Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

‘TALAK TIGA SEKALIGUS’

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Perbandingan Mazhab Fiqih
Dosen Pengampu : Sumarna, Lc, MA

Disusun Oleh :
Dadun (1.2019.1.03)
Kirana A (1.2019.1.03)
Rizal Sudarjat Setiadarma (1.2019.1.0332)
Siti Aisyah (1.2019.1.03)
Siti Fatonah (1.2019.1.03)

SEMESTER ENAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT MADANI NUSANTARA
TAHUN 2021/2022 M

Jl. Lio Balandongan Sirnagalih (Begeg) No.74 Kel.Cikondang Kec.Citamiang


Telp/Fax: (0266) 225464 Kota Sukabumi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‘Azza Wajalla atas limpahan
rahmat dan rizki-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Alhamdulillah makalah ini dapat kami selesaikan berkat taufiq dari Allah SWT.
Sebagai hasil dari hasil kerja keras, dan upaya untuk mencoba segala kemampuan kami demi
selesainya makalah ini, tak lupa juga bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak.

Tak lupa kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada


rekan-rekan yang telah berusaha dan ikut serta dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
kami mohon kritik dan saran yang membangun dari teman-teman dan pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sebagai harapan, semoga makalah ini dapat member inspirasi dan manfaat bagi
teman-teman pembaca maupun masyarakat luas.

Sukabumi, 13 Mei 2022


                                                                                                                                             

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I      PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang...............................................................................................................1


1.2  Rumusan Masalah.........................................................................................................1
1.3  Maksud & Tujuan..........................................................................................................1

BAB II    PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................17

3.2 Saran…………………………………………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Islam mengajarkan bahwa berkeluarga adalah salah satu sarana menjaga martabat dan
kehormatan manusia. Karena itu, Islam menolak prkatik-praktik berkeluarga yang
menistakan martabat manusia sebagaimana dijalankan oleh masyarakat Arab pra-islam.
Selain itu islam juga membatasi dengan ketat beberapa praktik berkeluarga lainya. Misalnya,
membatasi jumlah istri dalam poligami dari tak terbatas menjadi maksimal empat dengan
syarat adil dan disertai dorongan kuat untuk monogami.1 Disamping itu Islam juga
memunculkan nilai baru untuk memperkuat keluarga. Misalnya penegasan bahwa perkawinan
adalah janji kokoh (mithaqan ghalizan) 2 perintah pergaulan yang layak (mu’asharah bil
ma’ruf) antara suami dan istri, dan pengaitan ketaqwaan dan keimanan dengan perilaku
dalam berkeluarga. Dalam Alquran surat At- Taubah ayat 71 Allah menegaskan yang artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Tujuan perkawinan adalah menggalang dan membina rumah tangga antara suami istri
secara harmonis dan penuh kasih sayang sampai akhir hayatnya. Pasal 1 undang- undang No.
1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa”. Akan tetapi dalam
mewujudkan rumah tangga yang bahagia tidaklah mudah, adakalanya permasalahan atau
perselisihan antara suami istri tersebut, yang mana perselisihan tersebut dapat memicu
percecokan yang pada akhirnya akan terjadinya perceraian.6 Perceraian adalah suatu yang
diperbolehkan tetapi hal yang paling di benci oleh Allah Swt. Ulama’ fikih berpendapat
bahwa perceraian buukan berarti tidak boleh dan menimbulkan dosa, tetapi sekadar makruh
saja sebab memutuskan perhubungan. Tetapi jika dalam rumah tangga di rasa sudah tidak
dapat lagi di pertahankan keutuhanya, maka perceraian merupakan jalan terakhir yang boleh
di tempuh, hal tersebut juga harus di dahului dengan usaha perdamaian (mediasi) antara

1
kedua belah pihak.7 Putusnya perkawinan tidak hanya di sebabkan karena perceraian saja,
dalam Undang-undang Perkawinan terdapat 3 hal yang dapat menyebakan putusnya
perkawinan yaitu kematian, perceraian dan keputusan pengadilan.8 Di jelaskan lebih lanjut
dalam Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam putusnya perkawinan yang disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak dan perceraian.

