Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

Ketentuan Umum Perpajakan

Dosen Pengempu:

Made Pradnyan Pratama Usadi,SE.,MM

Disusun Oleh:
I Nyoman Separsa Apriguna 08
I Made Satria Kumara 12
Cokorda Agung Mahakris Shadewa Pemayun 31

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai.
Dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………...
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...
iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang …………………………………………………………….... 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian dalam ketentuan umum perpajakan……………..………………...
5
2.2 Kewajiban dan hak wajib pajak …………………………………………….. 7
2.3 NPWP ………………………………………………….…………………... 12
2.4 Pembayaran, pemotongan dan pelaporan……………………………………21
2.5 Pemeriksaan dalam penyidikan …………………………………………… ..22

BAB III PENUTUP


3.1    Kesimpulan ……………………………………………………………….. 34

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang potensial untuk
membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Penerimaan dari sektor
pajak ini diupayakan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Penerimaan pajak
yang mengalami kenaikan diharapkan dapat membayar pembelanjaan negara demi
tercapainya kemakmuran rakyat. Penerimaan pajak berasal dari pemungutan yang
dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah dengan pengenaan terhadap
objek pajak. Pemerintah berusaha meningkatkan penerimaan pajak dengan upaya
ekstensifikasi dan intensifikasi. Hal ini dilakukan agar tercapainya target
penerimaan pajak yang juga terus meningkat setiap tahunnya. Selain tingkat
kesadaran, pemerintah mengharapkan tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak. Wajib
Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diharapkan dapat
memenuhi kewajibannya sebagai penerima penghasilan. Indonesia menganut self
assessment system atau sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan
Wajib Pajak untuk melakukan sendiri penghitungan, penyetoran, dan pelaporan
terhadap pajak terutang sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Penentuan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak melalui
Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan. Tingkat Penerimaan pajak adalah
ukuran seberapa besar pajak yang diterima oleh negara dari pembayaran pajak
yang dilakukan Wajib Pajak terdaftar. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak
sebagai sumber penerimaan negara, perlu dilakukan reformasi perpajakan yang
dilakukan dari masa ke masa dengan tetap berdasarkan keadilan sosial. Reformasi
perpajakan tersebut dilakukan untuk dapat memperluas dan menambah Wajib
Pajak. Penerimaan Pajak Penghasilan di Indonesia pada umumnya masih
didominasi oleh Pajak Penghasilan badan. Hal tersebut dikarenakan sebagai
instansi formal terdaftar, badan lebih mudah teridentifikasi jati dirinya, terpantau
kehadirannya, terdeteksi 2 kegiatannya dan transparan obyek pajaknya sehingga
pemungutan pajak atas badan lebih optimal daripada orang pribadi

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Pengertian dalam Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan


 Pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib
kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat
 Wajib Pajak (WP) yaitu orang pribadi atau badan meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak meliputi; PT,
CV, BUMN, BUMD, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun,
Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa, Organisasi
sosial politik, Lembaga, dan bentuk usaha lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
 Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan,memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean.
 Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan barang kena pajakdan/atau jasa kena pajak yang dikenai
pajak sesuai undangundang pajak pertambahan nilai tahun 1983 dan
perubahannya. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor
yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau

5
identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib
pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1
(satu) bulan kalender atau jangka waktu lain paling lama 3 bulan
kalender yang digunakan dasar bagi wajib pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
 Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali
bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
takwin
 Bagian Tahun Pajak bagian dari jangka waktu satu tahun pajak
 Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
 Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk
suatu masa pajak.
 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk
suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak
 Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui
tempat pembayaran yang ditunjuk Menteri Keuangan.

6
 Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi
surat ketetapan kurang bayar, surat ketetapan kurang bayar
tambahan, surat ketetapan nihil, dan surat ketetapan lebih bayar.
 Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban WP menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak sesuai dengan UU No. 19/2000
 Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa laporan laba rugi dan
neraca untuk periode tahun pajak tersebut.

2.2 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak


1. Kewajiban Wajib Pajak
Ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di antaranya:
 Kewajiban Mendaftarkan Diri
Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau
kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP).
Saat ini, pendaftarakan NPWP juga dapat dilakukan melalui online.
Anda dapat membaca tata cara pendaftaran NPWP online di artikel
“Daftar NPWP Online, Ini 3 Syarat & Langkah Mudahnya“.

Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan


sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah
memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya pengusaha orang pribad
atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena
pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000 dalam

7
setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut


pajak pertambahan nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya
dengan menerbitkan faktur pajak. PPN tersebut kemudian dilaporkan
dalam SPT Masa. Jika ada yang harus disetorkan, wajib pajak perlu
menyetorkan PPN itu ke KPP tempat mendaftar, atau bisa secara
online melalui aplikasi OnlinePajak.

 Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan


Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus
melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak
terutangnnya sendiri. Dalam melaksanakan kewajiban ini, dapat
melakukannya secara mudah dan cepat melalui aplikasi OnlinePajak.

Aplikasi OnlinePajak memudahkan Anda untuk hitung, setor,


lapor pajak. Semua pelaksanaan kewajiban pajak ini cukup dilakukan
dalam satu aplikasi, hanya dengan satu klik.

 Kewajiban dalam Hal Diperiksa


Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak
untuk menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan
terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan
wajib pajak.

Kewajiban yang diperiksa di antaranya:


1) Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan
sesuai waktu yang ditentukan, khususnya jenis
Pemeriksaan Kantor.

8
2) Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang
menjadi dasar serta berhubungan dengan penghasilan
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib
pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis
Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak harus memberikan
akses untuk melihat dan menyimpan data.
3) Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang
yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk
memperlancar proses pemeriksaan.
4) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan.
5) Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat
oleh Akuntan Publik, khususnya untuk jenis
Pemeriksaan Kantor.
6) Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan
yang diperlukan.

 Kewajiban Memberi Data


Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau
badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran
usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk
informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu
lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan
kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen
Pajak.

Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi


juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak
lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan
terkena pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000.

9
2. Hak Wajib Pajak
Hak wajib pajak disebutkan secara jelas dalam undang-undang, dan akan
dibahas secara singkat dan tuntas pada poin ini.
 Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong
atau dipungut ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib
pajak berhak menerima kembali kelebihan tersebut. Dengan kalimat
sederhana, Anda berhak menerima kembali kelebihan bayar ketika
membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya.

Anda dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan


bayar pajak dengan mengirimkan surat permohonan pada Kepala
KPP (Kantor Pajak Pratama) atau melalui SPT (Surat
Pemberitahuan). Setelah menerima surat permohonan, Ditjen Pajak
akan mengembalikan kelebihan bayar pajak dalam waktu 12 (dua
belas) bulan terhitung sejak surat permohonan diterima secara
lengkap.

Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh,


pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh
dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima.

Kalau Ditjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan


bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per
bulan dengan maksimum 24 bulan.

 Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan


Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib
pajak, wajib pajak berhak untuk:
1) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
2) Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .

10
3) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan
pemeriksaan.
4) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
5) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas
waktu yang ditentukan.
Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi
menjadi dua jenis, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan
lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan, terhitung dari
tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan
pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil
pemeriksaan.

Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka


waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi
8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan
sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

 Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali


Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu
surat ketetapan pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang
bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak
sependapat dengan surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu
bila belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak
dapat mengajukan banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak,
wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung.

11
2.3 Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakan (Pasal 1 ayat 6 UU KUP).

 Dasar Hukum Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


1. UU No 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-150/PJ/1999 ; tentang
Perubahan KEP - 27/PJ/1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan
Pelaporan Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran Wajib
Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-515/PJ/2000 tanggal 4
Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak
Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak.
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-516/PJ/2000 tanggal 4
Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP,
serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak.
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-161/PJ/2001 tanggal 21
Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor
Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.

12
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-525PJ/2000 tanggal 6
Desember 2000 tentang Tempat Lain sebagai Tempat Terutangnya
Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak.
7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-167/PJ/2003 tentang
Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak No:
KEP-515/PJ/2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak
Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak
Tertentu.

 Kewajiban untuk memperoleh NPWP


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 menyebutkan bahwa yang
diwajibkan mendaftar dan mendapatkan NPWP adalah:
1. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan
perjanjian pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim
dikehendaki secara tertulis.
2. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai tempat
usaha tersebut di beberapa tempat.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, jika sampai dengan suatu bulan memperoleh
penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.
4. Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat
mengajukan untuk memperoleh NPWP.
DJP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak
melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Hal ini
sesuai dengan pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP).

