Disusun Oleh:
SRI WANTI
Swt. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang
tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Ulumul
Qur’an”. Penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak atas penyusunan makalah
ini, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen
pengampu Mata Kuliah Ulumul Quran, M. Abri Harahap, S.Pd.I.,M.Pd yang telah
memberikan dukungan, dan kepercayaan yang begitu besar. Semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi
kedepannya.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan
namun tak ada gading yang tak retak, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap makalah ini
SRI WANTI
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
3.1. ............................................................................................Kesimpulan 31
3.2. .......................................................................................................Saran 31
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam. alQur’an
diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang menjadi masalah dan pangkal perbedaan adalah
kapasitas manusia yang sangat terbatas dalam memahami alQur’an. Karena pada
kenyataannya tidak semua yang pandai bahasa Arab, sekalipun orang Arab sendiri,mampu
memahami dan menangkap pesan Ilahi yang terkandung di dalam al-Qur’an secara sempurna.
Terlebih orang ajam (non-Arab).. Kesulitan-kesulitan itu menyadarkan para sahabat dan
ulama generasi berikutnya akan kelangsungan dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa
perlu membuat rambu-rambu dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran Islam
semakin meluas, dan kebutuhan pada pemahaman al-Qur’an menjadi sangat mendesak. Hasil
jerih payah para ulama itu menghasilkan cabang ilmu al-Qur’an yang sangat banyak. Adanya
permasalahan tersebut menjadi urgensi dari ilmuilmu al-Qur’an sebagai sarana menggali
pesan Tuhan, serta untuk mendapat pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang
menjadi bahan kajian dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
A. Resume Tentang:
1. Pengantar Ulumul Qur’an
2. Tentang Al-Qur’an
3. I’jaz Al-Qur’an
4. Tentang Wahyu
5. Turunnya Al-Qur’an
6. Ayat Makkiyah dan Madaniyah
7. Ayat yang turun pertama dan terakhir
8. Asbabun Nuzul
9. Pengumpulan dan Penertiban Al-Quran
10. Turunnya Al-Qur’an dengan 7 Huruf
1
11. Qiraat dan Qurro’
12. Tajwid Dan Tilawah
BAB II
PEMBAHASAN
Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata penyusun, yaitu
‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilm. ‘Ulum
berarti al-fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan). Sedangkan, ‘Ilm yang berarti
al-fahmu wa al-idrak (paham dan menguasai) . Sebelum melangkah ke pengertian Ulumul
Qur’an, perlu terlebih dahulu mengetahui apa hakikat dari al-Qur’an itu sendiri. Kata al-
Qur'an berasal dari bahasa Arab merupakan akar kata dari qara’a (membaca). Pendapat lain
bahwa lafal al-Quran yang berasal dari akar kata qara'a juga memiliki arti al-jam'u
(mengumpulkan dan menghimpun). Jadi lafal qur’an dan qira'ah memiliki arti menghimpun
dan mengumpulkan sebagian huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kami yang akan membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Apabila Kami tela
selesai membacakan Berdasarkan definisi tersebut diperoleh unsur-unsur penting yang
tercakup definisi al-Qur’an yaitu:
1. Firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw;
2. Diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril as;
3. Berbahasa Arab;
4. Diterima secara mutawatir;
5. Ditulis dalam sebuah mushaf;
6. Membacanya bernilai ibadah;
2
7. Sebagai bentuk peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum yang digunakan umat manusia untuk
sebagai pedoman untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhiratnya, maka ikutilah
bacaannya itu”.
3
3
1. Nuzul. Aspek ini membahas tentang tempat dan waktu turunnya ayat atau
surah al-Qur’an. Misalnya: makkiyah, madaniyah, safariyah, hadhariah,
nahariyah, syita'iyah, lailiyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga
meliputi hal yang menyangkut asbab an-nuzul dan sebagainya.
2. Sanad. Aspek ini meliputi hal-hal yang membahas sanad yang mutawatir,
syadz, ahad, bentuk-bentuk qira'at (bacaan) Nabi, para penghapal dan
periwayat al-Qur’an, serta cara tahammul (penerimaan riwayat).
3. Ada’ al-Qira'ah. Aspek ini menyangkut tata cara membaca al-Qur'an seperti
waqaf, ibtida', madd, imalah, hamzah, takhfif, dan idgham.
4. Aspek pembahasan yang berhubungan dengan lafazh al-Qur’an, yaitu tentang
gharib, mu'rab, musytarak, majaz, muradif, isti'arah, dan tasybih.
5. Aspek pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum,
misalnya ayat yang bermakna 'amm dan tetap dalam keumumannya, ‘amm
yang dimaksudkan khusus, 'amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir,
mujmal, mufashshal, mafhum, manthuq, muthlaq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, mu'akhar, muqaddam, ma'mul pada
waktu tertentu, dan ma'mul oleh seorang saja.