 1.2. Rumusan  Masalah


1)      Apa pengertian Talak ?
2)      Apa saja dasar hukum Talak ?
3)      Apa saja rukun dan syarat terjadinya Talak ?
4)      Apa saja jenis dan hikmah dari Talak ?

1.2 Maksud dan Tujuan

1) Untuk mengetahui pengertian dari Talak


2) Untuk mengetahui dasar hukum Talak.
3) Untuk mengetahui rukun dan syarat terjadinya Talak.
4) Untuk mengetahui jenis dan hikmah dari Talak.
5) Untuk memenuhi nilai mata kuliah Perbandingan Mazhab Fiqih.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Talak Talak secara bahasa memiliki pengertian melepas ikatan dan
memisahkan. Adapun secara istilah para ulama berbeda pendapat dalam memberikan
definisinya. Dalam ensiklopedi Islam disebutkan bahwa menurut mazhab Hanafi dan
Hambali talak ialah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan
perkawinan di masa yang akan datang. Secara langsung maksudnya adalah tanpa terkait
dengan sesuatu dan hukumnya langsung berlaku ketika ucapan talak tersebut dinyatakan oleh
suami. Sedangkan “di masa yang akan datang” maksudnya adalah berlakunya hukum talak
tersebut tertunda oleh suatu hal. Kemungkinan talak seperti itu adalah talak yang dijatuhkan
dengan syarat. Menurut mazhab Syafi’i talak ialah pelepasan akad nikah dengan lafal talak
atau yang semakna dengan lafal itu.48 Sedangkan menurut mazhab Maliki talak ialah suatu
sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.
Menurut bahasa talaq dalam bahasa Arab berasal dari perkataan ‘talaqa’ ‫ ”طلق‬, yatlaqu” (
‫( ”یطلق‬talaqan” (‫( طالق‬yang bererti lepas dan bebas. Biasanya dikatakan, “aku lepaskan unta
dari ikatan” (‫( طلقت االبل عن العقل‬dan dikatakan juga akan dibebaskan) ‫)سیر األ طلقت وا طلقت‬. Al-
Jaziri di dalam kitabnya al-Fiqh “ala-al-Madhahib al-Arba’ah” mendefinisikan talaq dari segi
bahasa ialah meninggalkan ikatan sama ada dalam perkara yang dapat disaksikan dengan
pancaindera seperti merungkaikan ikatan tali kuda atau membebaskan tawanan atau dalam
perkara abstrak, contohnya merungkaikan ikatan perkawinan yaitu ikatan yang terjalin di
antara suami isteri.3 Kesimpulannya talaq dari segi bahasa bermaksud melepaskan ikatan,
meninggalkan sesuatu dan berpisah ataupun bercerai.
B. Dasar Hukum Talak
talak merupakan suatu yang disyariatkan dalam Islam berdasarkan nash- nash yang terdapat
dalam Alquran maunpun Alhadis. Adapun nash-nash di dalam Alquran dan Alhadis yang
menjadi dasar hukum talak yaitu :
1. QS. an-Nisā ayat 20-21
artinya;Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedangkamu telah
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yangbanyak, maka janganlah kamu
mengambil kembali dari padanya barangsedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya
kembali dengan jalantuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?
bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. (QS. an-Nisā ayat 20-21)

3
Secara umum QS. an-Nisā ayat 20 menjelaskan bahwa bila ada seorang suami menceraikan
istrinya dan mengganti dengan istri yang lain, hal itu secara prinsip boleh saja. Akan tetapi,
dia tidak boleh mengambil mahar yang telah dia berikan kepada istrinya meskipun maharnya
dulu banyak sekali. Cara suami untuk mengambil mahar bias bermacam-macam. Bisa dengan
mengatakan kedustaan kepada istri atau menzaliminya sehingga dia tidak kuat dan
mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dulu. Atau dalam kondisi terpaksa
(yang dibuat oleh suami) sang istri meminta talak kepada suami. Dalam kondisi apapun sang
suami haram meminta kembali mahar yang telah diberikan kepada istri. Kecuali
sang istri berbuat zina dan semacamnya.