 Format Nomor Pokok Wajib Pajak


Sebelum tahun 2001, format NPWP atas 11 digit. Akan tetapi, sejak tahun
2001 hingga saat ini, format tersebut diubah menjadi 15 digit. Sembilan digit

13
pertama dari format NPWP merupakan Kode Wajib Pajak dan enam digit
berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

Keterangan :
1. IdentitasWajibPajak
Merupakan klasifikasi membedakan status Wajib Pajak, yaitu:
• Wajib Pajak bendaharawan, dengan kode 00.
• Wajib Pajak badan, dengan kode 01, 02, 03, 11, 12 dan 13.
2. Wajib Pajak orang pribadi, dengan kode 04, 05, 06, 07, 08, 09 dan 10
Nomor registrasi/urut yang diberikan Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak
3. Diberikan untuk kantor pelayanan pajak sebagai alat pengaman agar
tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP.
4. Kode Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
5. Status Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
• Wajib Pajak Tunggal/Wajib Pajak Pusat, dengan kode 00.
• Wajib Pajak Cabang, dengan kode 01, 02, 03, dan seterusnya.

 Fungsi NPWP
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 20017, fungsi NPWP adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
b. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dari dalam pengawasan
administrasi perpajakan.

14
c. Keperluan terkait dokumen perpajakan, termasuk keperluan pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa danTahunan.
d. Memenuhi kewajiban perpajakan.
e. Mendapatkan pelayanan instansi tertentu yang mewajibkan
pencantuman NPWP dalam dokumen yang diwajibkan, misalnya
pengajuan kredit usaha di bank.
Sedangkan menurut Marsyahrul (2006:41), fungsi NPWP adalah:
1. Dipergunakan untuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang
sebenarnya, sehingga setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.
2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan sarana dalam
administrasi perpajakan.
3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan
karena yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan
mencantuman NPWP.
4. Untuk memenuhi kewajibankewajiban perpajakan, misalnya dalam
setoran pajak (SSP) yang ditetapkan sendiri maupun pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga wajib mencantumkan NPWP.
5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang
mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen yang diajukan.

 Jangka Waktu Pendaftaran NPWP


Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka
waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban
mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah
(Mardiasmo,2009:25):
1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1
(satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau
tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai
dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak

15
Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan
berikutnya.

 Kebutuhan Dalam Memiliki NPWP


Kebutuhan menurut kamus Bahasa Indonesia berarti sangat perlu menggunakan,
memerlukan. Ada lima hal yang menyebabkan wajib pajak harus memiliki NPWP
(www.diptara.com):
1. Mempermudah dalam Membayar Zakat Mal. Dalam agama Islam,
diwajibkan untuk membayar zakat mal sebesar 2.5% dari penghasilan.
Dalam hal ini Hubungannya dengan memiliki NPWP yaitu seluruh
penghasilan dikenakan PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan) akan
terkontrol.
2. Terkena Potongan Pajak Penghasilan (PPh) yang Tinggi. Seorang
karyawan swasta, Pejabat Negara, Prajurit TNI, dan PNS yang belum
punya NPWP maka dikenakan potongan PPh Pasal 21 lebih tinggi
sebesar 20% dari potongan PPh pegawai yang sudah punya NPWP.
3. Terkena PPh Tinggi saat Belanja Barang ke Luar Negeri. Menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 yang
berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009 tentang kepabeanan, jika
Belanja Barang Online ke Luar Negeri atau ke situs e- commerce
yang berada di luar Indonesia melalui internet dan barang yang nilainya
lebih dari $50 USD maka akan dikenakan PPh.
4. Dipersulit saat Bepergian ke Luar Negeri. Mulai tahun 2011 Dirjen
Imigrasi sudah memberlakukan bebas bayar fiskal saat bepergian
ke luar negeri. Baik yang sudah punya NPWP maupun tidak. Namun
faktanya akan tetap dipersulit untuk ke luar negeri saat mengurus
izinnya kalau wajib pajak tidak tertib pajak. Salah satunya jika tidak
memiliki NPWP.
5. Syarat pengajuan kredit ke bank. Untuk pengajuan kredit ke bank
dengan nilai di atas Rp 50 Juta, salah satu syarat yang harus dipenuhi
adalah wajib punya atau melampirkan NPWP.

