Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENGELOAAN ZAKAT, IMFAQ, DAN SHODAQOH PADA MASA ROSULULLAH


SAW, KHULAFAUR RYASIDIN, BANI UMMAYAH, BANI ABASYIAH, DAN PADA
MASA MODERN
Disusun untuk memenuhi tsalah satu tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Administrasi
ZISWAF

Dosen Pengampu:
Dr. H. Ali Khosim, S.H.I., M.Ag.

Oleh :

Fauzi Barkah 1203010048

PRODI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Tanpa adanya Berkat dan Rahmat Allah SWT, tidak mungkin rasanya
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Terlebih kelompok kami ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung dan membantu kami untuk
menyelesaikan makalah tugas kelompok yang berjudul “PENGELOAAN ZAKAT, IMFAQ,
DAN SHODAQOH PADA MASA ROSULULLAH SAW, KHULAFAUR RYASIDIN,
BANI UMMAYAH, BANI ABASYIAH, DAN PADA MASA MODERN” yang diampu oleh
Bapak dosen Dr. H. Ali Khosim, S.H.I., M.Ag.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah tugas kelompok pada mata kuliah Administrasi
ZISWAF, program studi Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kritik
dan saran yang membangun di butuhkan demi kesempurnaan makalah ini. tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada semua belah pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini. Besar harapan kelompok kami, semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan
bermanfaat bagi semua pembaca. Khususnya bagi kami selaku penulis dan umumnya bagi
mahasiswa-mahasiswi untuk menambah pengetahuan.
Bandung, Juni 2023
Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Ruanglingkup Zakat, Infaq, Shadaqoh............................................................................4
B. Pengeloaan zakat, infaq dan shodaqoh pada masa Rosulullah SAW dan pada masa
Khulafaur Ryasidin....................................................................................................................6
C. Pengeloaan zakat, infaq dan shodaqoh pada masa Bani Umayyah dan Bani Abasyiah
11
D. Pengeloaan zakat, infaq, shodaqoh pasa masa Modern................................................14
E. Pendistribusian Dana Zakat............................................................................................15
BAB III PENUTUP......................................................................................................................22
A. Kesimpulan........................................................................................................................22
B. Saran..................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat, infaq dan sedekah merupakan suatu sistem ekonomi, sosial, moral dan agama. Zakat
dapat disebut juga sebagai suatu sistem politik karena pada dasarnya negaralah yang melakukan
pengelolaannya mulai dari mengumpulkan, mendayagunakan dan mendistribusikan kepada yang
berhak menerimanya berdasarkan syariat islam. Zakat diibaratkan seperti jaminan sosial dan
pemerintah berhak memungutnnya dari orang-orang yang memiliki kelebihan harta yang telah
memenuhi kadar zakat.
Zakat ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata zaka yang merupakan kata dasar (masdar)
yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh dan berkembang. Adapun dalam kitab lisan al-arab zakat
mempunyai arti dasar ditinjau dari sudut bahasa Arab adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji 1.
Dalam kamus bahasa indnesia, zakat diartikan sebagai “jumlah harta tertentu yang wajib
dikeluarkan oleh umat muslim dan diberikan kepada golongan yang behak menerimanya,
menurut yang telah ditetapkan oleh syara 2.” Adapun menurut istilah syara’ “nama bagi sejumlah
harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah swt untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu 3.”
Zakat berbeda dengan sumber-sumber pendapatan negara yang lainnya di mana tanggung-
jawab membayar zakat adalah merupakan sebahagian dari ibadah dalam kehidupan kaum
Muslim. Berdasarkan Surat At-Taubah Ayat 71 Allah berfirman yang artinya: “Dan orang-orang
yang beriman, lelaki dan perempuan, setengahnya menjadi penolong bagi sesetengahnya yang lain;
mereka menyuruh berbuat kebajikan dan melarang daripada berbuat kejahatan; dan mereka mendirikan
sembahyang dan memberi zakat, serta taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat
oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” Dari ayat tersebut sudah sangat
jelas bahwa ciri-ciri seseorang itu adalah muslim yaitu dengan berzakat.
Sebagai salah satu dari rukun Islam, petunjuk untuk melaksanakan tanggung-jawab zakat
ini sangat besar di mana bagi mereka yang tidak melaksanakannya akan mendapat azab yang
pedih di dunia dan akhirat. Hal ini dinyatakan dalam surah al Fussilat ayat 6-7 yang artinya:
1
Rahmawati Muin, Manajemen zakat, (Makassar: Alauddin University Press:2011). h.1
2
Departemen Pendidikan dan Budaya, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balaipustaka, 1989). h.1017
3
Didin Hafiuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah. (Jakarta: Gema Insani Press,2002). h.13

1
“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu;
diwahyukan kepadaku bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan yang Satu; maka hendaklah kamu
tetap teguh di atas jalan yang lurus (yang membawa kepada mencapai keridhaanNya), serta
mohonlah kepadaNya mengampuni (dosa-dosa kamu yang telah lalu). Dan ingatlah, kecelakaan
besar bagi orangorang yang mempersekutukanNya (dengan sesuatu yang lain), iaitu orang-
orang yang tidak memberi zakat (untuk membersihkan jiwa dan hartanya) dan mereka pula
kufur ingkar akan adanya hari akhirat.” Ayat ini turut menerangkan ciri-ciri orang musyrik, di
antaranya ialah tidak menunaikan zakat dan tidak mempercayai akan adanya hari akhirat.
Pengelola zakat memiliki kewajiban untuk memungutnya dari orang yang memiliki
kelebihan harta kemudian dikelola dengan baik untuk diserahkan kepada orang yang berhak
menerimanya. Hal ini tidak untuk menyiksa mereka yang memiliki kelebihan harta, namun
dengan tujuan untuk membersihkan dan mensucikan harta mereka. Karena Zakat, infaq, dan
sedekah secara subtantif, merupakan bagian mekanisme pemerataan pendapatan, yakni dengan
prinsip dana zakat yang diambil dari orang yang memiliki harta yang lebih yang kemudian
disalurkan kepada orang yang kekurangan.Zakat hanya sebagian kecil diambil dari hartanya
dengan melihat kriteria yang berhak untuk dizakati. Oleh karena itu dana zakat tidak bisa
diberikan secara sembarangan, karena dana zakat ini hanya diberikan kepada golongan tertentu.
Berbeda dengan dana infaq dan sedekah yang disalurkan untuk umum. Zakat, Infaq, dan sedekah
akan lebih optimal manfaatnya bagi masyarakat apabila dikelola dengan baik oleh lembaga amil
dari pada disalurkan sendiri oleh muzzaki atau yang mengeluarkan zakat. Meskipun penyaluran
zakat ini diperbolehkan untuk disalurkan sendiri akan tetapi para ulama menyarankan untuk
disalurkan melalui lembaga amil. Untuk membangun lembaga amil yang amanah dan profesional
dan amanah yang menjadi syarat utama adalah struktur organisasi. Struktur organisasi ini sangat
penting demi menentukan pembagian tugas secara jelas, dan 4 terdapat kejelasan wewenang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Ruang lingkup zakat, infaq, shadaqoh?
2. Bagaimana Pengeloaan zakat, infaq, dan shodaqoh pada masa Rosulullah SAW, dan
Khulafaur Ryasidin?
3. Bagaimana Pengeloaan zakat, infaq, dan shodaqoh pada masa bani Umayyah dan Bani
Abasyiah?
4. Bagaimana Pengeloaan zakat, infaq, dan shodaqoh pada masa modern?

