Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH FIQIH IBADAH

ZAKAT HAJI Dan NIKAH

Dosen Pengampu : Dewi Urifah , M.A

Di Susun oleh :

MUHAMAD REDHI FIRMANSYAH

2022D1B066

2C

TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITS MUHAMMADIYAH MATARAM

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatnya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah “ZAKAT, HAJI Dan NIKAH”. Dan harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam pembuatan makalah kali
ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 31 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i


DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2
1.3 Tujuan ............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………….3

2.1 Pengertian Zakat , Haji dan Nikah……………………………………….…..3

2.1.1 Kedudukan Zakat dalam Islam………………………………………..4

2.1.2 Kriteria Wajib Zakat…………………………………………………..5

2.1.3 Macam-Macam Zakat…………………………………………….…..7

2.1.4 Mustahik Zakat ……………………………………………………...13

2.1.5 Hikmah Zakat………………………………………………….…….14

2.2 Pengertian Haji……………………………………………………………..15

2.2.1 Kedudukan dan Hukum Haji………………………………………...17

2.2.2Keutaman Haji……………………………………………………….19

2.2.3 Badal Haji………………………………………………..………….19

2.2.4 persiapan Pelaksanaan Haji………………………………………….20


2.3 Nikah………………………………………………………………………..23

2.3.1 Dasar Hukum Pernikahan ……………..……………………………..24

2.3.2 Rukun dan Syarat Nikah........................................................................25

2.3.3 Rujuk.....................................................................................................29

2.3.4 Iddah……………... …………………………………………………..33

2.3.5 Kriteria Calon Suami/Istri Yang Baik....................................................37

2.2.3 Hikmah Pernikahan...............................................................................38

BAB III PENUTUP.........................................................................................................39

KESIMPULAN ...............................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................41


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum islam sebagai negara yang bukan Keberadaan hukum islam di kalangan umat
islam adalah sebagai patokan dan pedoman untuk mengatur kepentingan masyarakaat Dan
menciptakan masyarakat yang islami. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya di yakini
dapat di terima oleh manusia walaupun mendasari berlakunya hukum atas hukum agama
tertentu, Maka Indonesia mengakomodir semua agama,karena itu hukum islam mempunyai
peran besar dalam meyumbangkan materi hukum atas hukum Indonesia. Begitu juga dalam
agama islam,terdapat berbagai banyak hukum dan berbagai kewajiban yang terkandung di
dalamnya,yakni Zakat, dan Haji. Zakat dan Haji termasuk rukun islam yang kelima. Allah
swt. telah menetapkan hukum wajibnya, baik dengan kitabnya maupun dengan sunnah rasul-
Nya.

Rukun islam ada lima. Zakat dan haji merupakan bagian dari rukun islam trersebut.
Dalam persoalan zakat masih belum seluruhnya dapat dipahami masyarakat dengan jelas.
Zakat.juga dapat bermanfaat dan dapat mengurangi kemiskinan khususnya indonesia.
Namun kesadaran akan mengeluarkan bagi yang terkena wajib zakat belum maksimal.
Memang dalam praktek kehidupan dimasyarakat untuk dapat memaksimalkan zakat masih
belum maksimal. Untuk memahamkan saja mengenai zakat kepada masyarakat juga masih
sulit diterima oleh masyarakat. Entah siapa yang harus menyadarkan akan pentingnya zakat
dan hikmah dibalik zakat serta memahamkan zakat kepada masyarakat.
Dalam urusan haji, banyak diantara masyarakat yang menganut agama islam kurang
memahami seluruhnya mengenai haji. Bagaimana rukunnya, bagaimana syaratnya dan semua
yang berhubungan dengan haji.

Dalam ilmu fiqih membahas tentang pernikahan. yang dimaksud dengan nikah menurut
bahasa berasal dari bahasa arab yaitu nakaha yankihu nikahan yang berarti kawin. dalam
istilah nikah adalah ikatan suami istri yang sah menimbulkan akibat hukum dan hak serta
kewajiban bagi suami istri. dalam hukum kekeluargaan harus disertai dengan kuat agama
yang disyariatkan islam. Beberapa hukum tersebut dapat dipelajari dalam al-qur’an dan as-
sunnah.

Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan
kehidupan manusia. Bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua
keluarga. Faedah terbesar pernikahan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang
bersifat lemah itu dari kebinasaan sebab seorang perempuan apabila ia sudah menikah maka
biaya hidupnya wajib ditanggung oleh suaminya. Demikianlah maksud pernikahan sejati
dalam islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Zakat , Haji , dan Nikah ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian zakat , haji, dan nikah.
2. Mengetahui hukum zakat , haji , dan nikah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zakat

Secara etimologis, zakat berarti bertambah, tumbuh, suci, baik, dan barakah. Dengan
pengertian bertambah dan tumbuh, zakat pada hakikatnya dapat menambah harta, walaupun
dalam pandangan manusia zakat pada lahirnya adalah mengeluarkan harta yang
menyebabkannnya berkurang. Dengan penertian suci, harta yang dimiliki sesungguhnya masih
kotor dan harus disucikan dengan zakat. Sedangkan dengan pengertian barakah, zakat dapat
memberi berkah bagi harta dan pemiliknya. Adapun dengan pengertian baik, orang yang
membayar zakat memiliki sifat baik.

Sedangkan secara terminologis, zakat adalah bagian tertentu dari harta benda yang
dimiliki yang telah diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada para mustahiq (orang-orang
yang berhak menerima zakat) pada waktu tertentu. Sedangkan yang dimaksud harta adalah
segala yang dianggap sebagai benda yang dapat dipergunakan manfaatnya atau dinilai harganya
sebagai harta, dengan berbagai jenisnya dan berapapun nilainya.
Dalam Al-Qur’an, terminologi zakat disebut dengan berbagai ungkapan, yaitu:

1. Shadaqah, sebagaimana dalam QS. At-Taubah: 103:

‫ُخ ْذ ِم ْن َاْم َو اِلِه ْم َص َد َقًة ُتَطِّهُر ُهْم َو ُتَز ِّك ْيِه ْم ِبَها َو َص ِّل َع َلْيِهْۗم ِاَّن َص ٰل وَتَك َس َكٌن َّلُهْۗم َو ُهّٰللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم‬

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103).

2. Nafaqah dan infaq, sebagaimana dalam QS. At-Taubah: 34:

‫َو اَّلِذ ْيَن َيْك ِنُز ْو َن الَّذ َهَب َو اْلِفَّض َة َو اَل ُيْنِفُقْو َنَها ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللاۙ َفَبِّش ْر ُهْم ِبَع َذ اٍب َاِلْيٍۙم‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim
dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka)
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih”. (QS. At-Taubah: 34)

3. Haq (kewajiban/kebenaran), seperti dalam QS. Al-An’am: 141:

‫ُك ُلْو ا ِم ْن َثَم ِر ٖٓه ِاَذ ٓا َاْثَم َر َو ٰا ُتْو ا َح َّقٗه َيْو َم َحَص اِد ٖۖه َو اَل ُتْس ِرُفْو اۗ ِاَّنٗه اَل ُيِح ُّب اْلُم ْس ِرِفْيَۙن‬

Artinya: “Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada
waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebihan”. (QS. Al-An’am: 141)

4. Al-‘Afuw (lebih), seperti yang disebut dalam QS. Al-A’raf: 199:

‫ُخ ِذ اْلَع ْفَو َو ْأُم ْر ِباْلُعْر ِف َو َاْع ِر ْض َع ِن اْلَج اِه ِلْيَن‬

Artinya: ”Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-A’raf: 199).

Dalam pandangan Al-Mawardi, terminologi zakat dan shadaqah dalam Al-Qur’an


memiliki makna yang sama dan merupakan sebuah kewajiban. Namun terminologi infaq dan
shadaqah dipakai dalam agama untuk menyebut pemberian yang bersifat sunnah (thathawwu’).
2.1.1 Kedudukan zakat dalam islam

Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga. Kewajiban mengeluarkan zakat merupakan
ketetapan Allah di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan konsensus ulama (Ijma’). Dalam Al-Qur’an
perintah mengeluarkan zakat disertai dengan perintah menegakkan Shalat dalam 82 ayat Al-
Qur’an. Ini mengindikasikan bahwa perintah mengeluarkan zakat memiliki kedudukan yang
sama dengan perintah menegakkan shalat. Oleh sebab itu, orang yang mengingkari kewajiban
zakat dapat diklaim sebaga orang kafir dan telah keluar dari islam.

Dalam Al-Qur’an disebutkan secara tegas tentang ancaman bagi orang yang enggan
mengeluarkan zakat. Salah satunya terdapat dalam Surat At-Taubah: 34:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ يَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَّن َك ِثْيًرا ِّم َن اَاْلْح َباِر َو الُّر ْهَباِن َلَيْأُك ُلْو َن َاْم َو اَل الَّناِس ِباْلَباِط ِل َو َيُص ُّد ْو َن َع ْن َس ِبْيِل ِهّٰللاۗ َو اَّلِذ ْيَن َيْك ِنُز ْو َن الَّذ َهَب‬
‫َو اْلِفَّض َة َو اَل ُيْنِفُقْو َنَها ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللاۙ َفَبِّش ْر ُهْم ِبَع َذ اٍب َاِلْيٍۙم‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim
dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka)
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih”. (QS. At-Taubah: 34).

Sebaliknya orang yang mengeluarkan zakat akan dilipatgandakan pahala dan balasannya
oleh Allah. Salah satu firman Allah mengatakan:

‫َم َثُل اَّلِذ ْيَن ُيْنِفُقْو َن َاْم َو اَلُهْم ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َك َم َثِل َح َّبٍة َاْۢن َبَتْت َس ْبَع َس َناِبَل ِفْي ُك ِّل ُس ْۢن ُبَلٍة ِّم اَئُة َح َّبٍةۗ َو ُهّٰللا ُيٰض ِع ُف ِلَم ْن َّيَش ۤا ُء ۗ َو ُهّٰللا‬
‫َو اِس ٌع َع ِلْيٌم‬

Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir
biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui”. (QS.
Al-Baqarah: 261).

Secara historis, perintah mengeluarkan zakat secara umum sebenarnya telah diwajibkan
pada periode Makkah diawal kehadiran Islam. Namun secara detail dengan ukuran dan ketentuan
teknisnya, perintah zakat diwajibkan pada periode Madinah pada tahun ke-2 Hijriyah, tepatnya di
bulan Sawwal. Adapun zakat fitrah lebih dahulu telah diwajibkan pada bulan Sya’ban pada tahun
yang sama.

2.1.2 Kriteria wajib zakat

Harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Orang yang berzakat adalah muslim.

Kewajiban mengeluarkan zakat bagi seorang muslim merupakan konsekuensi dari


pernyataan keimanan dan syahadatnya. Adapun bagi non-Muslim, tidak ada kewajiban zakat atas
dirinya. Dlam pandangan Al-Qur’an, jika berada dalam wilayah kekuasaan Islam, merek
diwajibkan untuk membayar jizyah (upeti) (QS. At-Taubah: 29).

2. Orang yang berzakat adalah orang merdeka.

Secara yuridis maupun defacto, hamba sahaya tidak memiliki harta benda. Bahkan diri
mereka sendiri saja di miliki oleh tuannya.karena tidak memiliki apa-apa, maka tidak ada
kewajiban bagi mereka membayar zakat.

