11
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Qhashas Al-Qur’an atau kisah-kisah yang termuat dalam Al-Qur’an, dimana


diceritakannya tentang pemberitaan mengenai ihwal umat yang telah lalu, nubuwwat
(kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah, sedang, dan akan terjadi.

Macam – macam qhashas yaitu, kisah hal-hal ghaib pada masa lalu, kisah hal-hal ghaib
pada masa kini, kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang. Beberapa faedah dari qhashas
Al-Qur’an yaitu meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama
Allah, serta menguatkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya
pertolongan Allah dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, menjelaskan prinsip-
prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa setiap nabi, membenarkan nabi-nabi
terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka, memperlihatkan kebenaran Nabi
Muhammad dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.

3.2 Saran

Berdasarkan penguraian tentang qashash Al-Qur’an diatas, menceritakan kisah-kisah


dalam Al-Qur’an sebagai metode pembelajaran pendidikan agama terutama untuk para
pendidik adalah cara yang tepat mengingat usia anak-anak yang dapat lebih menyerap kisah
tersebut dan akan berlanjut dari pembicaraan meraka dengan individu-individu lainnya.

Dalam menyampaikan kisah-kisah Al-Qur’an tersebut, seorang pendidik dapat


mengungkapkannya dengan metode yang sesuai dengan tingkat berpikir para pelajarnya atau
sesuai dengan tigkat kecerdasan mereka.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ansori. 2013. Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada

Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2012. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Bogor: Litera AntarNusa

M. Said. 1987. Tarjamah Al-Qur’an. Bandung : PT. Alma’arif

Purwadarmita. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

13

Anda mungkin juga menyukai