Anda di halaman 1dari 15

FIKIH MAWARIS

Makalah disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Fikih Mawaris

Dosen Pengampu : Siti Shopiyah, M.A.

Disusun Oleh : Kelompok 1

Amanda Sahla Febriani : 20312274

Anisa Noviananda : 20312275

Annisa : 20312276

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT ILMU Al-QUR`AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR
‫ــــــــــــــــــم هللاِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْي ِم‬
ِ ‫س‬
ْ ‫ِب‬

Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah Swt., kami panjatkan atas limpahan Rahmat,
Hidayah serta Inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan karya Ilmiyah berupa makalah yang
singkat dan sederhana ini. Shalawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabi akhir zaman, penolong umat, yaitu Baginda Muhammad Saw. yang telah
menunjukkan kita kepada jalan hidup lurus yang di ridhoi oleh Allah Swt. dengan ajarannya
agama Islam.
Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas dari Ibu Dosen Mata Kuliah
Fikih Mawaris dengan judul Fiqih Mawaris, Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan
Agama Islam (PAI) Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu Ibu Siti
Shopiyah, M.A. yang selalu kami harapkan keberkahannya dan semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini masih belum sempurna, untuk itu perlu masukan dari semua pihak
terutama Ibu Siti Shopiyah, M.A. dan teman-teman Mahasiswi lainnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penyusun sendiri umumnya para pembaca
makalah ini, apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini Penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Terima kasih.

Tangerang, 14 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... ii
BAB I .....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................1
C. Tujuan Masalah .............................................................................................................................1
BAB II....................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................2
A. Pengertian Al-Irst, Al-Faraidh, Tirkah..............................................................................................2
1. Al-Irst ..........................................................................................................................................2
2. Al-Faraidh ...................................................................................................................................2
3. Tirkah..........................................................................................................................................3
C. Hukum Membagi Harta Waris Menurut Ketentuan Hukum Syara’ ................................................6
1. Hukum waris dalam Islam. .........................................................................................................6
a. Dasar Hukum Dari Al-Qur’an ................................................................................................6
b. Dasar Hukum dari Hadist .......................................................................................................7
D. Hukum Belajar dan Mengajarkan Ilmu Mawaris.............................................................................7
1. Hukum belajar dan mengajarkannya ..........................................................................................7
2. Tujuan Mempelajari Ilmu Faraidh ..............................................................................................8
E. Hubungan Hukum Waris Islam dengan Hukum Waris Nasional. ...................................................8
F. Urgensi belajar Fiqh Mawaris ........................................................................................................9
BAB III ................................................................................................................................................16
PENUTUP............................................................................................................................................16
A. Kesimpulan ..............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu bentuk hukum yang diterapkan di Indonesia dalam rangka mengatur
hubungan hukum i antara masyarakat Indonesia adalah Hukum Islam Hukum Islam
merupakan hukum yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mengatur segala
perbuatan hukum bagi masyarakat yang menganut agama Islam, salah satunya adalah
mengenai kewarisan, Hukum Kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala
sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan
seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dengan demikian, dalam
hukum kewarisan ada tiga unsur pokok yang saling terkait yaitu pewaris, harta
peninggalan, dan ahli waris. Kewarisan pada dasarnya merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari hukum, sedangkan hukum adalah bagian dari aspek ajaran Islam yang
pokok.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan penjelasan al-irst, al-faraidh, dan tirkah?
2. Apa saja dalil-dalil hukum waris?
3. Apa hukum membagi harta waris menurut ketentuan hukum syara’?
4. Apa hukum belajar dan mengajarkan ilmu waris?
5. Apa saja azaz dan prinsip kewarisan? Jelaskan!

C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa dapat mengetahui arti dari al-irs, al-faraidh dan tirkah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dalil-dalil hukum waris.
3. Mahasiswa dapat mengetahui hukum waris menurut agama islam.
4. Mahasiswa dapat mengetahui hukum belajar dan mengajarkan ilmu mawaris.
5. Mahasiswa dapat mengetahui azaz-azaz dan prinsip kewarisan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Irst, Al-Faraidh, Tirkah

1. Al-Irst
Al-irts dalam bahasa arab bentuk mashdar dari kata waritsa-yaritsu-irtsan. Bentuk
masdahar-nya bukan hanya irtsan melainkan juga wirtsan-turatsan-wiratsatan. Kata
itu berasal dari dari kata asli waratsa, yang memiliki arti perpindahan harta atau
perpindahan pusaka.