3. Harta itu dimiliki secara penuh (al-milkut-taam).

Artinya, harta yang dimiliki itu utuh, sehingga dapat di belanjakan atau dipakai kapan
pun saat diperlukan oleh pemiliknya. Dalam hal ini, jika seseorang secara status menjadi pemilik,
namun dalam kenyataannya harta itu tidak dapat sepenuhnya dikuasai, baik karena dimiliki
secara kolektif atau tidak diketahui identitas pemiliknya,maka harta itu dikategorikan sebagai
harta yang dimiliki secara tidak penuh.

Contoh harta yang dimiliki secara tidak penuh antara lain:

a. Harta yang dimiliki oleh lembaga tertentu;

b. Uang yang dipinjam dan tidak jelas statusnya apakah akan dikembalikan atau tidak;

c. Harta yang telah diwaqafkan untuk umat;

d. Harta milik negara;

e. Harta pinjaman dan lainnya.

4. Harta itu berkembang (an-nama’)


Maksudnya harta itua produktif, di mana harta itu bisa menberikan pemasukan atau
keuntungan bagi pemiliknya. Contohnya harta yang dikelolah atau diinvestasikan untuk
perdagangan atau lainnya.

5.Harta itu memenuhi jumlah standar minimal (nishab).

Bila suatu harta belum memenuhi jumlah tertentu, maka belum ada kewajiban zakat atas
harta itu. Namun sebaliknya, bila jumlahnya telah sampai pada batas tertentu atau lebih, barulah
ada kewajiban zakat atasnya. Jumlah tertentu ini kemudin disebut dengan istilah nishab.

6. Harta itu telah dimiliki untuk jangka waktu tertentu (haul)

Haul artinya masa kepemilikan harta telah cukup satu tahun untuk harta-harta tertentu.
Masa satu tahundihitung berdasarkankalender hijriyah, bukan dengan hitungan tahun masehi.
Dengan demikian, hitungan jumlah hari dalam setahun dalam kalender hijriyah lebih sedikit
dibandingkan kalender masehi. Bila seseorang pada tanggal 15 Rajab 1434 H mulai memiliki
harta yang memenuhi syarat wajib zakat, maka setahun kemudian pada tanggal 15 Rajab 1435 H
dia wajib mengeluarkan zakat atas harta itu.

7. Harta itu lebih melebihi kebutuhan pokok.

Yang dimaksud adalah kebutuhan untuk bisa membiayai hidup diri dan keluarga,
misalnya untuk makan, pakaian, rumah, pajak dan kebutuhan sehari-hari.

8. Pemiliknya tidak memiliki hutang.

Bila seseorang memiliki harta yang memenuhi kriteria di atas, namun dirinya sendiri
punya hutang kepada pihak lain, maka dia tidak lagi punya kewajiban membayar zakat, jika
hutang yang harus dibayar itu membuat harta yang dimilikinya tidak lagi memenuhi nishab
zakatnya.

2.1.3 Macam-macam zakat

Secara garis besar zakat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

Zakat maal dan zakat fitrah.

Secara etimologis, maal artinya harta, uang, barang, dan ternak. Sedangkan secara
terminologis, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maal (harta) adalah segala yang
dianggap sebagai benda yang dapat dipergunakan manfaatnya atau dinilai harganya sebagai
harta, dengan berbagai jenisnya dan berapapun nilainya. Yang dimaksud zakat maal adalah zakat
yang diwajibkan atas harta (maal) dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh agama.

Sedangkan fitrah secara etimologis artinya berbuka, suci, menciptakan dan membelah.
Yang dimaksud zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap orang Islam tanpa kecuali
sebelum Shalat Idul Fitri dilaksanakan menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama.

1. Zakat Maal

Adapun ketentuan harta yang wajib dizakatkan dalam zakat maal adalah sebagai berikut:

a. Zakat Tanaman

Kewajiban zakat pertanian didasarkan pada QS. Al-An’am: 141 yang berbunyi:

‫َو ُهَو اَّلِذ ْٓي َاْنَش َا َج ّٰن ٍت َّم ْع ُرْو ٰش ٍت َّو َغْيَر َم ْع ُرْو ٰش ٍت َّوالَّنْخ َل َو الَّز ْر َع ُم ْخ َتِلًفا ُاُك ُلٗه َو الَّز ْيُتْو َن َو الُّر َّم اَن ُم َتَش اِبًها َّو َغْيَر ُم َتَش اِبٍۗه ُك ُلْو ا ِم ْن‬
‫َثَم ِر ٖٓه ِاَذ ٓا َاْثَم َر َو ٰا ُتْو ا َح َّقٗه َيْو َم َحَص اِد ٖۖه َو اَل ُتْس ِرُفْو اۗ ِاَّنٗه اَل ُيِح ُّب اْلُم ْس ِرِفْيَۙن‬

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak
merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan
berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”, (QS. Al-An’am: 141).

Yang dimaksud dengan “tunaikan haknya” dalam ayat di atas adalah perintah
mengeluarkan zakat tanaman. Berdasarkan ayat di atas juga mengindikasikan bahwa kewajiban
mengeluarkan zakat tanaman pada waktu panennya, jika musim panennya teratur. Jika musim
panennya tidak teratur, boleh dikeluarkan kapan saja setelah mempertimbangkan kemaslahatan
pemilik tanaman, misalnya sekali 6 bulan atau sekali setahun.

Adapun nishab (jumlah minimal kepemilikan) tanaman yang dimiliki adalah 5 wasaq.
Jika dihitung, 1 wasaq itu sama dengan 60 sha’. 1 sha’ sama dengan 2,176 kg. jadi 5 wasaq sama
dengan 5 x 60 = 300 sha’. Dengan demikian, maka 300 sha’ x 2,176 kg = 652,8 kg. Jika
dibulatkan menjadi 653 kg berat tanaman atau harganya.
Dari nishab tersebut, zakat tanaman yang wajib dikeluarkan adalah 5% jika proses
pengolahannya menggunakan teknologi (biaya). Adapun apabila tidak menggunakan teknologi
zakatnya adalah 10%. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi saw yang artinya “Dari Salim Bin
Abdullah ra, dari Nabi saw bersabda: taaman yang disiram dengan air hujan, mata air atau
atsariyyan (tanaman yang tidak membutuhkan pengairan/pemeliharaan), zakatnya adalah
sepersepuluh (10%), sedangkan yang disiram dengan peralatan, zakatnya setengah dari
sepersepuluh (5%). HR. Al-Bukhari: 1388).

b. Zakat Perniagaan
Nishab zakat perdagangan adalah harga 85 gram emas murni, 24 karat, yng uah mencapai
satu tahun (haul). Adapun perhitungan haul (satu tahun) dalam zakat adalah berdasarkan tahun
qamariyah atau tahun hijriyah. Sedangkan untuk besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari
nilai seluruh harta perniagaan yang dimiliki.

c. Zakat Hewan Ternak


Dalam bahasa Arab, hewan ternak disebut dengan kata Al-An'am. Kata ini juga
merupakan nama salah satu surat di dalam Al-Qur'an yang berada pada urutan ke-6. Merujuk
kepada pengertian hewan ternak, kewajiban zakat hanya terbatas pada hewan yang diternakkan
seperti sapi dan kerbau, kambing, dan unta. Sedangkan untuk hewan peliharaan lainnya yang
bukan untuk diternak seperti kucing atau burung peliharaan tidak ada kewajiban zakat atasnya.
Berikut penjelasan tentang ketentun zakatnya:
1) Sapi dan kerbau
Sapi dan Kerbau. Tiap 30 ekor wajib dikeluarkan zakatnya seekor anak sapi berumur satu
tahun atau lebih, dan tiap 40 ekor dikeluarkan zakatnya seekor anak sapi berumur dua tahun
atau lebih.
2) Kambing
Mulai dari 40 ekor sampai 120 ekor dikeluarkan zakatnya seekor kambing. Mulai dari
121 sampai 200 dikeluarkan zakatnya 2 ekor kambing. Mulai 201 sampai 300 ekor
dikeluarkan zakatnya 3 kambing. Setelah itu, setiap tambahan 100 ekor, dikeluarkan zakatnya
seekor kambing.
3) Unta
Setiap berjumlah 5 ekor, maka zakatnya 1 ekor kambing. Jika berjumlah 25 sampai 35
ekor, maka zakatnya 1 anak unta betina berumur 1 tahun lebih. Jika berjumlah 36 sampai 45
ekor, maka zakatnya 1 anak unta betina berumur 2 tahun lebih. Bila berjumlah 46 sampai 60
ekor, maka zakatnya 1 anak unta betina berumur 3 tahun lebih. Jika berjumlah 61 sampal 25
ekor, maka zakatnya 1 anak unta berumur 4 tahun lebih Apabila mencapai 76 sampai 90 ekor,
maka zakatnya 2 anak unta betina berumur 2 tahun lebih. Apabila mencapai 91 sampai 120
ekor, maka zakatnya 2 anak unta betina berumur 3 tahun lebih.
Sedangkan ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi oleh hewan yang dijadikan zakat
adalah:
1). Hewan itu tidak ada cacat, sehat, tidak patah kakinya, tidak kurus, tidak tua sekali hingga
giginya tanggal semua. Kecuali bila semua hewan yang dimilikinya punya cacat yang sama.
2). Digembalakan. Maksudnya hewan ini dilepas di padang rumput, bukan hewan yang
dijadikan pekerja seperti untuk membajak sawah atau dijadikan tunggangan, atau dipelihara di
dalam kandang dengan maksud akan diambil susunya, atau untuk dijadikan pembiakan, atau
akan dipotong (sembelih) dagingnya.
3). Hewan itu jinak (tidak liar), yaitu hewan itu adalah hewan yang sengaja dipelihara, bukan
hewan-hewan liar.

d. Zakat Emas
Adapun nishab emas adalah 20 dinar (emas murni) atau sama dengan 85 gram. Penetapan
nishab emas ini karena berdasarkan perhitungan bahwa 1 dinar (atau 1 mitsgal uang emas) sama
dengan 4,25 gram. Jadi 20 dinar x 4,25 gram = 85 gram. Setelah satu tahun (haul), jumlah zakat
yang wajib dikeluarkan adalah 2.5 % atau 1/40 (rubu ul usyr). Hal ini di sandarkan pada hadist:
‫َع ْن َع َلَّي َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َع ْن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِبَبْع ِض َأَّو ِل َهذا الَحِد يِث َقاَل َفِإَذ ا َكاَنْت َلك ِم اَنَنا ِد ْر َهم َو َح اَل َع َلْيَها‬
‫الَح ْو ُل َفِفيَها خْمَس ُة َد َر اِهَم َو َلْيَس َع َلْيَك َش ْي ٌء َيْع ِني ِفي الَّذ َهِب َح َّتى َيُك وَن َلَك ِع ْش ُروَن ِد يَناًرا َفِإَذ ا َك اَن َلَك ِع ْش ُروَن ِد يَناًرا َو َح اَل‬
‫َع َلْيَها اْلَخ ْو ُل َفِفيَهاَيْص ُف ِد يَناٍر‬
Artinya: Dari Jalil radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan sebagian
permulaan hadits ini berkata, kemudian apabila engkau memiliki dua ratus dirham, dan telah
mencapai haul maka padanya terdapat zakat lima dirham, dan engkau tidak berkewajiban apapun
yaitu pada emas hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Maka apabila engkau memiliki uang
dua puluh dinar dan telah mencapai haul maka padanya zakat setengah dinar. (Syakir
Jamaluddin, 2013: 204).

e. Zakat Perak
Berdasarkan perhitungan sekarang, nishab 200 dirham uang perak sama dengan 595
gram. Karena berat 1 dirham perak = 2.975 gram. Jadi 200 dirham perak x 2,975 gram = 595,2
gram, Jika dibulatkan menjadi 595 gram.
Jika seseorang telah memiliki perak seberat 595 gram dan telah mencapai haul (satu
tahun), maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

f. Zakat Rikaz (Harta Temuan) dan Ma'din (Tambang)


Rikaz adalah harta temuan, yaitu harta benda purbakala yang ditemukan, baik karena
usaha ataupun tanpa usaha manusia, seperti emas, perak dan lainnya.

