Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

RESUME MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN

Diajukan untuk Memenuhi


Tugas Individu Pada Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Semester I Tahun Akademik 2021-2022

Disusun Oleh:

SRI WANTI

Dosen Pengampu : M. Abri Harahap, S.Pd.I.,M.Pd

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-BUKHARY
LABUHANBATU-SUMATERA UTARA
T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbilalamin, Segala puji hanya layak kita panjatkan kehadirat Allah

Swt. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang

tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Ulumul

Qur’an”. Penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak atas penyusunan makalah

ini, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen

pengampu Mata Kuliah Ulumul Quran, M. Abri Harahap, S.Pd.I.,M.Pd yang telah

memberikan dukungan, dan kepercayaan yang begitu besar. Semoga semua ini bisa

memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi

kedepannya.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan

namun tak ada gading yang tak retak, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap makalah ini

dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Rantauprapat, 14 Desember 2021

SRI WANTI

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1. .......................................................................................Latar Belakang 1


1.2. ..................................................................................Rumusan Masalah 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1. ......................................................................Pengantar Ulumul Qur’an 2

2.2. .................................................................................Tentang Al-Qur’an 4

2.3. .......................................................................................I’jaz Al-Qur’an 6

2.4. ......................................................................................Tentang Wahyu 8

2.5. ...............................................................................Turunnya Al-Qur’an 9

2.6. .............................................................Ayat Makkiyah dan Madaniyah 11

2.7. ....................................................Ayat yang turun pertama dan terakhir 13

2.8. .......................................................................................Asbabun Nuzul 17

2.9. .................................................Pengumpulan dan Penertiban Al-Quran 20

2.10. Turunnya Al-Qur’an dengan 7 Huruf...................................................... 22

2.11. Qiraat dan Qurro’.................................................................................... 26

2.12. Tajwid Dan Tilawah................................................................................ 28

BAB III PENUTUP

3.1. ............................................................................................Kesimpulan 31
3.2. .......................................................................................................Saran 31

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam. alQur’an
diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang menjadi masalah dan pangkal perbedaan adalah
kapasitas manusia yang sangat terbatas dalam memahami alQur’an. Karena pada
kenyataannya tidak semua yang pandai bahasa Arab, sekalipun orang Arab sendiri,mampu
memahami dan menangkap pesan Ilahi yang terkandung di dalam al-Qur’an secara sempurna.
Terlebih orang ajam (non-Arab).. Kesulitan-kesulitan itu menyadarkan para sahabat dan
ulama generasi berikutnya akan kelangsungan dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa
perlu membuat rambu-rambu dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran Islam
semakin meluas, dan kebutuhan pada pemahaman al-Qur’an menjadi sangat mendesak. Hasil
jerih payah para ulama itu menghasilkan cabang ilmu al-Qur’an yang sangat banyak. Adanya
permasalahan tersebut menjadi urgensi dari ilmuilmu al-Qur’an sebagai sarana menggali
pesan Tuhan, serta untuk mendapat pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang
menjadi bahan kajian dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

A. Resume Tentang:
1. Pengantar Ulumul Qur’an
2. Tentang Al-Qur’an
3. I’jaz Al-Qur’an
4. Tentang Wahyu
5. Turunnya Al-Qur’an
6. Ayat Makkiyah dan Madaniyah
7. Ayat yang turun pertama dan terakhir
8. Asbabun Nuzul
9. Pengumpulan dan Penertiban Al-Quran
10. Turunnya Al-Qur’an dengan 7 Huruf

1
11. Qiraat dan Qurro’
12. Tajwid Dan Tilawah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengantar Ulumul Qur’an

2.1.1. Pengertian Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata penyusun, yaitu
‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilm. ‘Ulum
berarti al-fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan). Sedangkan, ‘Ilm yang berarti
al-fahmu wa al-idrak (paham dan menguasai) . Sebelum melangkah ke pengertian Ulumul
Qur’an, perlu terlebih dahulu mengetahui apa hakikat dari al-Qur’an itu sendiri. Kata al-
Qur'an berasal dari bahasa Arab merupakan akar kata dari qara’a (membaca). Pendapat lain
bahwa lafal al-Quran yang berasal dari akar kata qara'a juga memiliki arti al-jam'u
(mengumpulkan dan menghimpun). Jadi lafal qur’an dan qira'ah memiliki arti menghimpun
dan mengumpulkan sebagian huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.

Pengertian al-Qur’an menurut Quraish Shihab secara harfiah berarti bacaan


sempurna , al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Makna al-Qur’an sebagai bacaan
sesuai dengan firman Allah Swt. dalam QS. al-Qiyamah/75: 17-18;

Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kami yang akan membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Apabila Kami tela
selesai membacakan Berdasarkan definisi tersebut diperoleh unsur-unsur penting yang
tercakup definisi al-Qur’an yaitu:
1. Firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw;
2. Diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril as;
3. Berbahasa Arab;
4. Diterima secara mutawatir;
5. Ditulis dalam sebuah mushaf;
6. Membacanya bernilai ibadah;

2
7. Sebagai bentuk peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum yang digunakan umat manusia untuk
sebagai pedoman untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhiratnya, maka ikutilah
bacaannya itu”.

3
3

2.1.2. Ruang Lingkup dan Pokok Bahasan Ulumul Qur’an


Ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an pada dasarnya luas dan sangat banyak
karena segala aspek yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik berupa ilmu agama seperti
tafsir, ijaz, dan qira'ah, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu balaghah dan ilmu irab
al-Qur’an adalah bagian dari Ulumul Qur’an. Di samping itu, banyak lagi ilmu-ilmu yang
terangkum di dalamnya. As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan misalnya, menguraikan sebanyak
80 cabang Ulumul Qur’an. Dari tiaptiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi.
Bahkan menurut Abu Bakar Ibn al-Arabi sebagaimana dikutib as-Suyuthi, Ulumul Qur’an
itu terdiri dari 77.450 cabang ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat
dalam al-Qur’an, dimana tiap kata dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an
mengandung makna dzahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas.

Namun, menurut Hasbi ash-Shidiqie (1904-1975 M), berbagai macam pembahasan


Ulumul Qur'an tersebut pada dasarnya dapat dikembalikan kepada beberapa pokok bahasan
saja, antara lain:

1. Nuzul. Aspek ini membahas tentang tempat dan waktu turunnya ayat atau
surah al-Qur’an. Misalnya: makkiyah, madaniyah, safariyah, hadhariah,
nahariyah, syita'iyah, lailiyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga
meliputi hal yang menyangkut asbab an-nuzul dan sebagainya.
2. Sanad. Aspek ini meliputi hal-hal yang membahas sanad yang mutawatir,
syadz, ahad, bentuk-bentuk qira'at (bacaan) Nabi, para penghapal dan
periwayat al-Qur’an, serta cara tahammul (penerimaan riwayat).
3. Ada’ al-Qira'ah. Aspek ini menyangkut tata cara membaca al-Qur'an seperti
waqaf, ibtida', madd, imalah, hamzah, takhfif, dan idgham.
4. Aspek pembahasan yang berhubungan dengan lafazh al-Qur’an, yaitu tentang
gharib, mu'rab, musytarak, majaz, muradif, isti'arah, dan tasybih.
5. Aspek pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum,
misalnya ayat yang bermakna 'amm dan tetap dalam keumumannya, ‘amm
yang dimaksudkan khusus, 'amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir,
mujmal, mufashshal, mafhum, manthuq, muthlaq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, mu'akhar, muqaddam, ma'mul pada
waktu tertentu, dan ma'mul oleh seorang saja.
4

6. Aspek Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan lafazh, yaitu


fashl, washl, ithnab, ijaz, musawah, dan gashr.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar pokok
bahasan Ulumul Qur'an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu: Pertama, ilmu yang
berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis
bacaan (qira'at), tempat dan waktu turun ayatayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah),
dan sebab-sebab turunnya alQur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan
dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam,
misalnya pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayatayat
yang berkaitan dengan hukum.

