Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

QASHASH AL-QUR’AN
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Burhanudin, M.Sy

Disusun oleh :

Kelompok 6

1. Siti Patonah 1.2019.1.0337


2. Sofi Rahmasari 1.2019.1.0339

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT MADANI NUSANTARA

2022
KATA PENGANTAR
(ُ‫ال( َّس( الَ( ُم( َع(لَ( ْي( ُك( ْم( َو( َر( ْ(ح( َم(ةُ( هللاِ( َو(بَ( َ(ر( َك(ا(تُ(ه‬
(‫ف( ْا(َأل ْن(بِ(يَ(ا( ِء( َو(ا ْل( ُم( ْ(ر( َس(لِ( ْي( َ(ن( َس(يِّ( ِد(نَ(ا( ُم( َ(ح( َّم( ٍد( َو( َع(لَ(ى( اَ(لِ( ِه‬ (ِ (‫س( الَ( ُم( َع(لَ(ى( َأ ْش( َر‬ َّ (‫( َ(وا(ل‬،(‫ب ا( ْل( َع(ا(لَ( ِم( ْي( َ(ن‬
َّ (‫ص( الَ(ةُ( َ(وا(ل‬ ِّ( (‫اَ( ْل( َ(ح( ْم( ُد( ِ(هللِ( َر‬
(‫ص َ(ح(بِ( ِه( َأ ْ(ج( َم( ِع( ْي( َ(ن‬
ْ( (َ‫ َو(ا‬.
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-
hambanya. Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ulumul Qur’an  ini. Adapun maksud dan tujuan
kami disini yaitu  menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari makalah
kami. Makalah  ini membahas mengenai “Qashash Al-Qur’an”. Makalah ini
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para pembacanya.
Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak
kekeurangan , kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan
makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir
kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 18 Juni 2022


Penyusun

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan Pembuatan Makalah......................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Qashashul Qur’an...................................................... 3
B. Macam-macam Qashashul Qur’an............................................... 4
C. Karakteristik  Qashashul Qur’an.................................................. 6
D. Tujuan Qashasul Qur’an.............................................................. 7
E. Faedah Qashashil Al-Quran......................................................... 8
F. Hukum Dan  Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashil Al-
Quran……………………………………………………………... 9
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................... …....................................................... 12
B. Saran ................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT. yang berisi petunjuk bagi
manusia. Ajaran-ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas
sedemikian rupa. Ada yang berisi informasi, perintah dan larangan, dan ada
juga yang dimodifikasi dalam bentuk diskriftif kisah-kisah yang
mengandung ibrah yang dikenal dengan kisah-kisah dalam Al-Qur’an.
Tuntunan dalam al-Qur’an adakalanya disampaikan melalui kisah-kisah
dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan
yang salah dan bantahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat ingkar, serta
menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah.
            Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT. mempunyai banyak
keunikan, salah satu keunikannya adalah suka mendengar dan mempelajari
cerita. Hal tersebut, disebabkan karena kisah dapat menarik perhatian apabila
di dalamnya terselip pesan-pesan dan pelajaran yang dapat menanamkan kesan
rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Nasihat atau
pelajaran yang disampaikan tanpa variasi walau dengan tutur kata yang indah
belum tentu dapat menarik perhatian akal. Bahkan isinya pun belum tentu
dapat dipahami. Akan tetapi bila nasehat itu dituangkan dalam bentuk kisah
yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka akan
terwujudlah dengan jelas tujuannya. Sehingga akan merasa senang
mendengarkan, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin
tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh akan nasehat dan pelajaran yang
terkandung di dalammya.
Kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara
seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan
kondisi ini dalam uslub arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam
bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah al-Qur’an. Kisah-kisah dalam al-
Qur’an tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng lainnya, karena
mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam al-Qur’an kisah merupakan

1
petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang
senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
            Secara eksplisit al-Qur’an berbicara tentang pentingnya sejarah, hal
tersebut tertera dalam QS. Ali Imran (3):140 berbunyi:

(‫س‬ َ (‫س ا( ْل(قَ( ْ(و( َم( قَ( (ْر ٌح( ِم( ْث(لُ(هُ( َ(وتِ( ْل‬
ِ ‫ك( ا(ألي(َّا ُم( نُ( َد(ا( ِو(لُ(هَ(ا( بَ( ْي( َ(ن( ا(ل(ن(َّا‬ َّ( (‫ِإ ْ(ن( يَ( ْم( َس( ْس( ُك( ْم( قَ( (ْر ٌح( فَ(قَ( ْد( َم‬
Terjemahnya:
“Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun (kafir)  kena
luka pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu akan datang
silih berganti.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1.      Bagaimana pengertian  Qashashul Qur’an?
2.      Berapa macam Qashashul Qur’an?
3.      Bagaimana karakteristik Qashashul Qur’an?
4.      Apa tujuan Qashashul Qur’an?
5.      Apa faedah Qashashul Qur’an?
C.    Tujuanan Masalah
1.      Mengetahui pengertian  Qashashul Qur’an
2.      Mengetahui macam Qashashul Qur’an?
3.      Mengetahui karakteristik Qashashul Qur’an?
4.      Mengetahui tujuan Qashashul Qur’an?
5.      Mengetahui faedah  Qashashul Qur’an?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qashashul Qur’an
  Kata Qashashul berasal dari bahas Arab yang merupakan bentuk jamak
dari kata Qishash  yang berarti tatabbu’ al-atsar (napak tilas/ mengulang
kembali masa lalu).  Qishash  menurut Muhammad Ismail Ibhrahim yang
berarti “hikayat (dalam bentuk) prosa yang panjang”. sedang menurut Manna
Khalil al-Qattan “qashashtu atsarahu” yang berarti “kisah ialah menelusuri
jejak”. Kata al-qashash adalah bentuk masdar seperti dalam firman Allah QS.
Al-Kahfi (18): 64 disebutkan:
(‫ص(ا‬ َ (َ‫فَ(ا( ْ(ر(تَ( َّد( ا( َع(لَ(ى( آ(ثَ(ا( ِر( ِه( َم(ا( ق‬
ً (‫ص‬
Terjemahnya:
            “Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”.
Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti jejak darimana keduanya itu
datang. Dan firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS. Al-Qashash (28): 11
sebagai berikut: Terjemahnya:
            “Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan:
ikutilah dia”.
Maksudnya ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang
mengambilnya. Secara etimologi  (bahasa), al-qashash mempunyai arti
urusan (al-amr), berita (al-khabar), perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-
hal). Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-Qashsash diterjemahkan dengan
kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya). Menurut Al-Raghib al-
Ishfahani, Qashsash adalah akar kata (mashdar) dari qashsha
yaqushshu, secara lughawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan
di atas, yang dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri” seperti dalam firman
Allah swt. Qs Yusuf (12): 111:
ِ ‫ص( ِه( ْم( ِع( ْب( َر(ةٌ( ألو(لِ(ي( ا(أل ْل(بَ((ا‬
(‫ب‬ َ (َ‫لَ(قَ( ْد( َك(ا( َ(ن( فِ(ي( ق‬
ِ (‫ص‬
Terjemahnya:
            Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunya akal” .

3
  Dengan melihat beberapa arti Qishshash di atas dapat diambil
pengertian bahwa Qishash sama dengan kisah yang mempunyai arti segala
peristiwa, kejadian atau berita yang telah terjadi dari suatu cerita untuk
menelusuri jejaknya.
Adapun yang dimaksud dengan Qashashul Qur’an adalah
(.(‫إخ(ب(ار( ع(ن( ا(ألح(و(ال( ا(ل(م(اض(ي(ة( وا(ألن(ب(ي(ا(ء( ال(ق(د(م(ا(ء( وا(ألح(د(ا(ث( ا(ل(وا(ق(ع(ة( فى( ا(ل(م(اض(ى‬ 
            “Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu,
dan peristiwa yang pernah terjadi”.
  Menurut perspektif al-Qur’an, Allah swt. mengungkapkan diriNya
melalui peristiwa-peristwa, namun wahyuNya menggunakan tema-tema yang
sudah terkenal dan dinyatakan kembali sampai orang-orang beriman
meresapinya. Al_Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian
pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan neger-negeri dan peninggalan
atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara
yang menarik mempesona.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa pada
kisah-kisah yang dimuat dalam al-Qur’an semuanya cerita yang benar-benar
terjadi, tidak ada cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti
tuduhan sebagian orientalis bahwa al Qur’an ada yang tidak cocok dengan
fakta sejarah.

