Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“Hadist tentang Wakaf”


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok

Mata kuliah Hadist-Hadist Ekonomi

Dosen Pengampu : Adha, S.H.I, ME

Disusun Oleh :

1. Rahayu Ukkhuwah Islamiyah (1831710170)


2. Lisi Windarti (1831710182)
3. Robi Kartiko Aji (1831710184)
4. Zakina (1831710187)
5. M.Fikran Al-Amin (1831710189)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA (IAIN)
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas izin dan
rahmat-Nya makalah “Hadits Tentang Wakaf” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa pula shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda
Rasulullah SAW, yang telah menunjukkan kita dari jalan yang benar, jalan yang
di ridhoi oleh Allah SWT, sehingga kita bisa merasakan nikmatnya Islam,
nikmatnya pendidikan, yang akan membawa kita menuju kehidupan yang bahagia
dunia dan akhirat.

Pada kesempatan ini kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Adha, S.H.I, ME selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hadits-


Hadits Ekonomi
2. Anggota Kelompok 6
3. Teman-teman Ekonomi Syari’ah 5 Semester 4

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami minta maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dan
kekurangan, baik dalam pengetikan, kata-kata maupun isi makalah. Segala
kekurangan datangnya dari kami sendiri, kelebihan hanya dimiliki oleh Allah
SWT.

Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca, demi penyempurnaan makalah-makalah yang akan datang. Semoga
makalah ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih

Samarinda, 20 April 2020

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan Makalah............................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 3

A. Pengertian Wakaf............................................................................. 3
B. Rukun Wakaf................................................................................... 3
C. Syarat-Syarat Wakaf........................................................................ 3
D. Macam-Macam Wakaf..................................................................... 3
E. Pengurus Wakaf............................................................................... 3
F. Perubahan Status, Penggantian Benda dan Tujuan Wakaf.............. 3
G. Penerapan Wakaf di Indonesia......................................................... 3
H. Hadits tentang Wakaf....................................................................... 3

BAB III : PENUTUP...................................................................................... 13

A. Kesimpulan...................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang
menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima’iyah
(ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah
pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-Nya. Wakaf
dilaksanakan dengan lillahi ta’ala. Perbuatan tersebut murni dilandasi oleh rasa
iman dan ikhlas semata-mata pengabdian kepada Allah SWT. Selama ini
perwakafan belum diatur secara tuntas dalam peraturan perundang-undangan
yang ada. Wakaf mengalir begitu saja seperti apa adanya, kurang memperoleh
penanganan yang sungguh-sungguh baik ditinjau dari pemberian motivasi
maupun pengelolaannya. Akibatnya dapat dirasakan hingga kini, yaitu terjadi
penyimpangan pengelolaan wakaf dari tujuan wakaf sesungguhnya. Disamping
itu karena tidak adanya ketertiban pendataan, banyak benda wakaf yang karena
tidak diketahui datanya, jadi tidak terurus bahkan wakaf itu masuk ke dalam
siklus perdagangan. Keadaan demikian itu tidak selaras dengan maksud dari
wakaf yang sesungguhnya dan juga akan mengakibatkan kesan kurang baik
terhadap Islam sebagai ekses penyelewengan wakaf, sebab tidak jarang
sengketa wakaf terpaksa harus diselesaikan di pengadilan.
Padahal kalau dikaji dengan seksama, perkembangan Islam di Indonesia
tidak dapat dilepaskan dari adanya peranan wakaf. Kebiasaan berwakaf
sebenarnya sudah melembaga sedemikian rupa dikalangan umat Islam,
walaupun hasilnya belum maksimal seperti apa yang diharapkan. Artinya,
jumlah harta wakaf khususnya wakaf tanah dan uang belum mencukupi dan
berpengaruh secara signifikan di masyarakat. Kenyataan ini memerlukan
penanganan professional untuk mengembangkan potensi wakaf sebagai
penunjang dakwah Islamiyah. Hubungan manusia dengan tanah adalah
merupakan hubungan yang bersifat abadi, baik manusia sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial. Selamanya tanah selalu dibutuhkan dalam

1
2

kehidupannya, misalnya untuk tempat tinggal, lahan pertanian, tempat


peribadatan, tempat pendidikan, dan lain sebagainya. Sehingga segala sesuatu
yang menyangkut tanah akan selalu mendapatkan perhatian.