2.1.3. Manfaat, Urgensi dan Tujuan Mempelajari Ulumul Qur’an


Manfaat mempelajari Ulumul Qur’an yaitu antara lain :
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan yang penting yang berkaitan dengan
al-Quran al-Karim.
2. Membantu umat Islam dalam memahami al-Qur’an dan menarik (istinbath)
hukum dan adab dari al-Qur’an, serta mampu menafsirkan ayat-ayatnya.
3. Mengetahui sejarah kitab al-Qur’an dari aspek nuzul (turunnya), periodenya,
tempat-tempatnya, cara pewahyuannya, waktu dan kejadiankejadian yang
melatar-belakangi turunnya al-Qur’an.
4. Menciptakan kemampuan dan bakat untuk menggali pelajaran, hikmah dan
hukum dari al-Qur’an al-Karim.
5. Sebagai senjata dan tameng untuk menangkis tuduhan dan keraguan pihak
lawan yang menyesatkan tentang isi dan kandungan dari al-Qur’an.

2.2. Tentang Al-Qur’an

2.2.1. Asal Perkataan Al – Qur’an


Para ulama berbeda pendapat, mengenai pengucapan kata Al-Quran dari sisi derivasi
(isytiqaq), cara melafalkan apakah memakai hamzah atau tidak, dan apakah Al-Quran kata
sifat  atau kata jadian. Para ulama yang mengatakan cara melafalkan dengan hamzah pun
telah terpecah dalam dua pendapat, yaitu
5

1. Sebagian diantara mereka, di antaranya adalah Al-Asy’ari mengatakan bahwa kata


Al-Quran diambil dari kata kerja qarana (menyertakan) karena Al-Quran menyertakan
ayat, surat dan huruf-huruf.
2. Al-Farra’ menjelaskan bahwa kata Al-Quran dari kata dasar qara’in (penguat) karena
Al-Quran terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan dan terdapat kemiripan antara
ayat satu dengan ayat yang lain. Pendapat lainnya bahwa Al-Quran merupakan nama
personal (al-‘alam as-syakhsyi), bukan merupakan devirasi bagi kitab yang telah
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Para ulama menjelaskan bahwa penamaan
itu menunjukkan bahwa Al-Quran telah menghimpun intisari kitab-kitab Allah yang
lain, bahkan seluruh ilmu yang ada. Hal itu sebagaimana telah diisyratkan oleh firman
Allah pada surat An-Nahl :[2]  

Artinya : (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri. QS. An-Nahl 89.

2.2.2. Pengertian Al Qur’an


Dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yaitu qaraa-yaqrau-
quraanan yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an
adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Menurut
istilah pengertian Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman-firman Allah
SWT, yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad dan membacanya
bernilai ibadah.Hal ini juga sudah dijelaskan didalam alqur'an itu sendiri.Alqur'an
adalah firman Allah yang diturunkan/diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallahu
'Alaihi Wa Sallam.

2.2.3. Nama-nama lain Al – Qur’an


Nama-nama Al-Qur’an Yakni Diantaranya:
Al-Kitab, Al-Futqan, Adz-Dzikir, Al-Mushaf, Al-Huda, Petunjuk, Al-Mau’id, Asy-
Syifaa, Al-Hukm, Al-Hikmah, Al-Tanzil, Ar-Rahmat, Ar-Ruh, Al-Kalam, Al-Busyaraa, An-
Nur, Al-Bashir, Al-Balagh, Al-Qaul, Al-Burhan
6

2.2.4. Fungsi dan Tujuan Al-Qur’an


Jadi fungsi al-Qur’an bagi manusia dan kemanusiaan adalah sebagai berikut :
1. Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk
2. Al-Qur’an berfungsi sebagai pembeda antara yang hak dengan yang batil
3. Al-Qur’an berfungsi sebagai obat penawar bagi manusia (as-Syifa’)
4. Al-Qur’an berfungsi membersihkan jiwa manusia
5. Al-Qur’an berfungsi untuk meluruskan aqidah dan kepercayaan
6. Al-Qur’an berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hokum Islam.

2.2.5. Struktur dan Pembagian Al –Qur’an


Al-Quran tersusun dari sekumpulan surat,dari surat-surat Al-Quran tersusun dari sejumlah
ayat.

1. Ayat
Secara epistimologis ayat memiliki banyak makna ayat memiliki banyak makna

 Ayat dimaknai mukjizat,


 Ayat dimaknai alamat atau tanda,
 Ayat berarti ibrah atau pelajaran
 Ayat dimaknai al-amru al-ajib
 Ayat dimaknai al-burhan wa ad-dalil/bukti atau petunjuk.

2. Surat
      Secara epistimologis,surat memiliki beberapa makna antara lain,tempat
pemberhentian,kemuliaan,bangunan yang tinggi,tanda serta tulang bangunan tembok. Sedang
secara terminologis surat adalah sekumpulan daripada ayat-ayat Al-Quran yang berdiri
sendiri dan memiliki pembuka dan penutup.

2.3. I’jaz Al-Qur’an

2.3.1. Pengertian I’jaz Al-qur’an

Menurut bahasa I’jaz adalah isim mashdar dari ‫ﺃﻋﺟﺰ‬- ‫ﻴﻋﺟﺰ‬ - ‫ﺍﻋﺟﺍﺰﺍ‬ -‫ﻤﻋﺟﺰﺍ‬ (‘ajaza


yu’jizu-i’jazan ). yang mempunyai arti “ketidak berdayaan atau keluputan”. Makna Lainnya
adalah “membuat tidak mampu”, seperti dalam contoh a’jaza akhoohu “dia telah membuat
saudaranya tidak mamp” manakala dia telah menetapkan ketidakmampuan saudaranya itu
dalam suatu hal. Kata i’jaz juga berarti “terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam
contoh: a’jaztu zaidan “aku mendapati Zaid tidak mampu”.
7

i'jāz  atau yang sering disebut juga  (mukjizat atau kemukjizatan), Dengan definisi seperti
ini, maka dapat dirumuskan bahwa “mukjizat” adalah suatu keluarbiasaan yang terjadi pada
diri seorang yang mengaku sebagai nabi atau rasul untuk membuktikan kebenaran misinya,
yang disertai unsur tantangan dan tidak dapat dilawan atau ditantang.

2.3.2. Macam-macam Mu’jizat

1. Indrawi(hissiyah)
Mu’jizat yang tampak dan dapat di tangkap oleh panca indera, seperti tongkat nabi
musa yang dapat berubah menjadi ular dan dapat membelah lautan, mu’jizat nabi nuh
membuat perahu yang sangat besar dalam waktu yang cepat dan singkat dan masih
banyak yang lainnya.
2. Rasional(aqliyah)
Mu’jizat yang hanya dapat di pahami oleh akal pikiran(rasional) seperti al-qur’an
sebagai mukjizat nabi muhammad atas umatnya yaitu dari segi keindahan sastranya
tidak ada seorangpun yang dapat menandinginya karena itulah mu’jizat al-qur’an ini
bisa abadi sampai hari kiamat.
2.3.3. Tujuan I’jaz Al-qur’an

Allah menurunkan Al-qur’anitu memeiliki tujuan yaitu sebagai petunjuk bagi umat
islam. Selai itu I’jaz Al-qur’an memiliki tujuan tersendiri, yaitu :
1. Tujuan Pengi’jazan Al-qur’an
a. Untuk melemahkan dan mengalahkan usaha orang-orang yang menentang
seruan para rasul.
b. Mendorong orang berfikir dan membuka pintu-pintu ilmu pengetahuan
c. Menyeru dan memanggil untuk memasuki gudang ilmu.
d.  untuk menyempurnakan ajaran-ajaran kitab fardlu
2. Fungsi I’jaz Al-Qur’an
Fungsi I’jaz Al-qur’an ialah berdasarkan pengertian dan kedudukan Al-qur’an itu
sendiri:
a. Al-qur’an kitab yang universal
Al-qur’an tidak menghususkan pembicaraannya kepada bangsa tertentu seperti
bangsa arab atau kelompok tertentu, seperti kaum muslimin. Akan tetapi, ia
berbicara kepeda seluruh manusia, baik umat islam maupun non islam,
termasuk orang-orang kafir, musyrik, yahudi, nasrani, maupun bani israil. Al-
8

qur’an menyatu kepada semua penghuni alam tanpa membedakan setatus dan
golongan.
b. Al-qur’an kitab yang sempurna
Tujuan al-qur’an akan dapat di capai dengan pandangan realistik terhadap alam
dan dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak serta hukum-hukum perbuatan.
c. Al-qur’an kitab yang abadi
Al-qur’an adalah kitab yang abadi sepanjang masa. Suatu perkataan yang
sepenuhnya benar dan sempurna  maka tidak mungkin ia terbatas oleh zaman
d. Al-qur’an mengandung kebenaran
Al-qur’an menjadi bukti kebenran nabi muhammad saw. Bukti kebenaran
tersebut dikemukakan dalam bentuk tantangan yang sifatnya bertahap.

