Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FIQIH

Dosen pengampuh: ARIF MARSHAL LC.,MA.

DERI AGUSTIA RAHMAN (12250510379)

MUHAMMAD FARHAN (12250513792)

TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kmai
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpan pertolongannya tentunya kami
tidak akna sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.shalawat serta salam semoga
terlimpah kecurahan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada


dosen mata kuliah fiqih yang telah memberikan tugas terhadap kami dan kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Oleh karna itu keterbatasan waktu dan kemampuan kami maka kritik dan saran yang
membangun semestinya kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya .

Pekanbaru,04 maret 2023

Tertanda,

penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
1.1.Latar belakang...................................................................................................................................1
1.2.Rumusan masalah..............................................................................................................................1
1.3.Tujuan................................................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................3
2.1.NADZAR.............................................................................................................................................3
2.1.1.Definisi Nadzar dan Rukunnya....................................................................................................3
2.1.2.Syarat-Syarat Sahnya Nadzar......................................................................................................4
2.1.3. Syarat-Syarat Yang Terkait Objek Nadzar...................................................................................5
2.1.4.Hukum Bernadzar.......................................................................................................................7
2.2.KURBAN.............................................................................................................................................8
2.2.1.Pengertian Kurban Dan Landasannya Dalam Syari’at.................................................................8
2.2.2. Hukum Berkurban......................................................................................................................9
2.2.3.Syarat-Syarat Dan Hewan Yang Akan Dikurbankan....................................................................9
2.2.4.Waktu Berkurban......................................................................................................................10
2.3.AQIQAH...........................................................................................................................................11
2.3.1.Waktu Pelaksanaan..................................................................................................................12
2.3.2.Hukum Aqiqah..........................................................................................................................12
2.3.3.Cara Membagikan Daging Aqiqah.............................................................................................12
2.4. SUMPAH.........................................................................................................................................13
2.4.1.Definisi Sumpah........................................................................................................................13
2.4.2. Kegunaan Sumpah...................................................................................................................14
2.4.3. Bentuk Dan Jenis-Jenis Sumpah...............................................................................................14
2.4.4.Dalil Tentang Haramnya Bersumpah Dengan Selain ALLAH SWT..............................................14
KESIMPULAN.............................................................................................................................................16
SARAN.......................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Agama islam kaya akan tuntunan hidup bagi umatnya. Selain sumberhukum tama yakni
al- qur’an dan as-sunnah islam juga mengandung aspek penting yaitu fiqih. Fiqih islam sangat
penting dan dibutuhkan oleh umat islam,karna ia merupakan sebuah “manual book” dalam
menjalankan praktik ajaranislam itu sendiri, baik dari sisi ibadah muamalah, syari’ah dan
sebagainya. Padamakalah ini membahas tentang nazar, kurban dan aqiqah dari madzhab,sumber-
sumber hukum islam baik yang naqli maupun aqli (al-qur’an dan as-sunnah).

Ibadah Qurban adalah ibadah yang di perintah kan oleh Allah SWT karena berqurban
adalah salah satu bentuk pernyataan rasa sukur kita atas nikmat yangtelah di berikan . Jadi, bagi
orang yangt mampu, maka di wajibkan untuk berqurban. Disamping itu ibadah qurban
merupakan ungkapan rasa persaudaraan antara saudara kita yang mampu dengan saudara kita
yangmampu secara ekonomi, untuk saling berbagi rezeki . Menumbuhkan sifatuntuk saling
berkorban untuk orang lain . Saling tolong menolong untukmempererat tali persatuan antara
umat manusia khususnya umat islam.

Nazar artinya janji untuk berbuat baik.Menurut istilah syariat berartikemestian atau
kewajiban berbuat suatu kebaiakan,yang disebabkan oleh perkataan yang
dikeluarkan.Umpamanya,hak bagi Allah dan jadi utang diatasdiriku shalat dua rakaat,atau
berpuasa tiga hari,jikan penyakitku telah sembuhdan sebagainya.

Ibadah aqiqah adalah penyembelihan hewan pada hari ke 7 , dan 14 . Aqiqah juga dapat
di laksanakan pada saat anak itu dewasa . Menyembelih hewanaqiqah hukumnya sunnah
muakkad . Pada jaman Nabi Muhammad SAW ,yang pertama kali di akikah kan adalah 2 orang
saudara kembarnya yaitu Hasandan Husein, yang tidak lain adalah cucu dari Nabi Muhammad
SAW .

Ibadah aqiqah mengandung banyak sekali hilmah dan manfaat diantaranya adalah
merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kehadiranseorang anak , dapat
menumbuhkan jalinan kasih dan sikap hormat anakkepada orang tuanya .

1.2.Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Nadzar?
2. Bagaimana pendapat dari beberapa Madzhab dan Ulama tentang Definisi Nazhar ?
3. Apa pengerian dari Qurban ?
4. Bagaimana pendapat dari beberapa Madzhab dan Ulama tentang DefinisiQurban ?
5. Apa pengertian dari Aqiqah ?
6. Bagaimana pendapat dari beberapa Madzhab dan Ulama tentang DefinisiAqiqah?
7. Apa pengertian dari sumpah?
8. Bagaimana pendapat dari beberapa madzhab dan ulama tentang Definisi sumpah?

