Anda di halaman 1dari 17

Makalah Syubhat Haula Al-Qur’an Dosen Pengampu

Kelompok 10 Dr. H. Masyhuri Putra, Lc. M.Ag

SYUBHAT SEKITAR KESALAHAN BAHASA DALAM


AL-QUR’AN BAHAGIAN 5

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada


mata kuliah “Syubhat Haula Al-Qur’an”

Disusun Oleh :

Akbar (12130214508)

Andryan Rahmana Riswandi (12130212084)

Arianda Shiddiq Lubis (12130212692)

LOKAL 6A
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIMRIAU
TA. 1445 H/ 2024 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, dengan mengucapkan


Alhamdulillahirabbil’alamin, yang mana berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.

Tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir
zaman yakni Rasulullah SAW. Begitu juga kepada keluarga, para sahabat dan
seluruh umatnya. Semoga dengan shalawat yang kita panjatkan dapat memberikan
syafa‟at kepada kita di hari kiamat kelak.

Selanjutnya, tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H.


Masyhuri Putra, Lc. M.Ag, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
proses perkuliahan dan selaku dosen pengampu pada mata kuliah Syubhat Haula
Al-Qur‟an di Fakultas Ushuluddin. Begitu juga kepada orang tua yang selalu
mendukung dan mendoakan demi kelancaran pendidikan penulis.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi para penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini. Dengan demikian, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya pada mata kuliah Syubhat Haula Al-Qur‟an.

Pekanbaru, 20 April 2024

Kelompok 10

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6


2.1 Pengertian Dan Contoh Syubhat Haal Dan Shohib Haal......................... 6

2.2 Pengertian Dan Contoh Syubhat Isim Mawshul ....................................... 9

2.3 Pengertian Dan Contoh Syubhat Badal Dan Mubdad Minhu ................ 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad Saw sebagai salah satu bentuk mukjizat beliau, yang sampai kepada
umat manusia dengan jalan Mutawatir.1 Kitab suci al-Qur‟an merupakan semulia-
mulanya kitab yang pernah dikirimkan Allah kepada manusia. Keutamaan al-
Qur‟an dari seluruh kitab lainnya seperti berbanding kemuliaan Allah atas semua
makhluk-Nya. Allah telah menjadikannya sebagai risalah yang terakhir yang
diturunkan kedunia agar dapat menjadi petunjuk bagi umat manusia dan pedoman
mereka menuju jalan yang benar.2 Sebagaimana dalam Q.S An- Nahal ayat 89

‫ٰب‬‫ت‬ ِ ْ‫ك ال‬


‫ك‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ا‬‫ن‬ْ‫ل‬
‫ز‬َّ ‫ن‬‫و‬ ِِۗ ‫وي وم ن ب عث ِِف ُك ِل اَُّم ٍة ش ِهيدا علَي ِهم ِمن اَنْف ِس ِهم وِجئ نا بِك ش ِهيدا ع ٰلى ٰٰٓهؤَ َۤل‬
‫ء‬
َ َ ْ َ َ َ ُ َ ً ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ّ ْ ْ َ ً ْ َ ّ ْ ُ َ َْ َ ْ َ َ
َ
ِِ ِ ٍ ِ ‫تِب ي‬
)٩٨( ࣖ ‫ْي‬ َ ْ ‫اًن لّ ُك ِّل َش ْيء َّوُه ًدى َّوَر ْْحَةً َّوبُ ْش ٰرى ل ْل ُم ْسلم‬
ً َْ
“(Ingatlah) hari (ketika) Kami menghadirkan seorang saksi (rasul) kepada setiap
umat dari (kalangan) mereka sendiri dan Kami mendatangkan engkau (Nabi
Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an)
kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar
gembira bagi orang-orang muslim.” (An-Nahl/16:89)