2.4. Tentang Wahyu

2.4.1. Pengertian Wahyu

Arti wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi, atau
dengan kata lain wahyu tersebut menggunakan metode sembunyi-sembunyi dalam
penyampaiannya. Pengertian wahyu menurut syara' wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT
kepada orang yang dipilih dari beberapa hamba-Nya mengenai beberapa petunjuk dan ilmu
pengetahuan yang hendak diberitahukannya tetapi dengan cara yang tidak biasa bagi
manusia, baik dengan perantaraan atau tidak dengan perantaraan.

Arti lain dalam segi bahasa berarti suara, tulisan, isyarat, bisikan, paham dan juga
berarti api. Wahyu menurut istilah adalah setiap apa yang disampaikan kepada orang lain
agar diketahuinya, namun lebih terkenal dengan arti apa yang disampaikan oleh Allah kepada
nabi-Nya. Wahyu adalah kata masdar yang berarti berita, baik berita itu disampaikan secara
tertulis atau lisan.

2.4.2. Cara Turun dan Penyampaian Wahyu

Berdasarkan Al-qur’an mengenai proses turunnya wahyu kepada Nabi dapat disimpulkan
sebagai berikut:

Wahyu yang turunkan melalui mimpi yang hakiki (terbayang dengan jelas). Ini
dicontohkan pada beberapa permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Shallallaahu ‘Alayhi
9

Wasallam. Cara ini sering disebut dengan cara Ra'yu ash-shalihah atau impian nyata


diperolehnya dengan jalan mimpi dalam tidur, tetapi kemudian menjadi kenyataan.

2.5. Turunnya Al-Qur’an

2.5.1. Pengertian Turunnya Al Qur’an

Secara majazi turunnya Al-Qur’an diartikan sebagai pemberitahuan dengan cara dan sarana

yang dikehendaki Allah SWT sehingga dapat diketahui oleh para malaikat bi lauhil mahfudz dan oleh

nabi Muhammad SAW didalam hatinya yang suci.

Adapula pendapat bahwa Al-Qur”an di turunkan tiga kali dalam tiga tingkat:

1. Di turunkan ke lauhil mahfudz.


2. Di turunkan ke baitul izzah di langit dunia.
3. Di turunkan berangsur-angsur kedunia.

2.5.2. Ayat Yang Permulaan Diturunkan

Ayat-ayat tersebut diturunkan ketika Rasulullah SAW. Berada di gua Hira, yaitu
disebuah gua di Jabal Nur, yang terletak kira-kira 3 mil dari kota Mekah. Terjadi pada malam
hari senin, tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari usia Rasulullah 13 tahun sebelum hijriah,
bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M. malm turunnya Al-Qur’an itu disebut”lailatul
qadr”atau “lailatul mubarakah” yaitu suatu malm kemulian dan keberkahan.

2.5.3. Masa Terputusnya Wahyu

Apabila kita perhatikan dari riwayat hidup Rasulullah berdasarkan riwayat-riwayat

yang terkuat maka kita akan dapat kesimpulan bahwa ayat yang permulaan yang diturunkan

memanglah lima ayat permulaan surah Al-alaq kemudian ketika surah Al-mudatstsir.

Kemudian setelah itu wahyu mpun terputus, beliau tidak pernah lagi menerima wahyu dalam

waktu yang agak lama. Nabi amat merasa sedih dan gelisah karna terputusnya wahyu

tersebut, karna justru hal itu terjadi pada saat beliau mulai melaksanakan tugas yang amat

berat, dimana beliau memerlukan tuntunan-tuntunan dari tuhan, apalagi untuk menghadapi

rintangan-rintangan dari pihak lawan bahkan timbul keragu-raguan dalam hati Nabi, apakah
10

Allah benar-benar mengangkat beliau sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Kalau benar, mengapa

kini wahyu terputus, justru saat beliau sangat memerlukan dan merindukannya? Kesdihan,

kegelisahan dan kekecewaan itu pada suatu ketika mencapai puncaknya,dimana beliau

merasa ditinggalkan oleh Tuhanya sedemikian rupa.

Tetapi akhirnya, kesedihan,kekecewaan dan keraguan itu berakhir juga dengan

kembalinya wahyu turun kepada beliau yaitu ayat-ayat surah Ad-duha, yang

menggambarkan dengan jelas betapa hebatnya derita bathin yang beliau tanggung dalam

masa terputusnya masa-masa itu, dan betapa pula Allah menghibur hati Nabi serta

mengingatkan beliau pada masa lampaunya yang dahulunya adalah seseorang yang melarat

lalu diberikan kekayaan. Allah juga mengajarkan kepada Nabi bagaimana harus bersikap

pada anak yatim dan orang yang meminta-minta. Dan bagaimana mensyukuri nikmat tuhan.

Dengan memperhatikan suasana yang meliputi turunnya surah ad-duha ini dapatlah di

simpulkan bahwa surah tersebut adalah surah yang ketiga diturunkan.

2.5.4. Hikmah Terputusnya Wahyu

Para ulama menyebutkan hikmah dan terputusnya wahyu itu antara lain ialah:

1. Supaya lenyap sama sekali rasa takut yang dialami Nabi keika turunnya wahyu

pertama kali di Gua Hira’.

2. Supaya timbul rasa kerinduan dalam hati Nabi untuk kembalinya wahyu kepada

beliau setelah terputusnya dalam beberapa waktu.

Hal ini memang terjadi. Di samping timbulnya rasa kecewa dan keragu-raguan beliau

tentang kenabian dan kerasulannya, beliau juga mersa rindu untuk mendapat wahyu itu

kembali. Pada saat kerinduan itu begitu hebatnya maka Tuhan menurunkan wahyu surah Ad-

Duha ini. Dengan demikian tentramlah hati beliau bahwa Allah benar-benar mengangkatnya

menjadi Nabi dan Rasul-Nya.


11

2.5.5. Lamanya Wahyu Terputus

Terdapat bermacam-macam pendapat tentang lamanya terputus wahyu: Ada yang


mengatakan bahwa wahyu itu terputus selama tiga tahun. Ada pula yang mengatakan dua
sengah tahun. Dan ada yang lain berkata empat puluh hari dan ada pula yang menyebutkan
lima belas hari. Bahkan ada pula yang berkata, hanya tiga hari saja. Ustadz Al-Khuduri dalam
bukunya “ Nurul Yakin” mengatakan bahwa yang terkuat di antara pendapat-pendapat
tersebut ialah pendapat yang mengatakan empat puluh hari. Akan tetapi jika kita hubungkan
analisa di atas tadi, bahwa surah Ad-Duha itu turun pada waktu bi’tsah Nabi, maka dapatlah
dikatakan bahwa Fatratul Wahyi itu berlangsung selama lebih dari dua tahun. Dan timbulnya
perbedaan-perbedaan pendapat yang begitu menyolok dalam menentukan masa fatratul
Wahyi ini juga kita dapat kita pahami, terutama jika diingat bahwa peristiwa itu terjadi masih
pada permulaan islam, disana jumlah kaum uslimin masih sedikit, dan mereka selalu dapat
gangguan dari pihak-pihak lawan, sehingga tidak pernah timbul inisiatif pada mereka, atau
tidak ada kesempatan secara kronologis dan teratur, tentang peristiwa-peristiwa penting yang
mereka hadapi.