Kewajiban zakat rikaz dan ma'din didasarkan pada surat Al-Baqarah: 267 dan Al-An'am: 141
dan hadis Nabi saw:

‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َأَّن َر ُسوَل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل اْلَع ْج َم اُء ُج َباٌر َو اْلِبْثُر ُج َباُر َو اْلَم ْع ِد ُن ُج َباٌر َو ِفي الِّر َك اِز‬
‫;اْلُح ُم ُس‬
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Al-‘Ajma’ (tindakan
pelanggaran yang dilakukan oleh binatang) adalah jubar (bebas dari hukuman), sumur adalah
jubar barang tambang adalah jubar, dan pada rikaz ada kewajiban (zakat) seperlima (20%). (HR.
Al-Bukhari: 1403).

Berdasarkan hadis di atas, besar zakat rikaz adalah 20% yang dikeluarkan pada saat
barang tersebut ditemukan, tanpa mempertimbangkan nishab dan haul. Tetapi jika rikaz tersebut
diproses melalu tenaga profesional dan membutuhkan kerja keras, maka zakatnya sama dengan
zakat profesi.

g. Zakat Profesi

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari usaha yang halal dan dapat
mendatangkan harta (uang) yang relatif banyak dengan cara mudah, baik melalui suatu keahlian
tertentu atau tidak, misalnya pegawai tinggi di BUMN, dokter spesialis pejabat tinggi Negara,
investor dan lainnya. Sebagai sebuah usaha, profesi bisa mendapatkan hasil secara teratur,
termasuk juga waktunya (misalnya gaji tetap bulanan) atau dapat juga tidak teratur.

Dalam teknis pelaksanannya, harta yang wajib dikeluarkan dari zakat profesi adalah
semua penghasilannya seperti: gaji, upah, honor, insentif, fee dan sebagainya. Baik sifatnya tetap
dan rutin atau bersifat temporal atau insidentil.
Dasar kewajiban terhadap zakat profesi adalah:

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأْنِفُقوا ِم ْن َطِّيَباِت َم ا َك َس ْبُتْم َوِمَّم ا َأْخ َر ْج َنا َلُك ْم ِم َن اَأْلْر ِض َو اَل َتَيَّمُم وا الَخ ِبيَث ِم ْنُه ُتْنِفُقوَن َو َلْس ُتْم‬
‫ِبآِخِذ يِه ِإاَّل َأْن ُتْغ ِم ُضوا ِفيِه َو اْعَلُم وا َأَّن َهَّللا َغ ِنٌّي َحِم يٌد‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya dan
ketahuilah, Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (QS. Al-Baqarah: 267).

Zakat profesi disamakan dengan zakat perdagangan. Analogi profesi dengan perdagangan
dilihat dari aspek jual-belinya Dalam jual beli, yang diperdagangkan adalah barang sedangkan
pada profesi, yang diperdagangkan adalah keahlian, skill atau jasanya. Dengan demikian, besar
zakat yang dikeluarkan adalah 2.5% dari minimal penghasilan senilai 85 gram emas dalam
jangka waktu satu tahun, setelah dikurangi kebutuhan pokok Meskipun demikian ada juga ulama
yang menyamakan zakat profesi dengan zakat tanaman (zuru’), bahkan rikaz (harta karun).

2. Zakat Fitrah

a. Arti Dan Kedudukan Zakat Fitrah

Zakat fitrah atau disebut dengan shadaqah al-fithr adalah salah satu bentuk zakat yang
diwajibkan Allah bagi setiap Muslim, laki-laki, wanita, tua, muda, anak-anak, dan dewasa karena
berbuka (al-fithr) untuk mengakhiri bulan Ramadhan. Dasar kewajiban zakat fitrah adalah:

‫َع ْن اْبِن ُع َم َر َرِض َي ُهللا َع ْنُهَم ا َقاَل َفَرَض َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َزَكاَة اْلِفْطِر َص اًعا ِم ْن َتْم ٍر َأْو َص اًعا ِم ْن‬
‫َش ِع يٍر َع َلى اْلَع ْبِد َو الَخ ِّر َو الَّذ َك ِر َو اُأْلنَثى َو الَّص ِغ يِر َو اْلَك ِبيِر ِم ْن اْلُم ْس ِلِم يَن‬
Artinya: Dari Ibnu Umar ra berkata: Rasulullah sato metoajib- kan zakat fithr bulan
Ramadhan kepada manusia sebesar satu shaa' kurma atau sya'ir, yaitu kepada setiap orang
merdeka, budak, laki- laki dan perempuan dari orang-orang muslim. (HR. Al-Bukhari: 1407).
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa zakat fitrah disyariatkan pertama kali pada bulan
Sya'ban tahun kedua Hijriyah. Tepat pada tahun diwajibkannya puasa bulan Ramadhan, dan
sebelum diwajibkannya zakat maal (harta).

b. Ukuran, Waktu dan Sasaran Pembayaran

Ukuran zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah satu sha’ gandung, kurma atau
makanan sehari-hari. Bila dikonversikan ke bentuk beras menjadi 2,176 kg atau dibulatkan
menjadi 2,5 kg. Dalam mazhab Hanafi, pembayarannya boleh dikonversikan dalam bentuk uang
seharga 1 sha' (2,5 kg) itu sesuai dengan jenis makanan di negeri masing-masing.
Muhammadiyah juga sependapat dengan mazhab Hanafi.

Zakat fitrah wajib diberikan pada malam 1 Syawwal hingga Shalat Idul Fitri. Boleh juga
dikeluarkan sebelum 1 Syawwal. Bagi yang mengeluarkan zakat fitrah setelah orang selesai
menunaikan Shalat Idul Fitri dianggap mengeluarkan sedekah biasa, bukan dinilai sebagai zakat
fitrah. Zakat fitrah diberikan khusus kepada fakir miskin dan tidak boleh kepada yang lain. Hal
ini didasarkan pada hadis Nab saw:

‫َع ْن اْبِن َعَّباٍس َقاَل َفَرَض َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َزَكاَة اْلِفْطِر َظْهَر َة ِللَّصاِئِم ِم ْن الَّلْغ ِو َو الَّر َفِث َو ُطْع َم ًة‬
‫ِلْلَم َس اِكيِن َم ْن َأَّد اَها َقْبَل الَّص اَل ِة َفِهَي َزَك اًة َم ْقُبوَلٌة َو َم ْن َأَّد اَها َبْع َد الَّص اَل ِة َفِهَي َص َد َقًة ِم ْنالَّصَد َقاِت‬
Artinya: Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah sebagai
pembersih orang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor, serta sebagai makanan bagi
orang miskin. Barang siapa yang mengeuarkannya sebelum Shalat Idul Fitri, maka ia termasuk
zakat yang diterima, dan barang siapa yang mengeluarkannya setelah Shalat Idul Fitri, maka ia
termasuk sedekah biasa (tidak termasuk zakat fitrah). (HR. Abu Daud: 1371).

Mayoritas ulama berpendapat bahwa boleh dimajukan pembayaran zakat fitrah dua tiga
hari sebelum malam 1 Syawwal Bahkan ada juga yang membolehkan sejak awal Ramadhan.

c. Orang Yang Membayarkan Zakat Fitrah

Pada dasarnya yang berkewajiban untuk membayarkan zakat fitrah adalah orang yang
menanggung nafkah seseorang dan memiliki kelebihan dari kebutuhan pada malam Idul Fitri.
Dalam hal ini, umumnya adalah ayah atau suami yang menjadi pimpinan dalam sebuah keluarga.
Namun dalam pelaksanaannya, bila ada di antara anggota keluarga yang ingin membayarkannya
dengan sepengetahuan atau izin dari ayah atau suami, maka hal itu dibolehkan. Adapun tentang
bayi dalam kandungan, mayoritas ahli hukum Islam menyepakati bahwa bayi yang masih dalam
kandungan tidaklah diwajibkan untuk dikeluarkan zakat fitrahnya. Karena meski dia seorang
calon manusia, tapi belum dianggap sebagai manusia yang utuh. Sehingga kalau belum lahir
pada saat hari raya Idul Fitri, maka tidak perlu dizakatkan.

2.1.4Mustahiq Zakat (Sasaran Zakat)

Pengertian mustahik zakat adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Terdapat
tiga pendapat tentang orang yang menerima zakat tersebut, khususnya zakat fitrah.

Melansir situs Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), berikut penjelasan dari masing-
masing golongan orang yang menerima zakat. 8 Golongan Mustahik Zakat:

1. Fakir adalah orang yang hampir tidak mempunyai apa-apa sehingga menyebabkannya
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2. Miskin adalah orang yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar.
3. Amil adalah orang yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
4. Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menguatkan tauhid dan syariah.
5. Riqab adalah budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri sendiri.
6. Gharimin adalah orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam
mempertahankan jiwa dan izzah.
7. Fisabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah seperti dakwah, jihad, dan
semacamnya.
8. Ibnu Sabil adalah orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan ketaatan kepada Allah.

Dari delapan kelompok yang menjadi sasaran zakat tersebut, maka yang harus menjadi
prioritas adalah yang sangat membutuhkan, kemudian yang berada di sekitar tempat tinggal dan
kerabat dekat.

Zakat tidak boleh di berikan kepada kerabat nabi Muhammad saw, keturunan dan budak
mereka (PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Tt: 156); zakat juga tidak boleh diberikan kepada
orang yang menjadi tanggungjawab para wajib zakat seperti istri, orang tua, kakek-nenek, dan
anak-ananknya (Dewan Syari,ah Lizaz Muhammadiyah, 2013: 63-65). Zakat juga tidak boleh di
berikan kepada orang kaya dan orang yang mampu dan masih kuat bekerja (Yusuf Qardawi,
2007: 515-525 dan 673-679).