B. Macam-macam Qashashul Qur’an


Kisah-kisah dalam al-Quran di bagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Dilihat dari sisi pelaku
Dilihat dari sisi pelaku, Manna al- Qathtan membagi menjadi tiga macam
yaitu:
a) Kisah para nabi
Bagian ini bersikan tentang ajakan  para nabi kepada kaumnya,
mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang
memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat
yang menimpa orang beriman (mempercayai) dan golongan yang mendustakan

4
para nabi. Misalnya kisah nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Harun as, Isa
as., Muhammad saw, dan nabi-nabi serta rasul lainnya.
b) Kisah yang berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak
disebutkan kenabiannya.
Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halamannya, yang
beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang
putera Adam, Ashabul Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun, Ashabus Sabti (orang –
orang yang menangkap ikan pada hari sabtu), misalnya Maryam, Ashabul
ukhdud, Ashabul Fil dan lain-lain.
c) Kisah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW
Seperti perang Badar dan Uhud dalam surah Ali Imran, perang Hunain
dan Tabuk dalam surah al_Taubah, perang al-Akhzab, Hijrah, Isra’ dan lain-
lain.
  Cerita-cerita mengenai para nabi dalam Al-Qur’an bervariasi sesuai
dengan kasus, tetapi mereka semua adalah pemberi peringatan yang mendapat
perlindungan Allah swt. Kepada para hambaNya. Perlindungan ini adalah salah
satu elemen dalam narasi yang dipercepat dengan insiden. Contoh Nabi
Ibrahim AS diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh umatnya
setelah dia menghancurkan patung-patung QS. al Anbiya’ (21): 68-71. Nabi
Isa as diselamatkan ketika Allah swt, secara mukjizat menghalanginya dari
orang-orang Yahudi dari menyalibnya QS. an-Nisa (4): 157.

2. Dilihat dari panjang pendeknya


Dilihat dari panjang pendeknya, kisah-kisah al-Qur;an dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu:
a. Kisah panjang, contohnya kisah nabi Yusuf a.s dalam QS. Yusuf (12) yang
hamper seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan nabi Yusuf, sejak masa
kanak-kanak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan. Contoh lainnya
adalah kisah nabi Musa a.s dalam surah al-Qashash (28), kisah nabi Nuh a.s
dan kaumnya dalam QS Nuh (71), dan lain-lain.
b. Kisah yang lebih pendek dari bagian yang pertama (sedang), seperti kisah
Maryam dalam QS Maryam (19), kisah Ahzab al-Kahfi pada QS al-Kahfi

5
(18), kisah nabi Adam a.s dalam QS al-Baqarah (2), dan QS Thoha(20),
yang terdiri atas sepuluh atau beberapa belas ayat saja.
c. Kisah pendek yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat,
misalnya kisah nabi Hud a.s nabi Luth a.s dalam Qs al-A’raaf (7), kisah
nabi Shahih a.s dalam Qs Hud (110), dan lain-lain.

3. Dilihat dari jenisnya


Dilihat dari jenisnya Kisah-kisah dalam al-Quran di bagi menjadi tiga
macam , yaitu:
a. Kisah Sejarah (al-qishash al-tarikhiyyah), berkisar tentang kisah-kisah
sejarah, seperti para nabi dan rasul.
b. Kisah sejarah/ perumpamaan (al-qishash al-tamtlisiyah), untuk
menerangkan atau memperjelas suatu pengertian, bahwa peristiwa itu tidak
benar terjadi tetapi hanya perkiraan.
c. Kisah asatir, kisah ini untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau
menafsirkan, fenomena yang ada atau menguraikan masalah yang sulit
diterima akal.

