Anda di halaman 1dari 5

Ciri dan corak sistem perpajakan

Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:

a. bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak untuk
secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional;

b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban di
bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini
aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan
pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan;

c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan
nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat
dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat
Wajib Pajak.

Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang
terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang
terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi yang terlalu membebani Wajib
Pajak dan birokratis akan dapat dihindari. Sejalan dengan harapan dalam upaya peningkatan pelayanan
masyarakat tersebut wewenang Direktur Jenderal Pajak yang bersifat teknis administratif dapat
dilimpahkan kepada aparat bawahannya.

Dalam Undang-undang ini digariskan bahwa administrasi perpajakan berperan aktif dalam
melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai
upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media massa maupun
penerangan langsung kepada masyarakat.

Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka arah dan
tujuan penyempurnaan Undang-undang perpajakan ini mengacu pada kebijaksanaan pokok sebagai
berikut :

a. menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang sumber
utamanya berasal dari penerimaan pajak;

b. menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi secara merata di seluruh
wilayah Republik Indonesia, terutama untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil yang selama
ini dirasakan terbelakang atau terlambat perkembangannya, baik dalam rangka pemerataan
pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam maupun dalam rangka peningkatan penerimaan
pajak dalam jangka panjang;

c. menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non migas, barang hasil olahan, dan jasa-jasa
dalam rangka meningkatkan perolehan devisa;

d. menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan pengembangan potensinya, dan
dalam rangka pengentasan sebagian masyarakat dari kemiskinan;

e. menunjang usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi;

f. menunjang usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan hidup;

g. menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat dalam pembiayaan


pembangunan sesuai dengan kemampuannya; dan

h. menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan bersih, peningkatan
pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan
tersebut, serta peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku.

Dasar Hukum KUP

Peraturan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tertuang dalam Undang-undang yang
telah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu :

Undang-undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Neraga Repubrik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262)

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang No 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3566)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang No 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang No 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Undang-undang No 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999
Pengertian tentang isi pasal 1 UU No 28 Tahun 2007

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
adalah peraturan perpajakan yang mengatur tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan bagi
wajib pajak yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 terdapat tata cara tentang pelaksanaan hak dan
kewajiban sebagai Wajib Pajak.

Susunan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) terdiri dari 11 Bab dan 49 Pasal meliputi :

Bab I Tentang Ketentuan Umum, terdiri dari Pasal 1.

Bab II Tentang Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan dan
Tata Cara Pembayaran Pajak, terdiri dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 11.

Bab III Tentang Penetapan dan Ketetapan Pajak, terdiri dari Pasal 12 sampai dengan Pasal 17E.

Bab IV Tentang Penagihan Pajak, terdiri dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 24.

Bab V Tentang Keberatan dan Banding, terdiri dari Pasal 25 sampai dengan Pasal 27A.

Bab VI Tentang Pembukuan dan Pemeriksaan, terdiri dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 31.

Bab VII Tentang Ketentuan Khusus, terdiri dari Pasal 32 sampai dengan Pasal 37A.

Bab VIII Tentang Ketentuan Pidana, terdiri dari Pasal 38 sampai dengan Pasal 43.

Bab IX Tentang Penyidikan, terdiri dari Pasal 43A sampai dengan Pasal 44B.

Bab X Tentang Ketentuan Peralihan, terdiri dari Pasal 45 sampai dengan Pasal 47A.

Bab XI Tentang Ketentuan Penutup, terdiri dari Pasal 48 sampai dengan Pasal 49.

Ketahui Pengertian, Fungsi, Manfaat, dan Arti Kode NPWP Secara Lengkap

Hampir semua orang setidaknya pasti sudah pernah mendengar istilah Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Namun ternyata masih banyak yang belum mengetahui tentang NPWP secara lebih lengkap
dan jelas. Berikut ini pengertian, fungsi, manfaat, hingga arti kode NPWP yang perlu Anda ketahui.
Pengertian dan Fungsi NPWP

Menurut UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, NPWP
merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sebuah sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya. Selain sebagai identitas Wajib Pajak, NPWP juga berfungsi untuk menjaga
ketaatan dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan karena seseorang yang
telah memiliki NPWP akan lebih mudah terakses oleh DJP. Segala hal yang berhubungan dengan
dokumen perpajakan seperti pelaporan SPT, baik SPT Tahunan maupun SPT Masa wajib menyertakan
NPWP.

Bagi Wajib Pajak, NPWP berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas. Hal ini karena satu nomor
NPWP hanya berlaku untuk satu Wajib Pajak. Sehingga dapat dipastikan bahwa tidak mungkin ada
NPWP yang sama untuk lebih dari satu orang di seluruh Indonesia. Selain itu, NPWP juga berfungsi untuk
menjaga ketertiban dalam administrasi perpajakan sehingga memungkinkan Wajib Pajak untuk
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai Wajib Pajak.

fungsi dan sanksi npwp

1. Fungsi NPWP adalah sebagai berikut :

a. Sarana dalam administrasi perpajakan;

b. Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya;

c. Menjaga ketertiban dakam pembayaran pajak dan pengawasan admiinistrasi perpajakan;

d. Setiap WP hanya diberikan satu NPWP;

Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP dan Pengukuhan Sebagai PKP

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling tinggi 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
Pidana tersebut di atas ditambah 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana, apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap,
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan
pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Fungsi nppkp

Sedangkan fungsi dari NPPKP (Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena pajak) adalah sebagai berikut

1. Dibergunakan sebagai identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya

2. Berguna untuk admnistrasi pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
barang Mewah.

3. Berguna untuk pengawasan administrasi perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai