Anda di halaman 1dari 20

HUKUM PAJAK

“Ketentuan Umum dan Perpajakan di Indonesia MPHP, NPPKP, SSP, SPT”

KELOMPOK :

Yuli fitriani (2387205023)

Yola Nurhidayatullah (2387205022)

Ronal dimantoro (2387205018)

Celvin Yolando (2387205030)

Dosen Pengampu: Romadhona Khusuma Yudha

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU 2023


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt atas segala kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan makalah “ketentuan umum dan perpajakan di Indonesia mphp,
mppkp, ssp, spt” dengan tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih banyak kepada
pihak yang sudah membantu dan mendukung dalam proses pengerjaan makalah ini hingga
selesai.

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata Kuliah Hukum Pajak. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan ketentuan umum dan perpajakan di Indonesia mphp,
mppkp, ssp, spt bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis menyadari bahwa penyusunan
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun
dari pembaca diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi semua pembaca, Aamiin.

Bengkulu, 28 Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................2

C.Tujuan .................................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................................3

A. Ketentuan Perpajakan….……………………………….……..........................3

B. Surat Pemberitahuan……………………………………..................................7

C. Surat Setoran Perpajakan…….…………………………………..………….10

D. Nomor pengukuhan PKP…..…………..………….………………………...11

BAB III. PENUTUP.............................................................................................15

A. Kesimpulan .......................................................................................................15

B. Saran ................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber pembiayaan terbesar negara dalam menyelenggarakan


pemerintahan. Dari tahun ke tahun, penerimaan dari sektor pajak terus menunjukkan
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan realisasi penerimaan pajak untuk beberapa tahun
terakhir yang cukup signifikan. Dalam nota keuangan 2011, pada tahun 2008 penerimaan pajak
mencapai 571,1 triliun rupiah, tahun 2009 menjadi 565,7 triliun rupiah, tahun 2010 sebesar 649
triliun rupiah, tahun 2011 meningkat menjadi 872,6 triliun rupiah.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Mengingat pajak merupakan pendapatan terbesar negara, tentu saja pemerintah berupaya untuk
meningkatkan jumlah pendapatan dari sektor yang sangat potensial ini.

Dalam rangka upaya peningkatan penerimaan pajak, pemerintah melakukan perubahan


mendasar dengan dikeluarkannya UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan merubah sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia yaitu
digunakannya self assessment system yang menggantikan official assessment system.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
sistem pemotongan dan pemungutan pajak di Indonesia khususnya pada Pajak Penghasilan (PPh)
menganut sistem self assessment. Sistem pemungutan pajak ini memberikan kepercayaan penuh
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Perpajakan?


2. Bagaimana surat pemberitahuan perpajakan?
3. Bagaimana surat setoran perpajakan?
4. Bagaimana nomor pengukuhan PKP?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perpajakan


2. Mengetahui apa surat pemberitahuan perpajakan
3. Mengetahui Bagaimana surat setoran perpajakan
4. Mengetahui apa nomor pengukuhan PKP

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ketentuan Perpajakan

Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan
sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional maupun dari
laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Di samping itu, sistem perpajakan yang lama
tersebut belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan subjek pajak yang besar
peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna
mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah
menciptakan sistem perpajakan baru yaitu dengan lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009.

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah


Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang
menjunjung tinggi hak warga Negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai
kewajiban kenegaraan. Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan
yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undang-undang pajak material, kecuali dalam undang-
undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakannya. Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial dan politik,
disadari bahwa perlu dilakukan perubahan undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan (Undang-Undang No. 16 Tahun 2009). Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih
memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, meningkatkan kepastian dan
penegakan hukum serta mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan
ketentuan material di bidang perpajakan. Selain itu, perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk
meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi
perpajakan dan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

3
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang
sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang ini dengan tetap menganut
sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan
keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat wajib pajak sehingga masyarakat wajib pajak
dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.

Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan,
arah dan tujuan perubahan UndangUndang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:

1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara,


2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna
meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung
pengembangan usaha kecil dan menengah,
3. Menyelesaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di
bidang teknologi informasi,
4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban,
5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan,
6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten, dan
7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.

Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan


penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya
kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha (Mardiasmo, 2011: 21-22). Dalm perpajakan
ada nomor pokok paja yaitu nomor pokok wajin pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

4
Fungsi NPWP adalah sebagai berikut:

a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.


b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan (Mardiasmo, 2011: 25-26).
c. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan karena yang
berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkan NPWP.
d. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan, misalnya dalam setoran pajak (SSP)
yang ditetapkan sendiri maupun pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga harus
mencantumkan NPWP.
e. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan
mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diajukan, seperti dokumen impor
(PIB), dokumen ekspor (PEB).
f. Untuk keperluan pelaporan surat pemberitahuan (SPT) masa atau tahunan (Marsyahrul,
2005: 41).