1.3.Tujuan
1. Mengetahui apa itu Nadzar.
2. Mengetahui menurut dari para Madzhab dan Ulama tentang Nadzar.
3. Mengetahui apa itu Qurban.
4. Mengetahui menurut dari para Madzhab dan Ulama tentang Qurban.
5. Mengetahui apa itu Aqiqah.
6. Mengetahui menurut dari para Madzhab dan Ulama tentang Aqiqah.
7. Mengetahui apa itu sumpah.
8. Mengetahui menurut dari para madzhab dan Ulama tentang Sumpah.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1.NADZAR

2.1.1.Definisi Nadzar dan Rukunnya


Secara etimologi, nadzar adalah janji untuk melakukan kebaikan ataukeburukan.
Sementara secara etimologis, nadzar berarti berjanji yangkhusus untuk melakukan sesuatu
kebaikan. Sedangkan menurut sebagianulama, nadzar adalah komitmen untuk melakukan upaya
mendekatkan dirikepada Allah SWT, tapi belum ditentukan bentuknya.

Menurut madzhab Hanafi, rukun nadzar adalah lafal yang menunjukkan eksistensi
nadzar tersebut, seperti ucapan seseorang, “Saya berjanji melakukan hal tertentu karena Allah
SWT”, “ Saya bernadzarmelakukan ini”, Harta saya ini untuk sedekah”, dan berbagai redaksi
lainnya.Akan tetapi, menurut jumhur ulama selain Hanafiyah, rukun nadzaritu ada tiga hal:
subjek atau pelaku nadzar, objek atau hal yangdinadzarkan, serta lafal nadzar. Adapun syarat
bagi subjek nadzar adalah mukallaf (telah dibebani kewajiban syariat) dan muslim. Jadi, tidak
sahnadzar yang diucapkan anak-anak, orang gila, atau orang kafir. Sedangkanobjek nadzar ada
dua kategori: yang belum jelas bentuknya dan yangsudah jelas bentuknya.Bentuk pertama adalah
seperti ucapan seseorang, “ Saya bernadzarkarena Allah.” Menutut madzhab Maliki, konsekuensi
nadzar dalam bentuk ini sama dengan hukum yang berlaku pada kafarat yamiin (penembusan
sumpah).1

Adapun nadzar yang sudah jelas bentuknya, ada empat hal:

a) Yang berupa ibadah yang membawa kedekatan kepada Allah SWT. Nadzar ini wajib
ditunaikan.
b) Yang berupa kemasiatan kepada Allah SWT. Nadzar ini haram untukditunaikan.
c) Yang berupa perbuatan makruh. Nadzar seperti ini juka makruhuntuk ditunaikan.
d) Yang berupa perbuatan mubah. Nadzar seperti ini boleh untukditunaikan dan boleh juga
tidak. Bagi yang tidak menunaikan nadzarseperti ini, tidak ada hukuman apapun.

1
Prof. Dr. Wahbah az- Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu”, Jakarta, Gema Insani, 2011, hal .118.
dapun lafal dari nadzar juga ada dua bentuk: yang bebas dan terikat.Bentuk lafal
yang bebas dan terikat. Bentuk lafal yang bebas merupakanekpensi dari rasa
syukur terhadap nikmat-Nya secar umum atau yangdiucapkan tanpa sebab apa
pun. Sebagai contoh ucapan seseorang: saya bernadzar melakukan puasa ini dan
itu atau shalat ini dan itu karena AllahSWT. Bentuk nadzar seperti ini menurut
madzhab Maliki hukumnyamustahab dan wajib ditunaikan. Adapun lafal yang
terikat adalah yangterikat dengan syarat tertentu, seperti ucapan seseo

rang, “Jika si Fulan

datang atau jika Allah SWT menyembuhkan penyakit saya, maka saya

berjanji untuk melakukan inib dan itu.” Hukum nadzar seperti ini adalah

wajib ditunaikan apabila syaratnya itu terwujud. Nadzar seperti ini jugadipandang
mustahab oleh madzhab Maliki, namun dapat pendapat laindinilai makruh.2

2.1.2.Syarat-Syarat Sahnya Nadzar


Syarat-Syarat Sahnya Nadzar

Di antaranya ada syarat-syarat yang berkaitan dengan subjek (pelaku)nadzar dan ada pula yang
berkaitan dengan objek nadzar. Yang berkaitandengan subjek nadzar antara lain:

a) Kelayakan secara akal dan usia(balig). Dengan demikian, tidak sahnadzar yang
diucapkan orang gila, anak kecil, maupu remaja yang belum balig. Sebab, mereka
adalah golongan yang tidak dibebanikewajiban syariat sehingga tidak memiliki
kelayakan untuk bernadzar.
b) Islam. Dengan demikian, tidak sah nadzar dari orang kafir, sekalipunsetelah
bernadzar itu ia masuk islam. Artinya, dalam kondisi itu iatidak diwajibkan
memenuhi syarat nadzarnya tadi. Sebab, pada saya mengucapkannya ia belum
memiliki kelayakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.Adapun status merdeka tidak menjadi syarat bagi sahnya
nadzar,sehingga nadzar dari seorang budak tetap dipandang sah. Demikian
jugakondisi yang tidak dalam paksaan juga tidak menjadi syarat sahnya nadzar
menurut madzhab Hanafi. Namun, dalam madzhab syafi’I dipandang sebagai
syarat, sehingga menurut mereka tidak sah nadzar dari orang yangterpaksa
berdasarkan hadits Nabi saw.,Artinya :
“Tidak dikategorikan sebagai pelanggaran bagi umatku hal-hal yang dilakukan
dengan kesengajaan, karena lupa, atau karena dipaksakan.”3