Adapun QS. an-Nisā ayat 21 secara umum Allah ingin menyadarkan


orang-orang beriman dengan sebuah pertanyaan: bagaimana kalian tega
mengambil kembali mahar yang telah kalian berikan kepada istri-istri kalian,
padahal kalian sudah saling berhubungan suami istri, tak ada rahasia lagi di antara
kalian, kalian tahu detil tentang dirinya dan dirinya pun begitu? Sungguh tidak
pantas dan tidak dapat dinalar bila kalian mengambil kembali apa yang digunakan
untuk menghalalkan farjinya (mas kawin) dan kalian juga sudah dijanji dengan
janji yang kuat saat kalian mengatakan “Qabiltu nikahaha wa tazwiijaha bi
mahrin kadza wa kadza (telah aku terima nikahnya dan kawinnya dengan mahar
begini dan begini...)”. Maka dengan alasan apapun, suami tidak boleh berbuat
zalim terhadap istri, baik dalam kondisi dipertahankan sebagai istri atau dilepas.
2. QS. al-Baqarah ayat 229
Artinya:
Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
Itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Baqarah ayat 229).

Asbabun nuzul ayat di atas berkaitan dengan seorang laki-laki yang


mentalak istrinya dengan sekehendak hati. Menurut pendapatnya selama rujuk itu
dilakukan dalam masa idah wanita itu tetap bisa menjadi istrinya yang sah,
sekalipun talak telah dijatuhkan seratus kali. Laki-laki itu berkata kepada istrinya
“Demi Allah, aku tidak akan mentalakmu dan kau tetap menjadi istriku, serta aku
tidak akan menggaulimu sama sekali”. Mendengar kata-kata suaminya si istri
bertanya; “Apa yang hendak kamu lakukan?” jawab suaminya; “Aku akan
mentalakmu kemudian di kala waktu idah hampir habis aku kan merujukmu
kembali”. Dengan adanya jawaban yang demikian, wanita itu datang menghadap
Rasulullah Saw untuk menceritakan perkaranya sekaligus meminta fatwa kepada

4
beliau. Mendengar penuturan wanita itu Rasulullah Saw terdiam sejenak, hingga
kemudian Allah Swt menurunkan ayat ke 229 yang menegaskan bahwa talak itu hanya dua
kali. Setelah itu masih boleh rujuk secara baik atau menceraikannya
dengan baik. Setelah tiga kali, maka tidak boleh dirujuk lagi sebelum wanita itu
dinikahi oleh laki-laki lain dan dikumpuli.

Menurut para ulama ayat di atas adalah ayat yang menerangkan tentang
kebolehan istri melakukan khuluk. Khuluk merupakan jalan yang diberikan oleh
Allah Swt kepada istri apabila ia ingin bercerai dengan suaminya. As-Syairazi
dalam Al-Muhadzab menyatakan bahwa khuluk itu boleh secara mutlak walaupun
tanpa sebab asalkan kedua suami istri sama-sama rela. Apalagi kalau karena ada
sebab, baik sebab yang manusiawi seperti istri sudah tidak lagi mencintai suami;
atau sebab yang syar’i seperti suami tidak shalat atau tidak memberi nafkah.
‫إذا كرهت المرأة زوجها لقبح منظر أو سوء عشرة وخافت أن ال تؤدي حقه جاز أن‬

‫تخالعه على عوض لقوله عز و جل}فإن خفتم أن ال يقيما حدود اﷲ فال جناح‬

‫[وإن لمتكره منه شيئا وتراضيا على الخلع‬229:‫عليهما فيما افتدت به{]البقرة‬

‫من غير سبب جاز لقوله عز و جل}فإن طبن لكم عن شيء منه نفسا فكلوه هنيئا‬

4 :‫مريئا{]النساء‬

Artinya:
Apabila istri tidak menyukai suaminya karena buruk fisik atau perilakunya
dan dia kuatir tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, maka
boleh mengajukan gugat cerai dengan tebusan karena adanya firman Allah
dalam QS al-Baqaran ayat 229. Apabila istri tidak membenci suami akan
tetapi keduanya sepakat untuk khuluk tanpa sebab maka itupun dibolehkan
karena adanya firman Allah dalam QS an-Nisa 4:4.

3. Hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar dalam Shahih Muslim

Artinya;
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi dia berkata; Saya membaca
dihadapan Malik bin Anas dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa di masa Rasulullah Saw, dia
pernah menceraikan istrinya, padahal istrinya sedang haid, lantas Umar bin Khatthab
menanyakan kepada Rasulullah Saw mengenai hal itu, maka Rasulullah Saw bersabda
kepadanya: "Perintahkanlah dia (Ibnu Umar) untuk kembali (merujuk)
kepadanya, kemudian tunggulah sampai dia suci, lalu dia haid kemudian suci kembali,
setelah itu jika dia masih ingin bersamanya, (dia boleh bersamanya) atau jika dia
berkehendak, dia boleh menceraikannya sebelum dia menggaulinya, itulah maksud idah yang
di perintahkan Allah Azza Wa Jalla dalam menceraikan wanita (HR Muslim).

Hadis di atas mempunyai asbababul wurud sebagai berikut. Diceritakan


bahwa Ibnu Umar mentalak istrinya dalam keadaan haid di zaman Rasulullah
Saw. Lalu Umar bertanya kepada Rasulullah Saw tentang kejadian itu. Maka
beliau menjawab: “suruhlah ia merujuknya, hendaklah ia menahan istrinya sampai
bersih, kemudian haid lalu bersih lagi, bila ia mau tahanlah (teruskanlah) dengan

5
istrinya itu, atau mentalaknya juga bila ia mau hendaknya sebelum di campuri,
idah itulah yang Allah perintahkan bila perempuan-perumpuan itu sudah di
talak.

Abdullah bin Umar adalah anak kedua dari Umar bin Al-Khattab dan
saudara kandung Hafshah Umm Al-Mu’minin. Abdullah bin Umar termasuk
seorang sahabat yang tekun dan berhati hati dalam meriwayatkan hadis. Ia juga
meriwayatkan hadis sekitar 2.630 buah. Abdullah bin Umar meninggal dunia di
Mekah pada tahun 73 H/693 M dalam usia 87 tahun. Kalau kita melihat
munasabahnya,

4. menurut para ulama


Menurut Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin rahimahullah
pendapat yang mengatakan jatuhnya talak bagi orang bergurau ada manfaat di
dalamnya. Hal ini akan meredam tingkah laku orang yang sering bercanda. Jika
seseorang tahu bahwa bermain-main dengan talak dan semacamnya bisa
teranggap, tentu ia tidak akan nekat bergurau seperti itu selamanya. Sebagian
ulama ada yang berpendapat tidak teranggapnya talak dari orang yang bercanda.
Pendapat ini lebih akan mengantarkan seseorang untuk bermain-main dengan
ayat-ayat Allah.
5. dalil dari ijma
Ijma’ ulama’ sepakat menyatakan bahawa talaq itu harus sejak zaman dahulu
sehingga kini tanpa bantahan seorang pun daripada mereka. Hukum keharusannya
berdasarkan kepada dalil Al-Quran dan Hadith.
Berdasarkan dari dalil-dalil yang dijelaskan ini menunjukkan bahwa talaq telah
disyari’atkan di dalam Islam. Dengan pensyari’atan itu maka dapatlah dirumuskan bahwa
hubungan suami istri merupakan suatu ikatan perjanjian yang teguh. Dengan sebab itulah
Allah SWT telah menentukan panduan hidup berumah tangga yang dapat menjamin
kebahgiaannya. Namum ada ketikanya hasrat untuk membentuk keluarga yang bahgia
gagal disebabkan tiada lagi persefahaman antara suami istri.
C. Pembahagian Talak, Rukun Dan Syarat Talak
Syara’ mengadakan beberapa syarat semasa menjatuhkan talak bagi menghalang
mengikut emosi dan menjaga institusi keluarga. Sebabnya hubungan ini adalah suci,
beda dengan akad yang lain. Tambahan pula talak memberi kesan yang mendalam dalam
kehidupan perempuan karena ketinggian nilai yang dimiliki oleh wanita menjadi sia-sia.
Boleh jadi hidupnya seorang tanpa kawin selama-lamanya. Wanita yang membujang
pada kebiasaannya membawa kepada kefasidan atau terdedah ke lembah kejahatan dan
maksiat.
Jika sempurna rukun dan syarat maka talak adalah sesuai dengan syara’ tanpa
mendatangkan dosa padanya. Jika tidak salah satu daripadanya maka menjatuhkan talak
adalah berdosa dan mendapat kemurkaan Allah.