2.1.5 Hikmah Zakat

1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan a


khlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir da
n rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki.
2. Menolong, membantu dan membina kaum dhu’afa (orang yang lemah secara ekonomi) m
aupun mustahiq lainnya ke arah kehidupannya yang lebih baik dan lebih sejahtera
3. Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh
ummat Islam.
4. Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diha
rapkan akan lahir masyarakat makmur dan saling mencintai (marhammah) di atas prinsip
ukhuwah Islamiyyah dan takaful ijtima’i.
5. Menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
6. Menghilangkan kebencian, iri, dan dengki dari orang-orang sekitarnya kepada yang hidup
berkecukupan, apalagi kaya raya serta hidup dalam kemewahan. Sementara, mereka tidak
memiliki apa-apa, sedang tidak ada uluran tangan dari orang kaya kepadanya.
7. Dapat menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa (tazkiyatun nafs), menumbuhkan akhl
ak mulia, murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan, dan mengikis sifat bakhil atau kiki
r serta serakah. Dengan begitu, suasana ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan Al
lah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.
8. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (social di
stribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.
9. Zakat adalah ibadah mâliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pe
merataan karunia Allah SWT dan merupakan perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanus
iaan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengi
kat batin antara golongan kaya dengan golongan miskin dan sebagai penimbun jurang ya
ng menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.
10. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, di mana hubungan seseorang dengan ya
ng lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi
yang aman, tenteram lahir batin.
11. Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: u
matan wahidah (umat yang bersatu), musâwah (umat yang memiliki persamaan derajat da
n kewajiban), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), dan takâful ijtima’i (sama-sama
bertanggung jawab).
2.2 Pengertian Haji

Secara etimologis, haji artinya berniat (al-qashdu) atau sengaja, berziarah, mengunjungi, dan
pergi (Ahmad Warson Munawwir,1984: 250). Sedangkan secara terminologis, haji adalah bernia
t mengunjungi Ka’bah di Makkah untuk mengerjakan ibadah tertentu, atau mengunjungi tempat-t
empat tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan melakukan perbuatan tertentu (Majelis Tarjih d
an Tajdid PP Muhammadiyah, 2007: 206).

Pelaksanaan haji selalu disertakan juga dengan pelaksanaan umrah. Mayoritas ahli hukum isl
am mengatakan umrah saat berhaji merupakan kewajiban yang tidak bisa dipisahkan (QS.Al-Baq
arah: 196), meskipun keduanya berbeda. Karena itu pembahasan haji selalu dikaitkan dengan um
rah.

Haji adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam yang mampu secara fisik
dan finansial untuk melakukan perjalanan ke Mekah, Saudi Arabia, setidaknya sekali dalam
seumur hidup. Ibadah haji dilaksanakan pada bulan Zulhijjah, bulan ke-12 dalam kalender
Hijriyah, dan merupakan salah satu rukun Islam yang lima.

Ibadah haji terdiri dari beberapa tahapan dan rukun yang harus dilaksanakan dengan benar
dan sempurna. Rukun-rukun haji terdiri dari:

 Ihram: merupakan niat untuk memulai ibadah haji yang diucapkan saat memasuki
wilayah miqat (tempat di mana jamaah haji mulai memakai pakaian ihram).
 Tawaf: melakukan tujuh putaran mengelilingi Ka'bah di Masjidil Haram.
 Sa'i: melakukan tujuh kali perjalanan bolak-balik antara bukit Shafa dan bukit Marwah.
 Wuquf di Arafah: berada di padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah untuk berdoa,
bertawasul, dan memperbanyak ibadah.
 Mabit di Muzdalifah: menginap di Muzdalifah pada malam hari setelah berada di Arafah.
 Mina: melempar jumrah (tiga patung batu) di Mina pada tanggal 10 Zulhijjah.
 Tawaf Ifadhah: melakukan tawaf di Ka'bah setelah melempar jumrah.
 Tasyrik: melakukan ibadah dan melempar jumrah pada tiga hari setelah Idul Adha di
Mina.

Setelah menyelesaikan rukun-rukun haji, jamaah haji kemudian melakukan pemotongan


rambut (taqseer), melepas pakaian ihram, dan kembali ke kehidupan sehari-hari.

Ibadah haji memiliki makna yang sangat penting bagi umat Islam. Selain mempererat
hubungan dengan Allah SWT, haji juga mengajarkan pentingnya persaudaraan dan kebersamaan
di antara umat Islam. Melalui ibadah haji, jamaah haji dapat memperdalam pengetahuan agama
Islam, meningkatkan kesabaran dan keteguhan hati, serta memperoleh keberkahan dari Allah
SWT.

Namun, penting untuk diingat bahwa ibadah haji tidak semata-mata tentang menunaikan
kewajiban ritual semata, tetapi juga tentang meningkatkan kualitas spiritual dan moral kita
sebagai umat manusia. Oleh karena itu, penting bagi setiap jamaah haji untuk mempersiapkan
diri dengan baik, baik secara fisik maupun mental, agar dapat menunaikan ibadah haji dengan
benar dan bermakna.

2.2.1 Kedudukan dan Hukum Haji

Ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam yang kelima. Kewajiban melaksanaka
n haji diperintahkan bagi setiap Muslim mukallaf (baligh dan berakal), sekali seumur hidupn
ya, merdeka dan mempunyai kesanggupan atau istitha’ah. (Sayyid Sabiq, 1983:530). Hal ini
dipahami berdasarkan firman Allah sw:
‫ٌۢت‬
‫ِفْيِه ٰا ٰي َبِّيٰن ٌت َّم َقاُم ِاْبٰر ِهْيَم ۚە َو َم ْن َد َخ َلٗه َك اَن ٰا ِم ًناۗ َو ِهّٰلِل َع َلى الَّناِس ِح ُّج اْلَبْيِت َمِن اْسَتَطاَع ِاَلْيِه َس ِبْياًل ۗ َو َم ْن َكَفَر َفِاَّن َهّٰللا َغ ِنٌّي َع ِن‬
‫اْلٰع َلِم ْيَن‬

Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang myata, (di antaranya) maqam Ibrahim; baran
gsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerl
ukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Ali Imran 3:97)
Kesanggupan atau istitha’ah dijadikan sebagai syarat menunaikan ibadah haji. Kriteria istith
a’ah dapat dinilai jika terpenuhi berbagai macam aspek. (Syakir Jamaluddin, 2013: 250-151; Say
yid Sabiq, 1983: 531-533), yaitu:

1. Finansial: Memiliki uang yang cukup untuk membayar Ongkos Naik Haji (ONH) yang juml
ahnya setiap tahun ditentukan oleh Pemerintah berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Dalam biaya itu sudah termasuk living cost (biaya hidup
selama melaksanakan ibadah haii). Bagi yang mempunyai tanggungan keluarga di tanah air,
harus ada jaminan ketersediaan finansial bagi mereka selama ditinggalkan.
2. Kesehatan: Cukup sehat untuk melaksanakan ibadah haji. Tidak menjadi syarat harus sehat s
ecara sempurna, yang penting tidak memiliki halangan kesehatan untuk melaksanakan ibada
h haji.
3. Keamanan: Terjamin keamanan baik dalam perjalanan maupun selama berada di Makkah da
n tempat-tempat ibadah haji lainnya.
4. Transportasi: Tersedia alat transportasi yang diperlukan, baik udara, laut ataupun darat.
5. Kuota, yaitu mendapat porsi untuk menunaikan ibadah haji. Saat ini jumlah calon jamaah ha
ji dari seluruh dunia sudah sangat besar, sehingga tanah suci Makkah tidak lagi mampu men
ampung orang yang ingin berhaji. Karena itu, Pemerintah Kerajaanan Arab Saudi membuat
kebijakan dengan menetapkan kuota calon jamaah haji 1/1000 bagi setiap negara. Artinya da
ri setiap 1000 orang penduduk diberi jatah satu orang untuk melaksanakan ibadah haji. Jika
penduduk Muslim Indonesia 215 juta jiwa, maka kuota Indonesia adalah 215.000 jiwa setiap
tahun. Atas dasar inilah jika syarat-syarat lain sudah terpenuhi, tetapi jika tidak mendapatkan
kuota, maka dipandang belum memenuhi unsur istitha’ah.
6. Tidak ada halangan syar'i lainnya, misalnya karena tua, sakit dan lainnya.

Perintah haji juga ditemukan dalam surat Al-Haj 27-28 yang berbunyi:

‫ۙ َو َاِّذ ْن ِفى الَّناِس ِباْلَح ِّج َيْأُتْو َك ِر َج ااًل َّوَع ٰل ى ُك ِّل َض اِم ٍر َّيْأِتْيَن ِم ْن ُك ِّل َفٍّج َع ِم ْيٍق‬

‫َيْش َهُد ْو ا َم َناِفَع َلُهْم َو َيْذ ُك ُروا اْس َم ِهّٰللا ِفْٓي َاَّياٍم َّم ْع ُلْو ٰم ٍت َع ٰل ى َم ا َر َز َقُهْم ِّم ْۢن َبِهْيَم ِة اَاْلْنَع اِۚم َفُك ُلْو ا ِم ْنَها َو َاْطِع ُم وا اْلَبۤا ِٕىَس اْلَفِقْيَر‬

Artinya: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan dat
ang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai unta yang kurus yang datang dari segen
ap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berik
an kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (Q.S. Al-Hajj: 27-28)

Dalam hadis, perintah haji merupakan pelaksanaan rukun Islam yang kelima. Hadis tersebut
berbunyi:

‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس‬: ‫َع ْن اْبِن ُع َم َر َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا َقاَل‬

‫ َو َص ْو ِم َر َم َض اَن‬، ‫ َو اْلَح ِّج‬،‫ َو ِإيَتاِء الَّز َك اِة‬،‫ َوِإَقاِم الَّص َالِة‬،‫ َش َهاَد ِة َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهَّللا َو َأَّن ُمَحَّم ًدا َر ُسوُل ِهَّللا‬:‫ُبِنَي اِإل ْسالُم َع َلى َخ ْم ٍس‬.

Artinya: Dari Ibn Umar, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: agama Islam dibangun atas
dasar lima unsur, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah; mendirikan shalat; berhaji; membayar zakat dan berpuasa pada bulan Ramadhan.
(HR. Al-Bukhari: 7; Muslim: 21).

Kewajiban menunaikan ibadah haji hanya satu kali dalam seumur hidup, berdasarkan hadis
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw saat berkhutbah mengatakan:

‫َع ْن َأِبي ُهَر ْي َر َة َقاَل َخ َطَبَنا َر ُسوُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل َأُّيَها الَّناُس َقْد َفَر َض الَّلُه َع َلْيُك ْم اْلَح َّج َفُحُّج وا َفَقاَل َر ُجٌل‬
‫َأُك َّل َعاٍم َيا َر ُسوَل الَّلِه َفَس َكَت َح َّتى َقاَلَها َثاَل ًثا َفَقاَل َر ُسوُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َلْو ُقْلُت َنَعْم َلَو َج َبْت َو َلَم ا اْسَتَطْع ُتْم ُثَّم َقاَل‬
‫َذ ُروِني َم ا َتَر ْكُتُك ْم َفِإَّنَم ا َهَلَك َم ْن َك اَن َقْب َلُك ْم ِبَك ْث َر ِة ُسَؤ اِلِه ْم َو اْخ ِتاَل ِفِه ْم َع َلى َأْنِبَياِئِه ْم َفِإَذ ا َأَم ْر ُتُك ْم ِبَش ْي ٍء َفْأُتوا ِم ْنُه َم ا اْسَتَطْع ُتْم َو ِإَذ ا‬
‫َنَهْيُتُك ْم َع ْن َش ْي ٍء َفَدُعوُه‬

Artinya: Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam


menyampaikan khutbah kepada kami seraya bersabda: "Wahai sekalian manusia, Allah telah
mewajibkan atas kalian untuk menunaikan ibadah haji. Karena itu, tunaikanlah ibadah haji."
Kemudian seorang laki-laki bertanya, "Apakah setiap tahun ya Rasulullah?" beliau terdiam
beberapa saat, hingga laki-laki itu mengulanginya hingga tiga kali. Maka beliau pun bersabda:
"Sekiranya aku menjawab, 'Ya' niscaya akan menjadi kewajiban setiap tahun dan kalian tidak
akan sanggup melaksanakannya. Karena itu, biarkanlah apa adanya masalah yang kutinggalkan
untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu mendapat celaka karena mereka
banyak tanya dan suka mendebat para nabi mereka. karena itu, bila kuperintahkan mengerjakan
sesuatu, laksanakanlah sebisa-bisanya, dan apabila kularang kalian mengerjakan sesuatu, maka
hentikanlah segera."(HR. Muslim: 2380).
Adapun ibadah haji yang dilaksanakan lebih dari satu kali hukumnya tathawwu’, artinya
hukumnya sunah (HR. Ahmad, Abu Daud dan an-Nasa’I dan juga hakim yang menyatakan
kesahihannya).