2
Ibid, hal.119.
3
Ibid
2.1.3. Syarat-Syarat Yang Terkait Objek Nadzar
a) Objek nadzar adalah sesuatu yang secara syariat dimungkinkankeberadaannya.
Dengan demikian, tidak sah nadzar yang tidakdimungkinkan keberadaannya
menurut syarat, seperti ucapan seseorang, “Saya bernadzar karena Allah SWT
untuk berpuasadimalam hari,” atau ucapan seseorang perempuan, “Saya bernadzar
karena Allah SWT untuk berpuasa di hari-hari haid saya.”Ketidaksahan nadzar
seperti ini dikarenakan malam hari bukanlahwaktu untuk puasa, sebagaimana
menstruasi adalah penghalangan bagi permpuan berpuasa secara syariat. Karena,
suci dari haid dari nifasmerupakan syarat sahnya puasa.

b) Objek nadzar adalah sesuatu yang bersifat mendekatkan diri kepadaAllah SWT
seperti shalat, puasa, haji, sedekah. Dengan demikian, tidaksah nadzar yang
bersifat kemaksiatan kepada Allah SWT, seperti ucapan seseorang, “Saya
bernadzar karena Allah SWT untuk meminumkhamar,” atau bernadzar untuk
membuhun seseorang, memukulnya ,atau mencaci makinya. Syarat seperti ini
disepaati para imam madzhabyang empat dan ulama lainnya, berdasarkan sabda
Rasulullah saw.,Artinya:

“Tidak boleh bernadzar dengan kemaksiatan kepada Allah SWT serta dengan
sesuatu yang tidak dimiliki”

Sabda beliau,

Jadi kesimpulannya, tidak boleh merealisasikan nadzar yang berbentuk


kemaksiatan. Selanjutnya, jumhur ulama juga berpendapat bahwa tidak ada
kewajiban atau konsekuensi apa pun bagi pelakunadzar jenis ini. Namun menurut
Abu Hanifah, sebagaimana akandijelaskan nanti, yang bersangkutan harus
membayar kafarat( denda penebus) seperti kafarat sumpah.Demikian juga, tidak
wajib menunaikan nadzar dalam hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang
mubah, sepeti makan-minum, berpakaian, menunggang hewan, ataupun menalak
istri. Sebab, perkara-perkara seperti ini bukanlah brntuk perbuatan yang
bersifatmendekatkan pelakunya kepada Allah SWT.
c) Jadi kesimpulannya, tidak boleh merealisasikan nadzar yang berbentuk
kemaksiatan. Selanjutnya, jumhur ulama juga berpendapat bahwa tidak ada
kewajiban atau konsekuensi apa pun bagi pelakunadzar jenis ini. Namun menurut
Abu Hanifah, sebagaimana akandijelaskan nanti, yang bersangkutan harus
membayar kafarat( denda penebus) seperti kafarat sumpah.Demikian juga, tidak
wajib menunaikan nadzar dalam hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang
mubah, sepeti makan-minum, berpakaian, menunggang hewan, ataupun menalak
istri. Sebab, perkara-perkara seperti ini bukanlah brntuk perbuatan yang
bersifatmendekatkan pelakunya kepada Allah SWT.
Objek nadzar hendaklah merupakan jenis ibadah atau kedekatan
padaAllah SWT yang menjadi target pada zatnya. Dengan demikian, tidak boleh
bernadzar dengan perbuatan seperti menjenguk orang sakit,melayat jenazah,
berwhudu, mengafani mayat, melakukan mandi junub, masuk masjid, menyentuh
mushaf dan sebagainya. Sebab,meskipun eluruh perbuatan ini adalah ibadah yang
mendekatkan pelakunya kepada Allah SWT, hanya saja ia biasanya bukanlah
ibadahyang menjadi target pada zatnya.Sebagaimana telah dijelaskan, objek
nadzar haruslah ibadah yangmenjadi target pada zatnya, seperti halnya objek
sumpah. Itulah alasannya mengapa dibolehkan bernadzar dengan shalat, puasa,
haji,umrah, I’tikaf, dan ibadah lain yang serupa. Dikarenakan, seluruhnya
merupakan ibadah yang menjadi target pada zatnya dan berasal dari jenis ibadah
yang diwajibkan dalam syariat. Sementara Rasulullah saw.Telah menyatakan,
“siapa yang bernadzar untuk menaati Allah, makahendaklah merealisasikannya.”
Adapun menurut madzhab Syafi’I, pendapat yang benar adalah sahnyanadzar
dengan ibadah-ibadah yang tidak diwajibkan ibtida’an (secaraotomatis/tanpa
sebab yang mendahuluinya), seperti menjenguk orangsakit, melayat jenazah,
mengucapkan salam pada orang lain atau padadiri sendiri ketika masuk ke sebuah
rumah kosong, mendoakan orangyang bersin, atau berkunjung kerumah kawan
yang baru datang dari perjalanan.
Hal ini dikarenakan syariat menganjurkan kita untukmelakukan perbuatan-
perbuatan itu, dan seorang hamba biasmendekatkan diri kepada Allah SWT
dengan perantaranya. Sehingga, posisinya tidak berbeda dengan bentuk atau jenis
ibadah lainnya.Adapun bernadzar dengan ibadah-ibadah dari jenis yang
diwajibkandalam syariat seperti shalat, puasa, dan haji, maka tidak ada perbedaan
pendapat dikalangan ulama tentang kewajiban merealisasinya.
Berkenaan dengan I’tikaf sebagai objek nadzar, alasan dibalikkewajiban
merealisasinya adalah di antara jenis I’tikaf ada yang
termasuk kategori wajib dalam syariat, contohnya wukuf di Arafah danduduk
setelah rakaat terakhir dalam shalat.