2
5. Bagaimana pendistribusian dana zakat?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Ruanglingkup zakat, infaq, shadaqoh;
2. Untuk mengetahui pengeloaan zakat, infaq, dan sodaqoh pada masa Rosulullah SAW,
dan Khulafaur Ryasidin;
3. Untuk mengetahui Pengeloaan zakat, infaq, dan shodaqoh pada masa bani Umayyah dan
Bani Abasyiah;
4. Untuk mengetahui Pengeloaan zakat, infaq, dan shodaqoh pada masa modern;
5. Untuk mengetahui pendistribusian dana zakat.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruanglingkup Zakat, Infaq, Shadaqoh
Zakat secara harfiah mempunyai makna makna ‫ )طهر‬pensucian), ‫( نمأ‬pertumbuhan), dan
‫ة‬H‫ )برك‬berkah).4 Selain itu juga berarti suci, bersih, baik, tumbuh, murni, layak, senang. 5 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, zakat berarti jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh
orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya menurut
ketentuan yang telah ditetapkan syara’. 6 Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi zakat,
menurut Ali bin Muhammad al Jurjani, zakat adalah memberikan harta tertentu kepada
kelompok tertentu pula.7 Definisi ini cukup singkat dan padat, artinya segala harta yang wajib
dizakati masuk di dalamnya.
Menurut Ulama Hanafiyah, zakat didefinisikan sebagai pemilikan bagian tertentu dari harta
tertentu yang dimiliki seseorang berdasarkan ketetapan Allah. Menurut Ulama Malikiyah,
definisi zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai satu
nisab bagi orang yang berhak menerimanya, dengan ketentuan harta itu milik sempurna, telah
haul dan bukan merupakan barang tambang. Menurut Ulama Syafi’iyah, zakat didefinisikan
dengan sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau jiwa dengan cara tertentu. Menurut Ulama
Hanabilah, zakat didefinisikan dengan hak wajib pada harta tertentu bagi kelompok orang
tertentu pada waktu yang tertentu pula.8
Pengertian zakat juga terdapat dalam salah satu aturan yang ditetapkan oleh pemerintah
sebagai wujud andil hukum Islam dalam hukum nasional, yaitu dalam Undang-Undang RI No.
23 tahun 2011, bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim atau
badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.9
Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu pokok bagi tegaknya
syariat Islam. Oleh sebab itu, hukum menunaikan zakat adalah wajib atas setiap muslim yang
4
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Depok: PT Kharisma Putra Utama, 2017), hal.
427.
5
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Ali
Maksum, 1996), hal. 1017.
6
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.
1279.
7
Ali bin Muhammad al Jurjani, Kitab al Ta’rifat, (Jeddah: al Haramain, 2001), hal. 113.
8
PISS-KTB, Kumpulan Tanya Jawab Islam: Hasil Bahtsul Masail dan Tanya Jawab Agama Islam, (Jakarta:
Daarul Hijrah Technology, 2015), hal. 749.
9
Tim Redaksi Fokusmedia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, (Bandung:
Fokus Media, 2012), hal. 2.

4
telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat wajib zakat adalah muslim, baligh, berakal
dan memiliki harta yang mencapai nisab.10
Zakat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu zakat nafs (jiwa) yang juga disebut zakat
fitrah, dan zakat mal atau zakat harta. Sedangkan suatu harta dapat dikatakan mal atau kekayaan
apabila telah memenuhi dua syarat yaitu, dapat dimiliki atau dikuasai, dapat diambil manfaatnya,
dan untuk kategori tertentu harta tersebut harus dapat berlalu dalam waktu setahun. Harta atau
mal yang wajib dizakati yakni, binatang ternak, emas dan perak, tanaman, perdagangan, barang
tambang, uang baik dalam bentuk surat berharga ataupun properti, dan profesi.11
Sedangkan infak, berasal dari kata “anfaqa”, yang berarti mengeluarkan suatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian harta
atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika
zakat ada batasan kadarnya maka infak tidak mengenal nisab. Karena infak dikeluarkan oleh
setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah. 12 Jika zakat harus
diberikan kepada mustahik yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60 yaitu
delapan ashnaf, maka infak boleh diberikan kepada siapapun juga, seperti anak yatim, orang tua,
sebagai perluasan syiar Islam dan lain sebagainya dengan tujuan kemaslahatan umum.
Adapun sedekah berasal dari kata “shadaqa” yang berarti benar. Orang yang suka
bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariat,
pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuannya.
Hanya saja, infak lebih kelihatan berbentuk materi, sedangkan sedekah memiliki arti lebih luas,
karena menyangkut hal yang bersifat non materil. 13 Seringkali kata sedekah dipergunakan dalam
al-Qur’an, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat, seperti halnya pada surat at-Taubah ayat
60. Yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat dan masih memiliki kelebihan harta,
sangat dianjurkan untuk berinfak atau bersedekah. Berinfak adalah ciri utama orang yang
bertaqwa, ciri mukmin yang mengharapkan keuntungan abadi. Berinfak akan melipatgandakan
pahala di sisi Allah SWT. Sebaliknya, apabila tidak mau berinfak maka sama halnya dengan
menjatuhkan diri kepada kebinasaan.

10
Institut Managemen Zakat, Panduan Puasa dan Zakat, (Jakarta: Kemenag RI, 2007), hal. 25.
11
ibid., hal. 26.
12
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah, (Jakarta: Gema Insani, 1998), hal.
14.
13
ibid., hal. 15.

5
B. Pengeloaan zakat, infaq dan shodaqoh pada masa Rosulullah SAW dan pada masa
Khulafaur Ryasidin
1. Pengelolaan zakat pada masa Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke dunia ini dengan tujuan antara Lain
memperbaiki akhlak manusia yang ketika itu sudah mencapai ambang Batas kerusakan
yang sangat membahayakan bagi masyarakat. Kerusakan Tersebut terutama disebabkan
oleh sikap perilaku golongan penguasa dan Pemilik modal yang umumnya bersikap zakim
dan sewenang-wenang. Orang Kaya mengeksploitasi golongan lemah dengan berbagai
cara, seperti sistem Riba, berbagai bentuk penipuan, dan kejahatan ekonomi lainya. 14
Pengsyari’atan zakat tampak seiring dengan upaya pembinaan tatanan Sosial yang baru
dibangun oleh nabi Muhammad SAW setelah beliau berada Di Madinah. Sedangkan
selama berada di Mekkah bangunan keislaman Hanya terfokus pada bidang aqidah, qashas
dan akhlaq. Baru pada periode Madinah, Nabi melakukan pembangunan dalam segala
bidang, tidak saja Bidang aqidah dan akhlaq, akan tetapi juga memperlihatkan bangunan
Muamalat dengan konteksnya yang sangat luas dan menyeluruh. Termasuk Bangunan
ekonomi sebagai salah satu tulang punggung bagi pembangunan Ummat Islam bahkan
Ummat manusia secara keseluruhan.15
Nabi Muhammad SAW tercatat membentuk baitul maal yang melakukan Pengumpulan
dan pendistribusian zakat dengan amil sebagai pegawainya Dengan lembaga ini,
pengumpulan zakat dilakukan secara wajib bagi orang Yang sudah mencapai batas
minimal.
Pengelolaan zakat di zaman Rasulullah SAW, banyak ayat Al-Qur’an Yang
menjelaskan bahwa Allah SWT secara tegas memberi perintah kepada Nabi Muhammad
SAW untuk mengambil zakat. Al-Qur’an juga Menegaskan bahwa zakat harus diambil
oleh para petugas untuk melakukan Hal tersebut. Ayat-ayat yang turun di Madinah
menegaskan zakat itu wajib Dalam bentuk perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan
yang jelas. Juga Terdapat berbagai bentuk pertanyaan dan ungkapan yang menegaskan
Wajibnya zakat.