Dalam pandangan agama, bagi orang yang telah sanggup (istitha’ah) berdasarkan kriteria
di atas, sebaiknya segera mendaftarkan diri dan berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan
ibadah haji. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: Barang siapa
hendak menunaikan ibadah haji, hendaklah dia segera melakukannya, karena mungkin di masa
yang akan datang ada yang sakit, hilang kendaraanya atau keperluan lainnya (HR. Ahmad,
Baihaqi, Thahawi, Ibnu Majah).

2.2.2Keutamaan Haji

Adapun keutamaan melaksanakan haji yang mabrur adalah merupakan salah satu amalan ya
ng paling utama dalam Islam. Dalam hadis disebutkan:

‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َقاَل ُس ِئَل الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأُّي اَأْلْع َم اِل َأْفَض ُل َقاَل ِإيَم اٌن ِباِهَّلل َو َر ُسوِلِه ِقيَل ُثَّم َم اَذ ا َقاَل‬
‫ِج َهاٌد ِفي َس ِبيِل ِهَّللا ِقيَل ُثَّم َم اَذ ا َقاَل َح ٌّج َم ْبُرور‬

Artinya: Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah ditanya tentang perbuatan apa yang in
g utama? Beliau menjawab: Iman kepada Allah dan RasulNya. Kemudian ditanya apa lagi? Beli
au menjawab: jihad dijalan Allah. Kemudian ditanya apa lagi? Beliau menjawab: Haji mabrur.
(HR. Al-Bukhari: 1422, Muslim: 188).

Indikator haji mabrur adalah haji yang tidak tercampur dengan perbuatan dosa. Setelah seseo
rang berhaji rajin dan ringan melakukan ibadah serta kebajikan lainnya. Di samping itu, ia tetap
menjaga diri dari perbuatan maksiat dan tercela (Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiy
ah, 2003, I: 120).

Dalam sebuah hadis ditegaskan bahwa haji sama nilainya dengan jihad bagi perempuan:

‫ اْسَتْأَذْنُت الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِفي اْلِج َهاِد َفَقاَل‬: ‫َع ْن َعاِئَشَة ُأِّم اْلُم ْؤ ِمِنيَن َرِض َي ُهَّللا َع ْنَها َقاَلْت‬:
‫ِج َهاُد ُك َّن اْلَح ُّج‬
Artinya: Dari Aisyah, ummul mu'minin radliallahu 'anhal berkata: "Aku meminta izin kepad
a Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk berjihad, maka Beliau bersabda: "Jihad kalian adalah
haji" (HR. Al-Bukhari: 2663).

2.2.3 Badal haji

Badal haji adalah ibadah haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama orang lain yang
telah memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji, namun karena orang tersebut
berhalangan (uzur) sehingga tidak dapat melaksankannya sendiri, maka pelaksanaan ibadah haji
didelegasikan kepada orang lain. Orang lain tersebut mungkin anaknya, keluarganya atau
bahkan orang lain yang sama sekali. Demikian juga halangan (uzur) tersebut dapat berupa sakit,
usia tua atau telah meninggal dunia, padahal ia berkewajiban menunaikan ibadah haji (Majelis
Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2007: 170-171).

Badal haji boleh dilakukan dengan syarat:

1. Orang yang dibadal-hajikan telah memenuhi syarat wajib haji, tetapi berhalangan
melaksanakannya karena uzur

2. Orang yang dibadal-hajikan telah berniat atau bernazar untuk menunaikan ibadah haji.

3. Orang yang melakukan badal haji (pengganti) adalah anak atau saudara (kerabat) dan harus
telah berhaji terlebih dahulu (Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2007: 181).

2.2.4 Persiapan pelaksanaan haji

Sebelum berangkat ke tanah suci Makkah, calon haji dituntun agar:

1. Berpamitan dan Minta Ijin

Dalam prakteknya di Indonesia, khususnya masyarakat Lombok, pamitan dan minta ijin ini
dibuatkan acara khusus menjadi semacam walimatul hajj yang biasa dikenal dengan nama ziarah
haji atau syukuran haji. Agar lebih efesien dan efektif, sebaiknya ziarah atau syukuran haji
diadakan secara sederhana, tidak berlebih-lebihan sehingga menghabiskan uang yang banyak.

2. Membersihkan Harta
Harus ada jaminan bahwa harta untuk menunaikan ibadah haji yang dijadikan sebagai Biaya
Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) adalah halal dan baik. Artinya harta itu benar-benar diperoleh
dengan cara yang halal, telah dibayarkan zakat, fidyah, nadzar dan sebagainya. Hal ini disebabkan
karena ibadah haji merupakan ibadah amaliyah ruhiyyah sekaligus dan ibadah maliyah. Disebut
ibadah amaliyah ruhiyyah karena haji dilakukan dengan serangkaian perbuatan dan ucapan yang
telah disyari'atkan. Sedangkan penyebutan haji sebagai ibadah maliyah karena harus
mengeluarkan Ongkos Naik Haji (ONH) dalam jumlah yang cukup besar. Nabi bersabda:

‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأُّيَها الَّناُس إَّن هللا طيب ال ُيْقَبُل ِإاَّل َطِّيًبا‬

Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: wahai sekalian manusia
Allah itu zat yang baik. Dia tidak akan menerima kecuali yang baik juga. (HR. Muslim: 1686).

3. Mahram bagi perempuan

Jika dalam kondisi yang tidak aman, maka seorang perempuan yang akan menunaikan ibadah
haji harus didampingi oleh mahramnya. Tidak boleh seorang perempuan bepergian kecuali
bersama suami atau mahramnya. Nabi bersabda:

‫َع ْن اْبن َعَّباس َيُقوال َسِم ْع ُت الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْخ ُطُب َيُقوُل اَل َيْخ ُل َو َّن َر ُج ٌل ِب اْمَر َأٍة ِإاَّل َو َم َعَه ا ُذ و َتْح َر ٍم َو اَل ُتَس اِفُر‬
‫اْلَم ْر َأُة ِإاَّل َم َع ِذ ي َتْح َر ٍم َفَقاَم َر ُجٌل َفَقاَل َيا َر ُسوَل ِهَّللا ِإَّن اْمَر َأِتي َخ َر َج ْت َح اَّج ٌة والي اكُتِتْبُت ِفي َغ ْز َو ِة َك َذ ا َو َك َذ ا َقاَل اْنَطِلُق َفُحَّج َم َع‬
‫اْمَر َأِتَك‬

Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya ia mendengar Nabi saw bersabda: janganlah
seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita, kecuali disertai dengan mahramnya; dan
jangan pula seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya. Sedangkan jika terjamin
keamanannya, wanita boleh berhaji tanpa mahramnya. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw
dari 'Ady bin Abi Hatim yang bercerita tentang seorang perempuan tua dari kampung Hirah
datang sendirian melakukan thawaf di Ka'bah tanpa ada rasa takut (HR. Al-Bukhari: 3328).

4. Berdo'a

Melaksanakan ibadah haji memakan waktu yang relatif lama dan perjalanan panjang. Karena
itu agama mengajarkan tuntunan agar selalu berdo'a, salah satu do'a safar adalah seperti berikut:
a. Do'a ketika hendak berangkat membaca takbir (Allahu Akbar) tiga kali, lalu berdo'a:

‫ُسْبَح اَن اَّلِذ ي َس َّخ َر َلَنا َهَذ ا َو َم ا ُكَّنا َلُه ُم ْقِر ِنيَن َو ِإَّنا ِإَلى َر ِّبَنا َلُم ْنَقِلُبوَن الَّلُهَّم ِإَّنا َنْس َأُلَك ِفي َس َفِرَنا َهَذ ا اْلَبِّر َو الَّتْقَو ى َوِم َن اْلَع َم ل َم ا‬
‫َتْر َض ى الَّلُهم َهّو ْن َع َلْيَنا َس َفَر َنا َهَذ ا َو اْطِو َعَنا ُبْع َد ُه الَّلُهم َأْنَت الّصاِح ُب ِفي الَّس َفِر َو الَخ ِليَفُة ِفي اَأْلْهِل الَّلُهَّم ِإِّني َأُعوُذ ِب َك ِم ْن َو ْعَت اِء‬
‫الَّس َفِر َو َك اَبِة اْلَم ْنَظِر َو ُسوِء اْلُم ْنَقَلِب ِفي اْلَم اِل َو اَأْلْهِل‬

Artinya: Maha suci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan
kami (di hari kiamat). Ya Allah sesunggguhnya kami mohon kepada-Mu kebaikan dan ketakwaan
dalm perjalanan kami ini, dan perbuatan yang Engkau Ridlai, ya Allah mudahkanlah perjalanan
kami ini, dan pendekkanlah jauhnya. Ya Allah Engkaulah teman dalam perjalanan dan wakil
dalam keluarga. Ya Allah aku berlindung dari rintangan dalam perjalanan, pemandangan yang
menyedihkan dan kekecewaan di waktu kembali bagi harta dan keluarga. (HR. Muslim: 2392)

b. Do'a ketika hendak kembali pulang:

‫آيُبوَن َتاِئُبوَن َعاِبُد وَن ِلَر ِّبَنا َح اِم ُد وَن‬

Artinya: Kami kembali, bertaubat, beribadah dan memuji (bersyukur) kepada Tuhan kami.
(HR. Muslim: 2392).

c. Do'a ketika tiba kembali di tengah keluarga:

‫َتْو ا َتْو ًبا ِلَر ِّبَنا َأْو ًبا اَل ُيَغاِد ُر َع َلْيَنا َح ْو ًبا‬

Artinya: kami telah kembali, kembali kepada Tuhan kami, dan Tuhan mengampuni kami (HR.
Ahmad: 2197).

d. Do'a orang yang musafir saat berpamitan:

‫اْسَتْو َد ْعُتَك َهَّللا اَّلِذ ي ال ُيَض يُع َو َداِئَع ُه‬

Artinya: "Saya titipkan kamu kepada Allah yang tidak akan menyia-nyiakan titipan yang
dititipkan kepada-Nya. (HR. Ahmad: 8862).

e. Do'a kepada orang musafir:

‫َأْسَتْو ِد ُع َهللا ِد يَنَك َو َأَم اَنَتَك َو َخ َو اِتيَم َع َم ِلَك‬


Artinya: (Titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu dan akhir dari amalanmu) (HR. At-
Tirmizi: 3365).

