Anda di halaman 1dari 17

Qashashul Qur’an

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata

Kuliah Studi Qur’an Program Studi Pendidikan

Bahasa Arab

Dosen Pengampu :
Dr. H. Syukur Abu Bakar, Lc., M.Ag.
Prof. Dr. H. Rusydi Khalik, M. A

Oleh :

Kusniadin : 80400222010

Abdul Salam : 80400222004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

ALAUDDINMAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

ِ ‫الس َال ُم عَل َ ْي ُ ُْك َو َر ْ َْح ُة‬


‫هللا َوب َ َر ََكتُ ُه‬ َّ
َ ْ َ‫ْش ِف ْا َألن ْ ِبيَا ِء َوالْ ُم ْر َس ِل ْ َْي َس ِيِّ ِدَنَ ُم َح َّم ٍد َوعَ ََل اَ ِ ِِل َوا‬
‫ْص ِب ِه أَ ْ َْج ِع ْ َْي‬ َ ْ َ‫الس َال ُم ع َ ََل أ‬ َّ ‫ َو‬، ‫اَلْ َح ْمدُ ِ ِهلل َر ِ ِّب الْ َعال َ ِم ْ َْي‬
َّ ‫الص َال ُة َو‬
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-

hambanya. Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat

menyelesaikan tugas makalah ulumul Qur’an ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini

yaitu menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini

membahas mengenai “Qashashul Qur’an”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah

dimengerti untuk para pembacanya.

Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan.

Kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik

dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih

kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah

ini.

Makassar, 20 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Qashashul Qur’an ................................................................. 3


B. Macam-macam Qashashul Qur’an ......................................................... 5
C. Karakteristik Qashashul Qur’an ........................................................... 7
D. Tujuan Qashasul Qur’an……………………………………………….9
E. Faedah Qashashul Al-Quran…………………………………………..10
F. Hukum Dan Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashul Al-Quran..11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………...14

B. Saran…………………………………………………………………….14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT. mempunyai banyak keunikan,

salah satu keunikannya adalah suka mendengar dan mempelajari cerita. Hal tersebut,

disebabkan karena kisah dapat menarik perhatian apabila di dalamnya terselip pesan-pesan

dan pelajaran yang dapat menanamkan kesan rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa

yang telah terjadi. Nasihat atau pelajaran yang disampaikan tanpa variasi walau dengan

tutur kata yang indah belum tentu dapat menarik perhatian akal. Bahkan isinya pun belum

tentu dapat dipahami. Akan tetapi bila nasehat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang

menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka akan terwujudlah dengan jelas

tujuannya. Sehingga akan merasa senang mendengarkan, memperhatikannya dengan penuh

kerinduan dan rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh akan nasehat dan

pelajaran yang terkandung di dalammya.

Kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni

bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam uslub

arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah -

kisah al-Qur’an.1 Kisah-kisah dalam al-Qur’an tentu saja berbeda dengan cerita atau

dongeng lainnya, karena mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam al-Qur’an kisah

merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang

senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.

Secara eksplisit al-Qur’an berbicara tentang pentingnya sejarah, hal tersebut tertera

dalam QS. Ali Imran (3):140 berbunyi:

1
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, (Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973),
h. 305

1
2

ِ َّ‫ح ِمثْلُه ُ َوتِ ْل كَ األيَّا ُم نُدَا ِو لُ َها بَيْنَ الن‬


‫اس‬ ٌ ‫س ْالقَ ْو َم قَ ْر‬ ٌ ‫س ْس ُك ْم قَ ْر‬
َّ ‫ح فَقَدْ َم‬ َ ‫إِ ْن يَ ْم‬

Terjemahnya:

“Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun (kafir) kena luka

pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu akan datang silih berganti.2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Qashashul Quran ?