14
Abdurrrachman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial),(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), Hal.50
15
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat., Hal.19

6
Hal ini yang diterapkan periode awal Islam, dimana pengumpulan dan Pengelolaan
zakat dilakukan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh Negara lewat baitul maal.
Pengumpulan langsung dipimpin oleh Muhammad. Seperti halnya hadits Berikut :
Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Ibrahim Ad Dimasyqi dan
Zubair bin Bakkar keduanya berkata; telah menceritakan Kepada kami Ibnu Nafi’ berkata,
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shalih At Tammar dari Az Zuhri dari
Sa’id bin Al Musayyab Dari ‘Attab bin Usaid berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengutus Seseorang untuk menghitung takaran buah atau anggur yang ada di pohon Milik
orang-orang.16
Nabi Muhammad sebagai pemimpin Negara menunjuk beberapa Sahabatnya untuk
mengumpulkan zakat dari masyarakat muslim yang telah Teridentifikasi layak memberikan
zakat serta menentukan bagian zakat yang Terkumpul sebagai pendapatan dari ‘amil.
Ulama berpendapat bahwa adanya Porsi zakat yang diperuntukkan bagi ‘amil merupakan
suatu indikasi bahwa Zakat sewajarnya dikelola oleh lembaga khusus zakat atau yang
disebut Dengan ‘amil bukan oleh individu muzakki sendiri. Rasullah SAW pernah
memperkerjakan seorang pemuda suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah, Untuk
mengurus zakat bani Sulaim. Pernah pula mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk
menjadi amil zakat, menurut Yusuf Al-Qardawi, Nabi Muhammad SAW telah mengutus
lebih dari 25 amil ke seluruh pelosok Negara dengan memberi perintah dengan
pengumpulan sekaligus Mendistribusikan zakat sampai habis sebelum kembali ke
Madinah.
Pembukuan zakat juga dipisahkan dari pendapat Negara lainya, Pencatatan zakat juga
dibedakan antara pemasukan dan pengeluaran, di mana Keduanya harus terperinci dengan
jelas, meskipun tanggal penerimaan dan Pengeluaran harus sama. Selain itu, Nabi SAW
berpesan pada para ‘amil Agar berlaku adil dan ramah, sehingga tidak mengambil lebih
dari pada yang Sudah ditetapkan dan tidak berlaku kasar baik pada muzakki maupun
Mustahiq. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada zaman Nabi SAW Pengelolaan
zakat bersifat terpusat dan ditangani secara terpusat, namun Demikian pengelolaan zakat
pada saat itu secara institusional dianggap Sederhana dan masih terbatas dengan sifatnya
yang teralokasi dan sementara, Dimana jumlah zakat terdistribusi akan tergantung pada
16
Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Abdullah ibn Majah Al-Quzwaini, Sunan Abi Majah,(Maktabah Al-
Ma’arif Linnatsir Wa At-Tauzi’ Lishohibiha Ibn Sa’id ‘Abdur Rahman Ar-Rasyid, t.t), Hal.316-317.

7
jumlah zakat yang Terkumpul pada daerah atau kawasan tertentu, dan uang zakat yang
Terkumpul langsung didistribusikan kepada para mustahiq tanpa sisa.17
2. Pengelolaan zakat di masa Khulafaur Rasyidin
a. Masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Setelah Rasullah SAW wafat, banyak kabilah-kabilah yang menolak Untuk
membayar zakat dengan alasan merupakan perjanjian antara Mereka dan Nabi SAW,
sehingga setelah beliau wafat maka kewajiban Terebut menjadi gugur. Pemahaman
yang salah ini hanya terbatas Dikalangkan suku-suku Arab Baduwi. Suku-suku Arab
Baduwi ini Menganggap bahwa pembayaran zakat sebagai hukuman atau beban Yang
merugikan.18
Abu Bakar yang menjadi khalifah pertama penerus Nabi SAW memutuskan untuk
memerangi mereka yang menolak Membayar zakat dan menganggap mereka sebagai
murtad. Perang ini Tercatat sebagai perang pertama di dunia yang dilakukan sebuah
negara Demi membela hak kaum miskin atas orang kaya dan perang ini Dinamakan
Harbu Riddah.19
b. Masa Umar bin Khatab
Ia menetapakan suatu hukum berdasarkan realita sosial. Diantara Ketetapan Umar
RA adalah mengahapus zakat bagi golongan mu’allaf , Enggan memungut sebagian
‘usyr (zakat tanaman) karena merupakan Ibadah pasti, mewajibkan kharaj (sewa tanah),
dan menentapkan zakat Kuda yang pada zaman Nabi tak pernah terjadi. Tindakan Umar
RA menghapus kewajiban kepada mu’allaf bukan berarti mengubah hukum Agama dan
mengenyampingkan ayat-ayat Al-Qur’an, Ia hanya Mengubah fatwa sesuai dengan
perubahan zaman yang jelas berbeda Dari zaman Rasulullah SAW.20
Setelah wafanya Abu Bakar dan dengan perluasan wilayah Negara Islam yang
mencakup dua kerajaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir) dan seluruh kerajaan
Persia termasuk Irak, ditambah dengan Melimpahnya kekayaan Negara pada masa
khilafah, telah memicu Adanya perubahan sistem pengelolaan zakat. Kedua faktor

17
Ibid.,Hal.21
18
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah
Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Lampung; IAIN Raden
Intan) , Hal.248
19
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat., Hal. 21
20
Faisal, Sejarah Pengelolaan...., Hal.248-249

8
tersebut Mengharuskan adanya intitusionalisasi yang lebih tinggi dari Pengelolaan
zakat. Perubahan ini tercermin secara jelas pada masa Khalifah Umar bin Khattab,
Umar mencontoh sistem administrasi yang Diterapkan di Persia, dimana sistem
administrasi pemerintahan dibagi Menjadi delapan provinsi, yaitu Mekkah, Madinah,
Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Umar kemudian mendirikan apa
Yang disebut Al-Dawawin yang sama fungsinya dengan baitul maal Pada zaman Nabi
Muhammmad SAW dimana ia merupakan sebuah Badan audit Negara yang
bertanggung jawab atas pembukuan Pemasukan dan pengeluaran Negara. Al-Dawawin
juga diperkirakan Mencatat zakat yang didistribusikan kepada para mustahiq sesuai
Dengan kebutuhan masing-masing. Pengembangan yang dilakukan Umar terhadap
baitul maal merupakan kontribusi Umar kepada dunia Islam. Pada masa Umar pula
sistem pemungutan zakat secara langsung Oleh negara, yang dimulai dengan
pemerintahan Abdullah bin Mas’ud Di Kuffah dimana porsi zakat dipotong dari
pembayaran Negara. Meskipun hal ini pernah diterapkan Khalifah Abu Bakar, namun
pada Masa Umar proses pengurangan tersebut menjadi lebih tersistematis. 21
c. Pada masa Utsman bin Affan
Meskipun kekayaan Negara Islam mulai melimpah dan umlah zakat Juga lebih dari
mencukupi kebutuhan para mustahiq, namun administrasi Zakat justru mengalami
kemunduran. Hal ini justru dikarenakan Kelimpahan tersebut, dimana Utsman memberi
kebebasan kepada ‘Amil dan Individu untuk mendistribusikan zakat kepada siapun yang
mereka Nilai layak menerimanya. Zakat tersebut adalah yang tidak kentara Seperti zakat
perdagangan, zakat emas, zakat perak, dan perhiasan lainya.
Keputusan Utsman ini juga dilatar belakangi oleh keinginan Meminimalkan biaya
pengelolaan zakat dimana beliau menilai bahwa Biaya yang dibutuhkan untuk
mengumpulkan dana zakat tersebut akan Tinggi dikarenakan sifatnya yang tidak mudah
diketahui oleh aparat Negara.22
d. Pada Masa Ali ibn Abi Thalib
Situasi politik pada masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib Berjalan tidak
stabil, penuh peperangan dan pertumpahan darah. Akan tetapi Ali bin Abi Thalib tetap
mencurahkan perhatiannya yang sangat Serius dalam mengelola zakat. Ia melihat bahwa
21
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat.,Hal.22
22
Ibid., Hal.23

