Anda di halaman 1dari 16

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Dosen pengampu : Fungki Febriantoni, M.Pd.

Disusun oleh :
Raden Chandra Ramat Wibisono 21510334059

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL SARJANA TERAPAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
mata kuliah Pendidikan Agama Islam tepat waktu.

Penulisan makalah berjudul “Pernikahan Dalam Islam” dapat diselesaikan


karena bantuan banyak pihak. Penulis berharap makalah tentang bata ringan ini
dapat menjadi referensi bagi pihak dibidangnya. Selain itu, penulis juga berharap
agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Penulis menerima segala bentuk kritik dan saran
pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 1 November 2021

Raden Chandra Rahmat


Wibisono
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Pengertian Pernikahan......................................................................................3
2.2 Tujuan dan Fungsi Pernikahan.........................................................................4
2.3 Dasar-Dasar Hukum Pernikahan.....................................................................6
2.4 Prinsip-Prinsip Pernikahan...............................................................................7
2.5 Syarat dan Rukun Pernikahan..........................................................................9
2.6 Faktor Penghalang Terjadinya Pernikahan.....................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................10
KESIMPULAN...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Syariat Islam yang pertama kali diturunkan adalah pernikahan, dimana


belum diturukannya syariat sholat, puasa, zakat dan haji tapi syariat pernikahan
sudah ada sejak dalam surga lantas siapa yang pertama kali menikah? Jawabannya
yaitu nabiyullah Adam As. Dengan siti hawa pada waktu itu belum disyariatkan
sholat, puasa, zakat dan haji akan tetapi sudah ada pernikahan yang mana Allah
Swt. yang menikahkan keduanya dan malaikat jibril yang menjadi saksi atas
pernikahan nabiyullah Adam As. Dengan siti hawa, sejarah tersebut menjadi dasar
bahwa pernikahan merupakan syariat mutaqoddimatun (Syariat pertama).
Selain mendapat sebutan syariatun mutaqoddimatun (Syariat pertama),
pernikahan juga mempunyai sebutan lain yaitu syariatun Mutaakhirotun (Syariat
terakhir) kenapa bisa seperti itu karena kelak disurga sudah tidak ada lagi syariat
sholat, puasa, zakat dan haji tetapi syariat nikah masih ada, hal tersebut yang
menjadi dasar disebutkannya syariatun Mutaakhirotun (Syariat terakhir).
Pernikahan merupakan syariat yang penting dalam Islam sehingga di dalam Al-
Qur‟an terdapat beberapa ayat yang berbicara mengenai pernikahan salah satunya
adalah ayat yang menjelaskan konsep sakinnah, mawaddah wa rohmah yang
tertuang dalam QS. Al-Rum : 21 yang artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pernikahan?


2. Apa tujuan dan fungsi pernikahan?
3. Bagaimana dasar hukum pernikahan?
4. Apa prinsip-prinsip pernikahan?
5. Apa syarat dan rukun pernikahan?
6. Apa faktor penghalang terjadinya pernikahan?

1.3 Tujuan

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan agama islam.
2. Untuk memberikan penjelasan mengenai pernikahan dalam islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah terjemahan dari kata nakaha dan zawaja. Secara


etimologi, nikah berasal dari akar kata bahasa Arab: nakaha – yankihu – nikahan
bisa diartikan ”wathi” atau ”jima’ yang berarti ”mengumpulkan”, atau berkumpul
atau persetubuhan (Taqiyuddin, 1997: 337). Sedangkan kata zawaja secara istilah
berarti pasangan. Pemaknaan ini memberikan kesan bahwa antara suami isteri
saling melengkapi, saling memberi dan saling menerima kekurangan dan
kelebihan masing-masing. Dengan demikian, secara terminologi perkawinan
berarti berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi
satu kesatuan yang utuh dan bermitra (Nasution, 2002: 4).
Kelompok Mazhab Maliki dan Hanafi mendefinisikan pernikahan sebagai
ungkapan akad yang mengandung ketentuan hukum untuk membolehkan suami
bersetubuh dengan wanita yang dinikahinya. Pengertian dalam pandangan ulama
klasik masih mengesankan bahwa pernikahan hanyalah akad kebolehan
bersenggama dari yang haram menjadi halal. Seiring dengan munculnya
permasalahan yang kompleks dalam pernikahan itu sendiri, maka definisi
pernikahan berikutnya memuat tujuan, fungsi, hak serta kewajiban suami isteri
yang memerlukan kepastian hukum.
Definisi Perkawinan menurut Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdaasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut KHI
(Kompilasi Hukum Islam) Pasal 2 ”Perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalidlon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah
ibadah”. Sedang yang dimaksud ”akad” di sini adalah rangkaian ijab yang
diucapkan oleh wali dan qabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya
dan disaksikan oleh dua orang saksi. (KHI, 1991: Pasal 1). Wahbah Zuhaili
mendefinisikan nikah sebagai ikatan yang ditentukan oleh pembuat hukum syarak
(Allah Swt.) yang memungkinkan laki-laki untuk istimta’ (mendapat kesenangan

3
seksual) dari isteri dan demikian juga, bagi perempuan untuk mendapatkan
kesenangan seksual dari suami (Zuhaili, 1989: 61). Definisi Wahbah ini
merupakan upaya pendefinisian kembali makna pernikahan atau perkawinan yang
tidak mengarah kepada hubungan hirarkis antara suami isteri, melainkan
hubungan yang sejajar dalam relasi suami isteri.

