Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TENTANG

PERCERAIAN
(dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pelajaran Pendidikan Agama Islam)

Di Susun Oleh:
Kelompok 3
1. Gita Anzani
2. Nikita Az-Zahra
3. Coki Dena Januarsyah
4. Dimas Saputra
5. Farid Ikhwanul Jabal
Kelas : XII TKJ 1

YAYASAN UMAR SYAHIR


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)
CIBENING
Program keahlian : Teknik otomotif, Teknik komputer dan informasi, Akuntansi dan keuangan
Komp. Keahlian : Teknik dan bisnis sepeda motor, Teknik komputer dan jaringan, Akuntansi dan keuangan lembaga
Alamat : Jl. Raya desa Cibingbin – Penanggapan Kec.Cibingbin Kab.Kuningan 45587
e-mail : surat.smkcibening@gmail.com  (0232) 8892775 /8893019
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Perceraian ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah PAI yang berjudul Makalah Perceraian ini. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini
sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Perceraian ini sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Perceraian ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Kuningan, Februari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2
A. Pengertian Cerai...........................................................................................................2
B. Jenis - Jenis Perceraian.................................................................................................2
C. Hukum Cerai Dalam Islam...........................................................................................4
D. Syarat Sah Cerai Dalam Islam.....................................................................................5
E. Pembagian Harta Cerai Dalam Islam...........................................................................5
F. Hak Asuh Anak Saat Cerai Dalam Islam.....................................................................7
G. Dalil Perceraian............................................................................................................7
BAB III PENUTUP................................................................................................................9
A. Kesimpulan...................................................................................................................9
B. Saran.............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam Islam pernikahan adalah sesuatu hal yang sangat sakral dan apabila
hubungan tidak dapat dilanjutkan maka harus diselesaikan secara baik-baik.
Perceraian memang tidak dilarang dalam agama Islam, namun Allah membenci
sebuah perceraian. Bercerai adalah jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dan
saat semua cara telah dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga, namun tetap
tidak ada perubahan.
Pada kesempatan kali ini kelompok kami akan membahas tentang Perceraian
dalam pandangan islam, yang akan dikemas disebuah makalah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Cerai Dalam Islam?
2. Apa saja Jenis-jenis Penceraian?
3. Bagaimana Hukum Cerai Dalam Islam?
4. Apa saja Syarat Sah Cerai Dalam Islam?
5. Bagaimana Pembagian Harta Cerai Dalam Islam?
6. Bagaimana Hak Asuh Anak Saat Cerai Dalam Islam?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian Cerai Dalam Islam
2. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Penceraian
3. Untuk Mengetahui Hukum Cerai Dalam Islam
4. Untuk Mengetahui Syarat Sah Cerai Dalam Islam
5. Untuk Mengetahui Pembagian Harta Cerai Dalam Islam
6. Untuk Mengetahui Hak Asuh Anak Saat Cerai Dalam Islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN CERAI
Cerai dalam Islam adalah adalah melepaskan status ikatan perkawinan atau
putusnya hubungan pernikahan antara suami dan istri. Dengan adanya perceraian,
maka gugurlah hak dan kewajiban keduanya sebagai suami dan istri. Artinya,
keduanya tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, misalnya menyentuh
atau berduaan, sama seperti ketika belum menikah dulu. Al-Qur'an juga mengatur
adab dan aturan dalam berumah tangga, termasuk bagaimana jika ada masalah yang
tak terselesaikan dalam rumah tangga. Islam memang mengizinkan perceraian, tapi
Allah membencinya. Itu artinya, bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan
suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya. Allah berfirman: “Dan
jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 227).
Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat Al-Baqarah ayat 228
hingga ayat 232. Di sana diterangkan aturan-aturan mengenai hukum talak, masa
iddah bagi istri, hingga aturan bagi perempuan yang sedang dalam masa iddah-nya.
Di dalam surat Ath-Thalaq ayat 1-7 juga dibahas aturan-aturan dalam berumah
tangga. Di situ disebutkan tentang kewajiban suami terhadap istri hingga bagaimana
aturan ketika seorang istri berada dalam masa iddah. Dari beberapa ayat tersebut,
diketahui bahwa dalam Islam perceraian itu tidak dilarang, namun harus mengikuti
aturan-aturan tertentu. Tentu saja aturan-aturan ini sangat memperhatikan
kemaslahatan suami dan istri dan mencegah adanya kerugian di salah satu pihak.