9
zakat adalah urat nadi Kehidupan bagi pemerintahan dan agama. Ketika Ali bin Abi
Thalib Bertemu dengan orang-orang fakir miskin dan para pengemis buta yang
Beragama non muslim (Nasrani), ia menyatakan biaya hidup mereka Harus ditanggung
oleh baitul maal khalifah Ali bin Abi Thalib juga ikut Terjun dalam mendistribusikan
zakat kepada para mustahiq (delapan Golongan yang berhak menerima zakat). Harta
kekayaan yang wajib Zakat pada waktu itu berupa dirham, dinar, emas dan jenis
kekayaan Apa pun tetap dikenai kewajiban zakat.
Oleh karena itu mekanisme yang diterapkan oleh khalifah Utsman bin Affan tadi
ternyata memicu beberapa permasalahan mengenai Transparansi distribusi zakat,
dimana para ‘amil justru membagikan zakat Tersebut kepada keluarga dan orang-orang
terdekat mereka. Seiring Dengan penurunan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dan Berbagai konflik politik lainya yang memecahkan kesatuan Negara
Islam Dengan wafatnya utsman dan naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai Penggantinya,
maka semakin marak pula praktek pengelolaan zakat Secara individual. Hal ini ditandai
dengan fatwa Sa’id bin Jubair dimana Pada saat beliau berceramah di masjid ada yang
bertanya pada beliau, Apakah pebanyaran zakat sebaiknya diberikan kepada
pemerintah ? Sai’id bin Jubair mengiyakan pertanyaan tersebut. Namun pada saat
pertanyaan Tersebut ditanyakan secara personal kepada beliau, ia justru menganjurkan
Penanya untuk membayar zakat secara langsung kepada ashnafnya.
Jawaban yang bertentangan ini mnenunjukan bahwa kondisi pemerintah Pada saat itu
tidak stabil atau tidak dapat dipercaya, sehingga kepercayaan Masyarakat kepada
pemerintah pun mulai menurun.
Ringkas pembahasan sistem zakat yang diterapkan dari masa ke masa Mengalami
sebuah perbedaan yang mana perubhan tersebut untuk Menghadapi zaman yang
semakin maju, hal ini menunjukan bahwa pintu Ijtihad terbuka lebar, dan ijtihad seperti
yang dicontohkan oleh para Sahabat semata-mata hanya untuk kemashlahatan
ummatnya.
C. Pengeloaan zakat, infaq dan shodaqoh pada masa Bani Umayyah dan Bani Abasyiah
Kegemilangan zakat pernah terjadi pada zaman bani Umayyah (pasca khulaurrasyidin),
pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Pemimpin yang mengoptimalkan potensi zakat,
infaq, shadaqah dan wakaf sebagai kekuatan solusi pengentasan kemiskinan di negerinya. Hal ini

10
terbukti hanya dengan waktu 2 tahun 6 bulan dengan pengelolaan dan sistem yang profesional,
komprehensif dan universal membuat negerinya makmur dan sejahtera tanpa ada orang miskin di
negerinya.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, masyarakat mulai tidak membayar zakat akibat beban pajak
kharaj dan ushr yang terlalu tinggi. Qadhi Abu Yusuf pada zaman Khalifah Harus ArRasyid,
dalam bukunya Al-Kharaj, menerangkan secara terperinci tentang sumber pemasukan uang
negara yang lebih menitikberatkan pada Al-Kharaj dibanding zakat.23
1. Zakat Pada Masa Daulah Umayyah
Zakat dan Shadaqah akan dibagi berdasarkan delapan ashnaf (golongan), kemudian
ditetapkan oleh hakim/qadhi bani Umayyah siapa saja yang berhak menerima
pendistribusian zakat sesuai dengan zaman Khulaurrasyidin. Kecuali pada zaman khalifah
Umar bin Abdul Aziz dimana seseorang tidak akan dihukum ketika tidak membayar zakat
maal.24
Apa yang telah dilakukan oleh Usman diikuti oleh penguasa-penguasa dinasti
Umayyah. Hanya saja dalam sejarah perkembangan dinasti Umayyah ini terdapat seorang
khalifah yang mengharuskan adanya kewajiban zakat dari harta yang diperoleh dari gaji
dan honorarium yang dalam istilah saat ini disebut dengan zakat profesi. 25
Masa pemerintahan Bani Umayyah, Baitul Mal dibagi menjadi dua bagian; umum dan
khusus. Pendapatan Baitul Mal umum diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum,
sedangkan pendapatan Baitul Mal khusus diperuntukkan bagi para sultan dan keluarganya.
Namun dalam prakteknya, tidak jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran
harta Baitul Mal tersebut. Pengeluaran untuk kebutuhan para sultan, keluarga, dan para
sahabat dekatnya banyak yang diambilkan dari kas Baitul Mal umum. Begitu pula halnya
dengan pengeluaran hadiah hadiah untuk para pembesar negara dan berbagai pengeluaran
lainnya yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan umat Islam secara keseluruhan.
Dengan demikian, telah telah terjadi disfungsi penggunaan dana baitul mal pada masa
pemerintahan Daulah Umayyah kecuali pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz.26

23
Abdullah Zaky Al Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, hal. 146
24
Badawi Abdul Latif Al-Azhar, Pengaturan Harta dalam Islam di Masa Awal Daulah Abbasiyah, Hal. 44
25
AA Miftah, Pembaharuan Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, Hal. 77
26
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Hal. 46

11
Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz (717 M) adalah tokoh terkemuka yang patut
dikenang sejarah, khususnya dalam hal pengelolaan zakat. Di tangannya, pengelolaan zakat
mengalami reformasi yang sangat memukau. Semua jenis harta kekayaan wajib dikenai
zakat. Pada masanya, sistem dan manajemen zakat ditangani dengan amat profesional.
Jenis harta dan kekayaan yang dikenai wajib zakat semakin beragam. ‘Umar ibn ‘Abd al-
‘Aziz adalah orang pertama yang mewajibkan zakat dari harta kekayaan yang diperoleh
dari penghasilan usaha atau hasil jasa, termasuk gaji, honorarium, penghasilan berbagai
profesi dan berbagai ma>l mustafa>d lainnya. Sehingga pada masa kepemimpinannya,
dana zakat melimpah ruah tersimpan di Baitul Mal. Bahkan petugas amil zakat kesulitan
mencari golongan fakir miskin yang membutuhkan harta zakat. Beberapa faktor utama
yang melatarbelakangi kesuksesan manajemen dan pengelolaan zakat pada masa Khalifah
‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz. Pertama, adanya kesadaran kolektif dan pemberdayaan Baitul
Mal dengan optimal.
Kedua, komitmen tinggi seorang pemimpin dan didukung oleh kesadaran umat secara
umum untuk menciptakan kesejahteraan, solidaritas, dan pemberdayaan umat. Ketiga,
kesadaran di kalangan muzakki (pembayar zakat) yang relatif mapan secara ekonomis dan
memiliki loyalitas tinggi demi kepentingan umat.27
Umar sangat memerhatikan pengembangan sistem zakat. Umar memberlakukan
sejumlah kebijakan, yaitu pertama, Membagi beberapa kategori penyaluran zakat, antara
lain zakat untuk orang sakit, kaum difabel, dhuafa, dan orang yang terlilit hutang. Kedua,
untuk menyiasati terhimpunnya kebutuhan anggaran zakat, Umar menghemat seluruh
pendapatan kas dan negara.28
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Maal berada sepenuhnya di bawah
kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat. Keadaan di atas
berlangsung sampai datangnya Khalifah ke-8 Bani Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz
(memerintah 717-720 M). Umar berupaya untuk membersihkan Baitul Maal dari
pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak
menerimanya. Umar membuat perhitungan dengan para Amir bawahannyaagar mereka
mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah. Di samping

27
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia, Hal. 10
28
Republika, 2017