Al-Irts, ialah harta warisan yang siap dibagi kepada ahli waris sesudah diambil
untuk keperluan pemeliharaan zenazah (tajhiz al-janazah), pelunasan utang, serta
pelaksanaan wasiat.

2. Al-Faraidh
Faraid adalah jamak dari faridah yang di ambil dari kata fard yang artinya takdir
(ketentuan). Allah SWT. Berfirman artinya “Separuh dari apa yang kamu tentukan”.
Dari segi istilah, faraid adalah ilmu tentang bagaimana membagi harta peninggalan
seseorang setelah ia meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan bagian adalah
sebagaimana membagi dan berapa bagian masing-masing ahli waris, menurut
ketentuan syara.

Ilmu Faraid / Faroid / Fara'id / Faro'id adalah ilmu yang diketahui dengannya
siapa yang berhak mendapat waris, siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran
untuk setiap ahli waris.

Menurut Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, definisi ilmu al-faraidh yang
paling tepat adalah apa yang disebutkan Ad-Dardir dalam Asy-Syarhul Kabir (juz 4,
hal. 406), bahwa ilmu al-faraidh adalah: “Ilmu yang dengannya dapat diketahui siapa
yang berhak mewarisi dengan (rincian) jatah warisnya masing-masing dan diketahui
pula siapa yang tidak berhak mewarisi.” 1

1
“ Mengenal Ilmu Faraidh”. Asy-Syariah Online. 2011-11-19.

2
3

Pokok bahasan ilmu al-faraidh adalah pembagian harta waris yang ditinggalkan si
mayit kepada ahli warisnya, sesuai bimbingan Allah dan Rasul-Nya.Demikian pula
mendudukkan siapa yang berhak mendapatkan harta waris dan siapa yang tidak
berhak mendapatkannya dari keluarga si mayit, serta memproses penghitungannya
agar dapat diketahui jatah atau bagian dari masing-masing ahli waris tersebut. Dasar
pijakannya adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah Saw dan ijma’.

3. Tirkah
Tirkah (tirkah) adalah bahasa Arab yang artinya harta peninggalan. Harta
peninggalan (tirkah) dapat menimbulkan permasalahan hukum sebab harta kekayaan
yaitu sesuatu yang karena didalamnya menimbulkan hak dan kewajiban bagi ahli
waris dan wajib di bagi pada yang berhak atas harta peninggalan tersebut yang setelah
dilakukan pemotongan yang wajib dilakukan ahli waris karena telah diatur baik dalam
Hukum Islam yaitu Al-qur'an, Kompilasi Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum
Perdata yang merupakan peraturan yang berlaku di Indonesia. 2

Secara istilah hukum kewarisan Islam juga disebut fiqh mawaris yang merupakan
hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya.

B. Dalil-dalil Hukum Waris

Dasar hukum bagi kewarisan adalah nash atau apa yang ada didalam al-Qur’an dan
as-Sunnah. Ayat-ayat al-Qur’an yang mengatur secara langsung tentang waris
diantaranya adalah:

Dari dalil-dalil yang bersumber dari Al-Qur’an Surat An-Nisa :7

2
Elviana Sagala,Jurnal Advokasi Vol. 05 2017, h. 34
4

Artinya: ”Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak dan bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak
dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” 3

Garis hukum kewarisan pada ayat diatas (Q.S An-Nisa : 7) adalah sebagai berikut:

1) Bagi anak laki-laki ada bagian warisan dari harta peninggalan ibu bapaknya
2) Bagi aqrabun (keluarga dekat) laki-laki ada bagian warisan dari harta
peninggalan aqrabun keluarga dekat yang laki-laki atau perempuannya).
3) Bagi anak perempuan ada bagian warisan dari harta peninggalan ibu bapaknya.
4) Bagi aqrabun (keluarga dekat) perempuan ada bagian warisan dari harta
peninggalan aqrabun (keluarga dekat yang laki-laki atau perempuannya).
5) Ahli waris itu ada yang menerima warisan sedikit, dan ada pula yang banyak.
Pembagian-pembagian itu ditentukan oleh Allah SWT.

Selanjutnya perlu dijelaskan bahwa ayat ke-7 surat al-Nisa ini masih bersifat
Universal, walaupun ini ayat pertama yang menyebut-nyebut adanya harta peninggalan.
Harta peninggalan disebut dalam ayat ini. Sesuai dengan sistem ilmu hukum pada
umumnya, dimana ditemui perincian nantinya maka perincian yang khusus itulah yang
mudah memperlakukannya dan yang akan diperlakukan dalam kasus-kasus yang akan
diselesaikan.