Sesempurna apapun Al-Qur‟an, nampaknya masih saja ada manusia yang


tidak dapat menerima bahwa Al-Qur‟an adalah kitab suci yang paling benar dan
mulia. Mereka adalah orang-orang orientalis, yang mencoba mencari kesalahan-
kesalahan didalam Al-Qur‟an. Yang mana itu dapat menimbulkan keraguan
didalam hati, sehingga merusak keimanan umat islam. Serangan orang-oang
orientalis sudah terjadi sejak diturunkannya Al-Qur‟an itu sendiri, yaitu pada era
perang salib. Para orientalis ini menerjemahkan kosakata al-Qur‟ân (yang bukan
maknanya) ke bahasa Latin, yang merupakan pintu masuk bagi tindakan
1
Muhammad Zaini, Abdul Wahid, Pengantar Ulumul Qur’an & Ulumul Hadis (Yayasan
PeNA Banda Aceh, Divisi Penerbita, 2016).
2
Khairunnas Jamal, Qira’at Imam Ashim (Pekanbaru: Asa Riau (CV. Asa Riau), 2014).

4
pemutarbalikan dan penyelewengan terhadap kitab suci ini. Namun demikian,
hingga kini nyatanya al-Qur‟ân tetap saja terjaga hingga hari ini dari segala
keburukan. Dan dizaman modern ini, serangan terhadap Al-Qur‟an justru lebih
hebat dan berbahaya lagi. Karna mudahnya mendapatkan informasi-informasi
yang sumbernya belum tentu benar, sebab kanal satelit dan internet yang semakin
canggih. Bahkan di Amerika, ada seorang penulis yang berani mengarang Al-
Qur‟an baru dan mengaku karangan tersebut adalah Al-Qur‟an yang sebenarnya.
Namun, al-Qur‟ân tetap saja menang dan tak terkalahkan. Sebab begitu mudah
untuk membedakan mana yang kalam Allah yang menjadi hidayah, rahmat dan
ketenangan bagi mereka yang percaya dan beriman dan mana gubahan palsu
manusia.3

Pada makalah ini, penulis akan mencoba membahas mengenai syubhat-


syubhat yang dilakukan oleh orang-orang orientalis terhadap Al-Qur‟an. Dengan
melakukan syubhat sekitar ketidak-sesuaian antara haal dan shohib haal, syubhat
sekitar ketidak-sesuaian antara isim mawshul dan isim atau dhamir yang kembali
kepadanya, dan syubhat sekitar ketidak-sesuaian antara badal dan mubdad minhu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan contoh syubhat haal dan shohib haal ?
2. Apa pengertian dan contoh syubhat isim mawshul?
3. Apa pengertian dan contoh syubhat badal dan mubdad minhu?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dan contoh syubhat haal dan shohib haal
2. Untuk mengetahui pengertian dan contoh syubhat isim mawshul.
3. Untuk mengetahui pengertian dan contoh syubhat badal dan mubdad
minhu.

3
Muhammad Imam Dawud, Bahasa Al-Qur’an Yang Menakjubkan (Antara Hakikat
Mukjizat Dan Tuduhan Kaum Waham) (Bandu: Ypm Salman Itb bekerjasama dengan Yayasan
Misykat Rabbaniyyah, 2019).

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dan Contoh Syubhat Haal Dan Shohib Haal


a. Pengertian Haal dan Shohib Haal
Haal merupakan fadhlah, yaitu sifat yang menyatakan kondisi baik
sesuatu maupun seseorang ketika suatu perbuatan terjadi. Haal adalah isim
manshub yang digunakan untuk dapat menjelaskan keterangan suasana
yang samar dan suasana fa‟il.4 Sebagai contoh, pada firman Allah SWT
yang tercantum di Al-Qur‟an pada Q.S. Al-Qashash ayat 21 :

ِ ِ‫ب َِنِِّن ِمن الْ َقوِم ال ٰظّل‬


ِ ۤ ِ
٢١ ࣖ ‫ْي‬
َْ ‫م‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬ ۖ ‫ب‬َّ
ْ َ ْ ّ َ َ ُ َ َ ً ‫فَ َخَر َج مْن َها َخ‬
‫ر‬ ‫ق‬‫ر‬ ‫ت‬ ‫ي‬
َّ ‫ا‬ ‫ف‬‫ى‬ِٕ ‫ا‬