1. Pembahagian Talak

6
Talak terbahagi kepada beberapa bagian berdasarkan kepada beberapa sudut
pandangan. Pembagian yang berdasarkan kepada kejelasan lafaz yang digunakan,
iaitu soreh dan kinayah.

Pembagian yang berdasarkan kepada masa menjatuhkan talaq yaitu:


 Munjiz : Yaitu talaq secara langsung di mana ia dilafazkan secara terus tanpa
dikaitkan dengan sesuatu apa pun seperti suami berkata kepada istrinya “aku
ceraikan engkau”. Talaq seperti ini akan gugur selepas suami selesai
melafazkannya.
 Mudhaf: Yaitu talaq yang dikaitkan dengan masa yang akan datang seperti
suami berkata kepada istrinya “awak tertalaq bulan depan”.
 Mu’allaq: Yaitu talaq yang tergantung atau talaq yang dikaitkan dengan
sesuatu syarat seperti suami berkata kepada istrinya “jika kamu keluar dari
rumah ini maka kamu tertalaq”.

2. Rukun Talak

Pada dasarnya rukun talak terbahagi kepada tiga yaitu:


1) Suami
2) Isteri
3) Sighah
Suami boleh menceraikan istri tapi tidak semua talak yang dijatuhkan oleh
seorang suami terhadap istrinya dihukumkan sah karena terdapat beberapa syarat
kelayakan peribadi yang berkaitan dengan diri suami. Tanpa kesempurnaan syarat itu,
maka talak yang dijatuhkan tidak sah. Contohnya seperti berakal, pilihan sendiri dan
sebagainya.
Ulama Syafi’i berpendapat bahwa rukun talak merupakan lafaz yang dijadikan
dalil (menunjukkan), makna talak pada bahasa yaitu pembuangan, pelepasan, dan
meleraikan ikatan dalam perceraian secara terang dan memutuskan kebaikan, pemberian
dan sebagainya dalam perceraian secara kiasan (kinayah). Ataupun makna pada syara’
ialah menghilangkan keharusan dan halal bergaul dan bersetubuh atau isyarat yang boleh
menggantikan lafaz talak.
Ulama Syafi’i berpendapat bahwa talak ada beberapa rukun. Maksud rukun bagi
suatu di sisi Jumhur ialah perkara yang mewujudkan hakikat sesuatu itu, walaupun ia
tidak termasuk di dalamnya. Ulama Syafi’i berpendapat bahwa rukun talak ada lima
yaitu:
1. Suami – Para Ulama bersependapat menyatakan bahwa suami yang melakukan
cerai itu disyaratkan seorang yang berakal dan sampai umur semasa menceraikan
istrinya . Tidak termasuk mereka yang tidak mukalaf, seperti kanak – kanak,
orang gila, orang pitam dan orang sedang tidur karena akal adalah pintu kepada
segala – gala urusan. Mereka yang tidak berakal tidak dapat menentukan pekara
yang baik dan buruk, karena segala urusan yang diturunkan adalah untuk
kepentingan hambanya .
2. Mengeluarkan Perkataan Cerai dengan Tujuan Melakukan Cerai – Ulama Mazhab
Syafi’i dan Hambali bersependapat menyatakan bahwa menyebut perkataan talak
tanpa tujuan (niat) menceraikan istrinya adalah tidak diambil kira talaknya,