2.6. Ayat Makkiyah dan Madaniyah

Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah

1. Teori Geografis

Menurut teori ini, pengertian Makkiyah adalah ayat yang turun di Makkah, baikwaktu


turunnya sebelum Rasulullah SAW hijrah maupun sesudahnya. Sedangkan pengertian
Madaniyah  adalah ayat yang turun di Madinah baik waktu turunnya sebelum Rasulullah
SAW hijrah maupun sesudahnya .  

Namun, pada kenyataanya ada beberapa ayat Al- Qur’an yang tidak turun di wilayah


Makkah ataupun Madinah, seperti tempat turunnya Q.S At-Taubah: 42adalah di Tabuk, Q.S
Az-Zukhruf: 45 di Baitul Maqdis (Palestina) pada malam Isra Mi’raj. Hal ini merujuk pada
H.R At-Thabrani dari Abu Umamah:  Rasulullah SAWbersabda; Al-Quran di turunkan di 3
tempat: Makkah, Madinah, dan Sham. Walidberkata: Maksudnya Baitul Maqdis? Kathir
Berkata; Tetapi penafsirannya diTabuk adalah lebih baik 
12

2. Teori Historis
Menurut teori ini, pengertianMakkiyah  adalah ayat yang turun sebelumRasulullah SAW
hijrah meskipun ayat tersebut turun di luar kota Makah, semisaldi Mina, Arafah atau
Hudaibiyah dan lainnya. Sedangkan pengertian  Madaniyah  adalah ayat yang turun
sesudah Rasulullah SAW hijrah, meskipun ayat tersebutditurunkan di Badar, Uhud,
Arafah atau Makah.

2.6.1. Dasar Penetapan Makkiyah dan Madaniyah

Ada dua cara untuk mengenali ayat yang termasuk kategori  Makkiyah dan
Madniyyah.
1. Cara Sima’iy : adalah pengetahuan ayat  Makkiyah dan Madaniyah yang
diperoleh berdasarkan riwayat.
2. Cara Qiyasiy : adalah pengetahuan ayat Makkiyah  dan Madaniyyah
berdasarkankriterianya yang menonjol, kandungannya, redaksi dan uslubnya, dan
lainsebagainya.
Dalam menentukan kategori  Makkiyah dan Madaniyyah menurut cara Qiyasiy adadua
dasar yaitu:
a. Dasar Aghlabiyah (mayoritas)
Bila mayoritas ayat-ayatnya adalah Makkiyah Maka surah tersebut disebut Makkiyah
Begitu juga sebaliknya.
b. Dasar Tabi’iyah (Kontinuitas)
Bila didahului dengan ayat-ayat yang turun di Makkah (sebelum hijrah), makasurah
tersebut disebut Makkiyah Begitu juga sebaliknya.

2.6.2. Macam Makkiyah dan Madaniyyah

1. Surah Makkiyah Murni


Yang termasuk kategori Surah Makkiyah murni adalah surah yang berisi ayat-
ayatyang seluruhnya berstatus Makkiyah secara ijma’ dan tidak ada perbedaan tentang
status tersebut.
2. Surah Madaniyah Murni
13

Yang termasuk kategori surah Madaniyah murni adalah surah yang berisi ayat-
ayatyang seluruhnya berstatus Madaniyah secara ijma’ dan tidak ada perbedaan
tentang status tersebut.3.
3. Surah Makkiyah yang berisi ayat Madaniyyah
Yang termsuk kategori surah Makkiyah yang berisi ayat Madaniyah adalah
surahyang memuat ayat-ayat yang kebanyakan berstatus Makkiyah , akan
tetapididalamnya juga memuat ayat-ayat Madaniyah atau ada perbedaan tentang
status tersebu.

2.7. Ayat yang turun pertama dan terakhir

2.7.1. Ayat yang Pertama Kali Turun

1. Pendapat yang paling sahih mengenai yang pertama kali turun ialah firman Allah:
Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lebih pemurah
yangmengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengaarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.! (al-alaq (96):1-5).Pendapat ini didasarkan pada suatu
hadis yang diriwayatka oleh dua syeh ahli hadis dan yang lain, dari aisyah R.a, yang
mengatakan:” sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi bagi Rosulullah SAW.
Adalah mimpi yang nenar diwaktu tidur.Dia melihat dimimpi itu datangnya bagaikan
terangnya pagi hari.Kemudian dia suka menyendiri. Dia pergi kegua hira untuk
beribadah untuk beberapa malam. Untuk itu ia membawa bekal. Kemudian ia pulang
kepada khodijah Ra, maka khodijah pun membekalinya seperti bekal terdahulu. Digua
hira dia dikejutka oleh suatu kebenaran. Seorang malaikat datang kepadanya dan
mengatakan: “ bacalah!”Rosulullah menceritakan maka akupun menjawab:” aku tidak
pandai membaca”. Malaikat tersebut kemudian memelukku sehingga akupun merasa
sangat payah. Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi ”bacalah”, maka akupun
menjawab aku tidak pandai membaca. Lalu dia merangkulku yang kedua kali sampai
aku kepayahan, kemudian ia lepaskan lagi kemudian dia berkata lagi: “bacalah” aku
menjawab:” aku tidak pandai membaca. Maka dia merangkulku yang ketiga kalinya
sehingga aku kepayahan, kemudian ia berkata;” bacalah dengan menyebut nama
tuhanmu yang telah menciptakan…...” sampai dengan ….” Apa yang tidak ia
ketahuinya”. (hadist).
14

2. Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah firman Allah: yaa ayyuhal
muddassir (wahai orang yang berselimut.) ini Dari abu salamah bin abdur rahman, dia
berkata:” aku telah bertanya kepada jabir bin abdullah: yang manakah diantara al-
qur’an itu yang turun pertamakali? Dia menjawab: yaa ayuhal muddassir. Aku
bertanya lagi: ataukah iqra’ bismi rabbik? Dia menjawab: aku katakan kepadamu apa
yang dikatakan Rosulullah SAW kepada kami. “sesungguhnya aku berdiam diri di fua
Hira.Maka ketika habis masa diamku,aku turun lalu aku telusuri lembah. Aku lihat
kemuka, kebelakang, kekanan dan kekiri. Lalu aku lihat kelangiyt tiba-tiba aku
melihat jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke khodijah. Khodijah
memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Merekapun menyelimuti aku. Lalu
Allah menurunkan: “wahai orang yang berselimut, bangkitlah, lalu berilah peringatan
“ Mengenai hadist jabir ini,dapatlah dijelaskan bahwa pertanyaan itu mengenai surat
yang di turunkan secara penuh. Jabir menjelaskan bahwa surat muddassirlah yang
turun secara penuh sebelum surat iqra’ selesai di turunkan, karna yang turun
pertamakali dari surat iqra’ itu hanyalah permulaannya saja. Hal yang demikian ini
juga di perkuat oleh hadist abu salamah dari jabir yang terdapat dalam soheh bukhori
dan muslim.
3. Dikatakan pula, bahwa yang pertamakali turun adalah surat fatihah. Mungkin yang
dimaksud adalah surat yang pertamakali turun secara lengkap.
4. Disebutkan juga bahwa yang pertama kali turun
adalah Bismillahhirrohmanirrohim, karena Basmalah itu turun mendahului setiap
surat. Dalil-dalil kedua pendapat diatas hadist-hadist mursal. Pendapat yang pertama
didukung oleh hadist Aisyah itulah pendapat yang kuat dan masyhur

Dalam hadist ini ia memberi tahukan tentang malaikat yang datang kepadanya di gua hira
sebelum saat itu. Di dalam hadist Aisyah ia memberitahukan bahwa turunnya iqra’ itu di gua
hira, dan bahwa iqra’ itulah wahyu pertama yang turun. Kemudian setelah itu wahyu terhenti.
Sedang dalam hadist jabir ia memberitahukan bahwa wahyu berlangsung kembali setelah
turunnya yaa ayyuhal muddassir.

Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa “ iqra’ “ adalah wahyu yang pertama sekali
diturunkan secara mutlaq, dan bahwa “muddassir” diturunkan sesudah iqra’
15

2.7.2. Turunnya Ayat-Ayat yang Dikhususkan


1. Ayat yang pertamakali diturunkan di mekkah adalah iqra’ bismi rabbik dan yang
pertamakali turun di madinah adalah surat Al baqoroh dan ada yang
mengatakan wailul lil mutoffifin.
2. ayat yang turun terakhirkali di mekkah adalah surat Al mukminun dan yang terakhir
di madinah adalah surat Al baro’ah.
3. ayat yang pertamakali diturunkan dalam masalah perang “
4. Ayat yang pertama diturunkan didalam masalah khomr “
5. Surat yang pertamakali diturunkan yang didalamnya terdapat ayat sajadah adalah An
najm ( pendapat bukhori ).
6. Ayat yang pertamakali diturunkan di mekkah dalam masalah makanan “

2.7.3. Ayat Yang Terakhir Kali Di Turunkan


1. Dikatakan bahwa ayat terakhir yang di turunkan itu adalah ayat mengenai riba. Ini di
dasarkan pada hadist yang di keluarkan oleh bukhori dari ibnu abbas, yang mengtakan
“ ayat terakhir yang di turunkan adalah ayat mengenai raba. “ yang di maksudkan
ialah firman Allah: “ Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
dan tinggalkanlah sisa riba yang belum di pungut. “ (Al baqoroh :2:278)
2. Dan di katakan pula bahwa ayat Al quran yang terakhir di turunkan ialah firman
Allah: “Dan peliharalah dirimu dari adhap yang terjadi pada suatu hari yang pada
waktu itu kamu semua di kembalikan kepada Allah “(Al baqoroh :2:281) Ini di
dasarkan pada hadist yang di riwayatkan oleh Annasa’I dan lain-lain, dari ibnu abbas
dan said bin jubair: “Dan peliharalah dirimu dari adhap yang terjadi pada suatu hari
yang pada waktu itu kamu semua di kembalikan kepada Allah “(Al baqoroh :2:281)
3. Juga di katakan bahwa yang terakhir kali turun itu ayat mrngenai utang: berdasarkan
hadist yang di riwayatkan dari said bin Al musyyab: “ Telah sampai kapadanya bahwa
ayat Al quran yang paling muda di ‘Arsy ialah ayat mengenai utang” yang di
maksudkan adalah ayat : “ “orang-orang yang beriman pabila kamu berhutang untuk
waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya (Al Baqoroh:2:282) Ketiga
riwayat itu dapat di padukan, yaitu bahwa ketiga ayat tersebut di atas di turunkan
sekaligus seperti tertib urutanya di dalam mushaf. Karena ayat-ayat tersebut masih
satu kisah. Setiap perowi mengabarkan bahwa sebagian dari yang di turunkan itu
sebagai yang terkhir kali dan itu memang benar. Dengan demikian, maka ketiga ayat
itu tidak saling bertentangan.
16

4. Di katakan pula bahwa yang terkhir kali di turunkan adalah ayat mengenai kalalah.
Bukhori dan muslim meriwayatkan dari bara’ bin azib: dia berkata” Ayat yang terkhir
kali turun adalah:”. “Mereka meminta fatwa kepadamu mengenai kalalah, katakanlah:
Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah. “ (An nisa’:4:276)
5. Pendapat lain menyatakan bahwa yang terakhir turun adalah firman Allah:”
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rosul dari kaum mu sendiri
…” sampai dengan akhir surat.
6. Di katakan pula yang terakhir kali turun adalah surat Al maidah. Ini di dasarkan pada
riwayat tirmidhi dan haki, dari Aisyah ra. Tatapi menurut pendapat kami surat ini
surat yang terakhir kali turun dalam hal halal dan haram, sehingga tak satu hukumpun
yang di nasih di dalamnya.
7. Juga di katakan bahwa yang terakhir kali turun adalah firmabn Allah:”“Maka tuhan
memperkenankan permohonan mereka: Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan, karena sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain.”(Ali imron:3:195)
8. Ada juga di katakan bahwa ayat terakhir yang turun adalah ayat: “ barang siapa yang
membunuh seorang seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam,
kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukny serta menyediakan
azab yang besar baginya.: (an nisa’ :4:93)
9. Dari ibn abbas dikatakan: “ surrah yang terakhir kali diturunkan ialah: “ Apabila telah
datang pertolongan Allah dan kemenangan “
2.7.4. Yang Mula-Mula Diturunkan Menurut Persoalannya

Para ulama juga membicarakan ayat yang mula-mula diturunkan berdasarkan persoalan-
persoalan tertent. Diantaranya:

1. Yang pertama kali turun mengenai makanan. Ayat pertama yang diturunkan
dimakkah adalah satu ayat didalam surah al-an’am “ katakanlah” dalam wahyu yang
dismpaikan kepadaku aku tidak mendapatkan sesuatu makanan yang diharamkan buat
seseorang kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir, atau dinding
babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama
Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya
dan tidak pula melampaui batas, maka tuhanmu maha penyayang.” (al-
an’am:6:145)12
17

2. Yang pertama kali turun dalam hal minuman. Ayat yang pertama kali diturunkan
mengenai khomer ialah satu ayat dalam ayat dalam surah Al-baqarah: “ mereka
bertanya kepadamu tentang khomer dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.”
3. Yang pertama laki diturunkan mengenai perang. Dari ibn abbas dikatakan :” ayat
yang pertama kali diturunkan mengenai perang ialah: telah diizinkan berperang bagi
orang-orang yang diperangi, kaarena mereka telah dianiaya dan Allah maha kuasa
menolong mereka”. (Al-hajj:22:39)
2.7.5. Faidah Pembahasan Ini

Pengetahuan mengenai ayat-ayat yang pertama kali dan terakhir kali diturunkan itu
mempunyai banyak faedah, yang terpenting diantaranya adalah:

1. Menjelaskan perhatian yang diperoleh qur’an guna menjaganya dan menentukan ayat-
ayatnya. Para sahabat telah menghayati qur’an ini ayat demi ayat, sehingga mereka
mengerti kapan dan dimana ayat itu diturnkan. Mereka telah menerima dari
Rosulullah ayat-ayat qur’an yang diturunkan kepadanya dengan sepenuh hati-
hatidanpercaya bahwa qur’an adalah dasar agama. Pengerak iman dan sumber
kemuliaan serta kehormatannya. Dan ini membawa akibat positif yaitu bahwa qur’an
selamat dari dari perubahan dan kekacaubalauan. “ sesungguhnya kamilah yang telah
menurunkan qur’an dan kami pulalah yang akan menjaganya.” (al-hijr:15:9)
2. Megetahui rahasia perundang-undangan islam menurut sejarah sumbernya yang
pokok.
3. Membedakan yang nasik dengan yang mansukh.

2.8. Asbabun Nuzul

2.8.1. Pengertian Asbabun Nuzul

Menurut bahasa “Asbabun Nuzul” berarti turunnya ayat-ayat Al Qur’an. Al Qur’an

diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW. Secara berangsur-angsur dalam masa lebih

kurang 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak, dan

pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu, dapat dikatakan
18

bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia merupakan

sebab turunnya Al-Qur’an. Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat

adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat-ayat atau

beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu

atau memberi jawaban terhadap pertanyaan tertentu.

Para mufassir merumuskan definisi asbabun nuzul sebagai berikut:

a. Menurut Az-Zarqani:

“sesuatu yang turun satu ayat atau beberapa ayat yang berbicara tentangnya (sesuatu

itu) atau menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum yang terjadi pada waktu terjadinya

peristiwa tersebut.”

b. Menurut Manna’ Khalil Al-Qaththan:

“sesuatu yang turun Al-Qur’an berkenaan dengannya pada waktu terjadinya seperti

suatu peristiwa yang terjadi atau ada pertanyaan.