Kemudian dalam ayat selanjutnya Surat An-nisa ayat 8 :

Artinya: ”dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik.” (QS.An-nisa:8) 4

3
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/PenafsirAl-Qur’an, al-qur‟an dan Terjemahannya, (Depag RI, 1986), 78.
4
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/PenafsirAl-Qur’an, al-qur’an dan Terjemahannya, (Depag RI, 1986), 79.
5

Dasar Hukum Waris juga terdapat dalam Hadist, dari banyaknya Hadist Rasulullah
yang menjadi landasan serta pedoman, kami hanya mencantumkan beberapa hadist untuk
memperjelas.

Hadist Nabi yang diriwayatkan dari Imron bin Hussein menurut riwayat Imam Abu
Daud:

Artinya: "Dari Umar bin Husain bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi lalu
berkata bahwasanya anak dari anak meninggalkan harta, Nabi menjawab: untukmu
seperenam.

‫و ال ال كاف ر امل س لم ي رث ال ق ال و س لم ع ل ي و ا هلل ص لي ال ن يب ع ن ي زي د ب ن أ سامة ع ن‬

‫ال كاف ر ي رث‬

Artinya: "Dari Usamah bin Zaid dari Nabi SAW: Orang Islam itu tidak mewarisi
orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang Islam."

‫ل و ي كن مل وإن ي رث و ال ف ان و ق ت يل ق تل من و س لم ع ل ي و ا هلل ص لي ا هلل ر سول ق ال‬

‫كان وإن غ ري ه وار ث‬

‫م ريث ل قائ ل ف ل يس وال د أو وال د ه ل و‬

Artinya: "Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa membunuh scorang korban,


maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris lain
selain dirinya sendiri, begitu juga walaupun korban itu adalah orang tuanya atau
anaknya sendiri. Maka bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan".5

5
Al-imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Mugirah ibn Bardzibahal-Bukhari Sahih al-
Bukhari, Juz 4, (Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, 1410/1990 M), 194,. Sayid al-Imam Muhammad ibn
Ismail ash-San’ani, Subul as-Salam Sarh Bulugh-al-Maram Min Jami Adillat al-Ahkam, Juz 3, (Mesir
: Musthafa al-Babi al-Halabi Wa Auladuh, 1379 H/1960M), 98.
6

C. Hukum Membagi Harta Waris Menurut Ketentuan Hukum Syara’


Di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berlaku bermacam-macam sistem
hukum waris, yakni hukum waris adat, hukum waris islam dan hukum perdata. Keaneka
ragaman hukum ini semakin terlihat karna hukum waris adat yang berlaku pada
kenyataannya tidak bersifat tunggal tetapi bermacam-macam mengikuti bentuk
masyarakat dan sistem kekeluargaan masyarakat Indonesia.6 Waris menurut hukum islam
adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. 7

1. Hukum waris dalam Islam.


Hukum kewarisan islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang
berkenaan dengan peralihan hak atau kewajiabn atas harta kekayaan seseorang setelah
ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dengan demikian, dalam hukum kewarisan
ada tiga unsur pokok yang saling terkait yaitu pewaris, harta peninggalan, dan ahli
waris. Kewarisan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
hukum, sedangkan hukum adalah bagian dari aspek ajaran islam yang pokok. 8

a. Dasar Hukum Dari Al-Qur’an


Hal-hal yang berkaitan dengan warisan Sebagian besarnya diatur dalam surat
An-Nisa ayat 7,11, dan 12.9

Artinya: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang
tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan.

Ayat kewarisan yang mulia ini diambil dari kitabullah, Al-Qur’an. Pada ayat-
ayat tersebut Allah SWT menjelaskan, dalam ayat ini merupakan salah satu dari
rukun agama islam, pondasi hukum islam dan termasuk salah satu ayat yang

6
Wirjono Prodjodikoro. Hukum Warisan Di Indonesia. Vorkink van Hoeve. Bandung. Hal 8-10
7
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008) h.3
8
Anshary MK, “Hukum Kewarisan Islam dalam teori dan Praktik”, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2017, hlm 2
9
Al-Qur‟an dan terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama Republi Indonesia, hlm 78.
7

utama, siapa-siapa yang menjadi ahli waris serta berapa bagian masing-masing.
Demikian pula hikmah orang yang mendapat warisan dan tidak mendapat
warisan.

b. Dasar Hukum dari Hadist


Meskipun Al-Qur’an telah menerangkan secara jelas dan rinci tentang
pembagian waris dan ahli waris, kewarisan juga didasarkan kepada hadist
Rasulullah SAW. Adapun Hadist yang berhubungan dengan hukum waris
diantaranya adalah:
Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim10:

Artinya: “Nabi Muhammad SAW. Bersabda: berikanlah harta pusaka


kepada orang-orang yang berhak, sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki
yang lebih utama (dekat kekerabatannya)” (HR. AL-Bukhari Muslim).