4
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar pokok
bahasan Ulumul Qur'an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu: Pertama, ilmu yang
berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis
bacaan (qira'at), tempat dan waktu turun ayatayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah),
dan sebab-sebab turunnya alQur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan
dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam,
misalnya pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayatayat
yang berkaitan dengan hukum.
Artinya : (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri. QS. An-Nahl 89.
1. Ayat
Secara epistimologis ayat memiliki banyak makna ayat memiliki banyak makna
2. Surat
Secara epistimologis,surat memiliki beberapa makna antara lain,tempat
pemberhentian,kemuliaan,bangunan yang tinggi,tanda serta tulang bangunan tembok. Sedang
secara terminologis surat adalah sekumpulan daripada ayat-ayat Al-Quran yang berdiri
sendiri dan memiliki pembuka dan penutup.
i'jāz atau yang sering disebut juga (mukjizat atau kemukjizatan), Dengan definisi seperti
ini, maka dapat dirumuskan bahwa “mukjizat” adalah suatu keluarbiasaan yang terjadi pada
diri seorang yang mengaku sebagai nabi atau rasul untuk membuktikan kebenaran misinya,
yang disertai unsur tantangan dan tidak dapat dilawan atau ditantang.
1. Indrawi(hissiyah)
Mu’jizat yang tampak dan dapat di tangkap oleh panca indera, seperti tongkat nabi
musa yang dapat berubah menjadi ular dan dapat membelah lautan, mu’jizat nabi nuh
membuat perahu yang sangat besar dalam waktu yang cepat dan singkat dan masih
banyak yang lainnya.
2. Rasional(aqliyah)
Mu’jizat yang hanya dapat di pahami oleh akal pikiran(rasional) seperti al-qur’an
sebagai mukjizat nabi muhammad atas umatnya yaitu dari segi keindahan sastranya
tidak ada seorangpun yang dapat menandinginya karena itulah mu’jizat al-qur’an ini
bisa abadi sampai hari kiamat.
2.3.3. Tujuan I’jaz Al-qur’an
Allah menurunkan Al-qur’anitu memeiliki tujuan yaitu sebagai petunjuk bagi umat
islam. Selai itu I’jaz Al-qur’an memiliki tujuan tersendiri, yaitu :
1. Tujuan Pengi’jazan Al-qur’an
a. Untuk melemahkan dan mengalahkan usaha orang-orang yang menentang
seruan para rasul.
b. Mendorong orang berfikir dan membuka pintu-pintu ilmu pengetahuan
c. Menyeru dan memanggil untuk memasuki gudang ilmu.
d. untuk menyempurnakan ajaran-ajaran kitab fardlu
2. Fungsi I’jaz Al-Qur’an
Fungsi I’jaz Al-qur’an ialah berdasarkan pengertian dan kedudukan Al-qur’an itu
sendiri:
a. Al-qur’an kitab yang universal
Al-qur’an tidak menghususkan pembicaraannya kepada bangsa tertentu seperti
bangsa arab atau kelompok tertentu, seperti kaum muslimin. Akan tetapi, ia
berbicara kepeda seluruh manusia, baik umat islam maupun non islam,
termasuk orang-orang kafir, musyrik, yahudi, nasrani, maupun bani israil. Al-
8
qur’an menyatu kepada semua penghuni alam tanpa membedakan setatus dan
golongan.
b. Al-qur’an kitab yang sempurna
Tujuan al-qur’an akan dapat di capai dengan pandangan realistik terhadap alam
dan dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak serta hukum-hukum perbuatan.
c. Al-qur’an kitab yang abadi
Al-qur’an adalah kitab yang abadi sepanjang masa. Suatu perkataan yang
sepenuhnya benar dan sempurna maka tidak mungkin ia terbatas oleh zaman
d. Al-qur’an mengandung kebenaran
Al-qur’an menjadi bukti kebenran nabi muhammad saw. Bukti kebenaran
tersebut dikemukakan dalam bentuk tantangan yang sifatnya bertahap.
Arti wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi, atau
dengan kata lain wahyu tersebut menggunakan metode sembunyi-sembunyi dalam
penyampaiannya. Pengertian wahyu menurut syara' wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT
kepada orang yang dipilih dari beberapa hamba-Nya mengenai beberapa petunjuk dan ilmu
pengetahuan yang hendak diberitahukannya tetapi dengan cara yang tidak biasa bagi
manusia, baik dengan perantaraan atau tidak dengan perantaraan.
Arti lain dalam segi bahasa berarti suara, tulisan, isyarat, bisikan, paham dan juga
berarti api. Wahyu menurut istilah adalah setiap apa yang disampaikan kepada orang lain
agar diketahuinya, namun lebih terkenal dengan arti apa yang disampaikan oleh Allah kepada
nabi-Nya. Wahyu adalah kata masdar yang berarti berita, baik berita itu disampaikan secara
tertulis atau lisan.