2.8.2. Urgensi Asbabun Nuzul

a. Mengetahui hikmah diundangkanya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap

kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayangnya kepada

umat.

b. Mengkhususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila

hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.

c. Apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas

pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai asbabun nuzul membatasi

pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab.

d. Mengetahui sebab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Qur’an dan

menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat

ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nuzulnya.


19

e. Sebab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat

tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan

perselisihan.[3]

2.8.3. Macam-macam Asbabun Nuzul

Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun sebab an-nuzul dibagi menjadi dua yaitu:

Ta’addud Asbab Al-Nazil (Sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang

terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan Ta’addud Al-Nazil Asbab

Wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari

satu sedang sebab turunnya satu). Sebab turunnya ayat itu disebut Ta’addud bila ditemukan

dua riwayat yang berbeda atau lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat

tertentu. Dan sebaliknya, sebab turunnya Ayat itu disebut wahid atau tunggal bila riwayatnya

hanya satu. Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebutTa’addud Al-Nazil, bila inti

persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih

dari satu persoalan.

2.8.4. Cara mengetahui Asbabun Nuzul

Salah satu cara untuk mengetahui asbabun nuzul dengan mengetahui secara

periwayatannya dan mendengar dari generasi yang menyaksikan langsung turunnya Al

Qur’an yang mengetahui asbabun nuzul dan dapat menjelaskan maksud-maksudnya.[5]

Pedoman dasar para ‘Ulama’ dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang

berasal dari Rasulullah Saw, atau dari sahabat. Maka sebab itu pemberitahuan dari seorang

sahabat mengenai hal seperti ini bila jelas, maka hal itu bukan sekedar pendapat (ra’y), tetapi

ia mempunyai hukum marfu’ (berdasarkan Rasulullah Saw).


20

2.8.5. Redaksi Sebab Nuzul

Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu terkadang berupa pernyataan tegas

mengenai sebab dan terkadang pula berupa pernyataan yang hanya mengandung

kemungkinan mengenainya. Bentuk pertama adalah jika perawi mengatakan: “Sebab nuzul

ayat ini adalah begini”, atau menggunakan fa ta’ qibiyah (kira-kira seperti: maka, yang

menunjukkan urutan peristiwa), yang dirangkaikan dengan kata “Turunnya ayat”, sesudah ia

menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Bentuk kedua, yaitu redaksi yang boleh jadi

menerangkan sebab nuzul atau hanya sekedar menjelaskan dengan hukum ayat adalah bila

perawi mengatakan: nazalat hadzihil aayaatu fii kadza: Ayat ini turun mengenai ”Yang

dimaksud dengan ungkapan (redaksi) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula

kandungan hukum ayat tersebut.

2.8.6. Contoh asbabun Nuzul

Asbab nuzul yang berupa perselisihan adalah peristiwa perselisihan atau permusuhan

yang terjadi antara kelompok sekelompok orang dari Kabilah Aus dengan beberapa orang

dari Kabilah khazraj, yang dipicu oleh provokasi yang dilakukan orang Yahudi, sehingga

mereka semua mengucapkan kata-kata “perang! Perang!”. Kemudian turunlah ayat yang

berkaitan dengan peristiwa ini,

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi

Alkitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi menjadi orang kafir sesudah

kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100).

2.9. Pengumpulan dan Penertiban Al-Quran

2.9.1. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa Rasulullah


Pengertian pengumpulan Al-Qur’an menurut para ‘ulama terbagi menjadi 2 macam
yaitu: Pertama, pengumpulan dalam arti hifzhuhu (menghafalnya dalam hati). Kedua,
21

pengumpulan dalam arti Kitabatuhu kulluhu (penulisan qur’an semuanya) baik dengan


memisahkan ayat-ayat dan surat-suratnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surat
ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-
suratnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul, yang menghimpun semua surat
sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
Sejak awal pewahyuan Al-Qur’an hingga menjadi sebuah mushaf, telah melalui proses
panjang. Mulai dari Ayat yang pertama turun sampai ayat yang terakhir turun, benar-benar
terjaga kemurniaanya. Upaya untuk menjaga dan memelihara ayat-ayat agar tidak terlupakan
atau terhapus dari ingatan terus-menerus dilakukan. Upaya-upaya tersebut dengan cara yang
sederhana yaitu Nabi Menghafal Ayat-ayat itu dan menyampaikannya kepada para sahabat
yang kemudian juga menghafalnya sesuai dengan yang disampaikan Nabi. Upaya kedua yang
dilakukan Umat Islam dalam upaya pemeliharaan Al-Qur’an adalah mencatat atau
menuliskannya dengan persetujuan Nabi.
2.9.2. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Ketika Rasulullah telah Wafat, al-Qur’an memang telah terkumpul di dada para sahabat
berupa hafalan serta telah dituliskan dalam lembaran-lembaran. Namun al-Qur’an yang
ditulis para sahabat tersebut masih berupa lembaran-lembaran yang tercecer ditangan para
sahabat atau dengan kata lain al-Qur’an pada saat itu masih belum sepenuhnya terbukukan.
Sehingga ketia terjadi perang Yamamah yang terjadi setahun setelah wafatnya Nabi yang
menewaskan 70 Qari’ menimbulkan kegelisahan dihati ‘Umar bin Khattab hingga kemudian
mendesak Abu Bakar untuk segera membukukan al-Qur’an mengingat para Qari’ telah
banyak yang meninggal sedangkan al-Qur’an yang tertulis masih berupa lembaran-lembaran
yang tercecer.
2.9.3. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa ‘Ustsman bin ‘Affan
Pengumpulan al-Qur’an pada masa ‘Utsman bin ‘Affan punya motif berbeda dengan
pengumpulan al-Qur’an dimasa Abu Bakar, Jika motif Abû Bakar mengumpulkan al-Qur’an
karena khawatir akan hilangnya materi yang tertulis tadi sebagai akibat dari banyaknya para
penghafal dan pembaca yang telah meninggal dunia, maka motif ‘Utsmân adalah karena takut
akan terjadinya perbedaan yang meruncing mengenai ragam bacaan.
22

2.10. Turunnya Al-Qur’an dengan 7 Huruf

2.10.1. Tahapan Turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan kitab yang menjadi sumber hukum serta pedoman bagi umat
islam yang diturunkan oleh Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat
Jibril. Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17
Romadlon tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari
kelahiran Nabi atau 10 H.[1]

Al-Qur’an tidak secara langsung diturunkan kepada Nabi Muhammad namun melalui
beberapa tahap. Adapun tahapan turunnya Al-Quran itu ada tiga, yaitu :[2]

1. Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke Lauh Mahfudz. Proses pertama ini
diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat Al-Buruj ayat 21-22 : Artinya : “Bahkan yang
didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia. Yang tersimpan dalam Lauh
Mahfudz”. (QS. Al-Buruuj).
2. Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfudz itu ke Bait- Al-Izzah (Tempat yang
berada di langit dunia). Proses ke dua ini diisyaratkan Allah dalam surat Al-Qadar
ayat 1 : Artinya : “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada
malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadar : 1)
3. Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah kedalam hati Nabi Muhammad SAW.
Dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua
ayat, dan bahkan kadang-kadang satu surat. Mengenai proses turun dalam tahap
ketiga diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat As-Syu’ara ayat 193-195 : Artinya : “ Dia
dibawa turun oleh ar-ruh al-amin (Jibril), kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab
yang jelas.” (QS. Al-Syu’ara : 193-195).