2. Bagaimana macam-macam Qashashul Qur’an ?

3. Bagaimana Karakteristik Qashashul Qur’an ?

4. Bagaimana Tujuan Qashashul Qur’an ?

5. Bagaimana Faedah Qashashul Al-Quran ?

6. Bagaimana Hukum dan Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashul Quran ?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Qashashul Quran

2. Untuk mengetahui macam-macam Qashashul Qur’an

3. Untuk mengetahui Karakteristik Qashashul Qur’an

4. Untuk mengetahui Tujuan Qashashul Qur’an

5. Untuk mengetahui Faedah Qashashul Quran

6. Untuk mengetahui Hukum Dan Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashul

Qur’an

2
M. Said, Tarjamah Al-Qur;an al Karim, (Cet. I; Bandung: PT. Alma’arif, 1987), h. 62 .
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian Qoshoshul Quran

Kata Qashash berasal dari bahasa Arab yang bermakna kisah kisah, sebagaimana

penamaan salah satu surah dalam al-Qur’an yaitu surah al-Qashash surah ke 28. Qashash menurut

Muhammad Ismail Ibhrahim yang berarti “hikayat (dalam bentuk) prosa yang panjang ”. Sedang

menurut Manna Khalil al-Qattan qashash ialah menelusuri jejak”. 3 Contoh kata qashash

dalam Alqur’an sebagaimana firman Allah QS. Al-Kahfi (18): 64 disebutkan:

‫صا‬
ً ‫ص‬ ِ َ ‫ع لَ ى آ ث‬
َ َ‫ار ِه َم ا ق‬ ْ َ‫ف‬
َ ‫ارت َد َّا‬

Terjemahnya “Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”.4

Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti jejak darimana keduanya itu datang.

Dan firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS. Al-Qashash (28): 11 sebagai berikut:

‫قص ْي ِه‬ ْ ‫َو‬


ِ ‫قالت ِألخت ِه‬

Terjemahnya:

“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ikutilah dia”.

Maksudnya ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.

Secara etimologi (bahasa), al-qashash mempunyai arti urusan (al-amr), berita (al-

khabar), perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal). Dalam kamus Bahasa Indonesia,

kata al-Qashsash diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan

sebagainya). 5 Menurut Al-Raghib al-Ishfahani, Qashsash adalah akar kata (mashdar)

dari qashsha yaqushshu, secara lughawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan

di atas, yang dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri” seperti dalam firman Allah swt. Qs

Yusuf (12): 111:

3
Manna Khalil al-Qattan, op.cit.,h.305
4
M. Said, Tarjamah, Op, cit., h. 272
5
Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 512
4

‫ب‬ ْ ‫ص ِه ْم ِعب َْرة ٌ ألو ِلي‬


ِ ‫األلبَا‬ َ َ‫لقد َكانَ فِي ق‬
ِ ‫ص‬

Terjemahnya:

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang

yang mempunya akal”. 6

Dengan melihat beberapa arti Qishshash di atas dapat diambil pengertian

bahwa Qishash sama dengan kisah yang mempunyai arti segala peristiwa, kejadian atau

berita yang telah terjadi dari suatu cerita untuk menelusuri jejaknya.

Adapun yang dimaksud dengan Qashashul Qur’an adalah

.‫إخبار عن األحوال الماضية واألنبياء القدماء واألحداث الواقعة فى الماضى‬

“Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang

pernah terjadi”.7

Menurut perspektif al-Qur’an, Allah swt. mengungkapkan diriNya melalui

peristiwa-peristwa, namun wahyuNya menggunakan tema-tema yang sudah terkenal dan

dinyatakan kembali sampai orang-orang beriman meresapinya.8 Al_Qur’an banyak

mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan

neger-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan

mereka dengan cara yang menarik mempesona.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa pada kisah-kisah yang

dimuat dalam al-Qur’an semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada cerita fiksi,

khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian orientalis bahwa al Qur’an

ada yang tidak cocok dengan fakta sejarah. 9

6
M. Said, Op. Cit., h. 224
7
Manna Khalil al-Qattan, op.cit.,h.150
8
Hasan Basri, Horizon al Qur’an , dari judul asli Les Grens Themes Du Coran oleh Jacquis
Joner ( Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir al Qur’an Pase, 2002), h. 80
9
Muhammad al Khidir Husain, Balogat al Qur’an, (Ali al Rida al Tunisi, 1971), h. 104
5