B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan masalah dalam makalah ini dapat terarah, maka kami
merumuskan masalah-masalah tersebut dengan rincian sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengertian Wakaf?
2. Bagaimana Rukun Wakaf?
3. Bagaimana Syarat-Syarat Wakaf?
4. Bagaimana Macam-Macam Waqaf?
5. Bagaimana Pengurus Wakaf?
6. Bagaimana Perubahan Status, Penggantian Benda, dan Tujuan Wakaf?
7. Bagaimana Penerapan Wakaf di Indonesia?
8. Bagaimana hadits tentang Wakaf?

C. Tujuan Makalah
Untuk mempermudah tercapainya arah serta sasaran yang diharapkan,
maka kami merumuskan beberapa tujuan yang hendak dicapai dari rumusan
masalah, diantaranya sebagai berikut :
1. Untuk memahami Pengertian Wakaf.
2. Untuk memahami Rukun Wakaf.
3. Untuk memahami Syarat-Syarat Wakaf.
4. Untuk memahami Macam-Macam Waqaf.
5. Untuk memahami Pengurus Wakaf.
6. Untuk memahami Perubahan Status, Penggantian Benda, dan Tujuan
Wakaf.
7. Untuk memahami Penerapan Wakaf di Indonesia.
8. Untuk memahami hadits tentang Wakaf.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf

Secara bahasa, wakaf atau waqf berasal dari bahasa Arab waqafa. Asal
kata waqafa berarti menahan, berhenti, diam ditempat, atau tetap berdiri. Kata
waqafa-yaqifu-waqfan sama artinya dengan habasa-yahbisu-tahbisan
(menahan).1

Wakaf dalam bahasa Arab mengandung pengertian menahan, menahan


harta untuk diwakafkan, tidak dipindah milikkan. Dengan kata lain, wakaf
adalah menyerahkan harta kepada orang-orang miskin untuk ditahan, karena
barang milik itu dipegang dan ditahan oleh orang lain, seperti menahan
hewan ternak, tanah, dan segala sesuatu.2

Dalam istilah syara’ secara umum wakaf adalah sejenis pemberian


dengan pelaksanaannya dengan cara menahan (pemilikan) kemudian
menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud kepemilikan adalah
menahan barang yang diwakafkan agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan,
didagangkan, digadaikan, maupun disewakan. Sedangkan cara
pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak sang pemberi
wakaf tanpa imbalan. Menurut para ahli hukum (fikih) Islam sebelum harta
diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang mewakafkannya.3 Dan setelah
harta tersebut diwakafkan kepemilikanya harta kembali kepada Allah SWT.
Dan manfaatnya menjadi hak pihak yang diperuntukkan wakaf (Mauquf
‘alaih).4

1
Muhammad Ali Dau, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press,
1988), h. 82.
2
Amelia Fauzia, dkk, dalam Idris Thaha (Ed), Berderma untuk semua; Wacana dan
Praktik Filantropi Islam, cet. 1 (Jakarta: Teraju, 2003), h. 176.
3
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, cet. I, (Jakarta: UI
Press, 1988), h. 53-56.
4
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 90-91.
4

Di dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran (3) ayat 92 Allah SWT berfirman :

Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna),


sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu sayangi.” (Q.S Ali-
Imron, 3 : 92).

Dan di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 267 Allah SWT
berfirman :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)


sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan menicingkan mata terhadapnya.
Dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji “ (Q.S Al-
Baqarah, 2 : 267)

B. Rukun Wakaf

1. Pewakaf (Waqif)

Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam


disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk
mewakafkan hartanya, diantaranya adalah kecakapan bertindak, telah
5

dapat mempetimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya


dan benar-baner pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai kacakapan
bertindak, dalam hokum fikih Islam ada dua istilah yang perlu dipahami
perbedaannya yaitu baligh dan rasyid. Pengertian baligh menitikberatkan
pada usia, sedangkan rasyid pada kematangan pertimbangan akal.5

2. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)

Mauquf merupakan Harta yang diberikan kepada orang-orang


miskin, seperti hewan ternak, tanah, dll.

3. Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih)

Dalam tujuan harus tercermin siapa yang berhak atas wakaf,


misalnya:

a. Untuk kepentingan umum, seperti (tempat) mendirikan masjid,


sekolah, rumah sakit, dll.
b. Untuk menolong fakir-miskin, anak yatim seperti mendirikan panti
asuhan,dll.
c. Tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Ibadah
seperti mewakafkan tanahnya untuk tempat hiburan malam dsb.6

4. Lafal atau Pernyataan (Sighat) Waqif

Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau


benda yang diwakafkan, dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan.
Dengan pernyataan tersebut, hilanglah hak wakif terhadap bend yang
diwakafkannya. Dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab
perwakafan telah terjadi, sedangkan pernyataan qabul dari mauquf ‘alaih
yakni orang yang berhak manikmati hasil wakaf itu tidak diperlukan,
artinya dalam wakaf hanya ada ijab tanpa ada qabul.7

5
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 85.
6
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 87.
7
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 87.
6

C. Syarat-Syarat Wakaf
Di dalam rukun-rukun wakaf di atas terdapat beberapa syarat yang harus
terpenuhi guna menentukan sah atau tidaknya rukun tersebut, yaitu :
1. Waqif
a. Waqif harus orang yang merdeka (bukan hamba sahaya)
b. Berakal sehat, sebab wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah
hukumnya dan dapat menggugurkan hak miliknya
c. Dewasa (baligh)
d. Cerdas
e. Tidak berada dibawah pengampuan (boros atau lalai).
2. Mauquf (benda atau barang yang diwakafkan)
a. Abadi untuk selamanya
b. Benda yang diwakafkan harus tetap zatnya dan bermanfaat untuk
jangka Panjang
c. Jelas wujudnya dan batasannya, contohnya tanah yang diwakafkan
harus milik si wakif, bukan benda yang diragukan serta terbebas dari
segala ikatan dan beban
d. Jenis benda bergerak atau tidak bergerak seperti buku-buku, saham,
dan surat berharga
3. Maukuf ‘alaih (pihak yang diperuntukkan wakaf)
a. Maukuf ‘alaih harus hadir saat penyerahan wakaf
b. Bertanggung jawab dalam menerima wakaf tersebut
c. Tidak durhaka pada Allah Swt.
d. Orang yang ditanggungjawabi wakaf harus orang yang tepat dan sesuai
dengan yang dimaksud oleh wakif.
4. Sighat

a. Tidak digantungkan

b. Tidak menunjukkan waktu yang terbatas

c. Tidak mengandung pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang


7

hendak diberikan atau diserahkan.8

D. Macam-Macam Waqaf

Wakaf terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :

1. Wakaf Ahli

Wakaf ahli yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang


tertentu, baik untuk seorang atau lebih, baik untuk keluarga si wakif atau
bukan. Wakaf ini juga disebut dengan wakaf dzurri. Wakaf jenis ini juga
disebut wakaf ‘alal aulad, yakni wakaf yang diperuntukkan bagi
kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga (lingkungan
sendiri).9 Dengan kata lain, wakaf ini diperuntukkan kepada pihak
keturunan atau ahli waris, wakaf ini dibenarkan hanya untuk keperluan
mereka.10

Contohnya apabila seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada


anaknya, lalu kepada cucunya, wakaf tersebut dikatakan sah. Maka yang
mengambil wakaf tersebut adalah mereka yang ditunjuk dalam
pernyataan wakaf.

Secara hukum islam, wakaf ini dibenarkan oleh Nabi berdasarkan


hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Anas bin Malik
tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kerabatnya. Dalam
hadits tersebut dinyatakan sebagai berikut:

“Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Aku


berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat.
Maka Abu thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak
pamannya”.