Maka, keluarlah dia (Musa) dari kota itu dengan rasa takut dan waspada.
Dia berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
(Al-Qasas/28:21)5

Lafaz ‫ َٰخائِفًا‬memiliki kedudukan sebagai haal dari lafaz َ‫ خزج‬di


mana dalam kalimat tersebut menjelaskan suasana saat masa keluarnya
Nabi Musa AS dari Mesir.
Adapun sohibul haal adalah sesuatu atau seseorang yang dijelaskan
atau diperkuat kondisinya oleh haal. Sohibul haal dapat berkedudukan
sebagai fa’il, mubtada, maf’ul bih, mudhof ilaih, naibul fail, ataupun
lainnya.

Fungsi Haal
Ada beberapa fungsi yang dimiliki oleh haal, di antaranya adalah:

a) Untuk Memperkuat

4
Achmad Sunarto, Ilmu Nahwu Tingkat Dasar (Jakarta: Pustaka Amani, 1993).
5
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/28?from=21&to=88

6
Fungsi dari haal yang pertama adalah untuk memperkuat, di mana
keberadaan haal tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap makna dari
kalimat secara keseluruhan.

b) Untuk Memperjelas
Haal dapat digunakan untuk menjelaskan atau memperjelas kondisi
dari sohibul haal. Saat haal berfungsi sebagai penjelas, keberadaan dari
haal tersebut akan memberikan pengaruh terhadap munculnya makna
kalimat baru. Di mana jika terdapat dua kalimat, satu kalimat memiliki
haal sedangkan yang lainnya tidak, makna dari kedua kalimat tersebut
akan menjadi berbeda.

Syarat-syarat Haal
a) Haal berupa isim nakirah. Apabila haal berupa isim ma‟rifat, maka
harus ditakwilkan dengan isim nakirah.
b) Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalamnya,
yakni sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan makna bahwa
lafazh haal itu tidak termasuk salah satu dari kedua bagian lafazh
jumlah, tetapi tidak juga yang dimaksud bahwa keadaan kalam itu
cukup dari haal (tidak membutuhkan haal).
c) Tidak ada shahibul haal (Pelaku haal) kecuali harus dalam bentuk
ma‟rifat.

b. Contoh Syubhat Haal Dan Shohib Haal


Para penuding mengklaim bahwa al-Qur‟an telah menyalahi kaidah
terapan dalam perbilangan („adad), yaitu antara kata sifat keadaan (hal)
dan subyek yang disifatinya (shahib al-hal). Mereka mengemukakan
beberapa ayat sebagai bukti kebenaran klaim mereka tersebut, yaitu:
a. QS. Al-Hajj [22]: 5

٥ …..‫…… ُُثَّ ُُنْ ِر ُج ُك ْم ِط ْف ًل‬

7
“Lalu Kami lahirkan kalian (dalam keadaan) sebagai anak kecil”.
(Q.S Al-Hajj/22:5) 6

Pada ayat di atas, format kata haal-nya menggunakan bentuk


tunggal (mufrad), sedangkan subyeknya (shahib al-hal) berbentuk jama‟
(yaitu dhamir “kum” ‫ كم‬yang berarti “kalian”). Seharusnya, yang benar
menurut mereka ayat tersebut semestinya berbunyi ”nukhrijukum
athfaala” dimana haal dan shahib al-haal sama-sama berbentuk jama‟.

Jawaban terhadap tudingan semacam ini sebetulnya sudah tercakup


dalam pembahasan sebelumnya tentang isim jama‟, yang mana isim
tersebut dalam diperlakukan sebagai suatu bentuk tunggal (mufrad), ganda
(mutsanna) ataupun jamak (jama‟), seperti dalam pembahasan tentang kata
al-khasm (‫)انخصم‬, dhaif (‫ ) ضيف‬dan (‫„ )عدو‬aduww.