12
itu, Umar sendiri mengembalikan milik pribadinya sendiri, yang waktu itu berjumlah
sekitar 40.000 dinar setahun, ke Baitul Maal.
2. Zakat Pada Masa Daulah Abbasiyah
Sejarah mencatat di antara raja-raja yang pernah memimpin Dinasti Abbasiyah, adalah
Khalifah Harun Al-Rasyid (768-808M) dan anaknya, Khalifah Al-Ma’mun (813-833M)
yang menghantarkan pemerintahan Islam Abbasiyah pada puncak kejayaan. Bisa dikatakan
kedua khalifah itulah yang paling terkenal di mata publik sebagai khalifah terbesar. 29
Dalam struktur kenegaraan dinasti Abbasiyah, zakat memiliki departemen sendiri yakni
departemen shadaqah. Departemen ini bertanggung jawab dalam pengumpulan dan
pendistribusian zakat.
Sumber dana yang paling lazim bagi pembangunan Madrasah adalah lembaga wakaf,
sebuah cara tradisional dalam Islam untuk mendukung lembaga yang melayani kebutuhan
masyarakat umum. Menyumbangkan materi (zakat) yang diperuntukkan bagi para
mustahiq dan pengembangan Islam merupakan bagian dari rukun Islam. Demikian halnya
dalam pembangunan Madrasah, wazir Nizam Al-Mulk menyediakan dana wakaf untuk
membiayai mudarris, imam dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas
asrama.30
Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah, zakat, fa’i,
ghanimah, ‘usyr dan harta lainnya, seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan orang yang
tidak mempunyai ahli waris. Seluruh pendapatan negara tersebut dimasukkan kedalam
baitul mal dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan.31
Dalam hal pendistribusian pendapatan zakat, Al-Mawardi menyatakan bahwa kewajiban
negara untuk mendistribusikan harta zakat kepada orang-orang fakir dan miskin hanya
pada taraf sekedar untuk membebaskan mereka dari kemiskinan. Tidak ada batasan jumlah
tertentu untuk membantu mereka karena ‘pemenuhan kebutuhan’ merupakan istilah yang
relatif. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga terbebas dari kemiskinan,
seseorang bisa jadi hanya cukup membutuhkan 1 dinar, sementara yang lain mungkin
membutuhkan 100 dinar.32
29
Ris Rizania, Bait Al-Hikmah Dinasti Abbasiyah
30
2 Serli Mahroes, Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah dalam Perspektif Sejarah Pendidikan Islam, Hal.
100-101
31
5 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Hal. 56-57
32
Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Hal. 311

13
Disamping itu, Al-Mawardi berpendapat bahwa zakat harus didistribusikan di wilayah
tempat zakat itu diambil. Pengalihan zakat ke wilayah lain hanya diperbolehkan apabila
seluruh golongan mustahik zakat di wilayah tersebut telah menerimanya secara memadai.
Kalau terdapat surplus, maka wilayah yang paling berhak menerimanya adalah wilayah
yang terdekat dengan wilayah tempat zakat tersebut diambil.33
D. Pengeloaan zakat, infaq, shodaqoh pasa masa Modern
Mekanisme pengelolaan zakat infak dan sedekah secara umumnya meliputi:
1. Analisis Perencanaan
Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan
pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. 34 Pada tahun
2017 fokus perencanaan yang akan dilakukan oleh LAZISNU tertuju pada pembenahan
manajemen dengan tujuan peningkatan grafik pertumbuhan ekonomi dan upaya membantu
sesama masyarakat Nahdiyah atau masyarakat yang membutuhkan dari tahun ke tahun.35
2. Analisis Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengaturan kerja bersama sumber daya keuangan, fisik dan
manusia dalam organisasi. Pengorganisasian merupakan penyusunan struktur organisasi
sesuai dengan tujuan organisasi, SDM dan lingkungan.36
Guna terwujudnya suatu organisasi atau lembaga yang sehat, maka LAZISNU
merumuskan bentuk pengorganisasian yang baik yaitu: (1) adanya struktur organisasi, (2)
adanya pembagian tugas yang sesuai dengan keahlian, (3) adanya koordinasi dan
wewenang.

33
Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Hal. 311-312
34
Mardani. “Hukum ekonomi syariah di Indonesia,” 2011.
35
“Miftakhul Alimin (50 Tahun), Buruh Harian Lepas, Wawancara, Metro, 08 Desember 2018,” n.d.
36
Mufraini;, M. Arief. Akutansi dan Manajemen Zakat. Prenada Media group, 2008.

14
3. Analisa Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan LAZISNU menekankan pada dua analisa yaitu: (1) Analisis
pelaksanaan penghimpunan dana ZIS dilakukan dengan memuat program, menyentuh hati
para donatur, bekerjasama dengan perusahaan. (2) Strategi penggalangan dana, dalam hal
ini pihak LAZISNU masih terus mengalami perkembangan, ide-ide yang potensial masih
terus dicari untuk lebih mengembangkan program ini, karena program ini masih
merupakan program yang baru yang belum banyak masyarakat ketahui. Salah satu strategi
penggalangan dana yang baru berdiri dan berlangsung pada tahun 2017 ini adalah program
1000 berkah yang bekerjasama dengan IAIM NU daerah setempat.37
4. Analisa Pengawasan
Bentuk pengawasan yang ada di LAZISNU salah satunya yaitu dengan pengumpulan
hasil pendistribusian atau laporan dari masing – masing MWC setempat dari seluruh
bagian di daerah-daerah baik secara bulanan maupun periodik melalui sistem informasi
yang relevan. Pengawasan juga melibatkan perangkat desa setempat dengan mengadakan
kegiatan yasin dan tahlil juga kegiatan lailatul ijtima’.38
Dalam Manajemen Pengawasan yang dilakukan oleh LAZISNU sebenarnya sudah
cukup baik. Tapi dalam hal evaluasi mungkin perlu dilakukan laporan secara berkala bisa
harian, bulanan bahkan tahunan, hal ini agar pengawasan dan pengendalian yang dilakukan
oleh LAZISNU bisa berjalan secara efektif dan efisien.
E. Pendistribusian Dana Zakat
1. Pengertian Distribusi
Distribusi berasal dari bahasa Inggris yaitu distribute yang berarti pembagian atau
penyaluran. Secara terminologi distribusi adalah penyaluran (pembagian) kepada orang
banyak atau beberapa tempat. Pengertian lain mendefinisikan distribusi sebagai penyaluran
barang keperluan sehari-hari oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk dan
sebagainya.39 Menurut Philip Kotler, distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling
tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa yang siap untuk
digunakan atau dikonsumsi. Dalam hal ini, distribusi dapat diartikan sebagai kegiatan
(membagikan, mengirimkan) kepada orang atau ke beberapa tempat.
37
Muhklisin, Ahmad. “KAJIAN HUKUM ISLAM TERHADAP DINAMIKA PELAKSANAAN ZAKAT
PADI.” JURNAL MAHKAMAH : Kajian Ilmu Hukum Dan Hukum Islam 1, no. 2 (December 5, 2016): 425–43.
38
Sari, Elsi kartika. Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf. Grasindo, 2006.
39
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus..., hal. 269.