Berdasarkan Al-qur’an mengenai proses turunnya wahyu kepada Nabi dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Wahyu yang turunkan melalui mimpi yang hakiki (terbayang dengan jelas). Ini
dicontohkan pada beberapa permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Shallallaahu ‘Alayhi
9
Secara majazi turunnya Al-Qur’an diartikan sebagai pemberitahuan dengan cara dan sarana
yang dikehendaki Allah SWT sehingga dapat diketahui oleh para malaikat bi lauhil mahfudz dan oleh
Adapula pendapat bahwa Al-Qur”an di turunkan tiga kali dalam tiga tingkat:
Ayat-ayat tersebut diturunkan ketika Rasulullah SAW. Berada di gua Hira, yaitu
disebuah gua di Jabal Nur, yang terletak kira-kira 3 mil dari kota Mekah. Terjadi pada malam
hari senin, tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari usia Rasulullah 13 tahun sebelum hijriah,
bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M. malm turunnya Al-Qur’an itu disebut”lailatul
qadr”atau “lailatul mubarakah” yaitu suatu malm kemulian dan keberkahan.
yang terkuat maka kita akan dapat kesimpulan bahwa ayat yang permulaan yang diturunkan
memanglah lima ayat permulaan surah Al-alaq kemudian ketika surah Al-mudatstsir.
Kemudian setelah itu wahyu mpun terputus, beliau tidak pernah lagi menerima wahyu dalam
waktu yang agak lama. Nabi amat merasa sedih dan gelisah karna terputusnya wahyu
tersebut, karna justru hal itu terjadi pada saat beliau mulai melaksanakan tugas yang amat
berat, dimana beliau memerlukan tuntunan-tuntunan dari tuhan, apalagi untuk menghadapi
rintangan-rintangan dari pihak lawan bahkan timbul keragu-raguan dalam hati Nabi, apakah
10
Allah benar-benar mengangkat beliau sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Kalau benar, mengapa
kini wahyu terputus, justru saat beliau sangat memerlukan dan merindukannya? Kesdihan,
kegelisahan dan kekecewaan itu pada suatu ketika mencapai puncaknya,dimana beliau
kembalinya wahyu turun kepada beliau yaitu ayat-ayat surah Ad-duha, yang
menggambarkan dengan jelas betapa hebatnya derita bathin yang beliau tanggung dalam
masa terputusnya masa-masa itu, dan betapa pula Allah menghibur hati Nabi serta
mengingatkan beliau pada masa lampaunya yang dahulunya adalah seseorang yang melarat
lalu diberikan kekayaan. Allah juga mengajarkan kepada Nabi bagaimana harus bersikap
pada anak yatim dan orang yang meminta-minta. Dan bagaimana mensyukuri nikmat tuhan.
Dengan memperhatikan suasana yang meliputi turunnya surah ad-duha ini dapatlah di
Para ulama menyebutkan hikmah dan terputusnya wahyu itu antara lain ialah:
1. Supaya lenyap sama sekali rasa takut yang dialami Nabi keika turunnya wahyu
2. Supaya timbul rasa kerinduan dalam hati Nabi untuk kembalinya wahyu kepada
Hal ini memang terjadi. Di samping timbulnya rasa kecewa dan keragu-raguan beliau
tentang kenabian dan kerasulannya, beliau juga mersa rindu untuk mendapat wahyu itu
kembali. Pada saat kerinduan itu begitu hebatnya maka Tuhan menurunkan wahyu surah Ad-
Duha ini. Dengan demikian tentramlah hati beliau bahwa Allah benar-benar mengangkatnya
Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah
1. Teori Geografis
2. Teori Historis
Menurut teori ini, pengertianMakkiyah adalah ayat yang turun sebelumRasulullah SAW
hijrah meskipun ayat tersebut turun di luar kota Makah, semisaldi Mina, Arafah atau
Hudaibiyah dan lainnya. Sedangkan pengertian Madaniyah adalah ayat yang turun
sesudah Rasulullah SAW hijrah, meskipun ayat tersebutditurunkan di Badar, Uhud,
Arafah atau Makah.
Ada dua cara untuk mengenali ayat yang termasuk kategori Makkiyah dan
Madniyyah.
1. Cara Sima’iy : adalah pengetahuan ayat Makkiyah dan Madaniyah yang
diperoleh berdasarkan riwayat.
2. Cara Qiyasiy : adalah pengetahuan ayat Makkiyah dan Madaniyyah
berdasarkankriterianya yang menonjol, kandungannya, redaksi dan uslubnya, dan
lainsebagainya.
Dalam menentukan kategori Makkiyah dan Madaniyyah menurut cara Qiyasiy adadua
dasar yaitu:
a. Dasar Aghlabiyah (mayoritas)
Bila mayoritas ayat-ayatnya adalah Makkiyah Maka surah tersebut disebut Makkiyah
Begitu juga sebaliknya.
b. Dasar Tabi’iyah (Kontinuitas)
Bila didahului dengan ayat-ayat yang turun di Makkah (sebelum hijrah), makasurah
tersebut disebut Makkiyah Begitu juga sebaliknya.