Kedua bentuk amalan inidipandang sebagai bentuk aktivitas”berdiam


diri” seperti halnya I’tikaf. Sementara itu, sesuatu yang dilarang Rasulullah saw.
Mengerjakannyaadalah maksiat, dan bernadzar dengan kemaksiatan adalah tidak
sah berdasarkan sabda Rasulullah saw, antara lainArtinya:
“Tidak boleh bernadzar dengan kemaksiatan kepada Allah SWT sertadengan
sesuatu yang tidak dimiliki”
d) Harta yang menjadi objek nadzar hendaknya harta yang merupakanmilik orang
yang bernadzar itu pada saat nadzar diucapkan. Disampingitu, hendaklah nadzar
tersebut terkait dengan harta yang dilekatkankepemilikannya(di masa depan)
kepada subjek nadzar atau yangdilekatkan kepemilikannya pada sebab
kepemilikan. Dengan demikian,sekiranya orang itu bernadzar dengan apa yang
tidak ia miliki saat itu,maka nadzarnya tidak sah berdasarkan kesepakatan ulama
karenaRasulullah saw. Telah bersabda,Artinya :

“Tidak berlaku nadzar dengan sesuatu yang tidak dimiliki.”

Adapun dalil Syafi’I ketika mengatakan


tisak sahnya nadzar bersedekah dengan harta yang tidak dimiliki olehdi pelaku
adalah hadits dari Imran ibnul Hushain bahwa Rasulullah sab bersabda,Artinya:

“Tidak boleh bernadzar dengan kemaksiatan kepada Allah SWT


serta dengan sesusatu yang tidak dimiliki”4

2.1.4.Hukum Bernadzar
a) Hukum Dasar Nadzar Para ulama berbeda pendapat tentang apakah nadzar
sebuah tindakanyang makruh atau justru ibadah yang membawa kedekatan
kepadaAllah SWT. Menurut madzhab Hanafi, bernadzar dalam hal
ketaatanhukumnya mubah, baik nadzar yang mutlak (tidak terikat syarat)maupun
yang

4
Ibid, hal.124
b) Saat Berlakunya Hukum Suatu NadzarMaksudnya adalah waktu wajib bagi subjek
nadzar merealisasikanobjek nadzarnya. Hal itu tentu saja berbeda pada setiap
nadzar,tergantung pada apakah nadzar itu bersifat mutlak(tisak bersyart)
atauterkait dengan syarat atau tempat tertentu, atau dinisbatkan kepadawaktu
tertentu di masa depan.Seperti telah dijelaskan, objek nadzar adakalanya berupa
ibadah yangterkait dengan fisik seperti puasa dan shalat, atau ibadah yang
terkaitdengan harta, seperti sedekah.
c) Tata Cara Penetapan Hukum Nazar
jika suatu nadzar dinisbatkan pada waktu yang tidak ditentukan, seperti
ucapan seseorang, “ Saya bernadzar karena Allah untuk berpuasa selama
sebulan,” dan orang tersebut tidak meniatkan apa pun terkait dengan waktu
pelaksanaanya, maka hukumnya sama dengan hokum peaksanaan sebuah ibadah
wajib yang tidak dikaitkan dengan waktutertentu(wajib mutlak).Dalam madhab
Syafi’I disebutkan bahwa apabila seseorang bernadzaruntuk berpuasa pada tahun
tertentu, maka ia harus berpuasa di tahun itudengan pengecualian (maksudnya
boleh tidak berpuasa tanpa harusmengqadha) pasa hari raya Idul Fitri dan Idul
Adha, hari-hari Tasyriq,hari-hari puasa Ramadhan, dan khusu bagi kaum
perempuan, menurut pendapat yang lebih kuat, juga dibolehkan tidak berpuasa
.2 pada hari-hari haid dan nifas tanpa wajib untuk menggantinya (qadha).5

2.2.KURBAN

2.2.1.Pengertian Kurban Dan Landasannya Dalam Syari’at


Kurban Dan Landasannya Dalam Syari’at

Kurban adalah hewan ternak yang disembelih untuk beribadah keadaallah sejak hari raya sampai
akhir hari Tasyrik.6Definisi kurban secarafiqih adalah perbuatan menyembeli hewan tertentu
dengan niatmendekatkan diri kepada Allah SWT dan dilakukan pada waktu tertentu,atau bisa
juga didefenisikan dengan hewan-hewan yang disembelih padahari raya Idul Adha dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT.Landasan kurban dari kitabullah adalah firman Allah SWT
yang berbunyi:7