15
Secara garis besar, pendistribusian dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang
berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen
kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah,
harga, dan saat dibutuhkan). Dengan kata lain distribusi merupakan aktivitas pemasaran
yang mampu menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran yang
dapat merealisasikan kegunaan atau fasilitas bentuk, tempat, dan kepemilikan serta
memperlancar arus saluran pemasaran (marketing chanel flow) secara fisik dan non fisik. 40
2. Pendistribusian Zakat
Distribusi pemindahan tempat barang atau jasa dari produsen ke konsumen, termasuk
kedalamnya pemindahan material dari lini permulaan dari produksi. 41 Distribusi juga
terlaksana karena adanya penyedia jasa-jasa atau memiliki suatu untuk membawa jasa
kepada pengguna.42
Di zaman Rasulullah SAW, yang kemudian dilanjutkan para sahabatnya, para muzakki
menyerahkan zakatnya langsung kepada Baitul Mal, kemudian para petugas atau amil
mendistribusikannya kepada para mustahiq. Untuk mendistribusikannya antara lain
mencakup penentuan cara yang paling baik untuk mengetahui para penerima zakat,
kemudian meakukan klasifikasi dan menyatakan hak-hak mereka, menghitung jumlah
kebutuhan mereka dan menghitung biaya yang cukup untuk mereka dan kemudian
meletakkan dasardasar yang sehat objektif dalam pembagian zakat sesuai dengan kondisi
sosialnya. Amil hendaknya menyerahkan hak asnaf secara langsung dengan disaksikan
amil lain ditempat mereka berada, tanpa mereka yang harus datang mengambil, di mana
para mustahiq harus antri untuk mendapatkan bagian zakat.43
Agar dapat menjadi dana yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat,
terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, zakat,
infaq dan shodaqoh harus dilakukan dan dikelola secara profesional dan bertanggung
jawab, yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah. Bahwa

40
Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (Yogyakarta: Andi, 2001), hal. 185.
41
Misbahuddin, E-Commerce Dan Hokum Islam (cet:I: Makassar: alauddin university perss. 2012), h. 72.
42
Misbahuddin, E-Commerce Dan Hokum Islam (cet:I: Makassar: alauddin university perss. 2012), h. 73.
43
Zuhri, Zakat Di Era Reformasi Tata Kelola Baru Undang-Undang Pengelolaan Zakat No 23 Tahun 2011,
(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang), h. 57.

16
pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.44
Zakat yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat harus segera disalurkan
kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program
kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahik.45
Pendayagunaan dan infaq, shodaqoh, hibah, wasiat, waris dan kafarat untuk usaha yang
produktifdiharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan
pengadministrasian keuangannya dipisahkan dari pengadministrasian keuangan zakat.
Hadirnya undang-undang tersebut diharapkan dapat memberikan spirit kepada pemerintah
dalam pengelolaan zakat, sebagaimana yang telah dilakukan pemerintah pada awal Islam.
Jadi dalam hal ini peran amil yang pro aktif sangat penting yaitu mulai dari pendataan,
mendatangi dan menerangkan kepada muzzaki tentang pentingnya membayar zakat.
Pendistribusian zakat adalah kegiatan untuk memudahkan dan melancarkan penyaluran
dana zakat dari muzakki kepada mustahik. Danadana yang terkumpul akan didistribusikan
dari muzakki kepada mustahik melalui suatu lembaga yang mengelola zakat. Dengan
pendistribusian, dana zakat yang terkumpul dapat tersalurkan secara tepat sasaran dan
sesuai dengan yang dibutuhkan mustahik. Selain itu, dengan adanya pendistribusian yang
tepat maka kekayaan yang ada dapat melimpah dan merata dan tidak beredar dalam
golongan tertentu saja.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pasal 25 (1)
dijelaskan bahwa zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syari’at
Islam. Kemudian pada pasal 26 dijelaskan bahwa pendistribusian zakat dilakukan
berdasarkan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. 46 Pendistribusian zakat dapat
dilaksanakan dengan dua pola, yaitu:47
a. Konsumtif, penyaluran zakat secara konsumtif terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Konsumtif tradisional, yakni zakat yang diberikan secara langsung kepada
mustahik, seperti beras dan jagung;

44
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal. 15-16.
45
Ilyas Supena dan Darmuin, Manajemen Zakat, (Semarang : Walisongo Pers, 2009), h. 134.
46
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
47
Didin Hafidhuddin, dkk. , The Power Of Zakat: Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, (Malang:
UIN- Malang Press, 2008), hal. 13.

17
2) Konsumtif kreatif, yakni penyaluran zakat secara langsung dalam bentuk lain,
dengan harapan dapat bermanfaat lebih baik, seperti beasiswa, peralatan sekolah,
dan pakaian anak-anak yatim.
b. Produktif, terdapat dua bentuk pendistribusian zakat secara produktif, yaitu:
1) Produktif tradisional, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barangbarang yang
dapat berkembang biak atau alat utama bekerja, seperti sapi, kambing, alat cukur,
dan mesin jahit;
2) Produktif kreatif, yaitu penyaluran zakat yang diberikan dalam bentuk modal kerja
sehingga penerimanya dapat mengembangkan usahanya setahap lebih maju.
Salah satu syarat bagi keberhasilan zakat dalam mencapai tujuan sosial kemanusiaan
adalah dengan cara pendistribusian yang profesional yang didasarkan kepada landasan
yang sehat, sehingga zakat tidak salah sasaran. Supaya dana zakat yang disalurkan dapat
berdaya guna, maka seharusnya pemanfaatnya harus selektif untuk kebutuhan konsumtif
atau produktif.
Merujuk pada mekanisme pendistribusian sebagaimana yang telah diamanatkan oleh
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan berdasarkan syariat
ajaran Islam, bahwa pendistribusian zakat dilakukan dengan beberapa ketentuan,
diantaranya:48
a) Mengutamakan distribusi domestik, yaitu distribusi zakat pada masyarakat
setempat atau masyarakat lokal dimana zakat terkumpul sebelum
mendistribusikan ke wilayah lainnya;
b) Pendistribusian secara merata kepada seluruh golongan yang berhak menerima
zakat jika pengumpulan zakat dapat mencapai jumlah yang melimpah;
c) Membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima zakat. Zakat baru dapat
diberikan setelah adanya keyakinan dan juga kepercayaan bahwa si penerima
adalah orang yang berhak dengan cara mengetahui atau menanyakan hal
tersebut kepada orang-orang adil yang tinggal di lingkungannya, ataupun yang
mengetahui keadaan penerima zakat yang sebenarnya.
Pendistribusian secara teoritis diartikan pembagian atau penyaluran kepada orang
banyak atau kepada beberapa tempat. Pendistribusian juga dapat diartikan pembagian
48
Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media Nusantara,
2010), hal. 81.

18
kepada orang yang berkepentingan, oleh sebab itu sistem pendistribusian zakat
pengumpulan fisik maupun nonfisik yang saling bekerjasama untuk menyalurkan zakat
kepada orang tertentu agar tujuan sosial secara ekonomi dan fungsi zakat dapat terpenuhi.49
Proses distribusi adalah fungsi yang sangat penting dilakukan dalam pembagian zakat yaitu
untuk memperluas dan juga implementasi pengembangan jangkauan lembaga dalam
penyaluran zakat tersebut.
Pendistribusian zakat adalah aktifitas atau kegiatan yang mengatur sesuai dengan fungsi
dalam manajemen dalam menyalurkan dana zakat sehingga dapat tercapai tujuan dari
organisasi pelaksana secara efektif dan juga efesien.50 Pola atau model pendistribusian dana
zakat banyak mengalami perubahan. Di masa yang lalu zakat disalurkan banyak
menggunakan model penyaluran zakat konsumtif yang hanya diberikan satu kali untuk
memenuhi segala kebutuhan sehari-hari saja, kemudian belakangan ini banyak model
penyaluran kepada jenis yang produktif agar lebih terasa manfaatnya dan memberikan
dampak yang signifikan secara ekonomi. Dengan pola produktif seperti ini maka akan
memberikan harapan kesejahteraan bagi masyarakat yang berekonomi rendah.
Penyaluran zakat yang bersifat konsumtif adalah diberikan kepada seseorang yang
sudah tidak mungkin untuk mandiri dan menjalankan usaha yaitu seperti pemberian dana
zakat kepada orang tua yang sudah jompo atau pikun, dan orang yang memiliki kecacatan
tubuhnya sehingga membuat orang itu tidak bisa mandiri, sedangkan pemberian zakat
dalam bentuk pemberdayaan akan mempunyai target atau harapan yang akan merubah
kondisi keuangan mustahik.51 Jika masalah yang dihadapi adalah masalah kemiskinan kita
harus mencari penyebab dan memberikan solusi agar tercapainya tujuan yang telah
direncanakan dalam program pemberdayaan para mustahik.
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses
yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan mustahiq sehingga mencapai

49
Siti Rahma dan Jumi Herlita, Manajemen Pendistribusian Zakat di BAZNAS Provinsi Kalimantan Selatan,
Jurnal Al-hadharah: Jurnal ILmu Dakwah Vol. 18 No. 1, 2019, h. 15.
50
Ahmad Tarmizi, “Strategi Pendistribusian Dana Zakat Infak Sedekah (ZIS) Melalui Program
Pemberdayaan Anak Yatim Di Yayasan Insan Cita Al-Mukassyafah”, Jakarta: UIN Syarif Hidayatulla Jakarta, 2017,
h. 22.
51
Muhammad Hasan, Manajemen Zakat (Model Pengelolaan Yang Efektif), Yogyakarta: Idea Press, 2011, h.
65.