B. Macam-macam Qashashul Qur’an

Kisah-kisah dalam al-Quran di bagi menjadi tiga macam, 10 yaitu:

1. Dilihat dari sisi pelaku

Dilihat dari sisi pelaku, Manna al- Qathtan membagi menjadi tiga macam yaitu:

a. Kisah para nabi

Bagian ini bersikan tentang ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat

yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan

dakwah dan perkembangannya serta akibat yang menimpa orang beriman (mempercayai)

dan golongan yang mendustakan para nabi. Misalnya kisah nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa

as., Harun as, Isa as., Muhammad saw, dan nabi-nabi serta rasul lainnya.

b. Kisah yang berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan

kenabiannya.

Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halamannya, yang beribu-ribu

jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putera Adam, Ashabul Kahfi,

Dzul Qarnain, Qarun, Ashabus Sabti (orang –orang yang menangkap ikan pada hari sabtu),

misalnya Maryam, Ashabul ukhdud, Ashabul Fil dan lain-lain.

c. Kisah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW

Seperti perang Badar dan Uhud dalam surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk

dalam surah al_Taubah, perang al-Akhzab, Hijrah, Isra’ dan lain-lain. Cerita-cerita

mengenai para nabi dalam Al-Qur’an bervariasi sesuai dengan kasus, tetapi mereka semua

adalah pemberi peringatan yang mendapat perlindungan Allah swt. Kepada para

hambaNya. Perlindungan ini adalah salah satu elemen dalam narasi yang dipercepat dengan

insiden. Contoh Nabi Ibrahim AS diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh

10
Manna Khalil al Qattan, Op. Cit., h. 306
6

umatnya setelah dia menghancurkan patung-patung QS. al Anbiya’ (21): 68-71. Nabi Isa

as diselamatkan ketika Allah swt, secara mukjizat menghalanginya dari orang-orang

Yahudi dari menyalibnya QS. an-Nisa (4): 157.

2. Dilihat dari panjang pendeknya

Dilihat dari panjang pendeknya, kisah-kisah al-Qur;an dapat dibagi menjadi

tiga,11 yaitu:

a. Kisah panjang,

Contohnya kisah nabi Yusuf a.s dalam QS. Yusuf (12) yang hamper seluruh ayatnya

mengungkapkan kehidupan nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan

memiliki kekuasaan. Contoh lainnya adalah kisah nabi Musa a.s dalam surah al-Qashash

(28), kisah nabi Nuh a.s dan kaumnya dalam QS Nuh (71), dan lain-lain.

b. Kisah yang lebih pendek dari bagian yang pertama (sedang)

Seperti kisah Maryam dalam QS Maryam (19), kisah Ahzab al-Kahfi pada QS al-

Kahfi (18), kisah nabi Adam a.s dalam QS al-Baqarah (2), dan QS Thoha(20), yang terdiri

atas sepuluh atau beberapa belas ayat saja.

c. Kisah pendek yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah

nabi Hud a.s nabi Luth a.s dalam Qs al-A’raaf (7), kisah nabi Shahih a.s dalam Qs Hud

(110), dan lain-lain.

3. Dilihat dari jenisnya

Dilihat dari jenisnya Kisah-kisah dalam al-Quran di bagi menjadi tiga

macam,12 yaitu:

a. Kisah Sejarah (al-qishash al-tarikhiyyah), berkisar tentang kisah-kisah sejarah,

seperti para nabi dan rasul.

Hanafi, Segi-segi Kesusesteraan pada Kisah-kisah al Qur’an, (Jakarta: Pustaka al


11

Husna, 1984),h. 72
12
Ibid, h. 74
7

b. Kisah perumpamaan (al-qishash al-tamtlisiyah), untuk menerangkan atau

memperjelas suatu pengertian, bahwa peristiwa itu tidak benar terjadi tetapi hanya

perkiraan.

c. Kisah asatir, kisah ini untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau menafsirkan,

fenomena yang ada atau menguraikan masalah yang sulit diterima akal.