B. JENIS - JENIS PERCERAIAN


Berikut ini adalah jenis-jenis cerai dalam Islam yang bisa dibedakan dari
siapa kata cerai tersebut terucap.
1. Cerai Talak oleh Suami
Perceraian ini yang paling umum terjadi, yaitu suami yang menceraikan
istrinya. Hal ini bisa saja terjadi karena berbagai sebab. Dengan suami
mengucapkan kata talak pada istrinya, masa saat itu juga perceraian telah terjadi,
tanpa perlu menunggu keputusan pengadilan. Ada beberapa bagian dari talak ini,
yaitu:
2
1. Talak Raj’i
Pada talak Raj’i, suami mengucapkan talak satu atau talak dua
kepada istrinya.Suami boleh rujuk kembali dengan istrinya ketika masih
dalam masa iddah. Namun, jika masa iddah telah habis, suami tidak boleh
lagi rujuk kecuali dengan melakukan akad nikah baru.
2. Talak Bain
Ini adalah perceraian saat suami mengucapkan talak tiga kepada
istrinya, sehingga istri tidak boleh dirujuk kembali. Suami boleh rujuk
kembali, jika istrinya telah menikah dengan lelaki lain dan berhubungan
suami istri dengan suami yang baru. Istri perlu bercerai dahulu dengan suami
barunya dan menyelesaikan masa iddah-nya.
3. Talak Sunni
Ini terjadi ketika suami mengucapkan cerai talak kepada istrinya yang
masih suci dan belum melakukan hubungan suami istri saat masih suci
tersebut.
4. Talak Bid’i
Suami mengucapkan talak kepada istrinya saat istrinya sedang dalam
keadaan haid atau ketika istrinya sedang suci namun sudah disetubuhi.
5. Talak Taklik
Pada talak ini, suami akan menceraikan istrinya dengan syarat-syarat
tertentu. Dalam hal ini, jika syarat atau sebab yang ditentukan itu berlaku,
maka terjadilah perceraia
2. Gugat Cerai Istri
Berbeda dengan talak yang dilakukan oleh suami, gugat cerai istri ini harus
menunggu keputusan dari pengadilan.
Ada beberapa kondisi yang menyertainya, seperti:
a. Fasakh
Ini merupakan pengajuan cerai tanpa adanya kompensasi dari istri ke
suami akibat beberapa perkara, antara lain:
 Suami tidak memberi nafkah lahir batin selama 6 bulan berturut-turut.
 Suami meninggalkan istri selama 4 bulan berturut-turut tanpa kabar.
 Suami tidak melunasi mahar yang disebutkan saat akad nikah (baik
sebagian atau seluruhnya) sebelum terjadinya hubungan suami istri

3
 Adanya perlakuan buruk dari suami kepada istrinya.
b. Khulu’
Ini adalah perceraian yang merupakan kesepakatan antara suami dan
istri dengan adanya pemberian sejumlah harta dari istri kepada suami.
Terkait dengan hal ini, penjelasannya terdapat pada surat Al-Baqarah ayat
229.n atau talak.

C. HUKUM CERAI DALAM ISLAM


Hukum perceraian dalam Islam bisa beragam. Hal ini berdasarkan pada masalah,
proses mediasi dan lain sebagainya. Perceraian bisa bernilai wajib, sunah, makruh,
mubah, hingga haram. Berikut ini adalah hukum perceraian dalam Islam:
1. Perceraian Wajib
Ini harus terjadi jika suami istri tidak lagi bisa berdamai. Keduanya sudah
tidak lagi memiliki jalan keluar lain selain bercerai untuk menyelesaikan
masalahnya. Bahkan, setelah adanya dua orang wakil dari pihak suami dan istri,
permasalahan rumah tangga tersebut tidak kunjung selesai dan suami istri tidak
bisa berdamai. Biasanya, masalah ini akan dibawa ke pengadilan dan jika
pengadilan memutuskan bahwa talak atau cerai adalah keputusan yang terbaik,
maka perceraian tersebut menjadi wajib hukumnya.
2. Perceraian Sunah
Ternyata, perceraian juga bisa mendapatkan hukum sunnah ketika terjadi
syarat-syarat tertentu. Salah satunya adalah ketika suami tidak mampu
menanggung kebutuhan istri. Selain itu, ketika seorang istri tidak lagi menjaga
martabat dirinya dan suami tidak mampu lagi membimbingnya.
3. Perceraian Makruh
Jika istri memiliki akhlak yang mulia, mempunyai pengetahuan agama yang
baik, maka hukum untuk menceraikannya adalah makruh. Hal ini dianggap
suami sebenarnya tidak memiliki sebab yang jelas mengapa harus menceraikan
istrinya, jika rumah tangga sebenarnya masih bisa diselamatkan.
4. Perceraian Mubah
Ada beberapa sebab tertentu yang menjadikan hukum bercerai adalah mubah.
Misalnya, ketika suami sudah tidak lagi memiliki keinginan nafsunya atau ketika
istri belum datang haid atau telah putus haidnya.