1. Pendaftaran Wajib Pajak/Nomor Pokok Wajib Pajak

Pendaftaran wajib pajak/Nomor Pokok Wajib Pajak diatur dalam Pasal 2 KUP. Setiap wajib
pajak yang memperoleh penghasilan melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) wajib/harus
mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) di tempat wajib
pajak bertempat tinggal/bertempat kedudukan dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang
digunakan sebagai tanda pengenal dari atau identitas wajib pajak. Sebelum memenuhi
kewajiban dalam perpajakan, wajib pajak harus sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Seseorang yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dapat dikenakan
sanksi perpajakan (Marsyahrul, 2005: 40).

Menurut Mardiasmo (Mardiasmo, 2011: 26), semua wajib pajak yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

5
perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah
persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan
untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya. Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan bagi wajib pajak orang
pribadi pengusaha tertentu.

2. Wajib Pajak

Yang wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak adalah (Marsyahrul, 2005: 40-41)

a. Wajib pajak badan

Setiap wajib pajak badan wajib mendaftarkan diri pada kantor pelayanan pajak/kantor
penyuluhan pajak

b. Wajib pajak perseorangan

Bagi setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan melebihi penghasilan tidak kena
pajak (PTKP) yang untuk tahun 1998 ditetapkan, yakni Rp. 2.880.000, untuk diri wajib
pajak Rp. 1.440.000, tambahan untuk wajib pajak kawin Rp. 1.440.000, tambahan untuk
setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga,
Rp. 2.880.000 tambahan untuk seorang isteri yang mempunyai penghasilan dari usaha
atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota
keluarga lain.

6
Catatan : PTKP dapat berubah dengan SK Menteri Keuangan karena perkembangan
ekonomi.

c. Bentuk usaha tetap

Bentuk usaha tetap ialah bentuk usaha yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan
usaha secara teratur di Indonesia oleh badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (5)
UndangUndang Pajak Penghasilan tahun 1994.

d. Wajib pajak sebagai pemungut/pemotong pajak (wajib pajak non subjek) seperti
bendaharawan dan badan-badan tertentu yang ditetapkan Menteri Keuangan.
e. Pengusaha kena pajak

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 3
yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
menjadi pengusaha kena pajak.

B. Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek Pajak,
dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(Marsyahrul, 2005: 46 dan Pudyatmoko, 2009: 133). Dalam rangka pemenuhan self assessment
system, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan menetapkan sendiri pajaknya.
Untuk itu ada instrumen berupa berkas yang digunakan untuk menghitung dan menetapkan pajak
tersebut. Itulah yang dimaksud sebagai SPT. urat Pemberitahuan (SPT) dibedakan menjadi 2
(dua) hal, yakni Surat Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan. SPT masa adalah
Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak tertentu. Sementara untuk SPT Tahunan adalah
Surat Pemberitahuan untuk satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

7
Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak
terdaftar atau dikukuhkan. Bagi wajib pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah,
pengusaha itu wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang
selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Wajib pajak sebagaimana dimaksud harus mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Dalam kaitannya dengan pengisian dan pengembalian SPT pajak, terdapat wajib pajak
tertentu yang tidak diwajibkan untuk mengisi dan mengembalikan SPT itu. Pada prinsipnya
setiap wajib pajak Pajak Penghasilan diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan. Dengan
pertimbangan efisiensi atau pertimbangan lainnya, Menteri Keuangan dapat menetapkan wajib
pajak Pajak Penghasilan yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan,
misalnya wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan di bawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak, tetapi karena kepentingan tertentu diwajibkan memiliki NPWP.
Demikian pula untuk wajib pajak luar negeri juga tidak diwajibkan untuk mengisi dan
mengembalikan SPT.

Sebagai salah satu bentuk diterapkannya self assessment system, di mana wajib pajak
tidak lagi dilayani dan bersikap pasif, melainkan sudah harus bersikap aktif, yang dalam hal ini
bahkan mengambil sendiri blanko SPT tersebut di tempat yang telah ditetapkan. Blanko SPT
yang telah diambil oleh wajib pajak itu harus diisi dengan lengkap, jelas dan benar. Lengkap
memiliki artian semua data dan keterangan yang diminta disertai/dilampiri data dan keterangan
yang diperlukan. Untuk wajib pajak yang melakukan pembukuan, misalnya, mereka harus
menyertakan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Jelas memiliki arti bahwa
informasi yang dimuatkan di dalam SPT tersebut ditulis secara jelas dan mudah dipahami.
Adapun benar memiliki arti sesuai dengan apa yang senyatanya dan sesuai dengan yang
seharusnya.