Yang termasuk kategori surah Madaniyah murni adalah surah yang berisi ayat-
ayatyang seluruhnya berstatus Madaniyah secara ijma’ dan tidak ada perbedaan
tentang status tersebut.3.
3. Surah Makkiyah yang berisi ayat Madaniyyah
Yang termsuk kategori surah Makkiyah yang berisi ayat Madaniyah adalah
surahyang memuat ayat-ayat yang kebanyakan berstatus Makkiyah , akan
tetapididalamnya juga memuat ayat-ayat Madaniyah atau ada perbedaan tentang
status tersebu.
1. Pendapat yang paling sahih mengenai yang pertama kali turun ialah firman Allah:
Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lebih pemurah
yangmengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengaarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.! (al-alaq (96):1-5).Pendapat ini didasarkan pada suatu
hadis yang diriwayatka oleh dua syeh ahli hadis dan yang lain, dari aisyah R.a, yang
mengatakan:” sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi bagi Rosulullah SAW.
Adalah mimpi yang nenar diwaktu tidur.Dia melihat dimimpi itu datangnya bagaikan
terangnya pagi hari.Kemudian dia suka menyendiri. Dia pergi kegua hira untuk
beribadah untuk beberapa malam. Untuk itu ia membawa bekal. Kemudian ia pulang
kepada khodijah Ra, maka khodijah pun membekalinya seperti bekal terdahulu. Digua
hira dia dikejutka oleh suatu kebenaran. Seorang malaikat datang kepadanya dan
mengatakan: “ bacalah!”Rosulullah menceritakan maka akupun menjawab:” aku tidak
pandai membaca”. Malaikat tersebut kemudian memelukku sehingga akupun merasa
sangat payah. Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi ”bacalah”, maka akupun
menjawab aku tidak pandai membaca. Lalu dia merangkulku yang kedua kali sampai
aku kepayahan, kemudian ia lepaskan lagi kemudian dia berkata lagi: “bacalah” aku
menjawab:” aku tidak pandai membaca. Maka dia merangkulku yang ketiga kalinya
sehingga aku kepayahan, kemudian ia berkata;” bacalah dengan menyebut nama
tuhanmu yang telah menciptakan…...” sampai dengan ….” Apa yang tidak ia
ketahuinya”. (hadist).
14
2. Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah firman Allah: yaa ayyuhal
muddassir (wahai orang yang berselimut.) ini Dari abu salamah bin abdur rahman, dia
berkata:” aku telah bertanya kepada jabir bin abdullah: yang manakah diantara al-
qur’an itu yang turun pertamakali? Dia menjawab: yaa ayuhal muddassir. Aku
bertanya lagi: ataukah iqra’ bismi rabbik? Dia menjawab: aku katakan kepadamu apa
yang dikatakan Rosulullah SAW kepada kami. “sesungguhnya aku berdiam diri di fua
Hira.Maka ketika habis masa diamku,aku turun lalu aku telusuri lembah. Aku lihat
kemuka, kebelakang, kekanan dan kekiri. Lalu aku lihat kelangiyt tiba-tiba aku
melihat jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke khodijah. Khodijah
memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Merekapun menyelimuti aku. Lalu
Allah menurunkan: “wahai orang yang berselimut, bangkitlah, lalu berilah peringatan
“ Mengenai hadist jabir ini,dapatlah dijelaskan bahwa pertanyaan itu mengenai surat
yang di turunkan secara penuh. Jabir menjelaskan bahwa surat muddassirlah yang
turun secara penuh sebelum surat iqra’ selesai di turunkan, karna yang turun
pertamakali dari surat iqra’ itu hanyalah permulaannya saja. Hal yang demikian ini
juga di perkuat oleh hadist abu salamah dari jabir yang terdapat dalam soheh bukhori
dan muslim.
3. Dikatakan pula, bahwa yang pertamakali turun adalah surat fatihah. Mungkin yang
dimaksud adalah surat yang pertamakali turun secara lengkap.
4. Disebutkan juga bahwa yang pertama kali turun
adalah Bismillahhirrohmanirrohim, karena Basmalah itu turun mendahului setiap
surat. Dalil-dalil kedua pendapat diatas hadist-hadist mursal. Pendapat yang pertama
didukung oleh hadist Aisyah itulah pendapat yang kuat dan masyhur
Dalam hadist ini ia memberi tahukan tentang malaikat yang datang kepadanya di gua hira
sebelum saat itu. Di dalam hadist Aisyah ia memberitahukan bahwa turunnya iqra’ itu di gua
hira, dan bahwa iqra’ itulah wahyu pertama yang turun. Kemudian setelah itu wahyu terhenti.
Sedang dalam hadist jabir ia memberitahukan bahwa wahyu berlangsung kembali setelah
turunnya yaa ayyuhal muddassir.
Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa “ iqra’ “ adalah wahyu yang pertama sekali
diturunkan secara mutlaq, dan bahwa “muddassir” diturunkan sesudah iqra’
15
4. Di katakan pula bahwa yang terkhir kali di turunkan adalah ayat mengenai kalalah.
Bukhori dan muslim meriwayatkan dari bara’ bin azib: dia berkata” Ayat yang terkhir
kali turun adalah:”. “Mereka meminta fatwa kepadamu mengenai kalalah, katakanlah:
Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah. “ (An nisa’:4:276)
5. Pendapat lain menyatakan bahwa yang terakhir turun adalah firman Allah:”
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rosul dari kaum mu sendiri
…” sampai dengan akhir surat.
6. Di katakan pula yang terakhir kali turun adalah surat Al maidah. Ini di dasarkan pada
riwayat tirmidhi dan haki, dari Aisyah ra. Tatapi menurut pendapat kami surat ini
surat yang terakhir kali turun dalam hal halal dan haram, sehingga tak satu hukumpun
yang di nasih di dalamnya.
7. Juga di katakan bahwa yang terakhir kali turun adalah firmabn Allah:”“Maka tuhan
memperkenankan permohonan mereka: Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan, karena sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain.”(Ali imron:3:195)
8. Ada juga di katakan bahwa ayat terakhir yang turun adalah ayat: “ barang siapa yang
membunuh seorang seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam,
kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukny serta menyediakan
azab yang besar baginya.: (an nisa’ :4:93)
9. Dari ibn abbas dikatakan: “ surrah yang terakhir kali diturunkan ialah: “ Apabila telah
datang pertolongan Allah dan kemenangan “
2.7.4. Yang Mula-Mula Diturunkan Menurut Persoalannya
Para ulama juga membicarakan ayat yang mula-mula diturunkan berdasarkan persoalan-
persoalan tertent. Diantaranya:
1. Yang pertama kali turun mengenai makanan. Ayat pertama yang diturunkan
dimakkah adalah satu ayat didalam surah al-an’am “ katakanlah” dalam wahyu yang
dismpaikan kepadaku aku tidak mendapatkan sesuatu makanan yang diharamkan buat
seseorang kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir, atau dinding
babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama
Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya
dan tidak pula melampaui batas, maka tuhanmu maha penyayang.” (al-
an’am:6:145)12
17
2. Yang pertama kali turun dalam hal minuman. Ayat yang pertama kali diturunkan
mengenai khomer ialah satu ayat dalam ayat dalam surah Al-baqarah: “ mereka
bertanya kepadamu tentang khomer dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.”
3. Yang pertama laki diturunkan mengenai perang. Dari ibn abbas dikatakan :” ayat
yang pertama kali diturunkan mengenai perang ialah: telah diizinkan berperang bagi
orang-orang yang diperangi, kaarena mereka telah dianiaya dan Allah maha kuasa
menolong mereka”. (Al-hajj:22:39)
2.7.5. Faidah Pembahasan Ini
Pengetahuan mengenai ayat-ayat yang pertama kali dan terakhir kali diturunkan itu
mempunyai banyak faedah, yang terpenting diantaranya adalah:
1. Menjelaskan perhatian yang diperoleh qur’an guna menjaganya dan menentukan ayat-
ayatnya. Para sahabat telah menghayati qur’an ini ayat demi ayat, sehingga mereka
mengerti kapan dan dimana ayat itu diturnkan. Mereka telah menerima dari
Rosulullah ayat-ayat qur’an yang diturunkan kepadanya dengan sepenuh hati-
hatidanpercaya bahwa qur’an adalah dasar agama. Pengerak iman dan sumber
kemuliaan serta kehormatannya. Dan ini membawa akibat positif yaitu bahwa qur’an
selamat dari dari perubahan dan kekacaubalauan. “ sesungguhnya kamilah yang telah
menurunkan qur’an dan kami pulalah yang akan menjaganya.” (al-hijr:15:9)
2. Megetahui rahasia perundang-undangan islam menurut sejarah sumbernya yang
pokok.
3. Membedakan yang nasik dengan yang mansukh.
diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW. Secara berangsur-angsur dalam masa lebih
kurang 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak, dan
pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu, dapat dikatakan
18
bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia merupakan
sebab turunnya Al-Qur’an. Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat
adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat-ayat atau
beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu
a. Menurut Az-Zarqani:
“sesuatu yang turun satu ayat atau beberapa ayat yang berbicara tentangnya (sesuatu
itu) atau menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum yang terjadi pada waktu terjadinya
peristiwa tersebut.”