4
5. Perceraian Haram
Hal ini terjadi jika seorang suami menceraikan istrinya saat istri sedang haid atau
nifas, atau ketika istri pada masa suci dan di saat suci tersebut suami telah
berjimak dengan istrinya. Selain itu, suami juga haram menceraikan istrinya jika
bertujuan untuk mencegah istrinya menuntut hartanya. Tidak hanya itu,
diharamkan juga untuk mengucapkan talak lebih dari satu kali.

D. SYARAT SAH CERAI DALAM ISLAM


1. Syarat Sah Cerai dalam Islam
Dalam proses perceraian pun, Islam memiliki aturan. Salah satunya dengan
adanya rukun perceraian yang harus dipenuhi. Hal ini merupakan syarat sahnya
perceraian, sehingga jika tidak dipenuhi maka tidak sah pula proses perceraian
tersebut.
Berikut ini adalah rukun atau syarat sah cerai dalam Islam yang harus diketahui:
a. Perceraian untuk Suami
Perceraian tersebut sah apabila seorang suami berakal sehat, balig
dan dengan kemauan sendiri. Maka, jika suami tersebut menceraikan
istrinya karena ada paksaan dari pihak lain, seperti orang tua ataupun
keluarganya, maka perceraian tersebut menjadi tidak sah.
b. Rukun Perceraian untuk Istri
Seorang istri akan sah perceraiannya, jika akad nikahnya dengan
suami sah dan dia belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya.

E. PEMBAGIAN HARTA CERAI DALAM ISLAM


Sebenarnya, dalam fikih Islam klasik tidak dikenal harta bersama bahkan
jika terjadi perceraian, maka harus dilihat siapa pemilik hartanya. Hal ini berbeda
dengan fikih yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia, diatur dalam hukum Islam
hasil ijtihad bangsa Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan perubahannya serta Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).
1. Peraturan perceraian dalam UU Perkawinan
Dua peraturan perundang-undangan tersebut dapat disebut fikih, yaitu hasil
ijtihad dengan sungguh-sungguh menghasilkan suatu rumusan hukum. Keduanya

5
hasil pemikiran para alim ulama dan umara’, sehingga dapat disebut “fikih Islam
Indonesia”,.
Dalam Pasal 35 UU Perkawinan dikenal harta bersama. Dalam pasal
tersebut, harta dalam perkawinan (rumah tangga) dibedakan menjadi:
 Harta yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi "harta bersama".
 Harta bawaan masing-masing suami istri, baik harta tersebut diperoleh
sebelum menikah atau dalam pernikahan yang diperoleh masing-masing
sebagai harta pribadi, contohnya, hadiah atau warisan.
 Harta pribadi sepenuhnya berada di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
 Demikian juga dalam Pasal 85 – Pasal 97 KHI, disebut bahwa harta
perkawinan dapat dibagi atas:
 Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum
perkawinan.
 Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan.
 Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama
perkawinan yang menjadi harta bersama suami istri.
 Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu harta yang
diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
 Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang
diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
Mengapa dua sumber hukum Islam yang berlaku di Indonesia mengakui ada
harta bersama? Sebab perkawinan itu dianggap sebagai bentuk syirkah, yaitu
bersatu, berserikat untuk membentuk rumah tangga. Dengan kata lain adalah
percampuran atau berserikatnya dua orang dalam akad nikah untuk
mengikatkan diri dan membentuk rumah tangga. T. M. Hasbi Ash Shiddiqie
dalam buku Pedoman Rumah Tangga, perkawinan menjadikan istri syirkatur
rojuli filhayati. Artinya, kongsi sekutu seorang suami dalam melayani bahtera
hidup, maka antara suami istri dapat terjadi syarikah abadan (perkongsian tidak
terbatas).
Itulah sebabnya di Pengadilan Agama ketika ada kasus cerai dalam Islam
dan mempersoalkan harta yang diperoleh selama perkawinan, maka akan

6
dipertimbangkan harta dalam perkawinan sebagaimana ketentuan Pasal 35 UU
Perkawinan dan Pasal 85 – Pasal 97 KHI.