16
 Tata Cara Memperoleh NPWP

1. Kewajiban Mandaftarkan Diri


Dalam Pasal 2 ayat 1 UU KUP dijelaskan bahwa setiap warga Negara
yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif dalam bidang
perpajakan diwajibkan untuk memperoleh NPWP. Persyaratan subjektif adalah
persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-
Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan Objektif adalah
persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
diwajib kan untuk melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuanUndang-
Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Pihak-pihak yang wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, yaitu:
• Wajib Pajak badan, dengan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
atau Kantor Penyuluhan Pajak di tempat badan tersebut berdiri.
• Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilannya telah melebihi PTKP
(Pengahasilan Tidak Kena Pajak).
• Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan untuk
menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia oleh badan atau
perusahaan yang tidak didirikan atau tidak berkedudukan di
Indonesia.
• Wajib Pajak yang berlaku sebagai pemungut atau pemotong (Wajib Pajak
non-subjek), yaitu bendaharawan Negara dan badan tertentuyan Wajib
Pajak di tetapkan oleh Menteri Keuangan.
• Pengusaha Kena Pajak
• Wanita kawin atas namanya sendiri agar dapat melaksanakan hak dan
kewajiban suaminya.
2. Syarat Kelengkapan Memperoleh NPWP

17
Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di kantor
pelayanan pajak domisili atau kantor pelayanan pajak lokasi. Kantor pelayanan
pajak domisili adalah pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal/domisili Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus,
komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai. Kantor pelayanan pajak lokasi
adalah kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha, pemberi kerja atau bendaharawan pemerintah terdaftar. Penyempaian
permohonan untuk NPWP dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual
atau melalui e-NPWP.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak harus mengisi formulir
pendaftaran dan menyampaikannya secara langsung atau melalui pos ke kantor
pelayanan pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan
(KP4) setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas. Ketentuannya adalah fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau
fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing.
b. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha/melakukan
pekerjaan bebas:
• Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah
atau kepala desa bagi orang asing.
• Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari
instansi yang berwenang atau pekerjaan bebas dari instansi yang
berwenang, minimal lurah atau kepala desa.
c. Untuk Wajib Pajak badan:
• Fotocopy pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan
penunjukkan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap.
• Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah
atau kepala desa bagi orang asing dari salah seorang pengurus
aktif.

18
• Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang
minimal lurah atau kepala desa.
d. Untuk bendaharawan sebagai Wajib Pajak:
• Fotocopy KTP bendaharawan.
• Fotocopy surat penunjukkan sebagai bendaharawan.
e. Untuk joint operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut
• Fotocopy perjanjian kerjasama sebagai joint operation.
• Fotocopy NPWP masing-masing anggota joint operation.
• Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah
atau kepala desa bagi orang asing dari salah seorang pengurus
joint operation.
f. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu, atau
wanita kawin tidak pisah harta, harus melampirkan fotocopy surat
keterangan terdaftar.
g. Apabila ditandatangani orang lain, permohonan harus dilengkapi dengan
surat kuasa khusus.
3. Tempat Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Tempat pendaftaran NPWP antara lain sebagai berikut:
a. Kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan Wajib Pajak atau kantor pelayanan pajak
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
pajak.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, yang memenuhi
ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan Pengusaha Kecil
melaporkan usahanya ke kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak atau ke kantor
pelayanan pajak tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan perpajakan.
c. Dalam hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usaha, Wajib Pajak berada dalam 2(dua) atau lebih wilayah kantor

19
pelayanan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan kantor
pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