Kisah-kisah al-Qur’an pada umumnya mengandung tiga unsur yaitu:

a. Pelaku (al-sakhsiyyat), kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an tidaklah hanya

manusia. Dalam QS an-Naml (27): 23, tetapi juga ada malaikat, dalam QS Hud (11): 69-

83, Jin dalam QS saba’ (34):12, dan binatang (burung, semut, dll), dalam QS An-Naml

(27): 18-19.

b. Peristiwa (ahdats), hal ini terbagi menjadi: peristiwa yang berkelanjutan, peristiwa

yang dianggap luar biasa dalam QS Almaidah (5): 110-115, dan peristiwa yang dianggap

biasa dalam QS Almaidah (5):116-118.

c. Dialog (alhiwar), dalam QS Al-A’raf (7):11-25, Thaha (20): 9-99.

C. Karakteristik Qashashul Qur’an

Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara berurutan (kronologis)

dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Tetapi terkadang berbagai kisah

disebutkan berulang-ulang dibeberapa tempat, ada pula beberapa kisah disebutkan al-

Qur;an dalam bentuk yang berbeda, disatu tempat ada bagian yang di dahulukan dan

ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara

panjang lebar. Hal tersebut menimbulkan perdebatan diantara kalangan orang yang

meyakini dan orang-orang yang meragukan al-Qur’an. Mereka yang ragu terhadap al-

Qur’an sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam al-Qur’an tidak disusun secara
8

kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami? Karena hal itu tersebut menurut

mereka dipandang tidak efektif dan efisien. 13

Menurut Manna Khalil al-Qattan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam al-Qur’an

mengandung beberapa hikmah ,14 yaitu,

1. Menunjukkan kehebatan mukjizat al-Qur’an

2. Memberi perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan yang

mantap dan melekat dalam jiwa

3. Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.

D. Tujuan Qashasul Qur’an

Adanya kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti kuat bagi umat manusia bahwa al-

Qur’an sangat sesuai dengan kondisi mereka karena sejak kecil sampai dewasa bahkan

sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah, apalagi bila kisah mempunyai tujuan

ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Al -

Qur’an sebagai kitab hidayah mencakup kedua aspek itu, disamping tujuan yang mulia,

juga kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang indah dan menarik, sehingga tak

ada orang yang bosan membaca dan mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang, telah

berlalu empat belas abad, kisah-kisah al-Qur’an yang diungkapkan dalam bahasa Arab itu

masih up dated, mendapat tempat dan hidup di hati umat, padahal bahasa-bahasa lain telah

banyak yang masuk museum, dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti bahasa

Ibrani, Latin dan lain-lain.15

Cerita-cerita dalam al-Qur’an bukanlah suatu gubahan yang bernila sastera saja, baik

gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-peristiwa, tetapi merupakan suatu

13
Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima
Yasa, 1989), h. 11.
15
Nasruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h.230
9

media untuk mewujudkan tujuan yang asli. Kisah-kisah dalam al-Qur’an secara umum

mempunyai tujuan untuk kebenaran dan semata-mata untuk keagamaan.16 Adapun tujuan-

tujuan kisah dalam secara keseluruhan dapat dirinci sebagai berikut17:

1. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan, QS. Yusuf (12): 2-3, QS. (28):3, QS. (3):44.

2. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah SWT. QS. (21): 51-92

3. Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan Yang

Maha Esa, QS. Al-A’raf (7):59

4. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan

sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa. QS. Hud

5. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad

SAW. Dengan agama nabi Ibrahim a.s secara khusus. Dengan agama-agama bangsa Israil

pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hugungan umum

antara semua agama.

E. Faedah Qashashul Quran

Banyak faedah yang terdapat dalam qashash (kisah-kisah) Al-Quran sebagaimana

yang diutarakan Manna Al-Qaththan berikut ini.

1. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh setiap

nabi, QS. al Anbiya’ (21):25.

2. Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah SWT. serta

menegakkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya pertolongan Allah

SWT. dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, QS. Hud (11):120.

3. Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.

16
Sayyid Qutb, Seni Penggambaran dalam al Qur’an, Terjemah Khadijah
Nasution (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981), h. 138
17
Muhammad Chirjin, Op. Cit,. h. 120-121
10

4. Memperlihatkan kebenaran nabi Muhammad SAW. dalam penuturannya mengenai

orang-orang terdahulu.

5. Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan

petunjuk, QS. Ali Imran (3):93

6. Kisah merupakan salah satu bentuk sastera yang menarik bagi setiap pendengarnya dan

memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa, QS Yusuf (12): 111.18

F. Hukum Dan Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashul Qur’an

Berkaitan dengan penuturan nama dan gelar dalam kisah-kisah di dalam Al-Quran,

ada sebuah persoalan penting yang harus dijadikan jawabannya. Misalkan, suatu kisah di

dalam Al-Quran yang menyebutkan nama-nama pelaku khusus, apakah hanya berlaku bagi

para pelaku kisah tersebut, ataukah berlaku secara umum bagi siapa saja? Dengan kata lain,

apakah ayat itu berlaku secara khusu atau umum?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa hal yang harus dijadikan pertimbangan adalah

keumuman redaksi, bukannya kekhususan sebab. As-Suyuthi, memberikan alasan bahwa

pertimbangan itulah yang dilakukan oleh para sahabat dan golonga lain. Ini dapat

dibuktikan antara lain pada ayat zhihar dalam kisah Salman bin Shakhar, ayat li’an dalam

kisah Hilal bin Umayyah, dan ayat qadzaf dalam kisah tuduhan terhadap Aisyah.

Penyelesaian terhadap kasus-kasus trsebut diterapkan pula terhadap peristiwa lain yang

serupa.

Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan

kisah tertentu, bahkan menunjuk pribadi seseorang namun, berlaku umum. Misalnya, surat

Al-Maidah (5) ayat 49 tentang perintah kepada Nabi untuk mengadili secara adil. Ayat ini

sebenarnya diturunkan berkenaan dengan kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir. Namun,

18
Oom Mukarrommah Ulumul Qur'an —Ed. 1—Cet. 1.—Jakarta: (Rajawali Pers, 2013.) hal
57
11

menurut Ibn Taimiyyah, tidak benar jika dikatakan bahwa perintah berlaku adil bagi Nabi

itu hanya ditujukan terhadap dua kabilah itu.

Penjelasan mengenai penyebutan nama pelaku kisah, atau hakikat kisah itu sendiri,

dikemukakan pula oleh Kuntowijoyo, Thaha Husein, dan Asy-Syarabashi. Kuntowijoyo

memandang bahwa pada dasarnya kandungan Al-Quran itu terbagi menjadi dua bagian.

Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan

amtsal. Bagian pertama dimaksudkan untuk membentuk pemahaman yang kemprehensif

mengenai nilai-nilai ajaran agama islam, sedangkan bagian kedua dimaksudkan sebagai

ajakan melakukan perenungan untuk memperoleh hikmah. Kisah kesabaran Nabi Ayub

misalnya, menggambarkan tipe sempurna mengenai betapa gigihnya kesabaran orang

beriman ketika menghadapi cobaan apapun. Kisah kezaliman Fir’aun menggambarkan

archetype mengenai kejahatan tirani pada masa paling awal yang pernah dikenal manusia.

Kisah kaum Tsamud yang membunuh unta milik Nabi Shaleh lebih menggambarkan

archetype mengenai penghianatan masal oleh konspirasi-konspirasi kafir.

Ungkapan yang hampir senada diungkapkan pula oleh Asy-Syarabashi. Ia

menjelaskan bahwa kisah-kisah dalam Al-Quran tidak dimaksudkan sebagai uraian sejarah

lengkap tentang kehidupan bangsa atau pribadi tertentu, tetapi sebagai bahan pelajaran bagi

umat manusia.

