Anda di halaman 1dari 4

Sistem pajak lama sudah tidak cocok lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat

Indonesia, baik dalam kerjasama nasional maupun internasional laju pembangunan nasional yang

telah dicapai. Selain itu, Sistem pajak lama belum bisa bergerak peran semua lapisan subjek pajak

yang memiliki peran besar dalam menghasilkan pendapatan dalam negeri yang sangat tinggi

diperlukan untuk mencapai kesinambungan dan peningkatan Pembangunan nasional. Oleh karena

itu, pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru, yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir

dengan UU Nomor 16 Tahun 2009

Ketentuan Umum dan Tata Cara Hukum Perpajakan berdasarkan falsafah Pancasila dan Konstitusi

UUD 1945 yang tertuang dalam ketentuan yang menjunjung hak tinggi warga negara dan

menempatkan kewajiban pajak sebagai kewajiban negara. Hukum ini berisi semua prosedur umum

dan perpajakan yang pada prinsipnya berlaku untuk undang-undang pajak material, kecuali dalam

undang-undang perpajakan yang berkaitan dengan pengaturan sendiri tentang ketentuan umum

dan tata cara perpajakan.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial dan politik, disadari perlu

dilakukan perubahan undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU No. 16

Tahun 2009). Mengubah bertujuan untuk memberikan keadilan yang lebih

meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum serta

mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material dibidang

perpajakan. Selain itu, perubahan juga meningkatkan profesionalisme aparat

meningkatkan pengawasan administrasi perpajakan dan meningkatkan sukarela wajib pajak. Sistem,

mekanisme, dan prosedur hak dan Kewajiban pajak sederhana adalah karakteristik dan fitur dalam

perubahan Undang-undang ini dengan tetap berpegang pada sistem penilaian diri. Perubahan ini

terutama terkait dengan


meningkatkan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat wajib pajak sehingga masyarakat

wajib pajak dapat hak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya lebih

Dengan berpegang pada asas kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan

perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada

kebijakan utama berikut:

1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara,

2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan

daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil

dan menengah,

3. Menyelesaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di

bidang teknologi informasi,

4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban,

5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan,

6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten, dan 7.

Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana

administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak

dalam melaksanakan hak dan kewajibannya perpajakan.

Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan surat yang bersifat wajib

pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau

bukan pajak, atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan peraturan

perundang-undangan perpajakan (Marsyahrul, 2005: 46 dan Pudyatmoko, 2009: 133). Untuk


memenuhi diri sendiri sistem penilaian, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan

menentukan sendiri pajaknya. Untuk itu ada instrumen berupa file yang digunakan untuk menghitung

dan menentukan pajak. Itulah yang dimaksud dengan SPT.

Keberatan Keberatan diatur dalam Pasal 25 UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Syarat pengajuan keberatan adalah sebagai berikut Sebuah. Wajib Pajak

hanya dapat mengajukan keberatan kepada: Direktur Jenderal Pajak pada

1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,

2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,

3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,

4) Ketetapan Nol Pajak, atau

5) Pemotongan atau penagihan oleh pihak ketiga

berdasarkan ketentuan perundang-undangan

perpajakan.

Banding Soal banding diatur dalam Pasal 27 UU No16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, yaitu

A. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan banding kepada badan hukum pajak terhadap keputusan

yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak mengenai hal tersebut dalam jangka waktu 3

(tiga) bulan sejak tanggal keputusan diterima, disertai dengan surat keputusan itu.

B. Sebelum Badan Bidang Pajak dibentuk, permohonan banding diajukan ke Dewan Penasehat Pajak.

C. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam BahasaIndonesia untuk alasan yang jelas.

D. Keputusan pengadilan pajak merupakan keputusan final dan bersifat permanen.

e. Mengajukan permintaan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan membayar

pajak.
F. Struktur, wewenang dan prosedur pengadilan pajak diatur dengan hukum.

Dalam hal Wajib Pajak masih merasa tidak puas dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak atas

pengajuan,Wajib Pajak masih diberi kesempatan untuk mengajukan banding ke pengadilan pajak

dalam kasus ini seperti sekarang Dewan Pertimbangan Pajak, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan

terhitung sejak keputusan diterima. dengan demikian, Wajib Pajak telah diberikan waktu yang cukup

untuk menyiapkan surat banding beserta alasan dan buktinya diperlukan untuk pengadilan pajak

Anda mungkin juga menyukai