5
Ibid, hal.138
6
Syaikh Muhammad Nawawi Al- Jawi, “Fiqih Islam dan Tasawuf”, Surabaya, Mutiara Ilmu, 2013,hal.133.
7
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, op.cit, hal.254.
Artinya: “…maka laksanakanlah sholat karena tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai
ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)”.(Al-Kautsar :2)

2.2.2. Hukum Berkurban


Para fuqaha berbeda pendapat tentang hokum kurban, apakah wajibatau Sunnah. Menurut
madzhab-madzhab hokum berkurban adalahSunnah muakkad, bukan mawajib, serta makruh
meninggalkannya bagiseorang yang mampu melakukannya. Menurut prndapat yang
populardalam madzhab maliki, hokum seperti ini berlaku bagi orang yang tidaksedang
menunaikan ibada haji yang pada saat itu tengah berada di mina.Sementara itu menurut madzhab
syafi’i hokum berkurban adalah Sunnah‘ain bagi setiap orang, satu kali seumur hidup, dan
sunnah kifayat (setiaptahun) bagi setiap keluarga yang berjumlah lebih dari satu. Dalam
artiapabia salah satu dari anggota keluarga tadi menunaikannya, makadipandang sudah
mewakilkan seluruh keluarga. Jumhur ulamamenetapkan Sunnah hukumnya berkurban bagi
setiap oaring yangmampu.8

Kurban tidak wajib, kecuali kerena di nazari, minsalnya berkata:“saya bernazar untuk
mengurbankan hewan ini.” Atau berkata : “ jika saya memiliki kambing, saya
mengurbankannya.” Waktu kurban tiba saat terbitnya matahari pada hari raya idul adha dan
sudah lewat waktuuntuk sholat id serta dua khutbah. Waktunya berakhir pada
terbenamnyamatahari pada akhir hari tasyrik. Jika seseorag menyembeli kurbansebelum masuk
waktunya, maka tidak menjadi kurban. Demikian jugaorang yang menyembelih kurban setelah
habis waktunya, kecuali orangyang bernazar kurban khusus, lalu dia menentukan hewannya dan
waktu penyembelihan kurba habis, maka dia harus menyembelinya, meskipunwaktunya hais dan
statusnya qadla. Haram mengakhiri penyembeliankurban yang wajib dari waktu tersebut jika
tanpa alasan.9

2.2.3.Syarat-Syarat Dan Hewan Yang Akan Dikurbankan


Menurut madzhab Hanafi yang dimaksud dengan kemampuan ituadalah adanya
kelapangan, yaitu kelapangan yang bersifat fitra (alami).Penjelasanya orang yang akan berkurban
itu hendaklah memiliki uangminimal 200 dirham, yaitu sebanyak nizab zakat, atau memiliki
barangyang senilai dengan nominal uang tersebut. Baik uang atau barangdimaksud haruslah
diluar kebutuhan pokok orang itu, seperti tampattinggal atau pakaiannya, serta diluar kebutuhan
orang-orang yang beradadibawah tanggungannya.10 Tidak sah berkurban kecuali dengan hewan
ternak, yaitu unta, sapi(termasuk kerbau) dan kambing. Tidak sah berkurban selain hewan
itu,kecuali dengan hewan yang terlahir dari dua ternak, minsalnya kambingdan sapi. Hewan ini
hanya cukup satu orang, meskipun bentuknya sapi.11

Kurban terbaik untuk seorang unta, lalu sapi, lalu kambing, tujuh ekorkambing lebih baik
dari pada seekor unta dan sapi, sebab daging kambinglebih enak, di samping banyak darah yang
8
Ibid, hal.256.
9
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, loc.cit.
10
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, op.cit, hal.260
11
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, loc.cit.
dialirkan. Kambing dombalebih baik dari kambing jawa, sebab lebih banyak dagingnya.
Sendirian berkurban kambing lebih baik dari pada bersekutu dalam unta atau sapi.Sapi dan untah
bisa untuk kurban tujuh orang dan kambing hanya cukup

Menurut madzhab maliki, makruh hukumnya memberikan dagingkurban kepada orang


yahudi atau nasrani. Sementara itu, madzhabhambali memperbolehkan untuk menghadiahkan
daging kurban kepadaorang kafir pada kurban yang bersifat sukarela, sementara pada
kurbanyang bersifat wajib tidak diperbolehkan menghadiahkan bagian apa pun

dari hewan itu kepada mereka. Dalam madzhab syafi’i kurban yang berstatus wajib,
seperti di sebabkan nazar atau newan yang sudah ditetapkan sebagai kurban, maka dagingnya
tidak boleh dimakan olehsipemilik kurban maupun pihak-pihak lain yang berada
dibawahtanggungannya. Sedangkan dalam hal kurban yang bersifat Sunnah,maka dianjurkan
bagi sipemilik kurban turut memakan beberapa potongdaging hewan, dalam rangka mendapatkan
berkah dari kurban yang ialakukan.12

2.2.4.Waktu Berkurban
Dikalangan fuqaha terjadi beberapa perselisihan pendapat dalam hal persial, yaitu tentang
awal dan akhir waktu berkurban, serta dalam halmakruhnya menyembeli hewan kurban pada
malam idul adha. Akantetapi mereka sepakan menyatakan bahwa waktu yang paling utamauntuk
berkurban adalah pada hari pertama sebelum matahari terkelincir,karena inilah Sunnah
Rosulullah SAW.13 Menurut madzhab Hanafiwaktu berkurban baru masuk dengan terbit fajar
hari raya dan terus berlangsung hingga sesaat sebelum terbenamnya matahari pada hariketiga
(tanggal 12 Dzulhijjah). Hanya saja tidak dibolehkan bagi penduduk seluruh negeri yang
dibebankan melaksanakan shalat Id untukmenyembeli pada hari pertama kecuali setelah shalat
Id, sekalipunsebelum khatib berkhotbah.14

12
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, op.cit, hal.256.

