Anda di halaman 1dari 17

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Disusun oleh kelompok 4:


1. Dewi Fortuna Mahendra 2019031070
2. Patriya Yuliana Putri 2019031053
3. Oktaviani Rosita Dewi 2019031042
4. Figih Kinanti 2019031040
5. Abygail Clemency 2019031015
6. Daniel Natanael 2019031014
7. Faisal Arviyanto 2019131003
A. PENDAHULAN
Pajak merupakan suatu iuran wajib bagi wajib pajak. Adanya pajak diharapkan akan
meningkatkan kesejahteraan hidup semua masyarakat. Pajak ini sifatnya tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. Pajak ini ada bermacam-macam. Dalam
hubungannya dengan adanya suatu wilayah di permukaan bumi dan segala sesuatu yang
bernilai di atasnya, dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus memiliki aturan yang
jelas.
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini pada
prinsipnya berlaku bagi undang-undang pajak materiil, kecuali apabila dalam undang-
undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakannya. Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, disadari masih terdapat hal-hal yang belum
tertampung sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan
sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah.

B. DASAR HUKUM
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
16 Tahun 2000.

C. PENGERTIAN- PENGERTIAN
Beberapa pengertian yang harus diketahui menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, adalah:
 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 Wajib pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.
 Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
 

melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dan
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
 Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari
luar pabean.
 Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka
waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang ini.
 Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
    Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 tahun pajak.
 Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa
pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak.
 Kredit pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
 Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data
keterangan, dan bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan.
 Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan bukti berupa keterangan, tulisan,
atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
 Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan.
 Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
 

pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang


kebenaran penulisan dan penghitungannya.

D. TAHUN PAJAK
1. Pengertian Tahun Pajak
Tahun pajak adalah angka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Jangka waktu 1 (satu)
Tahun Kalender adalah jangka waktu dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Akan tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan
tahun takwim dengan syarat konsisten (taat asas) selama 12 bulan, dan
melapor/memberitahu kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

2. Penetapan Tahun Pajak


Dalam hal penetapan Tahun Pajak khususnya Tahun Pajak tidak sama dengan tahun
takwim, maka yang menjadi pedoman adalah banyaknya bulan dalam tahun tersebut.
Contoh :
 Pembukuan dimulai 1 Juli 2001 dan berakhir 30 Juni 2002. Ditetapkan sebagai Tahun
Pajak 2001 (enam bulan pertama jatuh pada Tahun 2001).
 Pembukuan dimulai 1 April 2001 dan berakhir 31 Maret 2002. Ditetapkan sebagai
Tahun Pajak 2001 (bulan yang lebih banyak jatuh pada tahun 2001).

E. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


1. Pengertian NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh
karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP dan NPWP tersebut
berfungsi:
 Sebagai tanda pengenal atau identitas Wajib Pajak, karena setiap Wajib Pajak
diterbitkan satu NPWP;
 Sebagai sarana korespondensi antara fiskus dengan Wajib Pajak;
 Sebagai saran untuk membayar pajak, yaitu NPWP dicantumkan dalam dokumen
impor, dan Surat Setoran Pajak (SSP).
 Sebagai alat untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak.

2. Cara memperoleh NPWP


Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self
assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat
sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
 Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subyek pajak dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya
  Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan
sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Persyaratan pendaftaran NPWP khusus bagi Wajib Pajak Perseorangan Usahawan dan
Wajib Pajak Badan sebagaimana diatur dalam keputusan Nomor Kep-34/PJ.2/1989
tanggal 10 Juli 1989 disempurnakan dengan SE-07/PJ.24/1993 tanggal 7 Juli 1993 dan
PER-24/PJ./2009 tanggal 16 Maret 2009

3. Pencantuman NPWP
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib Pajak diwajibkan
mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

4. Pendaftaran NPWP dan PKP melalui Elektronik


Pendaftaran NPWP dan PKP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik
yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id.
Wajib Pajak cukup memasukkan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat
memperoleh NPWP.
5. Pemberian NPWP secara Jabatan
Sebagai penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya yang mengatur maslah penerbitan
Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan telah dikeluarkan peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. Kep 47/Pj/2006 tanggal 25 April 2006. Penerbitan NPWP yang dapat
dilakukan tanpa mengajukan permohonan tetapi NPWP dapat diterbitkan secara jabatan
telah diuraikan di atas. Tetapi dalam pelaksanaannya NPWP kemungkinan timbul
sanggahan dari pihak yang menerima NPWP secara jabatan. Oleh karenanya untuk
menghindari terjadinya permasalahan dengan wajib pajak seperti NPWP Ganda dan
memberikan keadilan bagi Wajib Pajak perlu mengatur tata cara penerbitan NPWP
secara jabatan.

6. Saksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan  negara dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

7. Penghapusan NPWP
Selanjutnya NPPWP dapat dihapuskan. Dengan penghapusan NPWP ini tidak berarti
menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. Pengertian penghapusan
NPWP adalah tindakan menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Tata Usaha
Kantor Pelayanan Pajak. Tetapi juga diperhatikan bahwa NPWP juga dapat diterbitkan
secara jabatan. Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal:
 Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
 Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
 Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai  Subjek Pajak sudah selesai
dibagi
 Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
F. PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
1. Pengertian
PKP atau Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha / bisnis / perusahaan yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
(JKP) yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya.
Sebelum mendapat pengukuhan PKP atau Pengusaha Kena Pajak, seorang pengusaha
atau wajib pajak badan harus memenuhi syarat pengajuan PKP dan lolos dari survey
yang dilakukan KPP atau KP2KP.
Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Wajib pajak sebagai pengusaha kecil yang:


 Memilih sebagai PKP, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan
sebagai PKP;
 Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun
buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai
Pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling
lambat akhir masa pajak berikutnya.

Kewajiban melaporkan untuk dilakukan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan


sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Terhadap
pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP tetapi tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dan
dikenakan sanksi perpajakan.

2. Syarat Pengajuan PKP


Untuk mendapat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,
seorang pengusaha / bisnis / perusahaan harus memenuhi syarat:
 Memiliki pendapatan bruto (omzet) dalam 1 tahun buku mencapai Rp 4,8 miliar.
Tidak termasuk pengusaha / bisnis / perusahaan dengan pendapatan bruto kurang dari
Rp 4,8 miliar, kecuali pengusaha tersebut memilih dikukuhkan jadi Pengusaha Kena
Pajak.
 Melewati proses survei yang dilakukan KPP atau KP2KP tempat pendaftaran
 Melengkapi dokumen dan syarat pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.

Permohonan menjadi Pengusaha Kena Pajak tersebut diajukan ke KPP atau KP2KP


yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usaha wajib pajak.
3. Pengusaha yang Wajib Mendapatkan Pengukuhan PKP
Selain harus memiliki omzet mencapai Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun, pengusaha yang
wajib mendapatkan pengukuhan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean dan/atau
melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak dan/atau
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan:
 Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
 Memungut pajak yang terutang
 Menyetorkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
 Melaporkan pemungutan, penyetoran, dan penghitungan pajaknya paling lambat akhir
bulan berikutnya (SPT Masa PPN)

4. Dokumen dan Formulir Pendaftaran PKP yang Harus Disiapkan


Selain formulir pendaftaran PKP, berikut ini dokumen-dokumen yang harus diajukan
ke KPP untuk memenuhi syarat pengajuan PKP dan mendapat pengukuhan PKP:
 Wajib Pajak Orang Pribadi
 Fotokopi KTP bagi WNI atau fotokopi KITAS/KITAP bagi WNA
 Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi berwenang
 Surat keterangan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

5. Fungsi Pengukuhan PKP


Sebagai identitas PKP yang bersangkutan
Sebagai sarana pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah.

6. Tempat Pengukuhan PKP


Bagi pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada Kantor
Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha
dilakukan. Sedangkan bagi pengusaha badan pada KPP atau KP4 yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Jika
pengusaha orang pribadi atau badan mempunyai tempat kegiatan usaha di beberapa
tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP baik KPP atau KP4
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan usaha pengusaha,
ataupun tempat kegiatan usaha dilakukan.
Kewajiban melaporkan untuk dikukuhkan menjadi PKP dibatasi jangka waktunya,
karena hal berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu melaporkan adalah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
saat usaha dimulai.

7. Pencabutan Pengukuhan PKP


Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan, antara lain dalam hal:
 PKP pindah alamat.
 Wajib Pajak Badan telah dibubarkan secara resmi.
 Tidak memenuhi syarat sebagai PKP.

8. Sanksi
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan pengusaha kena pajak
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau
pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan.
G. SURAT PEMBERTAHUAN SPT
1. Pengertian
Menurut Pasal 1, angka 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan SPT adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak atau
bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan/SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Jenis SPT
Memperhatikan saat pelaporannya SPT dibedakan menjadi dua yaitu :
 SPT-Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu massa pajak atau
pada suatu saat, seperti:
 SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2.
 SPT Masa PPh Pasal 15.
 SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26.
 SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26.
 SPT Masa PPh Pasal25.
 SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atau barang mewah.
 SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bagi
Pemungut.
 SPT-Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, seperti:
 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan
usaha (1770).
 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang memberitahukan perpanjangan jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 Y).
 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan pekerjaan
bebas atau kegiatan usaha tetapi menerima penghasilan dari satu pemberi kerja;
menerima penghasilan dalam negeri lainnya dan menerima penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan bersifat Final (1770 S).

3. Fungsi SPT
 Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak.
 Penghasilan yang merupakan objek pajak atau bukan objek pajak.
 Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan
pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Prosedur Penyelesaian SPT


 Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata
cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan menteri Keuangan.
 Setiap Wajib Pajak wajib mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan
jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
 Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
 Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel,
atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
5. Pembetulan SPT
Pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun
sebelum kadaluwarsa penetapan. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang
pajak menjadi lebih besar. Lalu akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempoh
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan. Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan
tindakan penyidikan mengenai adanya tidak benaran yang dilakukan wajib pajak,
terhadap tidak benaran perbuatan wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan
apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan tidak benaran
perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak
yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150%.

6. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT


Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling
lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara
menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan. Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan
Pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri:
 Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu
penyampaiannya diperpanjang.
 Laporan keuangan sementara dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang terutang.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau
Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
dapat disampaikan:
 secara langsung: Melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
 Dengan cara lain, yang meliputi: Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat atau E-Filing melalui ASP.
7. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar:
 Rp 500.000, - untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai,
 Rp 100.000,- untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya,
 Rp 1.000.000,- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan,
 Rp 1.00.000,- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi.
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama
kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 20% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

H. SSP dan PEMBAYARAN PAJAK


Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SSP berfungsi
sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima
pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
Tempat pembayaran dan penyetoran pajak :
• Bank ditunjuk oleh Menteri Keuangan
• Kantor pos
Batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak :
1) Pembayaran masa
a. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor
paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling
lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh menteri keuangan.
c. PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketepatan
Pajak Kurang bayar tambahan, dan surat keputusan keberatan, surat keputusan
pembentukan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1
bulan sejak tanggal diterbitkan.
3) Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan disampaikan.

Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan Pajak


Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak terutang bertambah, serta Pajak
Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum saat jatuh
tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak
yang dimohon diangsur atau ditunda. Apabila ternyata batasan waktu 9 (sembilan) hari
kerja tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaannya,
permohonan Wajib Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak
sepanjang Wajib Pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya
tersebut. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan tersebut
berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak. Surat keputusan
diterbitkan paling lama 7(tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan.
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
I. Surat Ketetapan Pajak
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan
pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga maupun denda. Sesuai dalam peraturan
UU Nomor 16 Tahun 2000 KUP, STP diatur dan diterbitkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
 Jika Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
 Jika hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
 Jika Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
 Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan
perubahannya tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak (PKP).
 Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi membuat
faktur pajak.
 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat
atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap.
Penerbitan STP ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% dalam
satu bulan dengan ketentuan paling lama 24 bulan dihitung sejak waktu terutangnya
pajak, atau bagian Tahun atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)


SKPKB merupakan Surat Ketetapan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk menetapkan
besaran nominal pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besaran sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayarkan
Biasanya penerbitan SKPKB akan diikuti dengan sanksi administrasi dalam bentuk
denda maupun kenaikan. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dalam satu bulan
akan dikenakan, jika berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak tidak
atau kurang membayar besarnya pajak yang terutang.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau disingkat SKPKBT merupakan
Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan dengan tujuan untuk menetapkan tambahan atas
besaran pajak yang akan ditetapkan.
Dalam Pasal 13 UU KUP mengatur SKPKBT yang diterbitkan dengan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
 Jika SKPKBT yang ditetapkan ternyata lebih rendah daripada perhitungan yang
sebenarnya.
 Terjadinya proses pengembalian pajak yang telah ditetapkan dalam SKPLB yang
seharusnya tidak dilakukan.
 Terjadinya pajak terutang dalam surat ketetapan pajak nihil (SKPN) yang ditetapkan
ternyata lebih rendah.
 Penerbitan SKPKBT dilakukan jika ditemukan data baru (novum) atau data yang
semula belum terungkap, sehingga dapat menyebabkan penambahan pajak yang
terutang.

4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


SKPLB merupakan STP yang diterbitkan dengan tujuan untuk menetapkan jumlah
kelebihan pembayaran pajak. Hal ini disebabkan karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
Dalam Pasal 17 Undang- Undang KUP mengatur tentang SKPLB yang diterbitkan
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
 Pada Pajak Penghasilan (PPh) jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang, atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
 Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah
pajak yang terutang atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.
 Pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), jumlah pajak yang dibayar lebih
besar dari jumlah pajak yang terutang, atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang
tidak seharusnya terutang.
Penerbitan SKPLB akan dilakukan apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak.

5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)


Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) merupakan STP yang diterbitkan dengan tujuan
untuk menetapkan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Dalam Pasal 17A Undang- Undang KUP mengatur tentang SKPN dengan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
 Dalam PPh, jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang, atau pajak yang
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
 Dalam PPn, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
 Dalam PPnBM, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang
atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)


Merupakan surat yang diterbitkan oleh DJP dengan tujuan memberitahukan jumlah
pajak yang terutang kepada Wajib Pajak terkait. Isi pemberitahuan dalam surat ini adalah
berupa dokumen yang memuat jumlah atau besaran utang atas Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang wajib dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang ditetapkan. Dalam Pasal
10 Ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 1994 mengatur tentang SPPT terkait Pajak Bumi dan
Bangunan.

Penerbitan SPPT akan dilakukan berdasarkan pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) yang sudah disampaikan oleh Wajib Pajak, atau berdasarkan data objek pajak
yang sudah tersimpan di Kantor Pelayanan PBB.

Anda mungkin juga menyukai