Demikian halnya kata thifl (‫)طفم‬, kata ini merupakan kata mufrad
secara lafal penulisan, tapi mengandung makna jama‟. Di samping itu, ada
juga argumentasi lain: yaitu bahwa kata thifl (‫ )طفم‬tetap mengandung
makna tunggal, dengan demikian ayat tersebut dimaknai: “Kalian masing-
masing dilahirkan dalam keadaan sebagai anak kecil”.7

Kiranya penting dicatat, kalimat al-Qur‟an yang mengggunakan


kata thifl (‫ )طفم‬sebagai isim jama‟ dapat dijumpai pada 3 (tiga) ayat, yaitu
dalam surat al-Hajj ayat 5, surat an-Nur ayat 21 dan surat Ghafir ayat 67.
Pada tiga ayat di atas, kata thifl (‫ )طفم‬digunakan dalam makna: orang yang
belum dewasa (akil baligh).

b. QS. An-Nur [24]: 59

6
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/22?from=5&to=78
7
Lihat: tafsir al-Kasysyâf, Juz. III, hlm. 6; Al-Bahr al-Muhîth, Juz. VI. Hlm. 352.

8
Sedangkan kata jama‟nya (‫ )انطفال‬hanya ditemukan sekali dalam
satu ayat saja, yaitu dalam surat an-Nur ayat 59 yang berbunyi:

ُ ‫َواِ َذا بَلَ َغ ْاَلَطْ َف‬


ْ ‫ال ِمْن ُك ُم‬
٥٩ ……‫اْلُلُ َم‬

“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh,..”. (QS. An-Nur


[24]: 59) 8

Jika diperhatikan, pada ayat di atas, kata athfal (‫ )انطفال‬digunakan


untuk kandungan makna: orang-orang yang sudah dewasa (baligh). Di
sinilah letak salah satu rahasia al-Qur‟an, di mana ayatnya menggunakan
kata-kata sinonim (mutaradifah), dalam arti bahwa kata-kata tersebut lazim
digunakan untuk menunjukkan makna yang mirip. Namun penggunaannya
dalam berbagai ragam kata menunjukkan suatu keistimewaan balaghah
yang detail (daqiq) yang terdapat dalam maknanya, yang mana makna
tersebut kadang belum tergambar ketika dibaca pertama kali, namun jika
diteliti melalui pembacaan narasi al-Qur‟an yang berbeda, maka tampaklah
keistimewaan kandungan maknanya, jelaslah isyarat makna yang
mengagumkan yang terkandung dalam lafal-lafal yang berbeda format itu,
meski kadang makna sekilasnya tak jauh berbeda.

2.2 Pengertian Dan Contoh Syubhat Isim Mawshul


a. Pengertian Isim Mawshul
Isim Maushul (kata sambung) adalah isim yang berfungsi untuk
menghubungkan beberapa kalimat atau pokok pikiran menjadi satu
kalimat maksudnya. Secara bahasa (etimologi) maushul adalah bentuk
isim maf‟ul dari kata washala-yashilu dengan arti yang disambung.
Maushul ini tidak dapat memberikan faedah yang sempurna kecuali ia
disambung dengan kalimat setelahnya. Yang juga dinamakan shilah.

8
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/24?from=59&to=64

9
Shilah (anak kalimat) itu harus memiliki dhamir yang Kembali pada isim
maushul, yang dinamakan a‟id. Dalam bahasa Indonesia, kata sambung
semacam ini diwakili oleh kata “yang”. Bentuk asal atau dasar dari isim
maushul adalah َ‫( انَّذِٔي‬yang).9

Isim-isim maushul itu sendiri adalah :

 ْ‫ذ ِاَّل ْي‬ digunakan untuk kata tunggal/mufrad lelaki.

 ْ‫ال ذ ِت‬ digunakan untuk kata tunggal/mufradَperempuan..

 ‫ا َلذلن‬ digunakan untuk kata yang bermakna dua (lelaki).

 ‫اللتان‬ digunakan untuk kata yang bermakna dua (lelaki).