Thaha Husein, yang terkenal dengan pendapat-pendapatnya yang controversial dan

sekularistik, lebih tertarik membahas apakah pelaku-pelaku kisah didalam Al-Quran itu

pernah ada atau hanya khayalan semata. Dengan mengambil contoh kisah Nabi Ibrahim dan

Nabi Ismail ia berkesimpulan demikian:

“Taurat telah mengisahkan kepada kita tentang Ibrahim dan Ismail, demikian juga

Al-Quran. Akan tetapi, munculnya kedua nama tokoh itu dalam Tauran dan Al-Quran tidak

menjamin keberadaan keduanya secara historis. Kita terdorong untuk melihat keduanya di
12

dalam sejarah sebagai suatu jalan untuk menetapkan hubungan antara orang-orang

Yahudi dan orang-orang Arab di satu pihak, serta agama Islam dan agama Yahudi, Al-

Quran dan Taurat, dipihak yang lain.”

Tidak hanya itu, Thaha Husein pernah mengatakan bahwa hijrahnya Ibrahim ke

Mekah yang kemudian mengembangkan bangsa Arab musta’rabah hanyalah fiksi belaka.

Maka, wajarlah jiksa para ulama konsevatif menganggap gagasan-gagasannya itu sebagai

usaha melemparkan keraguan keotentikan Al-Quran. Bahkan, Rasyid Ridha telah

menuduhnya keluar dari Islam.

Benang merah yang dapat ditangkap dari pendapat ketiga orang di atas adalah hal

terpenting dari kisah-kisah yang terdapat Al-Quran bukanlah wacana pelakunya, tetapi

drama kehidupan yang mereka mainkan. Atas dasar ini pulalah, Muhammad Abduh

mengkritik habis-habisan kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang banyak

menggunakan Israiliyyat sebagai penafsir Al-Quran, terutama ketika menjelaskan para

pelaku kisah.
13

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut istilah, qashsha qur’an ialah kisah-kisah dalam al-qur’an yang

menceritakan tentang umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa

yang terjadi pada masa lampau,masa kini dan masa yang akan datang. Di dalam al -qur’an

banyak diceritakan umat-umat dahulu dan sejarah Nabi atau para Rasul serta ikhwal Negara

dan perilaku bangsa-bangsa kaum dahulu. Macam-macam qashash yaitu, kisah hal-hal

ghaib pada masa lalu, kisah hal-hal ghaib pada masa kini, kisah hal-hal ghaib pada masa

yang akan datang. Beberapa faedah dari qashash Quran yaitu meneguhkan hati Rasulullah

dan hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta menguatkan kepercayaan orang-

orang yang beriman melalui datangnyabpertolongan Allah dan hancurnya kebatilan beserta

para pendukungnya, menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang

dibawa setiap nabi, membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-

jejak mereka, memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad dalam penuturannya mengenai

orang-orang terdahulu.

B. Saran

Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam

penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dalam pembasannya. Oleh

karena itu, penulis memohon saran dan kritikannya yang bersifat membangun sehingga

dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya dapat lebih sempurna.


14

DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Basri, Hasan, Horizon Al-Qur’an, dari judul asli Lea grands themes du Coran oleh Jasques

Jomies Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2002

Chirjin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an; Yogyakarta : Dana Bhakti Prima

Yasa, 1998.

Hanafi, Segi-Segi Kesusesteraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an; Jakarta: Pustaka Al-Husna,

1984.

Husain, Muhammad al-Khidr, Balaghat Al_Qur’an, Ali al-Ridha al-Tunisi, 1971.

Mukarrommah, Oom Ulumul Qur'an —Ed. 1—Cet. 1.—Jakarta: Rajawali Pers, 2013

Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.

Al-Qattan, Manna khalil, Mahabis fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973.

Qutb, Sayyid, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadidjah

Nasution;Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.

Said, M, Tarjamah Al-Qur’an al Karim, Crt.I; Bandung: PT Alma’arif, 1987.

Anda mungkin juga menyukai