Dalam satu sisi, wakaf ini dinilai baik karena si wakif akan mendapat
8
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 88-89.
9
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 90.
10
Drs. H. Hasanuddin MA, Manajemen Zakat dan Wakaf, (Pamulang: FIDKOM,
2010), h. 104.
8

dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya dan kebaikan
dari silaturahim terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf. Namun,
disisi lain wakaf ini sering menimbulkan masalah apabila redaksi atau
ikrar yang dikatakan oleh wakif kurang jelas. Khawatir akan
menimbulkan kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta
wakaf oleh keluarga yang menerima harta wakaf, maka dibeberapa
Negara tertentu, seperti Mesir, Maroko, Aljazair, wakaf ahli ini telah
dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf
dinilai kurang produktif.11

2. Wakaf Khairi

Wakaf khairi yaitu wakaf yang secara tegas untuk keperluan agama
dan kemasyarakatan (kebajikan umum).12 Wakaf ini bertujuan untuk
kemaslahatan umum, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk
membangun masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan sejenisnya.
Wakaf ini seperti yang dilakukan Umar bin Khattab pada tanahnya yang
berada diperkebunan Khibar.13

Ciri-ciri wakaf ini yaitu:

a. Ditujukkan kepada umum (tidak untuk individu atau kelompok),

b. Tidak terbatas penggunaannya (mencakup semua aspek), dan

c. Untuk kepentingan umat manusia pada umumnya, contohnya


untuk jaminan social, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan,
dan lain-lain.

Dalam tinjauan pemanfaatannya, wakaf ini lebih banyak manfaatnya


dibandingkan dengan wakaf ahli. Sebab manfaat kegunaan wakaf
11
Fiqh Wakaf, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan
Massyarakat Islam Departemen Agama RI, Jakarta 2006), h. 79.
12
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 90-91.
13
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h.
24-25.
9

tersebut benar-benar terasa oleh khalayak umum, tidak sebatas untuk


keluarga atau kerabat. Secara substansi, wakaf ini merupakan salah satu
cara membelanjakan (memanfaatkan) harta dijalan Allah SWT

E. Pengurus Wakaf

Pengurus wakaf atau disebut juga dengan Nadzir atau Mutawalli adalah
seseorang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan
mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya.
Jika Nadzir itu adalah perorangan, para ahli menentukan beberapa syarat
yaitu : telah dewasa, berakal sehat, dapat dipercaya, dan mampu
menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf. Yang
berhak menetukan Nadzir wakaf adalah wakif.

Hak-hak seorang pengurus wakaf (Nadzir) yaitu :

1. Nadzir wakaf berhak melakukan hal yang mendatangkan kebaikan bagi


wakaf yang bersangkutan, namun tidak berhak menggadaikan harta wakaf
dan menjadikannya sebagai jaminan hutang.
2. Nadzir wakaf berhak mendapatkan upah atas jerih payahnya mengurus
harta wakaf, selama melaksanakan tugasnya dengan baik. Besarnya upah
ditentukan oleh wakif biasanya sepersepuluh atau seperdelapan dari hasil
tanah atau harta yang diwakafkan.14

F. Perubahan Status, Penggantian Benda, dan Tujuan

Menurut para ahli hukum (fikih) Islam, perubahan status dapat dilakukan
karena didasarkan pada pandangan agar manfaat wakaf itu tetap terus
berlangsung sebagai Shadaqah Jariyah, tidak mubazir, tidak rusak, dan tetap
berfungsi sebagai mana mestinya. Karena misal :

1. Tanah wakaf ditukar ditempat lain, status tanah wakaf tidak


berubah ia tetap adalah tanah wakaf yang berubah hanya tempatnya.
14
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 92.
10

2. Sebagian kecil dari sebuah bangunan yang diwakafkan rusak


sehingga tidak dapat dimanfaatkan lalu diambil bagian bangunan yang
rusak untuk mendirikan bangunan yang baru yang lebih sederhana agar
tetap dapat dimanfaatkan secara optimal.

3. Sebuah bangunan yang awalnya diperuntukkan bagi anak yatim


diubah menjadi sekolah atau madrasah karena tempat untuk anak yatim
sudah ada yang baru. Semua hal itu bisa dilakukan asal tujuannya agar
tanah atau harta wakaf dapat dimanfaatkan dengan optimal.15

G. Penerapan Wakaf di Indonesia

Di Indonesia wakaf diatur sacara formal oleh Negara dalam sebuah


lembaga yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI), dimana Ikrar atau Ijab wakaf
dilakukan oleh wakif di depan pejabat yang berwenang, yaitu Kepala Kantor
Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Wakaf,
kemudian dikeluarkan akta wakaf, jika wakaf itu dalam bentuk tanah maka
oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional atau biasa disebut Agraria
dikeluarkan sertifikat wakaf berdasarkan akta wakaf yang dibuat KUA.
Dengan dibuatnya akta dan sertifikat wakaf tersebut, maka harta wakaf itu
terlindungi dari penyalahgunaan atau gugatan pihak lain.

Tata cara Perwakafan Tanah dan Pendaftarannya :

1. Calon wakif harus melengkapi surat-surat yang diperlukan bagi


perwakafan tanah yaitu sertifikat tanah, surat keteranagan dari Kepala desa
dan Camat bahwa tanah tersebut benar-benar milik wakif dan bebas dari
sengketa.
2. Wakif mengucapkan ijab kepada nadzir didepan kepala KUA dan dihadiri
minimal dua orang saksi.
3. Wakif yang tidak dapat hadir karena sakit parah dapat menuliskan ijabnya
lalu di bacakan didepan nadzir dan kepala KUA.
4. Pejabat membuat Akta Ikrar wakaf.
15
Muhammad Ali Dau, Sistem..., h. 93.
11

5. Kepala KUA atas mana nadzir mengajukan permohonan pendaftaran tanah


wakaf kepada Bupati atau Kepala Daerah.
6. Dengan telah didaftarkan dan dicatatnya tanah wakaf tersebut dalam
sertifikat tanah milik yang diwakafkan, maka tanah wakaf itu telah
mempunyai pembuktian yang kuat.16

H. Hadits Tentang Wakaf


Rasulullah bersabda, dari Abu Huroiroh :

‫ أَ ْو ِع ْل ٍم‬،‫ص َدقَ ٍة َجا ِريَ ٍة‬


َ ْ‫ إِاَّل ِمن‬:‫سانُ ا ْنقَطَ َع َع ْنهُ َع َملُهُ إِاَّل ِمنْ ثَاَل ثَ ٍة‬َ ‫إِ َذا َماتَ اإْل ِ ْن‬
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ٍ ِ‫صال‬َ ‫ أَ ْو َولَ ٍد‬،‫يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬
Artinya: Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya
kecuali dari 3 perkara, 1. shodaqoh jariyah, 2. ilmu yang bermanfaat, 3. anak
sholih yang mendoakan orang tuanya (H.R Muslim no. 1631)
Wakaf sendiri termasuk dalam shodaqoh jariyah. Dan sungguh bahagia
orang yang telah meninggal dunia dan sudah tidak dapat beramal, tapi
pahalanya masih mengalir.
Rasulullah bersabda :

‫ عن عمره فيم أفناه وعن علمه ما‬:‫ال تزول قدما عبد حتى يسأل عن أربع‬
‫ وفيم أنفقه وعن جسمه فيم أباله‬#‫فعل فيه وعن ماله من أين اكتسبه‬
Artinya : Tidak akan berpindah, dua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi
Robbnya, sampai dia ditanya tetang 4 perkara, diamana dia dapatkan
hartanya dan dimana dia habiskan. (Hadits Shohih riwayat Tirmidzi dari Abi
Barzah, lihat Shohih Jami’ Ash Shoghiir no.7300)
Syaikh As Sa’dy dalam tulisannya mengatakan, harta yang dikumpulkan
manusia yang tidak ia salurkan  sesuai keridhoan Allah swt hanya bekal
sebagai pembakarnya di neraka Jahannam

Suryana, A. T., dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung:
16

Tiga Mutiara, 1996), h. 131.


12

َ ‫فِي‬  ‫َمنْ َب َنى َم ْس ِجدًا َب َنى هَّللا ُ َل ُه ِم ْث َل ُه‬


‫الج َّن ِة‬
Artinya : Barang siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah
bangunkan dia istana di surga (H.R Bukhori no. 450 dan Muslim no. 553)
Dalam hadits ini saja baru membangun, bagaimana jika digunakan untuk
bermunajat kepada Allah swt, selama masjid itu berdiri ia akan dapat pahala.

َ َّ‫ َفإِن‬ ‫ش ْي ٍء‬


‫هللا ِب ِه َعلِي ٌم‬ َ ‫ا ِم َّما ُت ِح ُّبونَ َو َما ُتنفِقُو ْا مِن‬#ْ‫لَن َت َنالُو ْا ا ْل ِب َّر َح َّتى ُتنفِقُو‬.  

Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),


sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Q.S Ali-
Imran : 3/92)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Wakaf adalah menyerahkan harta kepada orang-orang miskin untuk
ditahan, karena barang milik itu dipegang dan ditahan oleh orang lain,
seperti menahan hewan ternak, tanah, dan segala sesuatu.
2. Rukun Wakaf :
a. Pewakaf (Waqif)
b. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)
c. Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih)
d. Lafal atau Pernyataan (Sighat) Waqif
3. Syarat-Syarat Wakaf :
a. Waqif
b. Mauquf (benda atau barang yang diwakafkan)
c. Maukuf ‘alaih (pihak yang diperuntukkan wakaf)
d. Sighat
4. Pengurus wakaf atau disebut juga dengan Nadzir atau Mutawalli adalah
seseorang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan
mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya
5. Menurut para ahli hukum (fikih) Islam, perubahan status dapat dilakukan
karena didasarkan pada pandangan agar manfaat wakaf itu tetap terus
berlangsung sebagai Shadaqah Jariyah, tidak mubazir, tidak rusak, dan
tetap berfungsi sebagai mana mestinya.
6. Di Indonesia wakaf diatur sacara formal oleh Negara dalam sebuah
lembaga yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI), dimana Ikrar atau Ijab wakaf
dilakukan oleh wakif di depan pejabat yang berwenang, yaitu Kepala
Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Wakaf,
kemudian dikeluarkan akta wakaf, jika wakaf itu dalam bentuk tanah maka
oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional atau biasa disebut Agraria
dikeluarkan sertifikat wakaf berdasarkan akta wakaf yang dibuat KUA.

13
14

7. Dengan dibuatnya akta dan sertifikat wakaf tersebut, maka harta wakaf itu
terlindungi dari penyalahgunaan atau gugatan pihak lain.

5. Saran
Kami selaku penyusun makalah ini berharap agar makalah yang kami
susun ini dapat bermanfaat, agar ilmu Hadits-Hadits Ekonomi terutama dalam
materi “Hadits tentang Wakaf” dapat dipahami dan diterapkan dalam
kehidupan sehari hari. Kritik dan saran kami butuhkan agar dalam penyusunan
makalah selanjutnya dapat disusun dengan baik dan benar. Mohon maaf
apabila makalah yang kami susun jauh dari kata sempurna, atas perhatiannya
kami ucapkan terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Hadits dan Terjemahan
Ali Daud, Muhammad. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press,
1988.
Drs. H. Hasanuddin MA. Manajemen Zakat dan Wakaf. Pamulang: FIDKOM,
2010.
Fauzia, Amelia, dkk, dalam Idris Thaha (Ed). Berderma untuk semua; Wacana
dan Praktik Filantropi Islam. Jakarta: Teraju, 2003.

Fiqh Wakaf, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan


Massyarakat Islam Departemen Agama RI, Jakarta 2006.

Halim , Abdul. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Suryana, A. T., dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung:
Tiga Mutiara, 1996.

15

Anda mungkin juga menyukai