“sesuatu yang turun Al-Qur’an berkenaan dengannya pada waktu terjadinya seperti
umat.
b. Mengkhususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila
c. Apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas
d. Mengetahui sebab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Qur’an dan
e. Sebab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat
tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan
perselisihan.[3]
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun sebab an-nuzul dibagi menjadi dua yaitu:
Ta’addud Asbab Al-Nazil (Sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang
terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan Ta’addud Al-Nazil Asbab
Wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari
satu sedang sebab turunnya satu). Sebab turunnya ayat itu disebut Ta’addud bila ditemukan
dua riwayat yang berbeda atau lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat
tertentu. Dan sebaliknya, sebab turunnya Ayat itu disebut wahid atau tunggal bila riwayatnya
hanya satu. Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebutTa’addud Al-Nazil, bila inti
persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih
Salah satu cara untuk mengetahui asbabun nuzul dengan mengetahui secara
Pedoman dasar para ‘Ulama’ dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang
berasal dari Rasulullah Saw, atau dari sahabat. Maka sebab itu pemberitahuan dari seorang
sahabat mengenai hal seperti ini bila jelas, maka hal itu bukan sekedar pendapat (ra’y), tetapi
Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu terkadang berupa pernyataan tegas
mengenai sebab dan terkadang pula berupa pernyataan yang hanya mengandung
kemungkinan mengenainya. Bentuk pertama adalah jika perawi mengatakan: “Sebab nuzul
ayat ini adalah begini”, atau menggunakan fa ta’ qibiyah (kira-kira seperti: maka, yang
menunjukkan urutan peristiwa), yang dirangkaikan dengan kata “Turunnya ayat”, sesudah ia
menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Bentuk kedua, yaitu redaksi yang boleh jadi
menerangkan sebab nuzul atau hanya sekedar menjelaskan dengan hukum ayat adalah bila
perawi mengatakan: nazalat hadzihil aayaatu fii kadza: Ayat ini turun mengenai ”Yang
dimaksud dengan ungkapan (redaksi) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula
Asbab nuzul yang berupa perselisihan adalah peristiwa perselisihan atau permusuhan
yang terjadi antara kelompok sekelompok orang dari Kabilah Aus dengan beberapa orang
dari Kabilah khazraj, yang dipicu oleh provokasi yang dilakukan orang Yahudi, sehingga
mereka semua mengucapkan kata-kata “perang! Perang!”. Kemudian turunlah ayat yang
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi
Alkitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi menjadi orang kafir sesudah
Al-Qur’an merupakan kitab yang menjadi sumber hukum serta pedoman bagi umat
islam yang diturunkan oleh Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat
Jibril. Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17
Romadlon tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari
kelahiran Nabi atau 10 H.[1]
Al-Qur’an tidak secara langsung diturunkan kepada Nabi Muhammad namun melalui
beberapa tahap. Adapun tahapan turunnya Al-Quran itu ada tiga, yaitu :[2]
1. Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke Lauh Mahfudz. Proses pertama ini
diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat Al-Buruj ayat 21-22 : Artinya : “Bahkan yang
didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia. Yang tersimpan dalam Lauh
Mahfudz”. (QS. Al-Buruuj).
2. Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfudz itu ke Bait- Al-Izzah (Tempat yang
berada di langit dunia). Proses ke dua ini diisyaratkan Allah dalam surat Al-Qadar
ayat 1 : Artinya : “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada
malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadar : 1)
3. Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah kedalam hati Nabi Muhammad SAW.
Dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua
ayat, dan bahkan kadang-kadang satu surat. Mengenai proses turun dalam tahap
ketiga diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat As-Syu’ara ayat 193-195 : Artinya : “ Dia
dibawa turun oleh ar-ruh al-amin (Jibril), kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab
yang jelas.” (QS. Al-Syu’ara : 193-195).
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat Jibril tidak secara
sekaligus, melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan sering wahyu turun untuk
menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau untuk membenarkan
tindakan Nabi SAW.
23
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Al-Qur’an diturunkan tidak sekaligus, namun
turun secara berangsur-angsur, dan hal ini memiliki beberapa hikmah kenapa Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-
angsur yaitu sebagai berikut :[3]
Orang Arab mempunyai aneka ragam lahjah yang timbul dari fitrah mereka dalam
suara, dan huruf-huruf sebagaimana di terangkan secara komprehensip dalam kitab-kitab
sastra.Apabila orang Arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan
beberapa perbedaan tertentu, maka Al-Qur’an yang di wahyukan Allah kepada Rasul-Nya,
Muhammad, menyempurnakan makna kemukjizatannya. Karena ia mencakup semua huruf
dan wajah qira’ah pilihan di antara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab
yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal, dan memahaminya.
24
“Rasulullah berkata: Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian
berulangkali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya
kepada ku sampai dengan tujuh huruf.” (HR. Bukhori Muslim)
Hadits-hadits yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar
telah diselidiki oleh Ibn Jarir di dalam pengantar tafsir-nya. As-Suyuthi menyebutkan bahwa
hadits-hadits tersebut di riwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin
Salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan
yang bermacam-macam. Sehingga Ibn Hayyan mengatakan: “Ahli ilmu berbeda pendapat
tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima pendapat”.[6] Namun kebanyakan
pendapat itu bertumpang tindih. Di sini kami akan mengemukakan beberapa pendapat di
antaranya yang di anggap paling mendakati kebenaran.[7]
a. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna, dengan
pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna,
maka Al-Qur’an pun di turukan dengan sejumlah lafadz sesuai dengan ragam bahasa
tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-
Qur’an hanya mendatangkan satu lafadz atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda
pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa tersebut. Di katakan bahwa ketujuh
bahasa itu adalah bahasa quraisy, huzail, saqif, hawazin, kinanah, tamim dan yaman.