19
suatu tujuan tertentu. Pemberdayaan merupakan sebuah sistem atau pola berbagai kegiatan
dalam upaya memperkuat individu yang tengah mengalami masalah kemiskinan.52
Oleh karena itu, pada prinsipnya pendistribusian dana zakat adalah hal yang paling
urgensi dalam proses kegiatan pengelolaan zakat. Demi fungsi zakat dapat terealisasi
dengan cara yang optimal bentuk amal ibadah yang bersifat sosial maka seharusnya pola
pendistribusian dana zakat dianjurkan kepada pola atau bentuk yang bersifat produktif
karena hal ini telah sesuai dengan dengan ketentuan yang terinci dalam Undang-undang
Nomor 38 tahun 1999 tentang proses pengelolaan zakat. 53 Dalam implementasinya, model
pemanfaatan zakat dalam penyaluran dana diarahkan pada sektor-sektor pembangunan
ekonomi dengan tujuan surplusnya dapat dipergunakan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan para mustahiq.
3. Pendistribusian dalam Pandangan Islam
Zakat merupakan ibadah yang berkaitan dengan harta benda yang berdimensi sosial dan
ekonomi. Kewjiban berzakat merupakan keharusan bagi yang menjalankannya dan tidak
bisa dihindarkan. Islam tidak hanya menempatkan kaidah formalitas dan aturan cara
pelaksanaan, namun juga mengatur dasar umum dalam membelanjakan harta di jalan Allah
SWT.
Islam hadir dengan sistem zakat yang memungkinkan masyarakat untuk dapat
mengembangkan peradaban. Jika zakat terkumpul melalui suatu lembaga, maka zakat akan
lebih berdayaguna, lebih optimal dan lebih efektif dibandingkan disalurkan secara pribadi
kepada mustahik. Pembayaran dan pendistribusian zakat melalui amil merupakan contoh
nyata dari manajemen zakat pada masa Rasulullah SAW dan para Khulafa’ur Rasyidin.
Pendistribusian zakat merupakan pembagian atau penyaluran zakat kepada yang berhak
menerimanya.
Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya surat at-Taubah ayat 60, bahwa zakat
perlu didistribusikan kepada semua golongan dan tidak boleh didistribusikan hanya kepada
beberapa golongan saja. Pandangan ini didasarkan pada kedelapan golongan mustahik
zakat. Hal ini berarti pendistribusian zakat tidak boleh hanya semata pada golongan yang

52
Ahmad Tarmizi, “Strategi Pendistribusian Zakat Infak Shodaqoh (ZIS) Melalui Program Pemberdayaan
Anak Yatim Di Yayasan Insan Cita Al-Mukassyafah”, …, h. 26.
53
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang, “Pengelolaan Zakat Oleh Pemerintah, Di Bentuklah
Organisasi Pengelolaan Zakat Yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) Yang Dibentuk Oleh Pemerintah Dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ) Yang Dikukuhkan Oleh Pemerintah”.

20
dikehendaki saja, baik itu dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, tetapi harus
menyeluruh pada semua golongan yang dinyatakan berhak menerima zakat.
Imam Syafi’i, Imam Malik, Abu Yusuf al-Tsauri dan Ibn al-Mansur berpendapat bahwa
tidaklah sah bagi pembagian zakat jika diberikan kepada yang tidak berhak, khususnya
ketika kesalahan menjadi jelas. Dalam hal ini, muzakki wajib mengeluarkannya lagi
kepada yang berhak.54 Perihal pendistribusian erat kaitannya dengan hak-hak setiap
individu dalam masyarakat. Pendistribusian merupakan bagian terpenting dalam
membentuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pendistribusian zakat haruslah
dikelola oleh lembaga yang amanah dan profesional, sehingga dapat tercapai tujuan zakat,
yakni mensejahterakan masyarakat. Tujuan utama zakat adalah untuk mengentaskan
kemiskinan mustahik, dengan harapan dapat merubah keadaan mustahik menjadi muzakki.
Untuk itu, Allah SWT menyiapkan wadah atau pengelolanya yang dikenal dengan amil.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat at-Taubah ayat 103, bahwa tugas amil adalah
mengambil zakat dari pada muzakki untuk kemudian disalurkan kepada mustahik. Harta
zakat hendaklah dibelanjakan menurut syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dan
ruang lingkup yang dibenarkan syara’. Selain perencanaan yang baik, lembaga-lembaga
pengelola zakat perlu melakukan skala prioritas program. Program yang harus
diprioritaskan tentu saja program-program yang berefek luas dan jangka panjang, serta
tepat pada akar permasalahan.

54
Yasin Ibrahim al-Syaikh, Kitab Zakat, (Bandung: Penerbit Marja, 2008), hal. 9.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zakat adalah salah satu model seruan agama dalam menghapus kemiskinan dan
kesenjangan ekonomi di dunia. Badan pengeloaan zakat, infaq dan shodaqoh sudah terbentuk
dari zaman Rasulullah SAW hingga saat ini di berbagai negara islam di dunia.
Nabi Muhammad SAW tercatat membentuk baitul maal yang melakukan Pengumpulan
dan pendistribusian zakat dengan amil sebagai pegawainya Dengan lembaga ini, pengumpulan
zakat dilakukan secara wajib bagi orang Yang sudah mencapai batas minimal.
Setelah Rasullah SAW wafat, banyak kabilah-kabilah yang menolak Untuk membayar
zakat dengan alasan merupakan perjanjian antara Mereka dan Nabi SAW, sehingga setelah
beliau wafat maka kewajiban Terebut menjadi gugur. Pemahaman yang salah ini hanya terbatas
Dikalangkan suku-suku Arab Baduwi. Suku-suku Arab Baduwi ini Menganggap bahwa
pembayaran zakat sebagai hukuman atau beban Yang merugikan.
Ia menetapakan suatu hukum berdasarkan realita sosial. Diantara Ketetapan Umar RA
adalah mengahapus zakat bagi golongan mu’allaf , Enggan memungut sebagian ‘usyr (zakat
tanaman) karena merupakan Ibadah pasti, mewajibkan kharaj (sewa tanah), dan menentapkan
zakat Kuda yang pada zaman Nabi tak pernah terjadi. Tindakan Umar RA menghapus kewajiban
kepada mu’allaf bukan berarti mengubah hukum Agama dan mengenyampingkan ayat-ayat Al-
Qur’an, Ia hanya Mengubah fatwa sesuai dengan perubahan zaman yang jelas berbeda Dari
zaman Rasulullah SAW.
Meskipun kekayaan Negara Islam mulai melimpah dan umlah zakat Juga lebih dari
mencukupi kebutuhan para mustahiq, namun administrasi Zakat justru mengalami kemunduran.
Hal ini justru dikarenakan Kelimpahan tersebut, dimana Utsman memberi kebebasan kepada
‘Amil dan Individu untuk mendistribusikan zakat kepada siapun yang mereka Nilai layak
menerimanya. Zakat tersebut adalah yang tidak kentara Seperti zakat perdagangan, zakat emas,
zakat perak, dan perhiasan lainya.
Situasi politik pada masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib Berjalan tidak stabil,
penuh peperangan dan pertumpahan darah. Akan tetapi Ali bin Abi Thalib tetap mencurahkan
perhatiannya yang sangat Serius dalam mengelola zakat. Ia melihat bahwa zakat adalah urat nadi
Kehidupan bagi pemerintahan dan agama. Ketika Ali bin Abi Thalib Bertemu dengan orang-