D. Hukum Belajar dan Mengajarkan Ilmu Mawaris


1. Hukum belajar dan mengajarkannya.
Rasulullah S.A.W. memerintahkan dan mengajarkan hukum kewarisan islam.
Agar tidak terjadi perselisihan dalam membagi harta warisan, lantaran ketidakadaan
ulama yang menguasaiilmu hukum waris. Sebagaimana sabdanya:

“Pelajarilah Al-Qur‟an dan ajarkanlah kepada orang lain sertta pelajarilah ilmu
faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain. Sesungguhnya aku seorang yang bakal
meninggal, dan ilmu inipun akan sirna hingga muncul fitnah. Bahkan akan terjaid
dua orang yang akan berselisih dalam bidang pembagian (hak yang mesti ia terima),

10
Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2014, hlm 11
8

namun keduanya tidak mendapati orang yang dapat menyelesaikan perselisihan


tersebut”. (HR. Ahmad, An-nasa‟I dan Daruquthni). 11

Perintah tersebut berisi perintah wajib. Hanya saja kewajiban belajar dan
mengajarkannya itu gugur bila ada Sebagian orang yang telah melaksanakannya.
Tetapi, jika tidak ada seorang pun yang mau melaksanakannya semua orang islam
menanggung dosa lantaran melakukan suatu kewajiban ini. Ini berarti hukumnya
menjadi fardhu kifayah. 12

2. Tujuan Mempelajari Ilmu Faraidh


Adapun tujuan mempelajari Ilmu Faraidh atau hukum waris ialah agar kita dapat
menyelesaikan masalah harta peninggalan sesuai dengan ketentuan agama, jangan
sampai ada yang dirugikan dan termakan bagiannya oleh ahli waris yang lain. 13
Karena tidak jarang terjadi problem keluarga karena persoalan membagi waris, karena
salah satu diantara keluarga itu tidak mengerti tentang pembagian waris dalama
agama, sehingga kadangkala sampai terangkat kesidang pengadilan. Oleh karena itu
jika diantara anggota keluarga ada yang memahami tentang hukum waris, kasus-kasus
tersebut kiranya tidak sampai terangkat ke pengadilan

E. Hubungan Hukum Waris Islam dengan Hukum Waris Nasional.


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, hukum waris di Indonesia masih beraneka
warna coraknya, dimana tiap-tiap golongan penduduk tunduk kepada hukumnya masing-
masing. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan tentang arti dan makna hukum
waris. Namun demikian, apabila berbicara mengenai hukum waris, maka pusat perhatian
tidak terlepas dari 3 (tiga) unsur pokok yakni: adanya harta peninggalan (kekayaan)
pewaris yang disebut warisan; adanya pewaris yaitu orang menguasai atau memiliki
harta warisan dan mengalihkan atau meneruskannya; dan adanya ahli waris, orang yang
menerima pengalihan (penerusan) atau pembagian harta warisan itu.
Berikut beberapa pengertian hukum waris:
1) Menurut H Abdullah Syah dalam hukum kewarisan Islam (hukum Faraidh)
pengertian hukum waris menurut istilah Bahasa ialah takdir (qadar/ketentuan, dan
pada syara’ adalah bagian-bagian yang diqadarkanditentukan bagi waris. Dengan
11
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris dslsm Islam, (Jakarta, Rajawali Pers, 2014) hlm 24
12
Mardani, Hukum Kewarisan Islam Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014) hlm 24
13
Moh Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia
(Jakarta : Sinar Grafika 2009 hlm 10
9

demikian faraidh adalah khusus mengenai bagian ahli waris yang telah ditentukan
besar kecilnya oleh syara’ 14
2) Sebagaimana diketahui bersama bahwa hukum kewarisan yang berlaku adalah
hukum faraidh. Hukum Faraidh menurut istilah bahasa ialah takdir/qadar/
ketentuan dan pada syara adalah bagian yang diqadarkan/ditentukan bagi ahli
waris.

Ahli waris dalam hukum Islam secara garis besar dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:

1) Ahli waris menurut Al-Qur’an atau yang sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an disebut
dzul faraa‟idh sehingga bagian mereka selamanya tetap tertentu dan tidak berubah-ubah.
2) Ahli waris yang ditarik dari garis ayah, disebut ashabah yaitu golongan ahli waris yang
mendapat bagian terbuka atau sisa. Jadi, bagian ahli waris yang terlebih dahulu
dikeluakan adalah dzul faraaidh, setelah itu sisanya diberikan kepada ashabah.
3) Ahli waris menurut garis ibu, disebut dzul arhaam. Golongan ini baru akan mewaris jika
sudah tidak ada dzul faraaidh idak ada pula ashabah.