13
Ibid, hal.265.
14
Ibid, hal.266
maka ketika itulah ia dipandangmelakukan ibadah.Saat menyembeli kurban sunat
melakukan hal-hal berikut ini:15

1. Lelaki menyembelih hewan kurban sendiri dan orang yang tidakmenyembelih


sendiri menghadiri penyembeli penyembelihan, baiklelaki maupun wanita.
2. Membaca basmallah.
3. Bertakbir sebanyak tiga kali, baik sebelum maupun sesudah basmallah.
4. Membaca sholawat dan salam kepada Nabi SAW. Tidak membaca basmallah dan
shalawat Nabi hukumnya makruh.

2.3.AQIQAH
Aqiqah merupakan kata dari Bahasa Arab yaitu aqiqah yangmemiliki arti potongan.
Bentuk kata lainnya adalah (al-aqiq), (al-aqiqah),(al-iqqah) berarti rambut yang tumbuh dikepala
bayi saat dilahirkan.“Aqqa an waladihi aqqan” artinya menyembelih kambing untuk anaknya
pada hari ketujuh dari kelahirannya, juga berarti mencukur rambutanaknya. Aqiqah artinya sama
dengan dzabihah,yaitu binatang yang disembelih. Akan tetapi dalam istilah ‘aqiqah itu yang
dimaksud adalah kambing atau biri-biri jantan atau betina yang disembelih berhubungdengan
adanya anak yang baru dilahirkan. Bila anak itu laki-laki, maka aqiqah nya dua ekor kambing
yang sama (Mukaafiataan), dan apabila anak itu perempuan ‘aqiqah nya satu ekor kambing.
Kambing tersebutdisembelih pada hari ketujuh, kemudian daging ‘aqiqah itu dengan segala
bagiannya disedekahkan kepada fakir miskin sebagaimana halnya dagingqurban.16

Dalam hadis lain diterangkan dengan kata-kata ihliqiyang artinya“cukurlah rambutnya”


(Riwayat At-Tirmidzi). Mencukur danmembersihkan rambut bayi pada hari ketujuh hukumnya
wajib karenadiperintahkan. Dan tidak ada alasan untuk menolaknya karena tidak adaketerangan
yang menyatakan bahwa perintah mencukur rambut itu tidakkuat.Timbanglah rambut bayi itu
dengan perak, kemudian keluarkansedekah seberat timbangan rambut itu, hukumnya adalah
sunnah. Akantetapi, dalam hal ini sudah semesinya diterangkan terlebih dahulu perkaranya,
sebab tidak sedikit orang yang mampu menimbang rambut itudengan perak, sedekahnya tidak
jadi karena merasa rendah diri disebabkantidak mampu menimbang rambut anaknya dengan
perak.‘Aqiqah hukumnya sunnah walaupun merupakan perintah, sebab ada keterangan “Man
ahabba an yansuka fal-yaf’al. (barang siapa yangmau bersedakah buat anaknya, bolehlah ia
berbuat).” ( Riwayat Ahmad,Abu Dawud dan An-Nasa-i).17

15
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, op.cit, hal.137.
16
K.H.E Abdurrahman, “Hukum Qurban, ‘Aqiqah dan Sembelihan”, Bandung, Penerbit Sinar BaruAlgensindo, 2009,
hal 35.
17
K.H.E Abdurrahman, op.cit, hal 37
2.3.1.Waktu Pelaksanaan
Hewan aqiqah hendaklah disembelih pada hari ketujuh kelahiran bayi, dihitung mulai
saat kelahiran. Jika si bayi lahir pada malam hari,maka tujuh hari dihitung mulai dari keesekon
harinya. Sementara itu,menurut madzhab Maliki, jika si bayi lahir sebelum fajar atau
bersamaandengan terbitnya fajar, maka hari tersebut dihitung sebagai hari pertama.

Adapun jika bayi lahir sesudah fajar, maka hari tersebut tidak dihitungsebagai hari
pertama.Adapun tentang aqiqah, didalam al-qur'an memang tidak disebutkansecara spesifik
anjuran dalam melakukannya. namun jumhur ulamamenghukumi aqiqah dengan sunnah
muakkad, yang berarti dianjurkanuntuk dilakukan.

Dari Samurah bin Jundab,Rasulullah SAW bersabda :“Setiap anak terkait dengan
aqiqahnya. Hendaklah penyembelihanitu dilakukan pada hari ketujuh kelahirannya. Pada hari
itu juga ia diberi nama dan rambutnya dicukur.”(Hadits Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I,
Ibnu Majah, Ahmad, Ad Darimi dan lain-lainnya)

2.3.2.Hukum Aqiqah
Hukum aqiqah adalah sunnah muakkad bagi orang tua yang mampu.Pelaksanaan
penyembelihan sunnah dilakukan pada hari ketujuh darikelahiran anak tersebut, namun bila
orang tua belum mampu boleh kapansaja asalkan anak tersebut belum baligh.