2.3 Nikah

Menurut bahasa berasal dari kata nakaha yankihu nikahan yang berarti kawin. Dalil
istilah nikah berarti ikatan suami istri yang sah yang menimbulkan akibat hukum dan hak serta
kewajiban bagi suami isteri. [1] Dalam buku fiqih wanita yang dimaksud Nikah atau perkawinan
adalah Sunnatullah pada hamba-hamba-Nya. Dengan perkawinan Allah menghendaki agar
mereka mengemudikan bahtera kehidupan. Sunnatullah yang berupa perkawinan ini tidak hanya
berlaku dikalangan manusia saja, tapi juga didunia binatang. Allah Ta’ala berfirman:

َّ ‫ُك رْ وَ نْ م َتَذ ِ ن َلَع َّلُكَ شْ يٍ ءَ خَل ْ قَناَ زْ وَ ْج يَ وِ مْ ن ُك ِل‬

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan
kebersamaan Allah

Namun demikian, Allah SWT tidak menghendaki perkembangan dunia berjalan


sekehendaknya.Oleh sebab itu diatur-Nya lah naluri apapun yang ada pada manusia dan
dibuatkan untuknya prinsip-prinsip dan undang-undang, sehingga kemanusiaan manusia tetap
utuh, bahkan semakin baik, suci dan bersih.Demikianlah, bahwa segala sesuatu yang ada pada
jiwa manusia sebenarnya tak pernah terlepasdari didikan Allah.

Menurut pengertian sebagian fukaha, perkawinan ialah aqad yang mengandung


ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau ziwaj atau semakna
keduanya. Pengertian ini dibuat hanya melihat dari satu segi saja ialah kebolehan hukum, dalam
hubungan antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan.
Perkawinan mengandung aspek akibat hukum melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat
hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong-
menolong. Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung
adanya tujuan/maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT. Perkawinan ialah suatu aqad atau
perikatan untuk menghasilkan hubungan kelamin antara lakilaki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan kebahagian hidup berkeluarga yang meliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang
dengan cara yang diridhai Allah SWT.

2.3.1 Dasar Hukum Pernikahan

Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya dis
arankan untuk dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan Al Qur’
an dan Hadits adalah sebagai berikut :

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memp
erkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang d
engan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubu
ngan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ :
1).

”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang laya
k (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perem
puan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha
Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui” .(Q.S. An-Nuur : 32)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri da


ri jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tan
da-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar-Ruum : 21).

”Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk
menikah, hendaklah dia menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih men
jaga kemaluan. Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa; kar
ena berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”.

2.3.2 Rukun dan Syarat Nikah

1. Rukun perkawinan
a. Dua orang yang saling melakukan aqad perkawinan, yaitu mempelai laki-laki dan mem
pelai perempuan.

b. Adanya wali.

c. Adanya 2 orang saksi

d. Dilakukan dengan shighat(akad) tertentu. sighat (akad) yaitu perkataan dari pihak pere
mpuan seperti kata wali. tidak sah nikah kecuali dengan lafadz nikah.

2. Syarat dua mempelai Adapun syarat dua mempelai ialah :

a. Syarat pengantin pria

Syari'at islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami be
rdasarkan ijtihad para ulama, ialah:

1) Calon suami beragama islam.

2) Terang bahwa calon suami itu betul laki-laki.

3) Orangnya diketahui dan tertentu.

4) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.

5) Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon istriny
a halal baginya.

6) Calon suami ridha (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.

7) Tidak sedang melakukan ihram.

8) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.

9) Tidak sedang mempunyai istri empat.


b. Syarat calon pengantin perempuan

Syari'at islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami
berdasarkan ijtihad para ulama, ialah:

1) Calon suami beragama islam

2) Terang bahwa ia wanita, bukan Khuntsa.

3) Wanita itu tertentu orangnya.

4) Halal bagi calon suami.

5) Wanita tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam 'iddah.

6) Tidak dipaksa/ikhtiyar.

7) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.

Syarat-syarat wali

Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau wakilnya dengan
calon suami atau wakilnya.

Wali hendaklah seorang lelaki, muslim, baligh, berakal dan adil, artinya tidak fasik. Kare
na itu perkawinan tanpa wali dianggap tidak sah. Hal ini dilandaskan pada hadits Nabi SAW

‫)رواه الخمسة إال‬.‫ال نكاح إال بولى‬


‫أنسائى‬

"Tidak ada perkawinan tanpa wali." (HR. Al Khomsah kecuali An Nasaiy) Hanafi Tidak
mensyaratkan wali dalam perkawinan. Perempuan yang telah baligh dan berakal, boleh mengawi
nkan dirinya sendiri, tanpa wajib dihadiri oleh dua orang saksi, sedang Malik berpendapat, wali a
dalah syarat untuk mengawinkan perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan perempuan
awam.[3
Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad nikah oleh karena itu, tidak semua o
rang dapat diterima menjadi saksi atau wali.tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki beberap
a sifat sebagai berikut :

1. Islam. orang yang tidak beragama islam tidak sah menjdi wali atau saksi.

2. Balig. (sudah berumur 15 tahun)

3. Berakal

4. Merdeka

5. Laki-laki

6. Adil

Adapun yang dianggap sah menjadi wali mempelai perempuan ialah menurut susunan yang
akan diuraikan dibawah ini :

a. Bapaknya

b. Kakeknya (bapak dari bapak mempelai perempuan)

c. Saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.

d. Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.

e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.

f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.

g. Saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak)

h. Anak laki-laki pamanya dari pihak bapaknya

i. Hakim[4]
d. Syarat-syarat saksi

Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang, lelaki, muslim, baligh, berakal, m
elihat dan mendengar serta mengerti (faham) akan maksud akad nikah. Tetapi menurut Hanafi da
n Hambali, boleh juga saksi itu lelaki dan dua orang perempuan. Dan menurut Hanafi, boleh dua
orang buta atau dua orang fasik (tidak adil).

Selanjutnya orang tuli, orang tidur dan orang mabuk tidak boleh menjadi saksi.Sebagian
besar ulama berpendapat saksi merupakan syarat (rukun) perkawinan. Karena itu perkawinan (ak
ad nikah) tanpa dua orang saksi tidak sah. Inilah pendapat Syafi'i, Hanafi dan Hambali.

> Bersifat adil

Menurut imam Hanafi untuk menjadi saksi dalam perkawinan tidak di syaratkan harus or
ang yang adil, jadi perkawinan yang di saksikan oleh dua orang fasik hukumnya sah.

Golongan Syafi’I berpendapat saksi itu harus orang yang adil, sebagaimana tersebut dala
m hadis :’’ Tidak sah nikah tanpa wali dan dua orang saksi yang adil’’. Menurut mereka ini bila
perkawinan di saksikan oleh dua orang yang belum di kenal adil tidaknya, maka ada dua pendapa
t tetapi menurut Syafi’I kawin dengan saksi-saksi yang belum di kenal adil tidaknya, hukumnya s
ah.

>Perempuan Menjadi Saksi

Golongan Syafi’I dan Hambali mensyaratkan saksi haruslah laki-laki.Akad nikah dengan
saksi seorang laki-laki dan dua perempuan, tidak sah, tetapi golongan Hanafi tidak mengharuska
n syarat ini.Mereka berpendapat bahwa kesaksian dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan d
ua perempuan sudah sah.

>Harus Orang Merdeka

Abu Hanifah dan Syafi’I mensyaratkan orang yang menjadi saksi harus orang-orang yang
merdeka, tetapi Ahmad juga mengharuskan syarat ini.Dia berpendapat akad nikah yang di saksik
an dua orang budak, hukumnya sah sebagaimana sahnya kesaksian mereka dalam masalah-masal
ah lain, dan karena dalam al Qur’an maupun hadist tidak ada keterangan yang menolak seorang b
udak untuk menjadi saksi dan selama dia jujur serta amanah, kesaksiannya tidak boleh di tolak.

> Harus Orang Islam

Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang syarat-syarat menjadi saksi dalam perkawinan b
ilamana pasangannya terdiri dari laki-laki dan perempuan muslim,apakah saksinya harus beraga
ma islam? juga mereka berbeda pendapat jika yang laki-lakinya beragama islam, apakah yang m
enjadi saksi boleh orang yang bukan islam? Menurut Ahmad, Syafi’I dan Muhammad bin Al-Ha
san perkawinannya tidak sah, jika saksi-saksinya bukan islam, karena yang kawin adalah orang i
slam, sedang kesaksian bukan orang islam terhadap orang islam tidak dapat di terima.

Tetapi Abu Hanifah dan Abi Yusuf berpendapat bila perkawinan itu antara laki-laki musli
m dan perempuan ahli Kitab maka kesaksian dua orang Ahli Kitab boleh di terima. Dan pendapat
ini di ikuti oleh undang-undang perkawinan mesir.

2.3.3 Pengertian Rujuk

Mari kita bahas secara lengkap tentang pengertian rujuk terlebih dahulu. Pertama, rujuk a
tau dalam istilah hukum disebut Raj’ah, secara bahasa diartikan kembali. Suami yang rujuk deng
an istrinya, berarti ia telah kembali pada istrinya.

Kedua, pengertian rujuk menurut syara’ sebagaimana yang dinukil dalam kitab Fathul M
u’in adalah mengembalikan istri yang masih dalam ‘iddah talak bukan ba’in pada pernikahan se
mula. Menurut al-Mahalli rujuk ialah kembali kedalam hubungan perkawinan dari cerai yang bu
kan ba’in, selama dalam masa ‘iddah.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa rujuk hanya bisa dila
kukan ketika istri dijatuhkan talak raj’i (bukan ba’in) dan selama dalam masa ‘iddah. Rujuk adal
ah hak sepenuhnya bagi suami yang ditetapkan Allah SWT. Sekalipun tanpa persetujuan istri dan
wali-nya, rujuk tetap sah.

‫ بها ألنها فى حكم استدامة النكاح السابق ولذلك ل تحتاج الى الولى ورضا المرأة‬-‫ول يشترط فى الرجعة – الشهاد‬
(Al Mughny III : 211)

Syari’at rujuk telah Allah SWT tetapkan di dalam Al-qur’an:

َ‫ْ وَ س ر ْح وهَّ ن بَ مْ ع رْ وٍ ف َاْ وهَّ ن بْ م سك هَّ ن َف َاَ جَل َ ء َفَب َل ْ غَ ن َاَ سآ م الن ت ْق َّ َ و ا َذ ا‬،‫و َل تَ مْ ْع روٍ ف‬
231:‫َطلْ واْ م سك د َت ْ عَت ْ وهَّ ن ضَ راً را ل البقرة‬

Artinya: “Apabila kamu menthalaq istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir ‘iddahnya,
maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’
ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikia
n kamu menganiaya mereka”. [QS. Al-Baqarah 231]

Kemudian, di dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Umar bin Al
Khattab, beliau berkata: “Bahwa Rasulullah SAW telah mentalak Siti Hafsah binti Umar AlKhatt
ab, kemudian merujuknya”. Saat itu Rasulullah SAW berkata: “Jibril telah menemuiku, lalu berk
ata: Rujuklah Hafsah, karena dia wanita yang rajin berpuasa dan Qiyamullail. Sungguh, dia adala
h istrimu di syurga”. (HR. Abu Daud dan Periwayat dengan sanad yang hasan).