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat Jibril tidak secara
sekaligus, melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan sering wahyu turun untuk
menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau untuk membenarkan
tindakan Nabi SAW.
23

2.10.2. Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Al-Qur’an diturunkan tidak sekaligus, namun
turun secara berangsur-angsur, dan hal ini memiliki beberapa hikmah kenapa Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-
angsur yaitu sebagai berikut :[3]

1. Memantapkan hati Nabi Muhammad SAW. Ketika menyampaikan dakwah, Nabi


sering berhadapan dengan para penentang. Turunnya wahyu yang berangsur-angsur
merupakan dorongan tersendiri bagi Nabi untuk terus melanjutkan dakwah.
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an. Nabi sering berhadapan
dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit yang dilontarkan oleh orang-orang musyrik
dengan tujuan melemahkan Nabi. Turunnya wahyu yang berangsur-angsur tidak
hanya menjawab pertanyaan itu, bahkan menentang mereka untuk membuat sesuatu
yang serupa dengan Al-Qur’an. Dan ketika mereka tidak memenuhi tantangan itu, hal
itu sekaligus merupakan sala salah satu mukjizat Al-Qur’an.
3. Memudahkan untuk dihapal dan dipahami Al-Qur’an pertama kali turun di tengah-
tengah masyarakat yang ummi, yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang
bacaan dan tulisan. Turunnya Al-Qur’an secar berangsur-angsur memudahkan mereka
untuk memahami dan menghapalnya.
4. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-Qur’an turun) dan
melakukan penahapan dalam penetapan syari’at.
5. Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur’an turun dari Allah yang Maha Bijaksana.

2.10.3. Dalil Diturunkannya Al-Qur’an Dengan 7 Huruf

Orang Arab mempunyai aneka ragam lahjah yang timbul dari fitrah mereka dalam
suara, dan huruf-huruf sebagaimana di terangkan secara komprehensip dalam kitab-kitab
sastra.Apabila orang Arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan
beberapa perbedaan tertentu, maka Al-Qur’an yang di wahyukan Allah kepada Rasul-Nya,
Muhammad, menyempurnakan makna kemukjizatannya. Karena ia mencakup semua huruf
dan wajah qira’ah pilihan di antara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab
yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal, dan memahaminya.
24

Nas-nas sunah cukup banyak mengemukakan hadits mengenai turunya Al-Qur’an


dengan tujuh huruf. Di antaranya:

Dari Ibnu Abbas, ia berkata:

“Rasulullah berkata: Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian
berulangkali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya
kepada ku sampai dengan tujuh huruf.” (HR. Bukhori Muslim)

Hadits-hadits yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar
telah diselidiki oleh Ibn Jarir di dalam pengantar tafsir-nya. As-Suyuthi menyebutkan bahwa
hadits-hadits tersebut di riwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin
Salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.

2.10.4. Perbedaan Pendapat Ulama Seputar Pengertian Tujuh Huruf

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan
yang bermacam-macam. Sehingga Ibn Hayyan mengatakan: “Ahli ilmu berbeda pendapat
tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima pendapat”.[6] Namun kebanyakan
pendapat itu bertumpang tindih. Di sini kami akan mengemukakan beberapa pendapat di
antaranya yang di anggap paling mendakati kebenaran.[7]

a. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna, dengan
pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna,
maka Al-Qur’an pun di turukan dengan sejumlah lafadz sesuai dengan ragam bahasa
tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-
Qur’an hanya mendatangkan satu lafadz atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda
pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa tersebut. Di katakan bahwa ketujuh
bahasa itu adalah bahasa quraisy, huzail, saqif, hawazin, kinanah, tamim dan yaman.
Menurut Abu Hatim As-Sijistani, Al-Qur’an di turunkan dalam bahasa Quraisy,
Huzail, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin, dan Sa’ad bin Bakar. Dan diriwayatkan
pula pendapat yang lain.
b. Suatu kaum berpendapat bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan makna Al-Qur’an di turunkan, dengan
pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari
25

ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih di kalangan bangsa arab,
meskipun sebagian besarnya bahasa quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa
Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman, karana itu maka secara
keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda
dengan pendapat sebelumnya, karena yang di maksud dengan tujuh huruf dalam
pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surah Al-Qur’an, bukan
tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
c. Sebagian ulama meneyebutkan bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh wajah, yaitu: amr, nahyu, wa’d, wa’id, jadal, qasas, dan masal. Atau amr, nahyu,
halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal.
d. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang di maksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh macam hal yang di dalamnya terjadi ikhtilaf, yaitu:
1. Ikhtilaful asma’ ( perbedaan kata benda)
2. Perbedaan dalam segi i’rab (harokat akhir kata)
3. Perbedaan dalam tasrif,
4. Perbedaan dalam taqdim (mendhulukan) dan ta’khir (mengakhirkan)
5. Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian)
6. Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan
7. Perbedaan lahjah.
e. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak di artikan secara
harfiah, tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut
kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa
bahasa dan susunan Al-Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan
semua orang arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab, lafadz
sab’ah dipergunakan pula untuk menunjukan jumlah banyak dan sempurna dalam
bilangan satuan, seperti “tujuh puluh” dalam bilangan puluhan, dan “tujuh ratus”
dalam ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak di maksudkan untuk menunjukan bilangan
tertentu.

2.10.5. Hikmah Dari Turunnya Al-Qur’an Dengan Tujuh Huruf

Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf
adalah sebagai berikut:[8]
26

1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis,
yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa
menghafal syari’at, apa lagi mentradisikannya.
2. Bukti kemukjizatan Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasan orang arab.
Qur’an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam
cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga
setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan
irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap
keberadaan Qur’an sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka.
Dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian,
kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap naluri kebahasaan
mereka itu sendiri.
3. Kemukjizatan Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan-
perubahan bentuk lafadz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas
untuk dapat disimpulkan dari padanya berbagai hukum. Hal inilah yang menyebabkan
Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istinbat
(penyimpulan hukum) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini.

2.11. Qiraat dan Qurro’

2.11.1. Pengertian Qira’at dan Qurra’

1. Pengertian Qira’at

Menurut bahasa, qira’at (‫راءات‬VV‫ )ق‬adalah bentuk jamak dari qira’ah (‫راءة‬VV‫ )ق‬yang

merupakan isim masdar dari qaraa (‫)قرأ‬, yang artinya : bacaan.

Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna

dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian

qira’at menurut istilah.

2. Pengertian Qurra’

Qurra' adalah jama' dari qari', yang artinya orang yang membaca, Secara istilah yaitu
seorang ulama atau imam yang terkenal mempunyai madzhab tertentu dalam suatu qira'ah
27

yang mutawatir (Secara bahasa, mutawatir bermakna banyak, terkenal atau umum)Qurra' bisa
juga di artikan secara mudah sebagai para imam qira'at.

2.11.2. Macam-Macam Qira’at, Hukum dan Ketentuannya

Macam-Macam Qira’at

Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qira’at menjadi enam macam:

1. Mutawathir, yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta, dan sejumlah orang seperti itu dan sanadnya
bersambung hingga penghabisannya, yaitu Rasulullah saw. Dan inilah yang umum
dalam hal qira’at.
2. Masyhur, yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat
mutawathir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan Rasm Utsmani serta terkenal pula
di kalangan para ahli qira’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang
salah atau syadz. Para ulama menyebutkan bahwa qira’at macam ini termasuk qira’at
yang dapat dipakai atau digunakan.
3. Ahad, yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Utsmani, menyalahi
kaidah bahasa Arab atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang
disebutkan. Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan
bacaannya. Di antara contohnya adalah yang diriwayatkan dari Abu Bakrah, bahwa
Nabi membaca “muttaki-iina ‘alaa rafaarifa khudl-riw wa ‘abaaqariya hisaan” (ar-
Rahmaan: 76) (hadits Hakim) dan yang diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas bahwa ia
membaca “laqad jaa-akum rasuulum min anfusikum” (at-Taubah: 128), dengan
membaca fathah huruf fa’. (Hadits Hakim)
4. Syadz, yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya, seperti qira’at “malaka yaummad
diin” (al-Faatihah: 4) dengan bentuk fi’il madli dan menasabkan “yauma”.
5. Maudlu’, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya
6. Mudraj, yaitu ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran, seperti qira’at Ibn
‘Abbas: “laisa ‘alaikum junaahun an tabtaghuu fadl-lam mir rabbikum fii mawaasimil
hajji fa idzaa afadltum min ‘arafaatin” (al-Baqarah: 198) (HR Bukhari), kalimat “fii
mawaa simil hajji” adalah penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat.
28

Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Jumhur berpendapat
bahwa qira’at yang tujuh itu mutawathir. dan yang tidak mutawathir, seperti masyhur, tidak
boleh dibaca dalam maupun di luar shalat.