Kisah-kisah al-Qur’an pada umumnya mengandung tiga unsur yaitu:


1) Pelaku (al-sakhsiyyat), kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an tidaklah
hanya manusia. Dalam QS an-Naml (27): 23, tetapi juga ada malaikat,
dalam QS Hud (11): 69-83, Jin dalam  QS saba’ (34):12, dan binatang
(burung, semut, dll), dalam QS An-Naml (27): 18-19.
2) Peristiwa (ahdats), hal ini terbagi menjadi: peristiwa yang berkelanjutan,
peristiwa yang dianggap luar biasa dalam QS Almaidah (5): 110-115, dan
peristiwa yang dianggap biasa dalam QS Almaidah (5):116-118.
3) Dialog (alhiwar), dalam QS Al-A’raf (7):11-25, Thaha (20): 9-99.

C. Karakteristik  Qashashul Qur’an


Al-Qur’an  tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara berurutan
(kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Tetapi
terkadang berbagai kisah disebutkan berulang-ulang dibeberapa tempat, ada

6
pula beberapa kisah disebutkan al-Qur;an dalam bentuk yang berbeda, disatu
tempat ada bagian yang di dahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-
kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal
tersebut menimbulkan perdebatan diantara kalangan orang yang meyakini dan
orang-orang yang meragukan al-Qur’an. Mereka yang ragu terhadap al-Qur’an
sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam al-Qur’an tidak disusun
secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami? Karena hal
itu tersebut menurut mereka dipandang tidak efektif dan efisien.
Menurut Manna Khalil al-Qattan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam
al-Qur’an begitu rupa mengandung beberapa hikmah yaitu,
1. Menunjukkan kehebatan mukjizat al-Qur’an
2. Memberi perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan
yang mantap dan melekat dalam jiwa
3. Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.
Sedang faedah Qashashul Qur’an adalah sebagai berikut
1. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa
oleh setiap nabi, QS. al Anbiya’ (21):25.
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah
SWT. serta menegakkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui
datangnya pertolongan Allah SWT. dan hancurnya kebatilan beserta para
pendukungnya, QS. Hud (11):120.
3. Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak
mereka.
4. Memperlihatkan kebenaran nabi Muhammad SAW. dalam penuturannya
mengenai orang-orang terdahulu.
5. Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan
keterangan dan petunjuk, QS. Ali Imran (3):93
6. Kisah merupakan salah satu bentuk sastera yang menarik bagi setiap
pendengarnya dan memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa, QS
Yusuf (12): 111.
D. Tujuan Qashasul Qur’an

7
Adanya kisah dalam Al-Qur’an menjadi bukti kuat bagi umat manusia
bahwa al-Qur’an sangat sesuai dengan kondisi mereka karena sejak kecil
sampai dewasa bahkan sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah,
apalagi bila kisah mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan
pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Al-Qur’an sebagai kitab hidayah
mencakup kedua aspek itu, disamping tujuan yang mulia, juga kisah-kisah
tersebut diungkapkan dalam bahasa yang indah dan menarik, sehingga tak ada
orang yang bosan membaca dan mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang,
telah berlalu empat belas abad, kisah-kisah al-Qur’an yang diungkapkan dalam
bahasa Arab itu masih up dated, mendapat tempat dan hidup di hati umat,
padahal bahasa-bahasa lain telah banyak yang masuk museum, dan tidak
terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti bahasa Ibrani, Latin dan lain-lain.
  Cerita-cerita dalam al-Qur’an bukanlah suatu gubahan yang bernila
sastera saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-
peristiwa, tetapi merupakan suatu media untuk mewujudkan tujuan yang asli.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an secara umum mempunyai tujuan untuk kebenaran
dan semata-mata untuk keagamaan. Adapun tujuan-tujuan kisah dalam secara
keseluruhan dapat dirinci sebagai berikut
1. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan, QS. Yusuf (12): 2-3, QS. (28):3, QS.
(3):44.
2. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah SWT. QS. (21): 51-92
3. Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan
Yang Maha Esa, QS. Al-A’raf (7):59
4. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu
satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa. QS. Hud
5. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh nabi
Muhammad SAW.  Dengan agama nabi Ibrahim a.s secara khusus. Dengan
agama-agama bangsa Israil pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan
ini lebih erat daripada hugungan umum antara semua agama.