> Hukum Rujuk

Bukan saja pengertian rujuk yang harus Anda pahami, tetapi tentang hukum, syarat, ruku
n, dan contohnya harus juga dipelajari lebih mendalam. Perihal hukum rujuk, para ulama sepakat,
berdasarkan berdasarkan hukum asalnya yaitu mubah (boleh), kemudian bisa berubah menjadi
wajib, sunnah, makruh, dan haram, tergantung dari kondisi dan situasi dalam kasus perceraianny
a. Berikut hukum rujuk dan alasannya:

1. Mubah (boleh), adalah hukum asalnya Wajib, yaitu ketika suami memiliki istri lebih d
ari satu dan pernyataan talak dijatuhkan sebelum menyelesaikan hak-hak istri tersebut, maka waj
ib hukumnya bagi suami untuk kembali (rujuk) pada istri yang di talak-nya.

2. Sunnah, yaitu ketika percerian berdampak buruk bagi kedua belah pihak dan keluarga,
maka rujuk adalah jalan terbaik.
3. Makruh, yaitu apabila setelah perceraian segalanya menjadi lebih baik dibanding haru
s kembali (rujuk).

4. Haram, yaitu apabila dimaksudakan untuk menyakiti dan menganiaya salah satu pihak.

>Macam Rujuk

Macam-macam rujuk tidak lepas dari macam-macam talak, yakni ada dua:

1. Talak satu dan dua

Macam rujuk ini disebut juga dengan istilah rujuk talak raj’i. Sesuai pula dengan fir
man Allah SWT.

ٍ‫نْ حَ سا إْ و َت ْ س ريٌ ح بَ َ مْ ع روٍ ف أْ مَ ساٌ ك ب نَ فإَّ َطَل قَ َّم رَتا ال‬

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma
kruf atau menceraikan (talak ketiga) dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqarah : 229).

Dan diperkuat lagi dengan hadist rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh sahabat U
mar Radhiyallahu ‘Anhu dan dipastikan status hadisnya shahih. “Dari Ibnu Umar Rad
hiyallahu ‘Anhu, waktu itu beliau ditanya oleh seseorang dan ia berkata: “adapun eng
kau yang telah menceraikan (istri) baru sekali atau dua kali, maka sesungguhnya Rasu
lullah SAW menyuruh aku merujuk istriku kembali.” (HR. Muslim)

2. Talak tiga

Rujuk talak ba’in ini tidak bisa dilakukan meskipun istri masih dalam masa ‘iddah, se
perti halnya rujuk talak raj’i. Akan tetapi, bekas istri harus menikah terlebih dahulu d
engan orang lain, keduanya sudah bersetubuh, lalu suami kedua menceraikan wanita t
ersebut.

Setelah ia diceraikan dan masa ‘iddahnya sempurna, barulah suami pertama bisa mer
ujuk istrinya kembali.
> Syarat dan Rukun Rujuk

Uraian tentang pengertian rujuk, hukum, macam, syarat, rukun, dan contohnya sampa
ilah pada soal syarat dan rukun rujuk. Kami akan membahasnya menurut para ulama f
iqih dengan dalil yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan.

Perihal syarat dan rukun rujuk, sebagiannya bisa Anda temukan di dalam kitab Al-Mu
ghny, juz III, halaman 335/556.

‫شرط المرتجع اهلية النكاح نفسه بأن يكون بالغا عاَق ل مختارا غير مرتد ألن الرجعية كإنشاء‬
‫النكاح‬

Maksudnya: Syarat yang merujuk sebagaimana kemampuan sewaktu nikah, yakni tela
h baligh dan berakal, atas kehendak sendiri, dan bukan seorang yang murtad. Karena r
ujuk itu tidak jauh berbeda dengan nikah.

> Syarat dan rukun rujuk menurut Imam Syafi’i bisa dilakukan sebagaimana hal-hal b
erikut ini:

 Setelah istri ditalak dan menikah lagi, tetapi belum dicampuri oleh suami barunya.
Maka, tidak boleh dirujuki, karena di situ tidak ada masa ‘iddah sama sekali. Jadi, bis
a rujuk alaskan bekas istri sudah dicampuri suaminya, kemudian diceraikan dan menu
nggu masa ‘iddah-nya sempurna.

Sesuai dengan hadist Rasulollah SAW:

َ‫ كْ ن ت ْع نَد رَفا‬:‫ َف َ طل ي ص َفَقاَل ْ ت‬،‫ َجا نى َفَب َقَّ َ عَة‬:‫ َفَت َ زَ عَّ وْ نَ عائَ شَة َقاَل ْ ت‬،‫ء ت اَّ تَ َطَلق ى‬
‫ َاتَّ لَ هْد َب ة الثْ َ مَع ه مثَ ما‬:‫ َفَقاَ ل‬،‫َر ظ ي ا َلى الَّنب لقْ اَ عَة َر فا ةَ ْ ج تْ َم رأ ْر ي ْد يَ ن َاْ ن َت ْ ر جْ و ب‬
‫ َب ْ عَدهَ عْ وق ى عَ ْسيَلَتهْ بَد الَّ رْ حم نْ بَ ن الُّ زَب ْ يَ حَّتى َتذَ عَة؟ َل عى ا َلى رَفاْ وَ ق‬،‫َو ا َّن ر‬

‫ الجماعةَ و َيذ‬.‫عَ ْسيَلَت ك‬

 Istri yang dicerai dengan disertai ‘iwadl dari pihak istri, tidak bisa melakukan rujuk.
Sebaliknya, bisa di rujuk apabila dicerai tanpa disertai ‘iwadl dari pihak istri.
‫ مجانا َبل عوض بعد وطئ اى فى عدة وطئ قبل انقضاء‬-‫صح رجزع مفارقة بَطلق دون اكثر – الى أن قال‬
‫( عدة‬Fathul Mu’in IV : 29)

1. Rujuk bisa dilakukan apabila bekas istri masih dalam masa ‘iddah dan tidak boleh r
ujukk jika masa ‘iddah sudah habis. Jika sudah habis, maka bukan lagi rujuk, tetapi m
enggunakan akad nikah baru lagi. Namun demikian, si istri tetap dalam hitungan sisa
talak yang telah dijatuhkan. Artinya, jika talak pertama, maka tinggal 2 talak tersisa, y
aitu 1 kali talak raja’i, dan 1 kali terakhir talak ba’in.

2. Diharuskan adanya ucapan “Rujuk”. Seperti kata suami: “aku rujuk kepada engka
u”. Tidak masuk sah menuut Imam Syafi’i jika tidak di ikrarkan dengan lisan. Kemud
ian, sebelum ikrar rujuk diucapkan, maka haram mencampuri bekas istrinya.

‫وإنما بصح الرجوع براجعت أو رجعت زوجتى‬

(Fathul Mu’in : 116)

2.3.4 Pengertian Iddah

Iddah berasal dari kata"addad, menurut bahasa artinya menghitung. Sedangkan menu
rut istilah syara' ialah masa menunggu seorang istri selama waktu tertentu setelah terj
adi talaq atau ditinggal mati oleh suami. Seorang istri mendapatkan talaq atau percera
ian dengan suaminya tidak bleh dengan segera menikah dengan laki2 lain, ia harus m
enunggu dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan syariat Islam. Tujuannya iddah i
ni adalah untuk mengetahui secara lebih nyata tentang kesucian kandungan perempua
n yang ditalaq. Masa suci atau menunggu sampai anak dalam kandungannya dilahirka
n.

Hukum Iddah

Bagi seorang istri yang mengalami talaq atau cerai, baik hidup atau pun mati maka w
ajib menjalani masa iddah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-qur'an :
Artinya "Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tig
a kali quru' tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suami berhak merujuk
nya dalam masa menanti itu , jika mereka para suami nenghendaki ishlah. Dan para m
empunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan
tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Q.S.Al-baqarah ayat 228)

>Macam-macam Iddah

Istri yang telah bercerai dengan suaminya tetapi belum sempat berhubungan suami ist
ri, maka tidak akan dikenai iddah. Akan tetapi bila pernah bergaul sebagaimana layak
nya suami istri, maka wajib melakukan iddah dengan ketentuan sebagai berikut :

 Bagi perempuan yang masi haid, maka iddahnya adalah tiga kali suci, sebagaimana
yang dijelaskan pada firman Allah tersebut diatas

 Bagi perempuan yang sudah tidak haid lagi karena usia maupun penyakit, maka idd
ahnya adalah selama tiga bulan. Sebagaimana firman Allah :

ََّ ۚ ْ‫لِئي َيِئ ْ م َي ِ حْ ضَ نَ والََّ لِئي َل ْ شُ ه رَ والَ أُ هَّ ن َث ََ لَثُةِ عَّد ُت ْ م َف ِ ِ ن اْ رَْتبُت ْ م إَ ِم حيِ ضِ مْ ن ِن َ ساِئُك‬
‫ْسَ نِ مَ ن ال‬

Artinya " Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi, baik karena usia maupun peny
akit, maka iddahnya tiga bulan. Demikian pula perempuan-perempuan yang belum m
engalami haid".(Q.S.at-Talaq ayat 4).

Adapun perempuan-perempuan yang tidak haid itu misalnya :

1. Masih kecil (belum baligh)

2. Sudah sampai umur tetepi belum haid

3. Sudah berusia lanjut sehingga tidak bisa haid lagi


 Bagi wanita yang sedang mengandung, maka iddahnya sampai melahirkan. Firman
Allah :

‫َو ل ت لَ وأْ حَ ماْ أَل هَّ ن اَ جلَ ْ ن أَ هَّ ن َي َ ضْ عَ ن أ قَ وَ مْ نَ حْ مَل ْ لَّّ لَال َيَّت ْ م ر ه مْ ن َله َي ْ جَع َ يْ سً را أ‬

Artinya :"Perempuan-perempuan yang sedang mengandung iddahnya sampai melahir


kan anaknya (Q.S.at-Talaq ayat 4)

 Bagi wanita yang ditinggalkan mati suaminya dalam kenadaan tidak mengandung,
maka iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Sebagaimana firman Allah : Artinya :"Orang y
ang meninggal diantara kamu, sedang mereka meninggalkan istri, iddahnya empat bul
an sepuluh hari".(Q.S.Al-Baqarah ayat 234)

 Wanita yang terkena darah Istihadhah Istihadhah adalah darah yang berasal dari urat
yang pecah / putus dan keluarnya bukan pada waktu haid/nifas tetapi terkadang juga k
eluar pada masa haid dan saat nifas, karena dia adalah darah berupa penyakit, maka ti
dak akan berhenti mengalir sampai wanita itu sembuh darinya. Berbeda dengan darah
haidh, darah istihadhah mempunyai ciri warnanya merah, baunya seperti bau darah bi
asa dan ketika keluar darah tersebut mengental. Wanita yang terkena istihadhah terseb
ut dia memiliki masa iddah sama dengan wanita haid. Apabila telah berlalu selama tig
a kali haid maka selesailah iddahnya

.  Wanita yang ditalak tiga (talak baa'in). Wanita yang telah ditalak tiga maka dia ha
nya menunggu masa iddah sekali haid saja untuk memastikan bahwasanya dia tidak h
amil. Olenya itu Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa wanita yang dicerai atau ditalak
tiga maka masa iddahnya sekali haid. Dengan sekali haid maka sudah membuktikan b
ahwasanya rahimnya kosong dari janin dan setelah itu dia boleh menikah kembali den
gan laki-laki lain.