F. Urgensi belajar Fiqh Mawaris


Ilmu mawaris merupakan suatu cabang bagian dari ilmu fiqh yang wajib dipelajari
dalam Islam, karena dengan ilmu mawaris harta peninggalan seseorang dapat disalurkan
kepada yang berhak, sekaligus perselisihan karena memperebutkan bagian dari harta
peninggalan tersebut, dengan ilmu mawaris ini benar-benar harus dipahami, agar dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Sebagaimana Rasulallah SAW secara khusus telah memberikan perintah khusus
untuk mempelajarinya dan sekalian juga beliau mewajibkan kita untuk mengajarkannya.
Karena mengajarkan itu tidak mungkin dilakukan kecuali setelah kita mengerti, maka
hukum mempelajarinya harus dildahulukan. Dalilnya sebagai berikut:

‫ج قَا َل َرسُوا ُل هللاِ يَا اَبَا ىُ َري َارةَ تَ اعلَ ُم االفَ َرايِضُ َوعَلَّ ُموا ىَا فَاِنَّوُ نِصا فُ اال ِع ال َم َواِنَّوُ يُ ان َسى َوىُ َو‬ِ ‫َع ِن ااْلَ اع َر‬
)‫ع ِم ان اُنَسا ( َر َواهُ اال َحا ِك ِم‬
ُ ‫اَ َّو ُل َما يُ ان َز‬

14
Abdullah Syah. 1994. Hukum Waris Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Fiqh), Kertas Kerja Simposium
Hukum Waris Indonesia Dewasa Ini, Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara,Medan.
10

Artinya: Dari A‟raj radhiyallahu„anhu bahwa Rasulallah SAW bersabda, “Wahai


Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu
dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku”.
(H.R/ Al-Hakim).
Dari hadits tersebut dapat memberi jawaban salah satu alasan kenapa kita wajib
mempelajari dan kemudian mengajarkan ilmu mawaris ini, karena Rasulallah SAW
menyebutkan bahwa diantara ajaran agama Islam yang akan dicabut pertama kali adalah
ilu tentang mawaris ini. Sehingga umatnya, meski mengaku beragam Islam, namun
ketika orang tuanya wafat, tidak menggunakan hukum yang telah Allah SWT tetapkan
dalam pembagian waris.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apabila seseorang tidak menjalankan perintah Allah, maka ia telah berbuat dosa,
sebagaimana firman Allah SWT Q.S An-Nisa : 13 “(Hukum-Hukum Waris Tersebut)
itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-
Nya niscahya Allah memasukannya kedalam syurga yang mengalir didalamya, dan
itulah kemenangan yang besar.

1. Hukum waris dalam Islam


Hukum membagi harta waris menurut ketentuan hukum syara’ adalah wajib,
namun harta warisan itu hak, dan hak itu harus diminta dan boleh untuk tidak diminta
atau tidak diambil.
2. Hukum belajar dan mengajarkan Ilmu Mawaris
a. Hukum beljar dan mengajarkannya adalah fardhu kifayah.
b. Perintah tersebut berisi perintah wajib. Hanya saja kewajiban belajar dan
mengajarkannya itu gugur bila ada sebagian orang yang telah melaksanakannya.
3. Tujuan mempelajari Ilmu Faraidh
Adapun tujuan mempelajari Ilmu Faraidh atau huku waris ialahagar kita dapat
menyelesaikan masalah harta peninggalan sesuai dengan ketentuan agama, jangan
sampai ada yang dirugikan dan termakan bagiannya oleh ahli waris lain.

16
17

DAFTAR PUSTAKA
Perangin, Effendi. Hukum Waris. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
MK, Anshary. Hukum Kewarisan Islam dalam teori dan Praktik, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2017.
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Warisan Di Indonesia. Vorkink van Hoeve. Bandung.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Pembagian Waris dalam Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Mardani. Hukum Kewarisan Islam Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers, 2014.
Muhibbin, Moh. Dan Abdul Wahid. Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum
Positif di Indonesia Jakarta : Sinar Grafika 2009.
Abdullah, Syah. “Hukum Waris Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Fiqh), Kertas Kerja
Simposium Hukum Waris Indonesia Dewasa Ini, Program Pendidikan Spesialis
Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.” Medan. 1994.

Anda mungkin juga menyukai