7
seperti orang yang sedang tidur mengeluarkan perkataan cerai istrinya atau orang
terkejut daripada tidur menceraikan istrinya, ataupun orang yang melatah
mengeluarkan lafaz cerai terhadap istrinya, atau orang yang menceritakan tentang
lafaz cerai orang lain, seperti katanya, Muhammad berkata kepada istrinya, ‘aku
ceraikan kamu’ atau ‘aku ceraikan istriku’. Contoh tersebut tidak diambil kira
talaknya
3. Lafaz Cerai (Sighah) – Para Ulama bersependapat menyatakan bahwa perceraian
tidak akan berlaku melainkan dengan lafaz. Jika hanya berniat cerai di dalam hati
saja tidak dikira sebagai cerai. Ulama yang bersependapat demikian ialah Ata’,
Jabir bin Zaid, Said bin Zubir, Yahya bin Ibnu Kathir, Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad bin Hambal.
4. istri – Bagi istri yang masih dalam ikatan perkawinan atau dalam hukum
perkawinan (dalam iddah raj’i), suami berhak menjatuhkan talak ke atas istri
tersebut, walaupun dalam hukum perkawinan (iddah raj’i) seperti kata suami
kepada istrinya yang masih di dalam ikatan perkawinan atau di dalam iddah; aku
ceraikan kamu atau kamu bercerai, di kira perceraiannya dengan perkataan
tersebut .
5. suami Berkuasa Menceraikan Istrinya – Antara rukun perceraian ialah suami
masih berkuasa menceraikan istrinya karena Islam telah memberi kuasa tersebut
sebanyak tiga kali talak bagi setiap akad perkawinan. Jika seseorang suami telah
menggunakan semua kuasa cerai tersebut maka suami tidak lagi berkuasa
menceraikan istrinya. Atau suami mempunyai kuasa mencerai tetapi istri pula
berada di dalam iddah ba’in samada karena fasakh atau sebagainya maka suami
tidak berhak menggunakan kuasa mencerai tersebut
D. Jenis Dan Hikmah Talak

1. Jenis-Jenis Talak

Dalam Islam talak terbagi kepada beberapa macam. Bila talak itu mutlak jatuh
oleh karena suami, maka hanya terbagi 2 yaitu talak raj’i dan talak baini. Bila talak itu
datang dari seseorang istri disebut khulu’.

a.Talak Raj’i

Para Ulama sepakat bahwa yang dinamakan talak raj’i ialah talak si suami yang
masih memiliki hak untuk kembali kepada istri, sepanjang istrinya masih dalam masa
iddah, baik istri bersedia ataupun tidak. Syaratnya adalah istri sudah dicampuri, sebab istri
yang dicerai tetapi belum dicampuri tidak memiliki iddah. Syarat kedua yaitu tidak
menggunakan uang dan tidak pula dimaksudkan untuk melengkapi talak tiga. Wanita
yang ditalak raj’i hukumnya seperti istri. Mereka masih mempunyai hak sebagai suami
istri, seperti hak waris mewarisi antara keduanya, manakala salah satu dari keduanya ada
yang meninggal sebelum selesai masa iddah.