Aqiqah memiliki makna penyembelihan hewan yang dilakukankarena kelahiran anak dan
dilakukan pada hari ketujuh kelahiran. Secaraetimologis, aqiqah berarti rambut yang ada
dikepala bayi yang baru lahir.Orang-orang arab lantas menamakan aktivitas penyembelihan
hewanketika melakukan pengguntingan rambut si bayi itu dengan aqiqah,sesuai dengan
kebiasaan mereka menamakan sesuatu dengan hal yangmenjadi penyebabnya atau yang
berkaitan langsung dengannya.

2.3.3.Cara Membagikan Daging Aqiqah


Hukum daging aqiqah seperti daging kurban, dalam arti sebagiannya boleh dimakan oleh orang
yang beraqiqah dan sebagian lagidisedekahkan. Tidak dibolehkan sama sekali menjualnya.
Lebihdisunnahkan memasak daging tersebut, lantas pihak keluarga dan orang-orang lainnya
memakan daging tersebut di rumah si pemilik.Menurut madzhab Maliki, makruh hukumnya
mengadakan aqiqahdalam bentuk perayaan dimana orang-orang diundang menghadirinyadan
dibolehkan mematahkan tulang hewan aqiqah, tetapi tidak disunnahkan. Sebaliknya, menurut
madzhab Syafi’I dan Hambali dibolehkan membuat perayaan dengan aqiqah, sebagaimana
tidakmakruh hukumnya mematahkan tulang hewan itu, dikarenakan tidakadanya larangan yang
spesifik tentang hal tersebut. Adapun tindakanyang lebih dianjurkan adalah memisah-misahkan
organ yubuh hewan itu(pada bagian persendiannya) dan tidak mematahkan tulangnya.

Tindakan ini dalam rangka mendiakan agar si bayi yang baru lahir dianugerahkan organ
tubuh yang sehat. Diriwayatkan bahwa Aisyah r.a berkata, “Yangdisunnahkan pada kelahiran
bay laki-laki adalah menyembelih dua ekordomba yang sama kualitasnya, sementara pada bayi
perempuan satuekor. Domba tersebut selanjutnya dimasak dengan memasukkan organ per organ,
tanpa dipatahkan tulangnya. Setelah masak, daging itu laludimakan (oleh keluarga yang
beraqiqah), serta mengikutkan oranglain.memakannya (dirumah itu juga) lantas menyedekahkan
sebagiannya pada orang lain. Aktivitas aqiqah itu sendiri dilakukan pada hari ketujuh dari
kelahiran si bayi.”18

Barang siapa yang dilahirkan baginya seorang anak, dan maumelakukan nusuk, maka
lakukanlah untuk anak laki-laki dua ekorkambing dan untuk anak perempuan satu ekor
kambing.”(Riwayat AbuDawud dan An-Nisa-I Misykat: 363)Dengan demikian, perbedaan antara
aqiqah dan kurban adalah bahwa dalam aqiqah disunnahkan memasak dagingnya, dianjurkan
tidakmematahka tulangnya, serta hendaklah menghadiahkan kaki hewan itukepada orang yang
membantu kelahiran dalam kondisi mentah (tanpadimasak). Hal itu dikarenakan Fatimah r.a
dulunya melakukan hal-halseperti itu sesuai perintah dari Rasulullah saw, seperti disebutkan
dalamriwayat dari al-hakim.

2.4. SUMPAH

2.4.1.Definisi Sumpah
Sumpah adalah suatu ucapan untuk memberi suatu kebenaran dalam perkara atau salah
satu dari sifat-sifat Nya, baik dalam perkara yang sedang diperiksa maupun dalam perkara yang
akan datang, dengan tujuan untuk menolak dan untuk menguatkan gugatan atau tuduhan .

Sumpah berasal dari bahasa arab yaitu “Yamin”, oleh karena itu secara bahasa kata
“Yamin” merupakan bentuk mufrad yang berarti tangan kanan, sedangkan bentuk jama’ dari kata
“Yamin” adalah aiman. Ibnu Mandzur berkata “Mengapa sumpah identik dengan tangan?”,
beliau menjawab karena kebanyakan orang mengulurkan tangan kanannya jika igin bersumpah,
melakukan akad atau melakukan bai’at.

