MAKALAH
Uslub Al-Qur’an (Amtsal dan Aqsam Al-Qur’an)
Disusun Oleh :
Kelompok 10
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah STUDI
AL-QUR’AN yang berjudul “USLUB AL-QUR’AN (AMTSAL DAN
AQSAM AL-QUR’AN) ini tepat pada waktunya.”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai pemenuhan tugas
yang di berikan Ibu Yasnel,M.Ag. Isi dari makalah ini diambil dari berbagai
sumber yang ada dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga makalah ini
bias terselesaukan dengan baik dan kami menyadari masih banyak
kekurangan-kekurangan yang terdapat didalam makalah ini.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat
serta bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan
yang penyusun miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 9
3.2 Saran ................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Dapat menjelaskan pengertian dari kata Uslub dan pengertian dari Uslub Al-
Qur’an.
2. Dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan Amtsal Al-Qur’an.
3. Dapat menjelaskan pengertian Aqsam Al-Qur’an
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad bin Alwi Al-Maliki, 1999, Zubda Al-Itqon fi ‘Ulumul Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, cet. 1.
2
b. Jadadul Qur’an (Pembantahan Al-Qur’an dalam Al-Qur’an)
c. Aqsamul Qur’an (Sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an)
d. Qasasul Qur’an (Kisah-kisah dalam Al-Qur’an)
e. Balaghatul Qur’an. Namun kami dalam hal spesifik membahas dalam
menguraikan tentang amtsalul Qur’an dan Aqsamul Qur’an saja.
Dalam surat tersebut didahului dengan kata pertanyaan, “apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?”. lalu
disambung dengan kejadian-kejadian yang terjadi dan diperlihatkan azab yang akan
menimpa orang-orang yang menghancurkan kiblat seluruh umat manusia yaitu ka’bah.
Lalu surat al-Mudatsir ayat 18-20.Dalam surat tersebut juga terdapat gaya bahasa
yang memiliki arti pengulangan, sehingga menghasilkan makna penegasan karena
diulang dalam dua kali yaitu kata قُتِل yang memiliki makna
sebenarnyayaitu membunuh, tetapi dalam al Mudatsir diartikan maknanya
sebagai kecelakaan atau celaka, karena kata qutila mengandung kata yaitu menegaskan
suatu perkara yang merugikan, sehingga akan terjerumus dalam dosa yang besar.
Dalam penggunaan kata dan gaya bahasa yang di lakukan oleh bangsa Arab
dahulu berbeda dengan bangsa Arab dahulu. Namun, Al-Qur’an berhasil menyampaikan
dengan gaya bahasa yang kompleks dan uslub serta stalistika yang
indah.Tetapi masih mengandung makna yang begitu menakjubkan, karena
keadaan yang terjadi di dalam Al-Qur’an dan seluruh peristiwa yang dikisahkan di
sesuaikan dengan keadaan masysarakat zaman dahulu dan sebagai pengingat umat
3
manusia yang akan datang, yang mana memiliki sifat patuh namun lalai dalam hal
apapun, sehingga Allah Swt mewahyukan Al-Qur’an sebagai petunjuk amal manusia di
bumi agar bisa mengambil hikmah dalam setiap kisah yang terjadi.
Secara terminologi, matsal sebagai istilah dalam ilmu sastra yang berarti suatu ungkapan
perkataan yang dihikayatkan dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam
perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan. Maksudnya,
menyerupakan sesuatu, seseorang atau keadaan dengan apa yang terkandung dalam perkataan
itu. Kata matsal juga di gunakan untuk menunjukkan arti keadaan dan kisah yang
menakjubkan. Dengan pengertian ini kata matsal ditafsirkan dalam banyak Al-Qur’an.
Misalnya firman Alloh:
“Perumpamaan surga yang di janjikan kepada orang-orang yang bertaqwa yang di dalamnya
terdapat sungai-sungai dan air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air
susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di
dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang
yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-
motong ususnya.”
2
Prof. Dr. H. Abdul Djalal HA, 2000, Ulumul Qur’an, Surbaya: Dunia Ilmu.
4
Manna’ Khalil al-Qattan membagi amtsal Al-Qur’an menjadi tiga macam, yaitu:
1. Amtsal Musharrahah, maksudnya sesuatu yang dijelaskan dengan lafadz matsal atau
dengan sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan). Amtsal ini seperti banyak
ditemukan dalam Al-Qur’an, dan berikut ini beberapa di antaranya :
Tentang orang munafik:“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Alloh
menghilangkan cahaya yang menyinari mereka dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka
akan kembali ke jalan yang benar. Atau seperti yang ditimpa hujan lebat dari
langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat…sampai dengan-Sesungguhnya Alloh
berkuasa atas segala sesuatu.”