Kebenaran isi SPT sangat penting karena merupakan dasar penetapan utang pajak wajib
pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu kesalahan pengisian SPT yang menimbulkan kerugian

8
Negara di dalam undang-undang dianggap sebagai sebuah tindak pidana. Apabila keterangan
yang dimasukkan ke dalam SPT itu tidak benar atau tidak lengkap, yang disebabkan kealpaan
wajib pajak, maka wajib pajak yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana
denda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana
kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Namun kalau
ketidakbenaran itu karena kesengajaan wajib pajak maka ancaman hukumannya lebih berat,
yakni pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar (Pudyatmoko, 2009:
133-135).

a. Fungsi SPT

Menurut Marsyahrul (2005: 46), adapun fungsi SPT sebagai berikut:

a. Sebagai sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan


perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Laporan tentang pemenuhan
pembayaran pajak yang telah dilaksanakannya sendiri dalam satu tahun pajak atau bagian
tahun pajak.
b. Laporan pembayaran dari pemotong/atau pemungut tentang pemotongan/pemungutan
pajak orang atau badan lain dalam satu masa pajak ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
c. Merupakan sarana penelitian atas kebenaran perhitungan pajak yang terutang yang
dilaporkan oleh para wajib pajak.

Menurut Mardiasmo (2011: 31-32), fungsi SPT bagi wajib pajak Pajak Penghasilan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun
pajak,

9
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukn objek pajak,
c. Harta dan kewajiban dan/atau,
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak
orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pengusaha kena pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran, dan


b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena
pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotongan atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkannya.

C. Surat Setoran Pajak (SSP)

SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Bentuk formulir SSP ini sesuai dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat
Setoran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/P)/2013
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-38/PJ/2009
Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Formulir SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan
peruntukan sebagai berikut:

1. lembar ke 1 untuk arsip Wajib Pajak

10
2 lembar ke-2: untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

3 lembar ke-3 untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajalc

4 lembar ke-4 untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran

Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan
lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan
berdasarkan Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak tersebut Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri formulir SSP dengan
bentuk dan isi sesuai dengan formulir SSP ini.
Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk
satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/Surat Tagihan Pajak dengan
menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-
Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009,
dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP. Wajib
Pajak melakukan penyetoran penerimaan pajak dalam rangka impor, termasuk penyetoran
kekurangan pembayaran pajak atas impor selain yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak atau
surat ketetapan pajak dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak
(SSPCP). Formulir ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2009.

D. Nomor Pengukuhan PKP (NPPKP)

Nomor pengukuhan PKP (NPPKP) merupakan nomor identitas Pengusaha Kena Pajak (PKP)
yang disematkan saat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP lewat surat pengukuhan PKP. Jika
pengusaha sudah mendapat nomor pengukuhan PKP (NPPKP) berart PKP tersebut dinyatakan
sudah resmi menjadi PKP dan dengan demikian terikat kewajiban kewajiban perpajakan yang
diperuntukan bagi PKP

11
Nomor pengukuhan PKP (NPPKP) ini berbeda dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
meski keduanya berfungsi sebagai identitas perpajakan. Perbedaannya adalah NPWP merupakan
identitas wajib pajak, baik pribadi maupun badan yang menipakan identitas atau bukti
kepesertaan dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakan. Sedangkan nomor pengukuhan
PKP (PPP) lebih menitikberatkan pada identitas wajib pajak perorangan atau badan yang terikat
pada kewajiban perpajakan untuk PKP.

a) Fungsi Nomor Pengukuhan PKP (NPPKP) Nomor pengukuhan PKP (PPP) memiliki
fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai identitas PHP yang bersangkutan, selain tentunya NPWP


2. Sebagai penanda bagi P yang memilik untuk melaksanakan hak dan kematian di bidang
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertalan atas Barang Mewah (PP)
3. Sebagai pengawasan administrat perpajakani, Nomor pengukuhan PKP (NPP) tertera
dalam surat pengukuhan PKP bersama dengan identita wayb pajak lainnya, seperti Nama
NPWP Klasifikasi Lapangan Usaha (L) status saha hingga kewajiban pajak.

b) Kewajiban Yang Melekat Pada Nomor Pengukuhan PKP (NPPKP)