2.11.3. Hukum dan Ketentuan Qira’at

Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab berkata: “Qira’at yang syadz tidak boleh dibaca
baik di dalam maupun di luar shalat, karena ia bukan al-Qur’an. Al-Qur’an hanya ditetapkan
dengan sanad yang mutawathir, sedang qira’at yang syadz tidak mutawathir. orang yang
berpendapat selain ini adalah salah atau jahil. Seandainya seseorang menyalahi selain ini dan
membaca dengan qira’at yang syadz, maka ia harus diingkari baik bacaan itu di dalam
maupun di luar shalat. Para fuqaha Bagdad sepakat bahwa orang yang membaca al-Qur’an
dengan qira’at yang syadz harus disuruh bertobat. Ibn ‘Abdil Barr menukilkan ijma’ kaum
muslimin bahwa al-Qur’an tidak boleh dibaca dengan qira’at yang syadz dan juga tidak sah
shalat di belakang orang yang membaca al-Qur’an dengan qira’at-qira’at syadz itu.”

2.12. Tajwid Dan Tilawah

2.12.1. Pengantar Singkat Ilmu Tajwid

Dalam pengantar singkat ilmu tajwid kita akan membahas mengenai Pengertian Tajwid
dan Ilmu Tajwid, Keutamaan Tajwid, Hukum tajwid serta Objek Pembahasan Ilmu Tajwid.

a. Pengertian Tajwid & Ilmu Tajwid

Tajwid secara bahasa artinya at-tahsiin wal ijaadah : baik dan membaguskan. Secara
Istilah Tajwid berarti Memberikan setiap huruf hak-haknya dan susunannya,
mengembalikan huruf pada makhrojnya dan asalnya, menghaluskan pelafalan pada kondisi
yang sempurna, tanpa berlebihan dan pembebanan.

b. Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid

Para ulama Tajwid bersepakat bahwa setiap muslim dituntut untuk mempelajari
hukum-hukum tilawah, dan memperhatikannnya ketika sedang membaca al-quran.
Sedangkan lalai dalam masalah ini – tanpa udzur syar'I yang bisa diterima- adalah berdosa.

c. Objek Pembahasan Ilmu Tajwid


29

Objek pembahasan dalam Ilmu Tajwid, secara garis besar meliputi :

1. Hukum-hukum berkaitan dengan Nun ( Ahkamu an-Nuun)


2. Hukum-hukum berkaitan dengan Hamzah ( ahkaamualhamzah)
3. Tata Cara Berhenti ( Kaifiyah Al-Waqf )
4. Makhorijul Huruf ( Tempat Keluar Huruf)
5. Sifat-sifat Huruf
6. Ahkamul Mad ( Panjang Pendek Harokah)

2.12.2. Kesalahan-kesalahan Dalam Praktek Ilmu Tajwid


1. Kesalahan Al-Lahn ( Kekurangan dalam pelafalan /tanpa tajwid)

Kesalahan al-lahn dibagi menjadi dua bagian ;

a. Yang pertama adalah kesalahan Al-Jaliyy (yang Jelas) yaitu kesalahan pelafalan /
tajwid yang diketahui oleh banyak orang awam secara umum. Misalnya adalah : salah
dalam harokat ( I’rob), atau salah dalam tashrif.
b. Yang kedua adalah kesalahan Al-Khofiyy (tersembunyi), yang tidak diketahui kecuali
oleh mereka yang bergelut lama di ilmu tajwid atau pakar di bidang Qiro’at. Seperti
dalam masalah makhorijul huruf dan sifat-sifatnya.

2. Berlebihan dalam Tajwid ( Mubalaghoh wa Ifrooth)

Berlebihan dalam pengucapan dan pelafalan Al-Quran juga sama bahayanya dengan
meninggalkan tajwid.

Berikut contoh-contoh kesalahan yang berhubungan dengan berlebihan dalam


pengucapan al-Quran :

a. At-Tar’iid : pembacaan al-quran dengan bergetar secara berlebihan, bagaikan orang


yang menggigil kedinginan atau menahan sakit
b. At-Tarqish : berhenti dan diam pada tempat berhenti, untuk kemudian melanjutkan
harokah dengan cepat seperti lari dari musuh atau terkejut
c. At-Tathriib : pembacaan seperti musik, khususnya memanjangkan secara berlebihan
pada huruf ma
d. At-Tahziin : membaca al-Quran dengan nada sedih yang berlebihan dan hampir-
hampir menangis berlebiha
30

e. At-Tardiid : pengulangan ayat terakhir yang dibaca seorang qori’ oleh sekumpulan
orang yang mendengarkannya.

2.12.3. Adab Tilawah

Dianjurkan bagi orang yang membaca Quran memperhatikan hal-hal berikut :

1. Hendaknya membaca Quran dalam keadaan berwudlu, karena ia termasuk dzikir


yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadast.
2. Membacanya hanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan Al-
Quran.
3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan bersahaja.
4. Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
5. Membaca taáwwuz pada permulaannya.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah :

Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata penyusun, yaitu
‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilm. ‘Ulum
berarti al-fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan). Sedangkan, ‘Ilm yang berarti
al-fahmu wa al-idrak (paham dan menguasai) .

Dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yaitu qaraa-yaqrau-
quraanan yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".

Menurut bahasa I’jaz adalah isim mashdar dari ‫ﺃﻋﺟﺰ‬- ‫ﻴﻋﺟﺰ‬ - ‫ﺍﻋﺟﺍﺰﺍ‬ -‫ﻤﻋﺟﺰﺍ‬ (‘ajaza


yu’jizu-i’jazan ). yang mempunyai arti “ketidak berdayaan atau keluputan”.

Arti wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi, atau
dengan kata lain wahyu tersebut menggunakan metode sembunyi-sembunyi dalam
penyampaiannya.

Secara majazi turunnya Al-Qur’an diartikan sebagai pemberitahuan dengan cara dan sarana
yang dikehendaki Allah SWT sehingga dapat diketahui oleh para malaikat bi lauhil mahfudz dan oleh
nabi Muhammad SAW didalam hatinya yang suci.

Menurut teori ini, pengertian Makkiyah adalah ayat yang turun di Makkah, baikwaktu


turunnya sebelum Rasulullah SAW hijrah maupun sesudahnya. Sedangkan pengertian
Madaniyah  adalah ayat yang turun di Madinah baik waktu turunnya sebelum Rasulullah
SAW hijrah maupun sesudahnya .

3.2. Saran
1. Kiranya mahasiswa/i dapat memahami kandungan dari beberapa judul di atas
yang mana akan meningkatkan pengetahuan tentang mata kuliah Ulumul
Qur’an.
2. Bagi pembaca agar dapat menambah wawasan atas resume yang telah saya
tulis di makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/14494/1/KUMPULAN%20ULUMUL%20QURAN.pdf

https://id.scribd.com/doc/291300132/makalah-tentang-Al-Qur-an-docx

https://makalahnih.blogspot.com/2014/07/ijaz-al-quran-kemukjizatan-al-quran.html

https://najibsyafiun.wordpress.com/2016/12/09/makalah-wahyu/

http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2015/06/makalah-proses-turunnya-al-
quran.html

https://www.academia.edu/35535318/Makalah_Makkiyah_dan_Madaniyah_Studi_Al_Quran
_

https://pandidikan.blogspot.com/2010/05/ayat-pertama-dan-terakhir-turun.html

http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/10/makalah-studi-al-quran-asbabun-nuzul.html

https://alkatibblog.wordpress.com/2015/09/18/pengumpulan-dan-penertiban-al-quran/

http://digilib.uinsgd.ac.id/820/34/4_bab1sd4_1.pdf

http://nitameong.blogspot.com/2015/10/makalah-qiraat-dan-qurra.html

https://makalahmantab.blogspot.com/2016/02/makalah-ulumul-quran-tilwah-dan-tajwid.html

32

Anda mungkin juga menyukai