 ‫َاَّلين‬ digunakan untuk kata yang bermakna jama‟ (lelaki) yang berakal

(manusia).10

b. Contoh Syubhat Isim Mawshul


Para penuding mengklaim bahwa al-Qur‟ân telah menyalahi
kaidah terapan tentang ism maushûl (kata sambung), yang mana ka dang
ada ayat yang menggunakan kata sambung tunggal, tapi subyek asal-nya
menunjukkan jama’. seperti misalnya dalam firman Allah :

‫اضوا‬ ِ
ُ ‫ضتُ ْم َكالّذي َخ‬
ْ ‫َو ُخ‬
Semestinya yang benarَmenurut mereka , ayat di atas berbunyi: ْ‫َوخُضْ ْمت‬
‫ ََك ذ َِّْلين ْخَاضُ وا‬Andai pembuat tudingan ini mau berusaha sedikit, atau bahkan
kalau ia mau sekedar membaca ayat ini secara utuh dari awal, tentu
syubhat semacam ini takkan ia tudingkan. Berikut syubhat yang dilakukan
oleh orang orientalis terhadap ayat Al-Qur‟an yaitu :

a. Q.S Al-Taubah [9]: 69

9
Al-Bukhari Zulkarnain,”Isim Maushul”, 2015, hal 2
10
Dr.Fuad Ni‟mah,”Kaedah Bahasa Arab Praktis”, Darussalam Publishing: 2011, hal 177

10
ِ ِ ِ َ ‫َكالَّ ِذين ِمن قَبلِ ُكم َكانُوا أ‬
ْ َ‫استَ ْمتَ عُوا ِبَلَق ِه ْم ف‬
‫استَ ْمتَ ْعتُ ْم‬ ْ َ‫َش َّد مْن ُك ْم قُ َّوةً َوأَ ْكثَ َر أ َْم َو ًال َوأ َْولَ ًدا ف‬ ْ ْ ْ َ
ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ
‫ت‬ َ ِ‫اضوا أُولَئ‬
ْ َ‫ك َحبِط‬ ْ ‫ين ِم ْن قَ ْبل ُك ْم ِِبَلَق ِه ْم َو ُخ‬
ُ ‫ضتُ ْم َكالَّذي َخ‬ َ ‫استَ ْمتَ َع الذ‬
ْ ‫ِبَلَق ُك ْم َك َما‬
ِ ‫ك هم خ‬ ِ ِ ‫أَعما ُُلم‬
ِْ ‫ف الدُّنْيا و‬
ََْ ‫اس ُرون‬ َ ُ ُ َ ‫اْلَرِة َوأُولَئ‬ َ َ ُْ َ ْ
“(Keadaan kalian wahai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah
seperti Keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada
kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anak nya dari kamu. Maka
mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian
kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya,
dan ka mu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka
mempercakap kannya. mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan
di akhirat; dan mereka Itulah orang-orang yang me-rugi.”.
(QS. Al-Taubah [9]: 69)11

Berdasarkan ayat diatas, „bahwa kalian masuk dalam kebatilan


(yang dalam ayat diistilahkan dengan „mempercakapkan‟), sama seperti
kebatilan yang mereka masuki. Arti kalimat tersebut sangat jelas dan tak
memerlukan penjelasan tambahan lagi. Adapun ism maushûl ‫ اَّلي‬berbentuk

mufrad, sebab subyek pengembaliannya adalah kepada kata al-khaudh (


‫) اخلوض‬, bukan kepada „orang-orang yang melakukan nya‟ (‫)اخلائضني‬.12 Bahkan,
Andai pemahaman ayat tersebut adalah seperti persepsi para pembuat
syubhat itu yaitu mengembalikan ism maushul ‫ اَّلي‬kepada ‫اخلائضني‬, tetap saja

ayat tersebut tidak mengandung unsur pelanggaran kaidah bahasa. Sebab,


ism maushul ‫ اَّلي‬memang dapat dipergunakan untuk menunjukkan kepada

jama’.

11
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/9?from=69&to=129
12
Lihat: Ma’ânî al-Qur’ân karangan Imam alFarrâ„, Juz. I, hlm. 441. Lihat juga: Tafsir
Al-Kasysyâf, Juz. II, hlm. 201. Lihat juga: Al-Bahr al-Muhîth, Juz. V, hlm. 6869.