2. Amtsal Kaminah, yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamtsil,
tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat
padat, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa
dengannya. Contohnya:
a. Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan “Sebaik-baik perkara adalah yang
tidak berlebihan, adil dan seimbang.” Yaitu:
Firman Alloh mengenai shalat: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu
dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di
antara kedua itu.” (Al-Isra: 110)
Firman Alloh mengenai infaq: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan jangan pula terlalu mengulurkannya.” (Al-Isra:
29)
3. Amtsal Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih
secara jelas. Tetapi kalimat itu berlaku sebagai matsal. Seperti:
Tidak ada yang akan bisa menyatakan terjadinya hari itu selain dari Alloh.” (QS. An-
Najm: 58
“Dan rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya
sendiri.” (QS. Fathir: 43)
Muhammad Jabir al-Fayad mengatakan bahwa secara garis besar ada dua macam matsal,
yaitu:
5
a. Al-Amtsal azh-Zhahirah, yaitu matsal yang secara eksplisit menggunakan
kata matsal, baik dalam bentuk tasybih maupun muqaranah,baik dalam ungkapan
yang ringkas dan pendek maupun dalam bentuk uraian cerita yang panjang.
b. Al-Amtsal Al-Kaminah, matsal ini sebenarnya hampir sama dengan Al-Amtsal azh-
Zhahirah, hanya saja tidak secara eksplisit mencantumkan kata matsal. Dengan
pengertian ini, maka semua kisah dalam Al-Qur’an dapat dipandang sebagai Amtsal
Kaminah
a. Harus ada musyabbah (yang diserupakan) yaitu, sesuatu yang akan diserupakan
atau diumpamakan.
b. Harus ada musyabbah bih (asal penyerupaan) yaitu, sesuatu yang dijadikan sebagai
tempat untuk menyerupakan.
c. Harus ada wajhu asy-Syabah (segi persamaan) yaitu, arah persamaan antara kedua
hal yang diserupakan tersebut.
d. Harus ada adat at-tasybih (kata yang digunakan untuk menyerupakan) misalnya
huruf kaf.
3
Prof. Dr Manna’ Al-Qhatthan, 1990, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashar Al-Hadits
6
dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang
diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah,
gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa,
maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”
(Q.S. Ali Imran:186)
Apabila qasam ditinjau dari muqsam bihnya, maka qasam itu ada tujuh macam, yaitu:
7
c. Dengan bersumpah memakai nama Allah atau sifat-sifat-Nya, maka hal ini sama
dengan mengagungkan Allah SWT karena telah menjadikan namanya selaku dzat
yang diagungkan sebagai penguat sumpah.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Amtsal Al-Qur’an menjadi sangat penting untuki di pelajari dan difahami secara lebih
mendalam,karena sebagai usaha untuk memahami atau menyikapi hakikat yang tidak nampak
untuk menyimpul kan ayat-ayat al-Qur’an yang memeiliki tuturkata dalam setiap kalimatnya
yang sangat indah namun memiliki maknya yang sangat mendalam indah dan padat, yang
memberikan dorongan kepada setiap manusia melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan
kepentingan dan keinginan. Amtsal juga memberikan nasihat dan peringatan kepada manusia,
sehingga Amtsal ini memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan karena
sejatinya pendidikan itu sendiri memuat nasihat dan peringatan didalam setiap
implementasinya.
Aqsam Al-Qur’an yang di artikan sebagai sumpah, sedangkan jika di tinjau dari segi
istilah adalah kalimat untuk mentauhidkan menguatkan suatu pemberitaan. Dalam hal ini
maksud dan tujuan qasam di dalam aya-ayat yang terdapat didalam Al-Qur’an ialah
bermaksud untuk menguatkan sebuat informasi atau makna yang terkandung didalamnya.
Didalam firmannya Allah bersumpah atas (untuk menetapkan) pokok-pokok keimanan yang
wajib diketahui makhluk. Dalam hal ini terkadang bersumpah untuk menjelaskan tauhid,
terkadang untuk menegaskn bahwa qur’an itu hak, terkadang untuk menjelaskan bahwa rasul
itu benar, terkadang untuk menjelaskan balasan, janji dan ancaman, dan terkadang juga untuk
menerangkan keadaan manusia. Siapa saja yang meneliti dengan cermat qasam-qasam dalam
al-qur’an, tentu ia akan memperoleh berbagai macam pengetahuan yang tidak sedikit.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwasanya karya tulis kami ini sangat jauh dari kata sempurna,
maka dari itu kami mohon saran dan komentarnya bagi parapembaca agar karya tulis yang
kami buat akan lebih bagus kedepannya. Dan kami berharap semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan untuk kami sendiri khususnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Alwi Al-Maliki, 1999, Zubda Al-Itqon fi ‘Ulumul Al-Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia, cet. 1.
Prof. Dr. H. Abdul Djalal HA, 2000, Ulumul Qur’an, Surbaya: Dunia Ilmu.
10