E.     Faedah Qashashil Al-Quran

8
Banyak faedah yang terdapat dalam qashash (kisah-kisah) Al-Quran
sebagaimana yang diutarakan Manna Al-Qaththan berikut ini.
1. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama
Allah, serta menguatkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui
datangnyabpertolongan Allah dan hancurnya kebatilan beserta para
pendukungnya.
2. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa
setiap nabi.
3. Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak
mereka.
4. Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad dalam penuturannya mengenai
orang-orang terdahulu.
5. Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan
dan petunjuk. Di samping itu, kisah-kisah itu memperlihatkan isi kitab suci
mereka sesungguhnya, sebelum diubah dan direduksi.
6. Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang menarik bagi setiap
pendengarnya dan memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa.

F. Hukum Dan  Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashil Al-Quran


Berkaitan dengan penuturan nama dan gelar dalam kisah-kisah di dalam
Al-Quran, ada sebuah persoalan penting yang harus dijadikan jawabannya.
Misalkan, suatu kisah di dalam Al-Quran yang menyebutkan nama-nama
pelaku khusus, apakah hanya berlaku bagi para pelaku kisah tersebut, ataukah
berlaku secara umum bagi siapa saja? Dengan kata lain, apakah ayat itu
berlaku secara khusu atau umum?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hal yang harus dijadikan
pertimbangan adalah keumuman redaksi, bukannya kekhususan sebab. As-
Suyuthi, memberikan alasan bahwa pertimbangan itulah yang dilakukan oleh
para sahabat dan golonga lain. Ini dapat dibuktikan antara lain pada ayat zhihar
dalam kisah Salman bin Shakhar, ayat li’an dalam kisah Hilal bin Umayyah,
dan ayat qadzaf dalam kisah tuduhan terhadap Aisyah. Penyelesaian terhadap
kasus-kasus trsebut diterapkan pula terhadap peristiwa lain yang serupa.

9
Ibn Taimiyyah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan
berkenaan dengan kisah tertentu, bahkan menunjuk pribadi seseorang namun,
berlaku umum. Misalnya, surat Al-Maidah (5) ayat 49 tentang perintah kepada
Nabi untuk mengadili secara adil. Ayat ini sebenarnya diturunkan berkenaan
dengan kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir. Namun, menurut Ibn
Taimiyyah, tidak benar jika dikatakan bahwa perintah berlaku adil bagi Nabi
itu hanya ditujukan terhadap dua kabilah itu.
Penjelasan mengenai penyebutan nama pelaku kisah, atau hakikat kisah
itu sendiri, dikemukakan pula oleh Kuntowijoyo, Thaha Husein, dan Asy-
Syarabashi. Kuntowijoyo memandang bahwa pada dasarnya kandungan Al-
Quran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep
dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan amtsal. Bagian pertama
dimaksudkan untuk membentuk pemahaman yang kemprehensif mengenai
nilai-nilai ajaran agama islam, sedangkan bagian kedua dimaksudkan sebagai
ajakan melakukan perenungan untuk memperoleh hikmah. Kisah kesabaran
Nabi Ayub misalnya, menggambarkan tipe sempurna mengenai betapa
gigihnya kesabaran orang beriman ketika menghadapi cobaan apapun. Kisah
kezaliman Fir’aun menggambarkan archetype mengenai kejahatan tirani pada
masa paling awal yang pernah dikenal manusia. Kisah kaum Tsamud yang
membunuh unta milik Nabi Shaleh lebih menggambarkan archetype mengenai
penghianatan masal oleh konspirasi-konspirasi kafir.
Ungkapan yang hampir senada diungkapkan pula oleh Asy-Syarabashi.
Ia menjelaskan bahwa kisah-kisah dalam Al-Quran tidak dimaksudkan sebagai
uraian sejarah lengkap tentang kehidupan bangsa atau pribadi tertentu, tetapi
sebagai bahan pelajaran bagi umat manusia.
Thaha Husein, yang terkenal dengan pendapat-pendapatny yang
controversial dan sekularistik, lebih tertarik membahas apakah pelaku-pelaku
kisah didalam Al-Quran itu pernah ada atau hanya khayalan semata. Dengan
mengambil contoh kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ia berkesimpulan
demikian:
“Taurat telah mengisahkan kepada kita tentang Ibrahim dan Ismail,
demikian juga Al-Quran. Akan tetapi, munculnya kedua nama tokoh itu dalam