22
orang fakir miskin dan para pengemis buta yang Beragama non muslim (Nasrani), ia menyatakan
biaya hidup mereka Harus ditanggung oleh baitul maal khalifah Ali bin Abi Thalib juga ikut
Terjun dalam mendistribusikan zakat kepada para mustahiq (delapan Golongan yang berhak
menerima zakat). Harta kekayaan yang wajib Zakat pada waktu itu berupa dirham, dinar, emas
dan jenis kekayaan Apa pun tetap dikenai kewajiban zakat.
Masa pemerintahan Bani Umayyah, Baitul Mal dibagi menjadi dua bagian; umum dan
khusus. Pendapatan Baitul Mal umum diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum, sedangkan
pendapatan Baitul Mal khusus diperuntukkan bagi para sultan dan keluarganya. Namun dalam
prakteknya, tidak jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran harta Baitul Mal
tersebut. Pengeluaran untuk kebutuhan para sultan, keluarga, dan para sahabat dekatnya banyak
yang diambilkan dari kas Baitul Mal umum. Begitu pula halnya dengan pengeluaran hadiah
hadiah untuk para pembesar negara dan berbagai pengeluaran lainnya yang tidak berhubungan
dengan kesejahteraan umat Islam secara keseluruhan. Dengan demikian, telah telah terjadi
disfungsi penggunaan dana baitul mal pada masa pemerintahan Daulah Umayyah kecuali pada
zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Dalam struktur kenegaraan dinasti Abbasiyah, zakat memiliki departemen sendiri yakni
departemen shadaqah. Departemen ini bertanggung jawab dalam pengumpulan dan
pendistribusian zakat.
Sumber dana yang paling lazim bagi pembangunan Madrasah adalah lembaga wakaf,
sebuah cara tradisional dalam Islam untuk mendukung lembaga yang melayani kebutuhan
masyarakat umum. Menyumbangkan materi (zakat) yang diperuntukkan bagi para mustahiq dan
pengembangan Islam merupakan bagian dari rukun Islam. Demikian halnya dalam pembangunan
Madrasah, wazir Nizam Al-Mulk menyediakan dana wakaf untuk membiayai mudarris, imam
dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas asrama.
B. Saran
Penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Kami sebagai penulis masih
harus banyak belajar dalam penulisan makalah dan membaca literatur ini. Kami menerima
dengan lapang dada kepada semua pihak apabila ingin memberikan saran dan masukan terhadap
apa yang telah kami tulis.

23
DAFTAR PUSTAKA
“Miftakhul Alimin (50 Tahun), Buruh Harian Lepas, Wawancara, Metro, 08 Desember
2018,” n.d.

AA Miftah, Pembaharuan Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, Hal. 77.

Abdullah Zaky Al Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, hal. 146.

Abdurrrachman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial),(Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), Hal.50.

Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Abdullah ibn Majah Al-Quzwaini, Sunan Abi Majah,
(Maktabah Al-Ma’arif Linnatsir Wa At-Tauzi’ Lishohibiha Ibn Sa’id ‘Abdur
Rahman Ar-Rasyid, t.t), Hal.316-317.

Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Hal. 311-312.

Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Hal. 311.

Ali bin Muhammad al Jurjani, Kitab al Ta’rifat, (Jeddah: al Haramain, 2001), hal. 113.
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Depok: PT Kharisma Putra
Utama, 2017), hal. 427.
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996), hal. 1017.
Badawi Abdul Latif Al-Azhar, Pengaturan Harta dalam Islam di Masa Awal Daulah
Abbasiyah, Hal. 44.

Departemen Pendidikan dan Budaya, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balaipustaka,


1989). h.1017.

Didin Hafidhuddin, dkk. , The Power Of Zakat: Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia
Tenggara, (Malang: UIN- Malang Press, 2008), hal. 13.
Didin Hafiuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah. (Jakarta: Gema Insani
Press,2002). h.13.

24
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer,
Hal. 46.

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer,
Hal. 56-57.

Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan Teori
Investigasi-Sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Lampung;
IAIN Raden Intan) , Hal.248.

Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia, Hal. 10.

Faisal, Sejarah Pengelolaan...., Hal.248-249.

Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (Yogyakarta: Andi, 2001), hal. 185.


ibid., hal. 15.
ibid., hal. 26.
Ibid., Hal.23.

Ibid.,Hal.21.

Ilyas Supena dan Darmuin, Manajemen Zakat, (Semarang : Walisongo Pers, 2009), h. 134.
Institut Managemen Zakat, Panduan Puasa dan Zakat, (Jakarta: Kemenag RI, 2007), hal.
25.
Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media
Nusantara, 2010), hal. 81.
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat., Hal. 21.

Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat., Hal.19.

Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat.,Hal.22.

Mardani. “Hukum ekonomi syariah di Indonesia,” 2011.

Misbahuddin, E-Commerce Dan Hokum Islam (cet:I: Makassar: alauddin university perss.
2012), h. 72.

25
Misbahuddin, E-Commerce Dan Hokum Islam (cet:I: Makassar: alauddin university perss.
2012), h. 73.
Mufraini;, M. Arief. Akutansi dan Manajemen Zakat. Prenada Media group, 2008. .

Muhklisin, Ahmad. “KAJIAN HUKUM ISLAM TERHADAP DINAMIKA


PELAKSANAAN ZAKAT PADI.” JURNAL MAHKAMAH : Kajian Ilmu Hukum
Dan Hukum Islam 1, no. 2 (December 5, 2016): 425–43.

PISS-KTB, Kumpulan Tanya Jawab Islam: Hasil Bahtsul Masail dan Tanya Jawab Agama
Islam, (Jakarta: Daarul Hijrah Technology, 2015), hal. 749.
Rahmawati Muin, Manajemen zakat, (Makassar: Alauddin University Press:2011). h.1.

Republika, 2017.

Ris Rizania, Bait Al-Hikmah Dinasti Abbasiyah.

Sari, Elsi kartika. Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf. Grasindo, 2006.

Serli Mahroes, Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah dalam Perspektif Sejarah


Pendidikan Islam, Hal. 100-105.

Siti Rahma dan Jumi Herlita, Manajemen Pendistribusian Zakat di BAZNAS Provinsi
Kalimantan Selatan, Jurnal Al-hadharah: Jurnal ILmu Dakwah Vol. 18 No. 1, 2019,
h. 15.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), hal. 1279.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus..., hal. 269.
Tim Redaksi Fokusmedia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat, (Bandung: Fokus Media, 2012), hal. 2.
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal. 15-16.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang, “Pengelolaan Zakat Oleh Pemerintah,
Di Bentuklah Organisasi Pengelolaan Zakat Yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) Yang

26
Dibentuk Oleh Pemerintah Dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Yang Dikukuhkan Oleh
Pemerintah”.
Yasin Ibrahim al-Syaikh, Kitab Zakat, (Bandung: Penerbit Marja, 2008), hal. 9.
Zuhri, Zakat Di Era Reformasi Tata Kelola Baru Undang-Undang Pengelolaan Zakat No
23 Tahun 2011,(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang), h. 57.

27

Anda mungkin juga menyukai