Dr.As-Siba’i mengatakan bahwa talak raj’i adalah talak yang untuk kembalinya

8
bekas istri kepada bekas suaminya tidak memerlukan pembaruan akad nikah, tidak
memerlukan mahar, serta tidak memerlukan persaksian. Setelah terjadi talak raj’i maka
istri wajib beriddah, hanya bila kemudian suami hendak kembali kepada bekas istri
sebelum berakhir masa iddah, maka hal itu dapat dilakukan dengan menyatakan rujuk,
tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas suami tidak menyatakan rujuk terhadap
istrinya, maka dengan berakhirnya masa iddah itu kedudukan talak menjadi talak bain,
kemudian jika sesudah berakhirnya masa iddah itu suami ingin kembali kepada bekas istrinya
maka wajib dilakukan dengan akad baru dan dengan mahar baru pula.
Dalam satu riwayat di kemukakan bahwa seorang lelaki menceraikan istrinya
sekehendak hatinya. Menurut anggapannya, selama ruju’ itu dilakukan dalam masa
iddah, wanita itu tetap istrinya, walaupun seratus kali ditalak ataupun lebih. Lelaki itu
berkata pada istrinya :” Demi Allah, aku tidak akan menalakmu, dan kau tetap berdiri di
sampingku sebagai istriku dan aku tidak akan menggaulimu sama sekali”. Istrinya
berkata :” Apa yang akan kau lakukan?”. Suaminya pula berkata :”Aku akan
menceraikanmu. Kemudian apabila habis iddahmu, aku akan ruju’ lagi”.
Maka menghadaplah wanita itu kepada Rasulullah SAW untuk menceritakan perihal itu.
Rasulullah SAW terdiam hingga ayat tersebut turun sampai kata “bi ihsan” .

Ayat ini memberi makna bahwa talak yang di Syari’atkan Allah ialah talak yang
dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus, dan bahwa suami boleh
memelihara kembali bekas istrinya setelah talak pertama dengan cara yang baik,
demikian pula setelah talak kedua. Arti memelihara kembali ialah dengan merujuknya
dan mengembalikannya ke dalam ikatan perkawinan dan berhak mengumpuli dan
menggaulinya dengan cara yang baik. Hak merujuk hanya terdapat dalam talak raj’i
sahaja.

b.Talak Bain

Talak Bain yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami
terhadap bekas istrinya. Untuk mengembalikan bekas istri ke dalam ikatan perkawinan
dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syarat-
syaratnya.
Talak ba’in ada dua macam yaitu talak ba’in shuqra dan talak bain kubro.

1) Talak ba’in shuqro ialah talak ba’in yang menghilangkan pemilikan bekas
suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk
kawin kembali dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah
berakhir masa iddahnya.

2) Talak ba’in kubra yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami
terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk berkawin
kembali dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-
laki lain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara

9
wajar dan telah selesai menjalankan iddahnya. Talak ba’in kubra terjadi pada
talak yang ketiga.
c. Khuluk

Kehidupan suami istri kadang-kala berjalan dengan tenteram dan damai, apabila
keduanya saling sayang menyayangi dan masing-masing menjalankan kewajibannya
dengan baik . Namun begitu, sering juga timbul perselisihan sehingga tidak nampak
keharmonisan dalam keluarga, bahkan sukar diselesaikan dengan baik dan damai.
Apabila hal ini terjadi, masing-masing antara suami istri mempunyai hak. Apabila
keinginan untuk berpisah datang dari pihak suami, maka dia berhak mengajukan talak
kepadanya. Jika keinginan itu datang dari pihak istri, maka Islam juga membolehkan
dirinya dengan menebus dirinya dengan jalan khulu’. Keduanya dapat dilakukan selama
tidak menyimpang dan sesuai dengan hukum Allah SWT.

Khulu’ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk menebus dirinya
dari ikatan suaminya atau tuntutan perceraian dari pihak istri. Apabila suami istri tersebut
menerima khulu’ dan istri menyerahkan harta agar suaminya menalak istrinya. Reaksi
khulu’ bisa dengan kata-kata yang jelas, misalnya khulu’ dan fasakh maupun dengan
kiasan. Misalnya “ saya lepas dan jauhkan kamu dari sisiku.”
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Ahmad membolehkan penceraian dengan
putusan pengadilan, jika istri menuntutnya karena tidak diberi belanja dan suami tidak
mempunyai simpanan harta. Alasan-alasan bagi pendapat mereka ini adalah karena suami
berkewajiban memelihara istrinya dengan baik atau menceraikannya dengan baik
Ini adalah sebab dibenarkan khulu’ karena adalah memudharatkan jika seorang
istri itu tidak diberi nafkah. Nafkah yang di maksudkan disini adalah nafkah zahir yaitu
makanan, pakaian dan tempat tinggal.