10
Tauran dan Al-Quran tidak menjamin keberadaan keduanya secara historis.
Kita terdorong untuk melihat keduanya di dalam sejarah sebagai suatu jalan
untuk menetapkan hubungan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang
Arab di satu pihak, serta agama Islam dan agama Yahudi, Al-Quran dan
Taurat, dipihak yang lain.”
Tidak hanya itu, Thaha Husein pernah mengatakan bahwa hijrahnya
Ibrahim ke Mekah yang kemudian mengembangkan bangsa Arab musta’rabah
hanyalah fiksi belaka. Maka, wajarlah jiksa para ulama konsevatif menganggap
gagasan-gagasannya itu sebagai usaha melemparkan keraguan keotentikan Al-
Quran. Bahkan, Rasyid Ridha telah menuduhnya keluar dari Islam.
Benang merah yang dapat ditangkap dari pendapat ketiga orang di atas
adalah hal terpenting dari kisah-kisah yang terdapat Al-Quran bukanlah
wacana pelakunya, tetapi drama kehidupan yang mereka mainkan. Atas dasar
ini pulalah, Muhammad Abduh mengkritik habis-habisan kebiasaan ulama
tafsir generasi pertama yang banyak menggunakan  Israiliyyat sebagai penafsir
Al-Quran, terutama ketika menjelaskan para pelaku kisah.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut istilah, qashshashil qur’an ialah kisah-kisah dalam al-qur’an
yang menceritakan ikhwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau,masa kini dan masa yang
akan datang. Di dalam al-qur’an banyak diceritakan umat-umat dahulu dan
sejarah Nabi atau para Rasul serta ikhwal Negara dan perilaku bangsa-bangsa
kaum dahulu. Macam-macam qashash yaitu, kisah hal-hal ghaib pada masa
lalu, kisah hal-hal ghaib pada masa kini, kisah hal-hal ghaib pada masa yang
akan datang. Beberapa faedah dari qashashil Quran yaitu meneguhkan hati
Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta
menguatkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui
datangnyabpertolongan Allah dan hancurnya kebatilan beserta para
pendukungnya, menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat
yang dibawa setiap nabi, membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan
kembali jejak-jejak mereka, memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad
dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
B. Saran
  Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang
terdapat dalam penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun
dalam pembasannya. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritikannya
yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah
selanjutnya dapat lebih sempurna.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Cet.III; Bandung: Pustaka Setai, 2006


Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Basri, Hasan, Horizon Al-Qur’an, dari judul asli Lea grands themes du
Coran oleh Jasques Jomies Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase,
2002
Chitjin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an; Yogyakarta : Dana Bhakti
Prima Yasa, 1998.
Hanafi, Segi-Segi Kesusesteraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an; Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1984.
Husayn, Muhammad al-Khidr, Balaghat Al_Qur’an, Ali al-Ridha al-Tunisi, 1971.
Ibrahim, Muhammad Ismail, Mu’jam al-Alfazh waA’lam al-quraniyyat, Dar al-
Fikr-al-a’rabi, 1969
Al- Ishfahani, Al-Raghib, al-mufradat fi Gharib al-Qur’an, ed. Muhammad
Sayyid Kaylani, Mesir: musthafa al-Bab al-Halab,t.t.
Poewarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Al-Qattan, Manna khalil, Mahabis fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-
Haidis, 1973.
Qutb, Sayyid, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadidjah
Nasution;
Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.
Said, M, Tarjamah Al-Qur’an al Karim, Crt.I; Bandung: PT Alma’arif, 1987.

13

Anda mungkin juga menyukai