2.2 Tujuan dan Fungsi Pernikahan

Berbagai macam pendapat tentang definisi pernikahan sudah anda pahami,


kini melangkah menuju materi berikutnya tujuan pernikahan. Perkawinan sebagai
bentuk yang telah disyariatkan oleh agama Islam mempunyai beberapa tujuan
yang baik untuk mengatur kehidupan umatnya. Di antara tujuan-tujuan pernikahan
adalah:

a. Pemenuhan kebutuhan biologis. Dalam hal ini Allah Swt. Berfirman


yang artinya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka
miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” (Q.S.
Al-Maarij, 70: 29-30).
b. Memperoleh keturunan yang sah. Masyarakat diharapkan dapat
melestarikan kehidupan umat manusia sesuai ketentuan-ketentuan yang
diatur oleh syariah. Dalam hal ini Allah Swt. Berfirman yang artinya :
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”
(Q.S.AnNahl,16: 72).
c. Menjalin rasa cinta dan kasih sayang antara suami dan isteri.
d. Menjaga Kehormatan. Kehormatan yang dimaksud disini adalah
kehormatan diri sendiri, anak dan kehormatan keluarga. Dalam hal ini
Allah Swt. Berfirman yang artinya : “Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu
miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas

4
kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari
istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu
yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S.
AnNisa, 4: 24).
e. Beribadah kepada Allah Swt. Fungsi pernikahan sebagai ibadah kepada
Allah Swt., sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya :
“Dari Anas RA, bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda, “Barang
siapa yang Allah telah memberi rizqi kepadanya berupa istri yang
shalihah, berarti Allah telah menolongnya pada separo agamanya.
Maka bertakwalah kepada Allah untuk separo sisanya” (H.R. Al-
Thabrani di dalam Al-Ausath, dan Hakim. Hakim berkata, “sanadnya
sahih”).

Fungsi perkawinan secara tegas dijelaskan di dalam Alquran dan hadis,


beberapa fungsi yang dapat diambil dari perkawinan adalah:

a. Mendapatkan ketenangan hidup (mawaddah wa rahmah ). Islam menyebut


perkumpulan yang penuh cinta, kasih dan sayang tersebut dengan
ungkapan bahasa mawaddah wa rahmah. Dengan nikah, baik laki-laki
maupun perempuan, bisa melaksanakan hal-hal yang sebelumnya dilarang
oleh Islam, terutama hubungan seksual (Hasyim, 2001: 148-149).
b. Menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan. Pernikahan akan
berfungsi bagi para suami/Istri menjaga pandangan mata dan kehormatan.

Untuk mendapatkan keturunan. Mempunyai keturunan merupakan naluri


setiap manusia yang melakukan pernikahan, dan Nabi saw. melalui sabdanya yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad menganjurkan memilih pasangan yang subur
yang akan memberikan banyak keturunan.

5
2.3 Dasar Hukum Pernikahan

Menurut Ari Welianto (2020) Pernikahan merupakan satu hal yang


penting dan banyak diimpikan setiap manusia. Dalam ajaran Islam, menikah salah
satu ibadah yang dianjurkan. Karena dengan menikah seseorang akan membina
rumah tangga dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan wa rahman.
Menjalin silaturahmi dengan keluarga dan memiliki keturunan. Selain itu juga
menghindari zina. Dalam Islam, zina adalah haram. Maka diperintahkan untuk
menikah bagi yang mampu dan berpuasa bagi yang belum mampu. Dalam agama
Islam, pernikahan juga diatur dengan baik. Di mana memiliki dasar hukum
pernikahan.
Dasar hukum pernikahan dalam Islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Al-
Qur’an Ada beberapa surat dalam Al-Qur’an yang mengenai dasar hukum
pernikahan. Ayat-ayat tersebut menjadi bukti bahwa pernikahan memiliki dasar
hukum yang kuat di dalam Al-Qur’an. Berikut ayat-ayat tersebut:

 Al-Quran Surat Annisa ayat 1

Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang


telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu."

 Al-Qur’an Surat An Nuur ayat 31

Artinya: "Dan, kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara


kamu, orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan, Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

6
 Al-Qur’an Surat Ar Ruum ayat 21

Artinya: "Dan, diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia


menciptkan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan- Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."

 Al-Qur’an Surat An Nahl ayat 72

Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu


sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka,
mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari
nikmat Allah."
Dalam hadist atau sunnah ada beberapa yang menjadi dasar hukum
pernikah, yakni: "Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita
yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung." (HR Bukhari dan Muslim).
"Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang
siapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." (HR Bukhari dan
Muslim). "Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh
agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya." (HR
Baihaqi).

2.4 Prinsip-Prinsip Pernikahan

Ada beberapa prinsip dalam pernikahan yang harus dipegangi oleh


pasangan dalam membina hubungan rumah tangga yakni:

a. Prinsip Kebebasan Memilih.