2. Hikmah Talak

Tujuan perkawinan ialah kehidupan yang berterusan di antara kedua-dua


pasangan suami istri. Allah SWT menSyari’atkan banyak hukum-hukum dan adab-adab
untuk mengekalkan dan menyemarakkan hubungan suami istri. Tetapi kadang-kadang
adab dan hukum ini tidak diikuti oleh kedua pasangan suami istri.
Contohnya suami tidak memilih istri yang sesuai atau kedua-dua pasangan atau
salah seorang tidak iltizam dengan adab-adab pergaulan yang telah ditentukan oleh Islam.
Ini menyebabkan ketegangan. Kerenggangan ini semakin melebar dari hari ke hari
sehingga sukar untuk diperbaiki. Ketika tidak ada cara untuk mewujudkan persepahaman
dalam kehidupan berkeluarga, peraturan yang membolehkan kita menangani masalah
tersebut diperlukan.

Dengan itu ikatan perkawinan dapat didamaikan dan hak kedua belah pihak tidak
terabai. Ini dilakukan apabila mereka tidak lagi mampu untuk hidup bersama.

10
Jika suami menggunakan talak sebagai jalan penyelesaian terakhir dalam
menyelesaikan masalah yang timbul, ia adalah jalan penyelesaian yang dharuri. Beliau
terpaksa melakukan walaupun kebiasaannya penceraian adalah amat menyakitkan.
Sekiranya talak digunakan untuk menunjukkan kebodohannya dan memenuhi nafsunya,
ia adalah perkara halal yang paling dimurkai oleh Allah SWT.

Allah Yang Maha Bijaksana menghalalkan talak tapi membencinya, kecuali untuk
kepentingan suami istri atau keduanya atau kepentingan keturunannya. Dalam masalah
ini mengandung dua hal yang merupakan sebab terjadinya talak:

a. Kemandulan.
Kalau seseorang laki-laki mandul, maka ia tidak akan mempunyai keturunan atau
anak, padahal anak merupakan keutamaan perkawinan. Dengan anak, keturunan dunia
menjadi makmur. Begitu pula dengan perempuan, apabila mandul, maka keberadaannya
bersama suami akan mengeruhkan kejernihan kehidupan.
Maka talak mempunyai faedah bagi suami bila istri mandul. Sebab yang mendorong
untuk menikah adalah terwujudnya keturunan.

b. Menghilangkan Kesengsaraan

Terjadinya perbedaan dan pertentangan kemarahan dan segala yang mengingkari


cinta di antara suami istri. Kalau cinta kasih sudah hilang akan berubahlah pilar-pilar
perkawinan. Mereka jatuh ke lembah kehidupan yang susah dan pemikiran yang bimbang
karena pada dasarnya persatuan dan kekompakan dalam segala hal merupakan kunci
kesuksesan dan kebahagiaan serta sumber segala kesenangan. Lain halnya kalau ada
tabiat yang berbeda dari hati yang tidak bersatu, maka talak akan menghilangkan
kesengsaraan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN

3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa Al-Khin, dkk., Kitab Fikah Mazhab Syafie, jil. 4, (Kuala Lumpur: Pustaka Salam,
2005)

Hasbi Indra, Potret Wanita Shalehah, Penamadani Jakarta, Cet.1, 2004.

12
H.Abd.Rahman Ghazaly, M.A, Fiqh Munakahat, Premena Jaya, Cet.ke-2, 2006,
K.H.Q. Salleh, H.A.A Dahlan, H.M.D Dahlan , Asbabun Nuzul, Pustaka Muda, Cet.4, 2005,

13

Anda mungkin juga menyukai