 Wanita Yang Melakukan Gugat Cerai (Khulu’). Wanita yang berpisah dengan seba
b gugat cerai, masa ‘iddahnya sekali haidh, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa h
adits dibawah ini
‫نَ ع نَّ ن َعَّبا س ا بَ أ َةَ ت ا مَ رأ اب ن َث ي س ب ي َع ه دَ عَلىَ ز و جَ ها م ن ا خَتَلَع ت َقَ صَّلى الَّنب ي‬

‫هَّّ لالهَ مَ عَل َ مَ رَ هاَ وَ سَّلَ أ ي َف الَ صَّلى الَّنب ي ه َّلههَ مَ عَل نَ وَ سَّلَ َ ح يَ ض ة َتع ََّتد أ ب‬

Dari Ibnu Abbâs ra. bahwa istri Tsabit bin Qais menggugat cerai dari suaminya pada zaman
Nabi saw. memerintahkannya untuk menunggu sekali haidh. (HR Abu Dâud dan at-Tirmidzi).

Juga hadits lain yang artinya :

Dari ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz bin ‘Afra’ bahwa beliau mengajukan gugat cerai di zam
an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahk
annya untuk menunggu iddahnya satu kali haidh. (HR at-Tirmidzi ).

> Larangan-larangan masa Iddah

ada beberapa yang harus dihindari seorang dalam masa iddah bahkan dilarang dilaksanakan
diantaranya :

1. Dilarang khitbah (melamar) dan menikah pada wanita cerai hidup. Sebagaimana Firman
Allah dalam surah AlBaqarah ayat 235 : "Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) sebelum
habis iddah".

2. Larangan khitbah secara terang-terangan (tasrih) namun boleh dengan sendirian untuk wa
nita yang dicerai mati. Hal ini dijelaskan dari lanjutan ayat 235 dalam surah AlBaqarah yang arti
nya :"Dan tidak ada dosa kamu meminang wanita-wanita itu (yang ditinggal mati suaminya dala
m masa iddahnya) dengan sendirian".

3. Larangan untuk keluar rumah saat masih dalam masa iddah belum habis, dengan bukan ta
npa sebab. Hal tersebut untuk menjaga dan melindungi wanita yang tengah rapuh dari gangguan-
gangguan fitnah ketika keluar tanpa dengan suami. Namun ulama Makkiyah berpendapat bahwa
mereka boleh keluar ketika benar-benar dalam keadaan darurat atau ada kepentingan, termasuk a
pabila perempuan tersebut yang menjadi tulang punggung untuk menafkahi keluarganya, seperti
seorang, guru, pegawai atau yang lainnya.
4. Larangan bagi wanita yang dalam masa iddah, pakai wangi-wangian atau yang berbau wa
ngi dengan segala jenis. Hal tersebut di jelaskan dalam hadit Nabi :"Janganlah perempuan itu me
nyentuh wangi-wangian".(H.R Muslim). Termasuk mewarnai rambut, menggunakan celak dan la
innya, kecuali perawatan tersebut diperlukan untuk pengobatan. termasuk memakai baju cantik y
ang warna warni dengan maksud mempercantik diri.

5. Tidak boleh menggunakan perhiasan atau sejenisnya, baik berupa emas maupun yang lai
nnya, termasuk cincin, kalung, dan gelang.

2.3.5 Kriteria Calon Suami/Istri yang Baik

Rasulullah saw telah memberikan pedoman kepada kaum muslimin dan muslimat dalam hal
menentukan kriteria calon suami/istri yang baik bagi dirinya. Antara lain:

1. Memilih calon suami/istri yang memiliki agama yang baik

2. Hendaknya mencari calon suami/istri yang subur dan penyayang.

3. Hendaknya calon suami/istri yang perawan/perjaka

2.3.6 Hikmah Pernikahan


Pastinya, Ketika Allah menetapkan suatu syari’at bagi hambanya maka terselip pula hikmah
dibalik pensyari’atannya. Dalam hal ini, syari’at pernikahan mengandung hikmah yang sangat banyak
bagi manusia, khususnya umat islam, baik secara rohani maupun jasmani.

Adapun hikmah pernikahan antara lain:

1. Memenuhi tuntutan fitrah.


Manusia diciptakan oleh Allah dengan memiliki insting untuk tertarik dengan lawan jenisnya.
Laki-laki tertarik dengan wanita dan sebaliknya. Ketertarikan dengan lawan jenis merupakan
sebuah fitrah yang telah Allah letakkan pada manusia.

2. Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin.


Salah satu hikmah pernikahan yang penting adalah adanya ketenangan jiwa dengan terciptanya
perasaanperasaan cinta dan kasih. QS. Ar-Rum: 21 ini menjelaskan bahwa begitu besar hikmah
yang terkandung dalam perkawinan. Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan
kepuasan jasmaniah dan rohaniah. Yaitu kasih sayang, ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan
hidup.

3. Menghindari dekadensi moral.


Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya insting untuk
melakukan relasi seksual. Akan tetapi insting ini akan berakibat negative jika tidak diberi frame
untuk membatasinya, karena nafsunya akan berusaha untuk memenuhi insting tersebut dengan
cara yang terlarang. Akibat yang timbul adalah adanya dekadensi moral, karena banyaknya
perilaku-perilaku menyimpang seperti perzinaan, kumpul kebo dan lain-lain. Hal ini jelas akan
merusakfundamen-fundamen rumah tangga dan menimbulkan berbagai penyakit fisik dan mental.

Dari uraian di atas hanya sekilas tentang hikmah yang dapat diambil dari pernikahan, karena
masih banyak hikmah-hikmah lain dari pernikahan, seperti penyambung keturunan, memperluas
kekerabatan, membangun asas-asas kerjasama, dan lain-lain yang dapat kita ambil dari ayat al-Qur’an
dan Hadis.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara etimologis, zakat berarti bertambah, tumbuh, suci, baik, dan barakah.
Dengan pengertian bertambah dan tumbuh, zakat pada hakikatnya dapat menambah harta,
walaupun dalam pandangan manusia zakat pada lahirnya adalah mengeluarkan harta yang
menyebabkannnya berkurang.
Sedangkan secara terminologis, zakat adalah bagian tertentu dari harta benda
yang dimiliki yang telah diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada para mustahiq
(orang-orang yang berhak menerima zakat) pada waktu tertentu. Dalam islam kewajiban
mengeluarkan zakat merupakan ketetapan Allah di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan
konsensus ulama (Ijma’). Dalam Al-Qur’an disebutkan secara tegas tentang ancaman
bagi orang yang enggan mengeluarkan zakat. Salah satunya terdapat dalam Surat At-
Taubah: 34. Sedangkan Sebaliknya orang yang mengeluarkan zakat akan dilipatgandakan
pahala dan balasannya oleh Allah swt.
Untuk kewajiban mengeluarkan zakat pun di atur dan harus memenuhi beberapa
kriteria seperti ,orang yang berzakat wajib muslim, orang merdeka, harta di miliki secara
penuh,harta berkembang dan zakat memenuhi jumlah standar minimal,harta tidak
memiliki jangka waktu tertentu,melebihi kebutuhan pokokdan pemilik tidak berhutang.
Zakat di bagi menjadi menjadi dua macam , yaitu zakat mall dan zakat fitrah.
Secara etimologis, haji artinya berniat (al-qashdu) atau sengaja, berziarah,
mengunjungi, dan pergi (Ahmad Warson Munawwir,1984: 250). Sedangkan secara
terminologis, haji adalah berniat mengunjungi Ka’bah di Makkah untuk mengerjakan
ibadah tertentu, atau mengunjungi tempat-tempat tertentu, dalam waktu tertentu dan
dengan melakukan perbuatan tertentu. Ibadah haji terdiri dari beberapa tahapan dan rukun
yang harus dilaksanakan dengan benar dan sempurna. Rukun-rukun haji terdiri dari ,
ihram, tawaf. Sa’I, wuquf di arafah/ mabit di muzdalifah , mina, tawaf ifadhah dan
tasyrik.
Adapun keutamaan melaksanakan haji yang mabrur adalah merupakan salah satu
amalan yang paling utama dalam Islam . Setelah seseorang berhaji rajin dan ringan
melakukan ibadah serta kebajikan lainnya. Di samping itu, ia tetap menjaga diri dari
perbuatan maksiat dan tercela. Badal haji adalah ibadah haji yang dilaksanakan oleh
seseorang atas nama orang lain yang telah memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah
haji, namun karena orang tersebut berhalangan (uzur) sehingga tidak dapat
melaksankannya sendiri, maka pelaksanaan ibadah haji didelegasikan kepada orang lain.
Orang lain tersebut mungkin anaknya, keluarganya atau bahkan orang lain yang sama
sekali. Demikian juga halangan (uzur) tersebut dapat berupa sakit, usia tua atau telah
meninggal dunia, padahal ia berkewajiban menunaikan ibadah haji.
Sebelum melaksanakan ibadah haji , persiapan yang di lakukan biasanya
berpamitan dan meminta ijin, membersihkan harta, ,ahram bagi perempuan,dan yang
terakhir berdo’a.
Nikah Menurut bahasa berasal dari kata nakaha yankihu nikahan yang berarti
kawin. Dalil istilah nikah berarti ikatan suami istri yang sah yang menimbulkan akibat
hukum dan hak serta kewajiban bagi suami isteri. Menurut pengertian sebagian fukaha,
perkawinan ialah aqad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin
dengan lafadz nikah atau ziwaj atau semakna keduanya.
Pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya disarankan untuk
dilakukan oleh umat islam. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
Rukun dan syarat nikah yaitu, dua orang yang melakukan akad, adanya
wali,adanya dua orang saksi, dilakukan dangan akad. Sedangkan syarat nikah meliputi
syarat dua mempelai , syarat wali, dan syarat saksi.
DAFTAR PUSTAKA

Falahuddin, S.Ag., M.Ag., Najamudin, M.Pd.I. 2014. Kuliah Fiqih Ibadah. Mataram: Lembaga
Pengkajian, Pengamalan Pendidikan Islam dan Kemuhammadiyahan (LP3IK)
Universitas Muhammadiyah Mataram.

Iqbal, M. (2019). Hukum Zakat Dalam Perspektif Hukum Nasional. Jurnal Asy-
Syukriyyah, 20(1), 26-51.

Ardianis, A. (2018). PERAN ZAKAT DALAM ISLAM. Al-Intaj: Jurnal Ekonomi dan
Perbankan Syariah, 4(1), 125-140

Yeyen Zayyinur Rahmah, M. Taufin Koes H. Haji.

https://www.academia.edu/19759485/MAKALAH_HAJI

Anda mungkin juga menyukai