F. HAK ASUH ANAK SAAT CERAI DALAM ISLAM


Faktanya, hampir semua pasangan yang bercerai umumnya telah memiliki
anak.Tentu saja, anak akan mendapatkan dampak yang paling besar terhadap cerai
dalam Islam, terlebih jika usianya masih begitu belia dan belum banyak memahami
persoalan rumah tangga. Perebutan hak asuh pun tak terelakkan. Meski tak lagi
tinggal bersama, setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk buah
hatinya. Baik ayah maupun ibu tentu memiliki cara tersendiri untuk mendidik anak,
dan inilah yang menjadi penyebab utama hak asuh anak diperebutkan, dikutip
Kantor Pengacara. Dalam Islam, hak asuh anak di dalam perceraian disebut dengan
hadhanah, yang artinya merawat, mengasuh, dan memelihara anak. Hadhanah
dikaitkan dengan upaya merawat, mengasuh, dan memelihara anak yang masih di
bawah umur, sekitar kurang dari 12 tahun. Menurut hukum cerai dalam Islam, ibu
adalah orang yang paling berhak untuk mendapatkan hak asuh anak. Ini disebabkan
karena ibu menjadi sosok yang paling dekat dengan anak, mulai dari mengandung,
melahirkan, hingga menyusui. Ibu mendapatkan hak asuh anak sepenuhnya apabila
anak masih di bawah umur atau berusia kurang dari 12 tahun. Namun, ayah juga
bisa mendapatkan hak mengasuh anak apabila ibu dinilai memiliki tabiat buruk yang
membahayakan anak.
Sementara itu, apabila anak sudah baligh atau dewasa atau berumur di atas 21
tahun, dia sudah memiliki hak untuk memilih akan tinggal bersama ayah, ibu, atau
hidup sendiri. Yang perlu ditekankan mengenai cerai dalam islam: diperbolehkan
tapi tidak disukai oleh Allah. Pertimbangkan hal tersebut jika tidak memiliki alasan
syar’i untuk bercerai.

G. DALIL PERCERAIAN
a. Surat al-baqarah ayat 229

‫َالَّطاَل ُق َم َّر ٰت ِن ۖ َفِاْمَس اٌۢك ِبَم ْع ُرْو ٍف َاْو َتْس ِرْيٌۢح ِبِاْح َس اٍن ۗ َو اَل َيِح ُّل َلُك ْم َاْن َتْأُخ ُذ ْو ا‬
‫ِمَّم ٓا ٰا َتْيُتُم ْو ُهَّن َش ْئًـا ِآاَّل َاْن َّيَخ اَف ٓا َااَّل ُيِقْيَم ا ُح ُد ْو َد ِهّٰللاۗ َفِاْن ِخ ْفُتْم َااَّل ُيِقْيَم ا ُح ُد ْو َد‬

7
‫ِهّٰللاۙ َفاَل ُج َناَح َع َلْيِهَم ا ِفْيَم ا اْفَتَد ْت ِبٖه ۗ ِتْلَك ُح ُد ْو ُد ِهّٰللا َفاَل َتْعَتُد ْو َهاۚ َو َم ْن َّيَتَع َّد‬
‫ٰۤل‬
‫ُح ُد ْو َد ِهّٰللا َفُاو ِٕىَك ُهُم الّٰظ ِلُم ْو َن‬

Artinya :
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami
dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu
(wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah,
maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri)
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-
orang zalim.

8
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cerai dalam Islam adalah adalah melepaskan status ikatan perkawinan atau
putusnya hubungan pernikahan antara suami dan istri. Dengan adanya perceraian,
maka gugurlah hak dan kewajiban keduanya sebagai suami dan istri. Artinya,
keduanya tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, misalnya menyentuh
atau berduaan, sama seperti ketika belum menikah dulu. Al-Qur'an juga mengatur
adab dan aturan dalam berumah tangga, termasuk bagaimana jika ada masalah yang
tak terselesaikan dalam rumah tangga. Islam memang mengizinkan perceraian, tapi
Allah membencinya. Itu artinya, bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan
suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya. Allah berfirman:
“Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 227).

B. SARAN
Sebagamaina dijelaskan dalam ajaran islam kita bisa melihat kembali tujuan
pernikahan bukan sebatas kegiatan transaksional. Baik istri maupun suami
merupakan makhluk yang berakal budi dan memiliki hak yang adil dalam keluarga.
Di mana istri bukan objek seksual serta alat reproduksi suami, dan sebaliknya.

9
DAFTAR PUSTAKA

- https://www.merdeka.com/jateng/cara-mencegah-perceraian-dalam-islam-pahami-
tujuan-pernikahan kln.html#:~:text=Cara%20mencegah%20perceraian%20dalam
%20Islam%20yang%20pertama%20yaitu%20melihat%20kembali,alat
%20reproduksi%20suami%2C%20dan%20sebaliknya.
- https://www.orami.co.id/magazine/cerai-dalam-islam?page=3

10

Anda mungkin juga menyukai