11
Kembali ke ayat 69 al-Taubah, konteks ayat ini lebih tepat
menggunakan argumentasi yang pertama (yaitu ism maushûl ‫اَّلي‬

pengembaliannya kepada kata al-khaudh). Sebab, susunan kalimatnya


sangat sesuai dengan konteks ayat, yaitu berupa „perumpamaan‟ (tasybîh),
yang mana Tasybîh serupa telah disebutkan sebelumnya, yaitu:

 Tasybîh tentang istimtâ’ (menikmati), yang mana disebutkan.


ُْْ ‫ِْبلَ ِق‬
:‫ك‬ َ ِ ‫اِْبلَ ِقه ِْمْف َْاس َت ْم َت ْع ُ ْمت‬
َ ِ ‫ف َْاس َت ْم َت ُعو‬
 Lalu ada tasybîh lain yang mengikutinya yang masih da lam
konteks ayat ini, yaitu tasbih tentang khaudh (mem per bin cang-
kan), disebutkan:‫ َوخُضْ ُ ْمت ََْك ذ َِّلي ْخَاضُ وا‬Belum lagi, dalam ayat tersebut

terdapat kesatuan waktu (wahdah al-zaman) pada semua kata kerja


(fi’l), yang mana seluruhnya dihubungkan dengan huruf „athaf :
‫ ف َْاس َت ْم َت ُعوا‬dengan ‫ ف َْاس َت ْم َت ْع ُْْمت‬, dan ‫ ُْخضْ ُْْمت‬dengan ‫خَاضُ وا‬.

b. QS. Al-Nûr [24]: 31

‫ات النِّ َس ِاء‬


ِ ‫أَ ِو ال ِطّْف ِل الَّ ِذين ََل يظْهروا عل عور‬
ََْ َ َ ُ َ َ ْ َ
“Atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita”.
(QS. Al-Nûr [24]: 31).13

Mereka menuding bahwa dalam ayat di atas terdapat kesalahan,


ِّ ) yang berbentuk mufrad dalam persangkaan
sebab kata al-thifl ( ِْ‫الط ْفل‬

ِْ ‫ ذ‬yang berbentukَ jama’.


mereka disambung dengan ism maushûl ْ‫اَّل َين‬
Jawaban terhadap tudingan ini telah diulas dalam pemba ha-san tentang
ْ ُ ‫( ُ ذُث‬QS. Al-Hajj
ْ ُ ‫ُْن ِر ُج‬
tudingan seputar hâl dan shâhib al-hâl pada ayat ‫ك ْ ِطفال‬

[22]: 5).14

13
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/24?from=31&to=64
14
Muhammad Imam Dawud,”Bahasa Qur‟an Yang Menakjubkan Antara Hakikat
Mukjizat dan Tuduhan Kaum Waham”, Bandung: Salman ITB, 2019, hal. 57-60.

12
2.3 Pengertian Dan Contoh Syubhat Badal Dan Mubdad Minhu
a. Pengertian Badal Dan Mubdad Minhu
Badal secara bahasa artinya pengganti. Dinamakan demikian
karena badal bisa menggantikan posisi kata yang digantikan. Sedangkan
mubdad minhu adalah kata yang digantikan oleh kata pengganti atau
badal.15 Contohnya:
ِ ‫قال ُُم َّم ٌد رسو ُل‬
‫للا‬ ُْ َ َ َ
Telah berkata Muhammad, Rasulullah

ُ ‫ ”ر‬disebut dengan badal dan


Dalam kalimat diatas, kata “َِٔ‫سو ُل َللا‬

kata َ "ٌ ‫ " ُمح َّمد‬adalah mabdul (yang digantikan). Ketika dikatakan
“Rasulullah” saja, maka yang dimaksud adalah “Muhammad” dan
dikatakan “Muhammad” maka yang dimaksud adalah “Rasulullah”. Ini
adalah fungsi badal yang biasanya menjelaskan posisi atau jabatan dari
mabdul. Selain menjelaskan jabatan atau posisi dari mabdul atau mubdal,
badal juga digunakan untuk menjelaskan sebagian, setengah, sepertiga
dari mabdul.16 Contohnya:

ِ َّ ‫أَ َك ْلت‬
ُ‫ف ثُلُثَه‬
َ ‫الرغْي‬ ُ
Aku makan roti sepertiganya

Maksudnya, roti yang dimakan itu hanya sepertiganya. Kata


“sepertiga” itulah yang dimaksud dengan hukum (hukum makan). Kata
“tsulutsahu” disebut badal (pengganti), sementara kata “raghif” (roti)
disebut mubdal minhu (yang digantikan).17 Contoh lainnya seperti ucapan:

15
Abu Razin and Ummu Razin, Buku Nahwu Pemula, 2015, 1. Razin, A. & Razin, U.
Buku Nahwu Pemula. (2015).
16
Ibid.
17
Imam Saiful Mu‟minin, Kamus Ilmu Nahwu Dan Sharaf, 2008.

13
َ‫اْلَ ْلي َفةُ عُ َم ُر َع ِادَل‬
ْ ‫كاَ َن‬
Khalifah Umar itu seorang yang adil

Pada contoh diatas, isim yang dijadikan badal seluruh I‟rab nya
harus mengikuti mubdal minhunya.18 Badal tebagi menjadi empat bagian,
yaitu :19

ََّ ‫ََّمنَان ُك‬


1. Badal kull minal kull (‫م‬ َِٔ ‫)بدلَُان ُكم‬
Badal jenis ini adalah badal yang sesuai dengan mubdal
minhunya dari segi makna.20 Badal ini adalah badal keseluruhan
dari keseluruhan. Maksudnya, yang diganti dengan penggantinya
adalah sesuatu yang sama.21 Contohnya :

‫َخ ْو َك‬
ُ ‫َجاءَ َزيْ ٌد أ‬
Ustadz Hamid telah datang

Perhatikan bahwa kalimat di atas, antara badal dengan


mubdal merupakan sesuatu yang sama. Siapa ustadz? Hamid. Siapa
Hamid? Seorang ustadz. Badal jenis ini memang bisa digunakan
untuk menjelaskan jabatan, posisi, atau kedudukan seseorang.

2. Badal ba’dhi minal kul (َ‫َمنَان ُك ِٔم‬


ِٔ ‫ض‬
ِٔ ‫)بدلَُانبع‬
Badal jenis ini merupkan sebagin kecil dari mubdal.
Biasanya digunakan untuk menjelaskan bagian perbagian.
Contohnya:
ِ َّ ‫أَ َك ْلت‬
ُ‫ف ثُلُثَه‬
َ ‫الرغْي‬ ُ

18
Ibid.
19
Razin and Razin, Buku Nahwu Pemula.
20
Mu‟minin, Kamus Ilmu Nahwu Dan Sharaf.
21
Razin and Razin, Buku Nahwu Pemula.

14
Aku makan roti sepertiganya

Dalam kalimat di atas, kata ُ‫ ثُهُث َه‬merupakan badal yang


menjelaskan sebagian dari mubdal nya. Kita tahu bahwa 1/3
merupakan sebagian dari 1 bukan keseluruhan. Itulah kenapa ini
disebut badal sebagian dari keseluruhan.

3. Badal isytimal (‫ل‬


َِٔ ‫َُاإلَشَتِٔما‬
ِٔ ‫)بدل‬
Isytimal secara bahasa artinya meliputi atau mencakup.
Badal isytimal biasa digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang
memiliki hubungan atau keterkaitan dengan sesuatu. Biasanya ini
terkait dengan sesuatu yang dimiliki oleh seseorang. Misalkan
seseorang memiliki ilmu dan harta. Contohnya :

ِ
ُ‫نَ َف َع ِ ِْن َزيْ ٌد ع ْل ُمه‬
Zaid itu bermanfaat untukku, ilmunya

4. Badal (َ‫)بدلَُانغه ِٔط‬


Al ghalath secara bahasa artinya salah atau keliru. Badal ini
terjadi ketika seseorang salah mengucapkan sesuatu. Hal semacam
ini tentu tidak mungkin ditemukan pada tulisan. Ia hanya berlaku
pada ucapan. Misalnya, seseorang ingin mengatakan kalau ia
melihat kuda, tapi yang diucapkan malah Zaid. Lalu ia segera
meralatnya. Contoh:

‫س‬
َ ‫ت َزيْ ًدا ال َفَر‬
ُ ْ‫َرأَي‬
Aku melihat Zaid ... (maaf ... maksudnya) kuda

15
b. Contoh Syubhat Badal Dan Mubdad Minhu
Para penuding juga mengklaim bahwa al-Qur‟ân telah menyalahi
kaidah terapan seputar perbilangan („adad), yaitu antara kata ganti (badal)
dengan kata yang digantikannya (mubdal minhu). seperti misalnya dalam
firman Allah Swt.:22

a. Q.S An-Nisa'/4:69

ۤ ۤ
‫ُّه َدا ِء‬
‫الش‬‫و‬ ‫ْي‬ ِ ‫الص ِّدي‬
‫ق‬ ِ ‫ك مع الَّ ِذين اَنْعم ٰاّلل علَي ِهم ِمن النَِّبَٖ َن و‬
َ َ َ ْ ْ ّ َ ّ َ ّ ْ ْ َ ُّ َ َ َ ْ َ َ َ ‫الر ُس ْو َل فَاُو‬ ‫ى‬ِٕ ٰ
‫ل‬ َّ ‫اّللَ َو‬ ِ
ّٰ ‫َوَم ْن يُّط ِع‬
ۤ
)٩٨( ‫ك َرفِْي ًقا‬ ‫ى‬ِٕ ٰ
َ ‫ْي ۚ َو َح ُس َن اُو‬
‫ل‬ ِ ِٰ ‫و‬
َ ْ ‫الصلح‬
ّ َ
“Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah
orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta
kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.
Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Q.S An-Nisa'/4:69)23

Jawaban terhadap tudingan ini sebagai berikut :


 Pertama, kata rafiqa (‫)رفِْي ًقا‬ َ dalam ayat tersebut bukan badal dari kata
ۤ
ula’ika (‫ك‬ َ ‫)اُوٰل ِٕى‬, tapi merupakan keterangan keadaan (hal) dari ula’ika
ۤ
َ ‫ )اُوٰل ِٕى‬tersebut.
(‫ك‬
 Kedua, bahwa kata rafiq merupakan kata yang dapat digunakan
untuk makna mufrad, mutsanna ataupun jama’, sama halnya
seperti kata sahdiq (‫)صديق‬24, khalith (‫)خليط‬25, „aduww (‫)عدو‬26. Hal ini

telah dijelaskan beberapa kali sebelumnya.

22
Dawud, Bahasa Al-Qur’an Yang Menakjubkan (Antara Hakikat Mukjizat Dan Tuduhan
Kaum Waham).
23
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/4?from=69&to=176
24
Yang juga berarti: „teman‟. (Penerjemah)
25
Yang berarti: campuran. (Penerjemah)
26
Yang berarti: musuh (Penerjemah)

16
DAFTAR PUSTAKA

Dawud, Muhammad Imam. Bahasa Al-Qur’an Yang Menakjubkan (Antara Hakikat


Mukjizat Dan Tuduhan Kaum Waham). Bandu: YPM SALMAN ITB bekerjasama
dengan YAYASAN MISYKAT RABBANIYYAH, 2019.

Jamal, Khairunnas. Qira’at Imam Ashim. Pekanbaru: Asa Riau (CV. Asa Riau), 2014.

Mu‟minin, Imam Saiful. Kamus Ilmu Nahwu Dan Sharaf, 2008.

Razin, Abu, and Ummu Razin. Buku Nahwu Pemula, 2015. 1. Razin, A. & Razin, U.
Buku Nahwu Pemula. (2015).

Sunarto, Achmad. Ilmu Nahwu Tingkat Dasar. Jakarta: Pustaka Amani, 1993.

Zaini, Abdul Wahid, Muhammad. Pengantar Ulumul Qur’an & Ulumul Hadis. Yayasan
PeNA Banda Aceh, Divisi Penerbita, 2016.

https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/22?from=5&to=78

https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/28?from=21&to=88

https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/24?from=59&to=64

https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/9?from=69&to=129

https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/4?from=69&to=176

17

Anda mungkin juga menyukai