Atas dasar inilah khalifah Umar bin Khattab ra. berkata kepada Abu Bakar ra. “Ulurkan
tanganmu, aku akan berbai’at kepadamu.”Sedangkan bentuk jama’nya adalah aimaan atau
aimun. Sedangkan para ahli bahasa mengatakan sumpah itu identik dengan tangan karena
kebanyakan orang mengulurkan tangannya jika ingin bersumpah dan saling menepukkan

tangan kanannya dengan tangan kanan yang lain.19

18
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, op.cit, hal 29

19
Abdul Rasyad Shiddiq, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, (Jakarta: Akbar Media, 2015), hal. 675
2.4.2. Kegunaan Sumpah
Berikut ini adalah beberapa kegunaan sumpah

1. Untuk menangkis tuduhan yang dilakukan orang terhadap penggugat,sumpah ini


diucapkan oleh orang yang mengingkari tuduhan tersebut.Misalnya, kata seorang
penggugat, “Hak ku ada di atas engkau sekian banyaknya.” Lalu yang digugat
mengingkari dan bersumpah, “Demi Allah. Tidak ada hak engkau di atas ku.”
2. Untuk menyatakan kebenaran diri pribadi. Misalnya, katanya “Wallahi Demi Allah,
sesungguhnya aku benar melihat, aku benar tidak melihat, aku benar tidak ikut serta dan lain-
lainnya.” Atau “Wallahi Demi Allah, ini benar hak ku.”
3. Untuk berlaku jujur dalam suatu tugas, atau jabatan yang diserahkan orang lain, yang bertujuan
agar seseorang yang diberi jabatan tidak berlaku curang.20
4. Menghilangkan keraguan dalam diri seseorang
5. Membatalkan sesuatu yang bersifat subhat
6. Mengikrarkan suatu perkataan yang sifatnya masih belum jelas

2.4.3. Bentuk Dan Jenis-Jenis Sumpah


1. Sumpah ẓahir (‫) الظاهر‬
adalah sumpah dengan bentuk aslinya atau dihapus bagian kata kerjanya. Bentuk asli sumpah
memiliki tiga bagian : yang pertama kata kerja yang mempergunakan ,(‫)لقسم به‬sumpah objek ,( ‫لفعل‬
‫) الذي يتعدى بالباء‬ba huruf dengan objek dan subjek sumpah atau jawaban sumpah (‫)عليه القسم‬, dan
kata kerja yang digunakan adalah( ‫ احلف‬dan ‫ )اقسم‬bersumpah.
2. Sumpah Mudmar
Sumpah mudmar adalah sumpah yang tidak mengguunakan kata kerja dan objek sumpah. untuk
menunjukkannya sebagai sumpah digunakan huruf lam (‫) ل‬yang dimasukkan pada subjek sumpah

2.4.4.Dalil Tentang Haramnya Bersumpah Dengan Selain ALLAH SWT


Hadis Nabi yang mengharamkan bersumpah selain nama Allah swt. Banyak sekali hadis-hadis
Nabi saw. yang maknanya melarang bersumpah dengan selain Allah swt. dan menjelaskan bahwa
perbuatan tersebut termasuk syirik. Berikut ini akan saya jabarkan sebagian dari hadis-hadis Nabi saw.
yang melarang bersumpah dengan selain Allah swt.

20
Ahmad Tarmidzi, dkk, Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2015), hal. 326
Artinya; Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’adz, telah menceritakan kepada
kami ayah ku, telah menceritakan kepada kami ‘Auf dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah
ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda, “Janganlah kalian bersumpah dengan nama bapak-bapak
kalian, dan jangan pula dengan nama ibu-ibu kalian, serta dengan sekutu-sekutu! Dan janganlah
kalian bersumpah kecuali dengan nama Allah, dan janganlah bersumpah dengan nama Allah
kecuali kalian dalam keadaan benar”. (HR. Abu Daud No. 3248)
KESIMPULAN
Aqiqah artinya sama dengan dzabihah,yaitu binatang yang disembelih.Akan tetapi dalam
istilah ‘aqiqah itu yang dimaksud adalah kambing atau biri-biri jantan atau betina yang
disembelih berhubung dengan adanya anakyang baru dilahirkan. Bila anak itu laki-laki, maka
‘aqiqah nya dua ekor kambing yang sama (mukaafiataani), dan apabila anak itu perempuan
‘aqiqahnya satu ekor kambing. Kambing tersebut disembelih pada hari ketujuh,kemudian daging
‘aqiqah itu dengan segala bagiannya disedekahkan ke pada fakir miskin sebagaimana halnya
daging qurban.

Menurut madzhab Syafi’i,aqiqah sunnah dilakukan oleh pihak-pihak yang wajib


menafkahi si anak.Hikmah aqiqah adalah untuk mensyukuri nikmat Allah SWT karena
telahdikaruniai seorang anak, membiasakan diri bersikap dermawan, serta dalamrangka
membahagiakan anggota keluarga, karib kerabat dan kawan-kawan dengan menghimpun mereka
pada saat sebuah hidangan, sehingga akan bersemi rasa kasih sayang.

Sumpah adalah suatu ucapan untuk memberi suatu kebenaran dalam perkara atau salah satu
dari sifat-sifat-Nya, baik dalam perkara yang sedang diperiksa maupun dalam perkara yang akan datang,
dengan tujuan untuk menolak dan untuk menguatkan gugatan atau tuduhan. adalah jamak dari kata
nadzar, adapun menurut bahasa ialah berjanji dengan kebaikan atau keburukan.

SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauhdari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada beberapa
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
mengenai pembahasanmakalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. FIQIH ISLAM WA ADILLATUHU. Jakarta : DARULFIKIR.

Al Jawi, Syaikh Muhammad Nawawi. 2013. FIQIH ISLAM & TASAWUF. Surabaya:
MUTIARA ILMU.

Abdurrahman. 2009. HUKUM QURBAN, AQIQAH dan SEMBELIHAN. Bandung:Sinar Baru


Algensindo

Anda mungkin juga menyukai