Setiap orang mempunyai kebebasan memilih pasangannya selama tidak
bertentangan dengan yang telah disyariatkan dalam Alquran.
b. Prinsip Musyawarah Demokrasi.

7
Prinsip Musyawarah artinya segala aspek dalam kehidupan rumah tangga
harus diselesaikan dan diputuskan secara musyawarah antara suami isteri.
Sedangkan demokrasi artinya bahwa antara suami dan isteri harus saling
terbuka menerima pendapat pasangan, demikian juga dengan anak-anak
dan keluarga besar bila diperlukan. Penetapan prinsip musyawarah dan
demokrasi ini bisa dalam bentuk: memutuskan masalah yang
berhubungan dengan tempat tinggal, urusan keuangan rumah tangga,
jumlah anak, pengasuhan atau pendidikan anak, pembagian tugas dan
peran suami isteri, dan lain-lain.
c. Prinsip Menghindari Kekerasan
Prinsip dalam berumah tangga adalah menghindari adanya kekerasan
(violence) baik secara fisik maupun psikis. Prinsip interaksi dalam rumah
tangga yang damai, tenteram, sejahtera dan penuh kasih.
d. Prinsip Hubungan yang Sejajar
Prinsip ini menegaskan bahwa suami dan isteri mempunyai hubungan
yang sejajar, isteri adalah mitra suami, suami adalah mitra isteri.
e. Prinsip Keadilan
Yang dimaksud keadilan adalah adil secara proporsional. Keadilan di sini
bisa dalam hal kesempatan untuk mengembangkan diri, kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, keadilan dalam berbagi
peran dalam rumah tangga, adil dalam mengasuh anak tanpa
membedakan jenis kelamin, dan lain-lain.
f. Prinsip Mawaddah
Mengosongkan hatinya dari kehendak-kehendak buruk.
g. Prinsip Rahmah
Saling mendorong untuk bersungguh-sungguh dalam rangka memberikan
kebaikan pada pasangannya, saling melengkapi, serta menolak segala hal
yang mengganggu hubungan keduanya. Prinsip ini akan terwujud ketika
masing-masing pasangan menaati seluruh aturan Allah Swt. dan Rasul-
Nya.
h. Prinsip Amanah/tanggung jawab

8
Prinsip ini harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
melaksanakan hubungan di antara suami dan isteri dalam melaksanakan
hak dan kewajiban keduanya.

2.5 Syarat dan Rukum Pernikahan

Berdasarkan Alquran dan hadis, para ulama menyimpulkan bahwa hal-hal


yang termasuk rukun pernikahan adalah
a. calon suami,
b. calon isteri,
c. wali nikah,
d. dua orang saksi, dan
e. ijab dan qabul.
Kewajiban akan adanya saksi ini adalah pendapat Syafi’i, Hanafi dan
Hanbali (Yunus, 1996: 18). Adapun syarat-sahnya nikah, menurut Wahbah
Zuhaili adalah
a. antara suami isteri tidak ada hubungan nasab,
b. sighat ijab qabul tidak dibatasi waktu,
c. adanya persaksian,
d. tidak ada paksaan,
e. ada kejelasan calon suami isteri,
f. tidak sedang ihram,
g. ada mahar,
h. tidak ada kesepakatan untuk menyembunyikan akad nikah salah satu calon
mempelai,
i. tidak sedang menderita penyakit kronis, dan
j. adanya wali
(Az-Zuhaili, 1989: 62).

2.6 Faktor Penghalang Terjadinya Pernikahan

Faktor penghalang terjadinya pernikahan adalah:

a. Antara suami isteri masih memiliki hubungan nasab.

9
b. Antara suami isteri mempunyai hubungan sepersusuan.
c. Antara suami isteri mempunyai hubungan semenda/perkawinan.

10
PENUTUP
KESIMPULAN

Untuk memelihara kemaslahatan dalam pernikahan, yang bersangkyytan


mesti memperhatikan dan mentaati peraturan agama dan negara dalam hal ini
fikih dan aturan undang-undang. Dalam mencatatkan pernikahan mengandung
manfaat atau kemaslahatan, kebaikan yang besar dalam kehidupan masyarakat.
Sebaliknya apabila perkawinan tidak diatur secara jelas melalui peraturan
perundangan dan tidak dicatatkan akan digunakan oleh pihak-pihak yang
melakukan perkawinan hanya untuk kepentingan pribadi dan merugikan pihak
lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Widiyanto, Hari. (2020). KONSEP PERNIKAHAN DALAM ISLAM (STUDI


FENOMENOLOGIS PENUNDAANPERNIKAHAN DI MASA
PANDEMI)

Wibisana, Wahyu. (2016). PERNIKAHAN DALAM ISLAM.

https://bantuanhukum-sbm.com/artikel-dasar-hukum-pernikahan-dalam-agama-
islam

https://besmart.uny.ac.id/v2/pluginfile.php/1058523/mod_resource/content/4/10%
20PERNIKAHAN%20DALAM%20ISLAM.pdf

12
13

Anda mungkin juga menyukai