Jika pengusaha telah mendapatkan nomor pengukuhan PKP (NPPKP) yang disertai juga
dengan surat pengukuhan PKP, maka kepada pengusaha tersebut terikat kewajiban-kewajiban
sebagai PKP.
1. Memungut pajak yang terutang
2. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar dari
pada pajak masukan yang dapat dikredekan serta menyetorkan PPBM yang terutang
3. Melaporkan pemungutan penyetoran dan penghitungan pajaknya paling lambat akhir
bulan berikutnya

c) Syarat Mendapatkan Nomor Pengukuhan PKP (NPPKP)


Untuk mendapatkan nomor pengukuhan P, pengusaha bak pribadi maupun badan harus
memenuhi kriteria yang utama adalah memaki omat atau perderan Bruto usaha satu tafran
sebesar Rp4 mar. Pengusitu yang sudah memomor per tahun Rp 48 madukan PK dan harus

12
melaporkan sasanya umak diukan sebag PP Sementara tiap pengusaha yang belum memil net
sebeur pingin dukuhkan setiaga PKP harus mengajukan perihan pengkuhan PKP untuk
mendapatkas stirat pengakuan PP (NPR).
Dokumen yang dibutuhkan saat pengajuan untuk mendapatkan surat dan nomor pengukuhan
PKP (NPPKP) antara tain

1. Untuk wajib pajak pribadi

• Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bag Warga Negara Indonesia (WNI) atau fotokopi
paspor, fotokopi Kartu trin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu tzn Tinggal Tetap (TAP) bagi
Warga Negara Aung (WNA) yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang

• Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang

Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan pejabat Pemerintah Daerah
Pemda sekurang-kurangnya dan Lurah atau Kepala Desa

2. Untuk wajib pajak badan

• Fotokopi akta pendinan atau dokumen pendirian dan perubahan bag Wajib Pajak badan
dalam negen, atau surat keterangan penunjukan dan kantor pusat bagi bentuk usaha tetap yang
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.

Fotokopi NPWP salah satu pengurus atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat
tinggal dan Pejabat Pemda sekurang kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung
jawab adalah WNA

Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instami yang berwenang

• Surat keterangan tempat kegiatan usaha dan pejabat Pemda sekurang kurangnya Lurah atau
Kepala Desa

13
3 Untuk wajib pajak badan berbentuk Kerja Sama Operasional (KS0)

• Fotokopi perjanjian kerjasama akta pendirian setsigal bentuk kerja sama operasi out
operation, yang dilegalisi oleh pejabat yang berwenang.
• Fotokopi NPWP masing masing anggota bentuk KSO yang diwajibes untik meritik NPW.
• Fotokopi NPWP orang pribadi salah satu pengun perusahaan KSO, atau fotokopi paspor
dalam hal penanggung jawab adalah orang WNA
• Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
• Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari pejabat Pemda sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa bag wajib pajak badan dalam negeri maupun badan asing

Kelengkapan dokumen-dokumen ini disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (PP atau
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) pingusaha akan menerima
bukti penerimaan surat Setelah itu. KPP atau KP2KP kemudian akan melakukan survey. Setelah
dokumen diterima dan survey dilakukan maka KPP atau KPZKP harus memberikan keputusan
dalam jangka waktu 5 han kerja setelah bukti penerimaan surat diterbitkan jika keputusan dari
KPP atau KPZKP adalah menerima permotionan pengusaha untuk menjadi PKP maka KPP atau
RP2XP akan memberikan surat pengukuhan PKP dinertai dengan nomor
pengukuhan PKP (NPPKP.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengusaha kena pajak Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud
pada Pasal 1 angka 3 yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa
kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi
pengusaha kena pajak.
Menurut Mardiasmo (2011: 31-32), fungsi SPT bagi wajib pajak Pajak Penghasilan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pembayaran atau pelunasan
pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain
dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak, b. Penghasilan yang merupakan objek
pajak dan/atau bukn objek pajak, c. Harta dan kewajiban dan/atau, d. Pembayaran dari
pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan
lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

B. Saran

Makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan yang sangat penting bagai
mahasiswa dan berkaitan dengan materi dalam pembelajaran dan dapat dikembangkan kembali

15
juga di analisis lebih lanjut kembali. Agar pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Pajak bisa
lebih jelas dan terperinci lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Husnurrosyidah, H. (2017). Pengaruh E-Filing, E-Billing Dan E-Faktur Terhadap Kepatuhan


Pajak Pada Bmt Se-Kabupaten Kudus. Jurnal Analisa Akuntansi Dan Perpajakan, 1(1), 1–
156. https://doi.org/10.25139/jaap.v1i1.99
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009. (2009). Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan. Kementerian Sekretariat Negara, 28, 1–11.

16

Anda mungkin juga menyukai