Menurut Abu Hatim As-Sijistani, Al-Qur’an di turunkan dalam bahasa Quraisy,
Huzail, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin, dan Sa’ad bin Bakar. Dan diriwayatkan
pula pendapat yang lain.
b. Suatu kaum berpendapat bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan makna Al-Qur’an di turunkan, dengan
pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari
25
ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih di kalangan bangsa arab,
meskipun sebagian besarnya bahasa quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa
Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman, karana itu maka secara
keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda
dengan pendapat sebelumnya, karena yang di maksud dengan tujuh huruf dalam
pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surah Al-Qur’an, bukan
tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
c. Sebagian ulama meneyebutkan bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh wajah, yaitu: amr, nahyu, wa’d, wa’id, jadal, qasas, dan masal. Atau amr, nahyu,
halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal.
d. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh macam hal yang di dalamnya terjadi ikhtilaf, yaitu:
1. Ikhtilaful asma’ ( perbedaan kata benda)
2. Perbedaan dalam segi i’rab (harokat akhir kata)
3. Perbedaan dalam tasrif,
4. Perbedaan dalam taqdim (mendhulukan) dan ta’khir (mengakhirkan)
5. Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian)
6. Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan
7. Perbedaan lahjah.
e. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak di artikan secara
harfiah, tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut
kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa
bahasa dan susunan Al-Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan
semua orang arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab, lafadz
sab’ah dipergunakan pula untuk menunjukan jumlah banyak dan sempurna dalam
bilangan satuan, seperti “tujuh puluh” dalam bilangan puluhan, dan “tujuh ratus”
dalam ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak di maksudkan untuk menunjukan bilangan
tertentu.
Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf
adalah sebagai berikut:[8]
26
1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis,
yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa
menghafal syari’at, apa lagi mentradisikannya.
2. Bukti kemukjizatan Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasan orang arab.
Qur’an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam
cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga
setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan
irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap
keberadaan Qur’an sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka.
Dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian,
kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap naluri kebahasaan
mereka itu sendiri.
3. Kemukjizatan Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan-
perubahan bentuk lafadz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas
untuk dapat disimpulkan dari padanya berbagai hukum. Hal inilah yang menyebabkan
Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istinbat
(penyimpulan hukum) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini.
1. Pengertian Qira’at
Menurut bahasa, qira’at (راءاتVV )قadalah bentuk jamak dari qira’ah (راءةVV )قyang
Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna
dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian
2. Pengertian Qurra’
Qurra' adalah jama' dari qari', yang artinya orang yang membaca, Secara istilah yaitu
seorang ulama atau imam yang terkenal mempunyai madzhab tertentu dalam suatu qira'ah
27
yang mutawatir (Secara bahasa, mutawatir bermakna banyak, terkenal atau umum)Qurra' bisa
juga di artikan secara mudah sebagai para imam qira'at.
Macam-Macam Qira’at
1. Mutawathir, yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta, dan sejumlah orang seperti itu dan sanadnya
bersambung hingga penghabisannya, yaitu Rasulullah saw. Dan inilah yang umum
dalam hal qira’at.
2. Masyhur, yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat
mutawathir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan Rasm Utsmani serta terkenal pula
di kalangan para ahli qira’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang
salah atau syadz. Para ulama menyebutkan bahwa qira’at macam ini termasuk qira’at
yang dapat dipakai atau digunakan.
3. Ahad, yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Utsmani, menyalahi
kaidah bahasa Arab atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang
disebutkan. Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan
bacaannya. Di antara contohnya adalah yang diriwayatkan dari Abu Bakrah, bahwa
Nabi membaca “muttaki-iina ‘alaa rafaarifa khudl-riw wa ‘abaaqariya hisaan” (ar-
Rahmaan: 76) (hadits Hakim) dan yang diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas bahwa ia
membaca “laqad jaa-akum rasuulum min anfusikum” (at-Taubah: 128), dengan
membaca fathah huruf fa’. (Hadits Hakim)
4. Syadz, yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya, seperti qira’at “malaka yaummad
diin” (al-Faatihah: 4) dengan bentuk fi’il madli dan menasabkan “yauma”.
5. Maudlu’, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya
6. Mudraj, yaitu ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran, seperti qira’at Ibn
‘Abbas: “laisa ‘alaikum junaahun an tabtaghuu fadl-lam mir rabbikum fii mawaasimil
hajji fa idzaa afadltum min ‘arafaatin” (al-Baqarah: 198) (HR Bukhari), kalimat “fii
mawaa simil hajji” adalah penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat.
28
Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Jumhur berpendapat
bahwa qira’at yang tujuh itu mutawathir. dan yang tidak mutawathir, seperti masyhur, tidak
boleh dibaca dalam maupun di luar shalat.
Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab berkata: “Qira’at yang syadz tidak boleh dibaca
baik di dalam maupun di luar shalat, karena ia bukan al-Qur’an. Al-Qur’an hanya ditetapkan
dengan sanad yang mutawathir, sedang qira’at yang syadz tidak mutawathir. orang yang
berpendapat selain ini adalah salah atau jahil. Seandainya seseorang menyalahi selain ini dan
membaca dengan qira’at yang syadz, maka ia harus diingkari baik bacaan itu di dalam
maupun di luar shalat. Para fuqaha Bagdad sepakat bahwa orang yang membaca al-Qur’an
dengan qira’at yang syadz harus disuruh bertobat. Ibn ‘Abdil Barr menukilkan ijma’ kaum
muslimin bahwa al-Qur’an tidak boleh dibaca dengan qira’at yang syadz dan juga tidak sah
shalat di belakang orang yang membaca al-Qur’an dengan qira’at-qira’at syadz itu.”
Dalam pengantar singkat ilmu tajwid kita akan membahas mengenai Pengertian Tajwid
dan Ilmu Tajwid, Keutamaan Tajwid, Hukum tajwid serta Objek Pembahasan Ilmu Tajwid.
Tajwid secara bahasa artinya at-tahsiin wal ijaadah : baik dan membaguskan. Secara
Istilah Tajwid berarti Memberikan setiap huruf hak-haknya dan susunannya,
mengembalikan huruf pada makhrojnya dan asalnya, menghaluskan pelafalan pada kondisi
yang sempurna, tanpa berlebihan dan pembebanan.
Para ulama Tajwid bersepakat bahwa setiap muslim dituntut untuk mempelajari
hukum-hukum tilawah, dan memperhatikannnya ketika sedang membaca al-quran.
Sedangkan lalai dalam masalah ini – tanpa udzur syar'I yang bisa diterima- adalah berdosa.
a. Yang pertama adalah kesalahan Al-Jaliyy (yang Jelas) yaitu kesalahan pelafalan /
tajwid yang diketahui oleh banyak orang awam secara umum. Misalnya adalah : salah
dalam harokat ( I’rob), atau salah dalam tashrif.
b. Yang kedua adalah kesalahan Al-Khofiyy (tersembunyi), yang tidak diketahui kecuali
oleh mereka yang bergelut lama di ilmu tajwid atau pakar di bidang Qiro’at. Seperti
dalam masalah makhorijul huruf dan sifat-sifatnya.
Berlebihan dalam pengucapan dan pelafalan Al-Quran juga sama bahayanya dengan
meninggalkan tajwid.
e. At-Tardiid : pengulangan ayat terakhir yang dibaca seorang qori’ oleh sekumpulan
orang yang mendengarkannya.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah :
Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata penyusun, yaitu
‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilm. ‘Ulum
berarti al-fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan). Sedangkan, ‘Ilm yang berarti
al-fahmu wa al-idrak (paham dan menguasai) .
Dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yaitu qaraa-yaqrau-
quraanan yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Arti wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi, atau
dengan kata lain wahyu tersebut menggunakan metode sembunyi-sembunyi dalam
penyampaiannya.
Secara majazi turunnya Al-Qur’an diartikan sebagai pemberitahuan dengan cara dan sarana
yang dikehendaki Allah SWT sehingga dapat diketahui oleh para malaikat bi lauhil mahfudz dan oleh
nabi Muhammad SAW didalam hatinya yang suci.
3.2. Saran
1. Kiranya mahasiswa/i dapat memahami kandungan dari beberapa judul di atas
yang mana akan meningkatkan pengetahuan tentang mata kuliah Ulumul
Qur’an.
2. Bagi pembaca agar dapat menambah wawasan atas resume yang telah saya
tulis di makalah ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/14494/1/KUMPULAN%20ULUMUL%20QURAN.pdf
https://id.scribd.com/doc/291300132/makalah-tentang-Al-Qur-an-docx
https://makalahnih.blogspot.com/2014/07/ijaz-al-quran-kemukjizatan-al-quran.html
https://najibsyafiun.wordpress.com/2016/12/09/makalah-wahyu/
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2015/06/makalah-proses-turunnya-al-
quran.html
https://www.academia.edu/35535318/Makalah_Makkiyah_dan_Madaniyah_Studi_Al_Quran
_
https://pandidikan.blogspot.com/2010/05/ayat-pertama-dan-terakhir-turun.html
http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/10/makalah-studi-al-quran-asbabun-nuzul.html
https://alkatibblog.wordpress.com/2015/09/18/pengumpulan-dan-penertiban-al-quran/
http://digilib.uinsgd.ac.id/820/34/4_bab1sd4_1.pdf
http://nitameong.blogspot.com/2015/10/makalah-qiraat-dan-qurra.html
https://makalahmantab.blogspot.com/2016/02/makalah-ulumul-quran-tilwah-dan-tajwid.html
32