4. Pendaftaran NPWP secara Elektronik


Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara
elektronik, yaitu melalui internet di situs direktorat jenderal pajak dengan alamat
http://www.pajak.go.id dengan mengeklik e-registration. Selanjutnya Wajib Pajak
cukup memasukkan data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk memperoleh NPWP.
Selanjutnya mengirimkan fotocopy data pribadi melalui pos ke kantor pelayanan
pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak.
Berikut langkkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
a. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di internet dengan alamat
http://www.pajak.go.id
b. Pilih menu e-reg (electronic registration)
c. Pilih menu “Buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta
d. Setelah itu anda akan masuk ke menu “ Formulir Registrasi Wajib
Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan KTP anda.
e. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara
yang berlaku selama 30 hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak
SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak
Orang Pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib
Pajak.
f. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirim atau sampaikan
langsung SKT sementara serta persyarataan lainnya ke kantor
pelayanan pajak seperti yang tertera pada SKT sementara anda.
Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.
5. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
Penghapusan NPWP dapat dilakukan melalui pengajuan permohonan
penghapusan NPWP oleh:
a. Wajib Pajak dan / atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak
memnuhi persyaratan subjektif dan / atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan peruandang-undangan perpajakan, antara lain:

20
• Wajib Pajak meninggal dan tidak meninggalkan harta warisannya,
disyaratkan adanya fotocopy akte kematian atau surat
keterangan kematian dari instansi yang berwenang.
• Wajib Pajak meninggal dan meninggalkan warisan. Apabila
selesai dibagi kepada ahli warisnya, disyaratkan adanya
keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh ahli
warisnya.
• Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi
sebagai Wajib Pajak, disyaratkan surat pernyataan dan keterangan
dari instansi yang berwenang
b. Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa
membuat perjanjian pemsahan harta serta suaminya telah terdaftar sebagai
Wajib Pajak, disyaratkan adanya surat nikah / akte perkawinan dari catatan
sipil.
c. Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau telah dibebankan secara
resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya,
disyaratkan adanya permohonan Wajib Pajak yang dilampiri dokumen
yang mendukung.

2.5 Pembayaran, pemotongan dan pelaporan


Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self
assessment wajib melakukan sendiri perhitungan, pembayaran, dan pelaporan
pajak terutang.

Pembayaran Pajak

Pembayaran pajak dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.

1. Membayar sendiri pajak yang terutang


a. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25) yaitu pembayaran
pajak penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan wajib pajak dalam melunasi pajak yang terhutang dalam
satu tahun pajak. Wajib pajak diwajibkan unuk mengangsur pajak yang

21
akan terhutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran
pajak setiap bulan.
b. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun, yaitu pelunasan pajak
penghasilan yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak pada akhir tahun
pajak apabila pajak terhutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari
jumlah total pajak yang dibayar sendiri dalam pajak yang dipotong
atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.
2. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh pasal 4 (2),
PPh pasal 15, PPh pasal 21, 22, dan 23, serta PPh pasal 26). Pihak lain
yang dimaksud adalah pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan pihak lain
yang ditunjukan atau ditetapkan oleh pemerintah.
3. Melalui pembayaran pajak di luar negeri (PPh Pasal 24).
4. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk
pemerintah (misalnya bendaharawan pemerintah).
5. Pembayaran pajak-pajak lainnya.
a. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pelunasan
berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk
daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan
menggunakan ATM di bank-bank tertentu.
b. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB), yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
c. Pembayaran Bea Materai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen
yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda materai
berupa materai tempel atau kertas bermaterai atau dengan cara lain
seperti menggunakan mesin teraan.
Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor
Penerima Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4
terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara
elektronik (e-payment).
Pemotongan/Pemungutan

22
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, atau pembayaran bulanan
yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan / pemungutan yang dilakukan
oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan / pemungutan adalah PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPnBM.

1. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke 3


sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP orang pribadi
dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
(seperti gaji yang dietrima oleh pegawai dipoton oleh persahaan dimana
dia bekerja).
2. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang
dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang
oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
3. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan penghasilan tertentu : dividen, bunga, royalty, sewa
dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
4. PPh Pasal 26 adalah pemotongan yang dilakukan oleh pihak ke -3
sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
5. PPh final (Pasal 4 ayat 2) merupakan pajak yang sifat pemungutannya
final. Yang dimaksud final disini adalah bahwa pajak yang dipotong,
dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan
(bukan pembayaran dimuka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam
penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh
penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bunga deposito, penjualan
tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah dan bungan
obligasi dsb.
6. PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh
wajib pajak tertentu yang menggunakan borma penghitungan khusus,
antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,
perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan
panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan
investasi dalam bentuk bangun guna serah.

23
7. Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas nilai
tambah suatu barang dan jasa.
8. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah pajak khusus
untuk barang-barang mewah.

Seperti halnya PPh pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan


angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN
dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak
Keluaran (PK) dan Pajak Masukkan (PM).

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Ditjen Pajak untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.

2.6 PENAGIHAN DALAM PAJAK


 DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS
PENAGIHAN PAJAK

Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19


tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini
mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan
Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2001.
Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh
fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo
pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak
dan tahun pajak.
Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak
dan memenuhi kewajiban Wajib Pajakmenurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatakan Lelang,
Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

24
Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan memberhentikan
Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,
Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita,
Pengumuman Lelang, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak
sehubungan dengan Penanggung Pajak.
Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan
penyanderaan.

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan pajak


aktif dan penagihan pajak asif. Penagihan pajak pasif dilakukan melalui surat
tagihan pajak atau surat ketetapan pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan
pajak dilakukan dengan surat aksab diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000.
1. Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakna Surat
Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT), Surat
Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih
besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak
terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum
dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan
penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat
teguran.
2. Penagihan Pajak Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak
pasif, dimana dalam upaya penagihan pajak ini fiskus berperan aktif dalam
arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi
akan diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan
lelang.

25
 PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS

Pengihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang


dilakukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran.
Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan apabila :
1) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
atau berniat untuk itu.
2) Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesi.
3) Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya,
atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya.
4) Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.
5) Terjadinya penyitaan atas penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh
Pihak Ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Dalam Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat hal-
hal sebagai berikut :
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Besarnya Utang Pajak
3. Perintah untuk membayar
4. Saat pelunasan pajak
Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat
Paksa.

 TAHAPAN PENAGIHAN PAJAK

Adapun tahapan penagihan pajak antara lain sebagai berikut:


1. Surat Teguran

26
Apabila utang pajak yang tercantum dalam surat tagihan pajak, surat ketetapan
pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, tidak dilunasi
sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal
diterbitkan).
2. Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak. Surat kuasa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang
sama dengan pututsan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap
(inkracht).
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi :
1) Nama wajib pajak, atau nam Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2) Dasar penagihan
3) Besarnya Utang Pajak
4) Perintah untuk membayar.
Surat paksa diterbitkan apabila :
1) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan
Surat Teguran atau surat lain yang sejenis.
2) Terhadap penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus.
3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak
Surat Paksa terhadap orang Pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada :
1) Penanggung Pajak
2) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat
usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak apabila yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai.
3) salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi.
4) para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada :

27
1) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggungjawab, pemilik
modal.
2) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan apabila
jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud
dalam huruf 1.
Hal yang harus diperhatikan :
1) Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan
pelaksanaan Surat Paksa.
2) Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum
lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan.

3. Surat Sita
Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung
pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundan-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak
dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberitahukan , Pejabat menerbitkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan. Setiap melaksanakan penyitaan, jurursita pajak
membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh jurusita pajak,
penanggung pajak, dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita mempunyai
kekuatan mengikat meskipun penanggung pajak menolak untuk
menandatanganinya,
Barang yang dapat disita berupa :
1) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu, obligasi, saham.
2) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dam kapal dengan isi
kotor tertentu.
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya
penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan
Badan Perdilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan
atau Keputusan Kepala Daerah.
4. Lelang

28
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran
harga secara lisan dan atau tertuli melalui usaha pengumpulan peminat atau calon
pembeli.
Jika dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi
maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui kantor lelang negara.
Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum di bayar maka
akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuan lelang
dalam surat kabar dan biaya pada saat pelelangan.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya
penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak.
Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah aygn cukup untuk melunasi baya
penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat
walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang
kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak segera
setelah pelaksanaan lelang.

 BUNGA PENAGIHAN PAJAK

Menurut pasal 19 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut:
Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah
pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar
itu, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen,)
sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggaljatuh tempo sampai
dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu,) bulan.  (Undang-Undang Pajak
Tahun 2000, 2001:15) .

 PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN

29
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap
penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan
tertentu sesuai dengan ketentuan pertauran perundang-undangan. Pencegahan
hanya dapat dilakukan kepada penanggung pajak yang memiliki utang pajak
sekuarng-kurangnya sebesar rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam
melunasi utang pajaknya. Jangka waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan
dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan dan dilakukan berdasarkan keputusan
pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas permintaan pejabat atau
atasan pejabat yang bersangkutan. Pencegahan tidak mengakibatkan hapusnya
hutang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan
penanggung utang pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakuakan terhadap penannggung pajak yang
memiliki utang pajak minimal sebesar Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya
untuk melunasi utang pajaknya. Masa penyanderaan paling lam 6 bulan dan dapat
diperpanjang maksimal 6 bulan. Penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan
Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat ijin
tertulis dari Menkeu atau Kepala Daerah tingkat I.
 GUGATAN
Gugatan Penanggung Pajak terhadap Pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Pelaksanaan Perintah Melaksanakan penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya
dapat diajukan kepada badan peradilan pajak. Dalam hal gugatan Penanggung
pajak dikabulkan, penanggung pajak dapat memohon pemulihan nama baik dan
ganti rugi kepada pejabat paling banyak Rp 5 juta. Perubahan besarnya ganti rugi
ditetapkan dengan keputusan Menkeu atau keputusan Kepala Daerah. Gugatan
diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang dilakukan.

 KETENTUAN PIDANA
Adapun ketentuan-ketentuan pidana antara lain:
1. Penanggung pajak yang memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan,
meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang

30
telah disita dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6bulan dan paling
lambat 4 tahun, dan denda paling seikit Rp 1.500.000 dan paling banyak
12.000.000 .
2. Apabila pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengalihkan atau menjual barang
sitaan (sesuai UU PPSP Pasal 25 ayat (3) huruf b,c,d,e) tidak melaksanakan
kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 minggu dan
paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000 dan paling
banyak Rp 10.000.000 .
3. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yanh
dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan yindakan dalam melaksanakan
ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh juru sita pajak, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 minggu dan paling lam 4 bulan 2 minggu dan
denda paling sedikit Rp 500.000 dan paling banyak 10.000.000. [12]
Selain iu Penanggung Pajak dilarang :
1) Memindahkan hak, memindahtangankan menyewakan, meminjamkan,
menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita
2) Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan
untuk pelunasan barang tertentu.
3) Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan fiducia atau
diagunkan untuk pelunasan utang tertentu.
4) Merusak, mencabut, atau menhilangkan segel sita atau salinan berita acara
Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana


penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakuakan menurut UU, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi,
atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan UU yang dilakukan
oleh juru sita pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu
dan denda paling banyak Rp 10 juta.

31
 DALUWARSA TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK
Berdasarkan Pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan penagihan pajak,
termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau
waktu 10 tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan.

Penagihan pajak dapat dilakukan setelah melampaui 10 tahun dengan syarat-


syarat sebagai berikut:
1. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa. Kadaluwarsa dihitung
sejak tangal penyampaian surat paksa tersebut.
2. Adanya pengakuan utang dari Wajib Pajak, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Hal ini dikarenakan sebagai berikut:
a. Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang
pajak sebelum jatuh tempo pembayaran. Untuk daluwarsa
penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran
atau penundaan pembayaran utang pajak diterima.
b. Adanya permohonan keberatan. Untuk daluwarsa ini penagihan
pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima.
Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya.
Untuk daluwarsa ini penagihan pajak dihitung sejak tanggal
pembayaran sebagian utang pajak tersebut.

32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan pajak merupakan kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh otang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatannegara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi
di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa
fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan
atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu
sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang
tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan
kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini
termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan,
dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga
menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Pajak juga memiliki humum yang
mengaturnya. Hukum pajak merupakan hukum yang telah disusun dalam undang-undang
yang memiliki tujuan dan fungsi sebagaimana telah dirancang dalam undang-undang itu
sendiri. 

33
DAFTAR PUSTAKA

https://nyomandarmayasa.com/files/BAB%202.pdf
https://www.online-pajak.com/hak-dan-kewajiban-wajib-pajak
http://makalahnpwpdannppkp.blogspot.com/
Resmi, siti. 2014. Perpajakan, Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
http://makalahkite.blogspot.com/2013/12/penagihan-pajak.html

https://www.academia.edu/RegisterToDownload#BulkDownload

34

Anda mungkin juga menyukai