TUGAS
MATA KULIAH : POLITIK HUKUM
(Dosen: Dr. Hj. AYIH SUTARIH, SH., M.Hum)
Oleh:
Nama : YUDI PERMADI, ST., SH
NPM : 121160038
Kelas : B
Semester : I
[i]
Mata Kuliah Politik Hukum
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
II. REFORMASI PERPAJAKAN INDONESIA ................................................. 2
a. Periode Reformasi Perpajakan di Indonesia .......................................................... 2
b. Latar Belakang Lahirnya UU Nomor 7 Tahun 2021 Tentang HPP .......................... 4
III. SUBSTANSI DAN TUJUAN UU HPP .................................................................. 4
a. Substansi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan .................................................. 4
b. Tujuan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ..................................................... 6
IV. UU HPP DITINJAU DARI ASPEK POLITIK HUKUM ....................................... 6
a. UU HPP Menciptakan Kesetaraan Antara Hak dan Kewajiban Wajib Pajak............. 7
b. UU Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Merupakan
Perwujudan Demokratisasi Pajak di Indonesia ...................................................... 7
DAFTAR REFERENSI
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
[ii]
ANALISIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2021
TENTANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN DITINJAU DARI KAJIAN
POLITIK HUKUM INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Dilansir dari Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dalam Huruf I Umum, disebutkan bahwa;
Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan guna mewujudkan
masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan berbagai upaya dari pemerintah untuk
mengambil berbagai langkah kebijakan fiskal yang konsolidatif.
Kebijakan fiskal yang konsolidatif tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan langkah
strategis yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak (tax
ratio) yang antara lain melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan
pajak, reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sitem
perpajakan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta
peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Pada tataran global, negara-negara di dunia
juga menerapkan berbagai kebijakan perpajakan yang diharapkan mampu untuk
meningkatkan penerimaan dengan memperluas basis pajak dan melakukan penyesuaian
tarif pajak.
Dalam rangka peningkatan rasio pajak (tax ratio), Pemerintah telah melakukan berbagai
upayaa ntara lain melalui reformasi perpajakan yang berfokus pada organisasi, sumber
daya manusia, teknologi informasi berbasis data, proses bisnis, dan regulasi perpajakan.
Hal ini dilaksanakan diantaranya dengan peningkatan fungsi pelayanan, implementasi
program Pengampunan Pajak, pelaksanaan skema Automatic Exchange of Financial
Account Information, penguatan efektifitas fungsi ekstensifikasi, dan penegakan hukum.
Namun, hal tersebut belum cukup untuk mengimbangi perubahan pola bisnis dan
dinamika globalisasi yang sangat dinamis serta mengatasi praktik aggressiue tax planning
yang ada.
Oleh karena itu, sejalan dengan reformasi perpajakan secara berkesinambungan
khususnya pada aspek regulasi dan proses bisnis, diperlukan penyesuaian pengaturan
kebijakan perpajakan yang bersifat komprehensif, konsolidatif, dan harmonis, sehingga
perlu membentuk Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penyesuaian pengaturan kebijakan ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan pertumbuhan
perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian;
(2) mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara
mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera; (3) mewujudkan
sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum; (4) melaksanakan
reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis
perpajakan; (5) dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Kebijakan perpajakan yang bersifat komprehensif, konsolidatif, dan harmonis dilakukan
melalui pengaturan meliputi: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Program
Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, Pajak Karbon, dan Cukai, serta dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Page 1
Pertama, Materi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; Memuat beberapa
ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain mengenai: (1) kerjasama bantuan
penagihan pajak antar negara, (2) kuasa Wajib Pajak, (3) pemberian data dalam rangka
penegakan hukum dan kerjasama untuk kepentingan negara, dan (3) daluwarsa penuntutan
pidana pajak.
Kedua, Materi Pajak Penghasilan; Terdapat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau
ditambah antara lain mengenai: (1) perubahan pengenaan pajak atas natura dan/atau
kenikmatan, (2) tarif Pajak Penghasilan orang pribadi dan badan, (3) penyusutan dan
amortisasi, serta (4) kesepakatan/perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Ketiga; Materi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Materi ini meliputi (1) pengurangan pengecualian objek PPN, (2) pengaturan kembali
fasilitas PPN, (3) perubahan tarif PPN, dan (4) pengenaan tarif PPN final.
Keempat, Materi Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak; Materi ini memberikan
kesempatan kepada wajib Pajak untuk mengungkapkan hartanya yang belum
diungkapkan.
Kelima, Pengaturan baru mengenai Pajak Karbon dan Cukai; Untuk mendorong
kepatuhan Wajib Pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak
negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan
peta jalan pajak karbon dan/atau peta jalan pasar karbon. Adapun perubahan ketentuan
pada materi Cukai antara lain (1) penambahan Barang Kena cukai, (2) kewenangan
Pejabat Bea dan cukai, (3) penyidikan, serta (4) pembayaran sanksi administratif.
Page 3
Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari
sektor pajak.
b. Latar Belakang Lahirnya UU No. 7 Tahun 2021 Tentang HPP
UU HPP hadir disaat yang tepat, setidaknya membuktikan Indonesia mampu
menggunakan sebuah krisis menjadi momentum reformasi struktural. Pandemi Covid-
19 menjadi fenomena extra ordinary menimbulkan tekanan yang luar biasa bagi
masyarakat luas. Dampaknya, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus
hadir dalam mengurangi tekanan ekonomi terhadap masyarakat. Pandemi Covid-19
menjadi momentum mempercepat proses reformasi perpajakan dan menata ulang
sistem perpajakan Indonesian agar mampu mengadopsi praktik terbaik serta
mengantisipasi dinamika sosial ekonomi di masa yang akan datang.
Reformasi perpajakan dilakukan dalam aspek administrasi dan kebijakan. UU HPP
menjadi bagian penting dari reformasi perpajakan dalam membangun pondasi
perpajakan yang adil, sehat, efektif dan akuntabel dalam jangka menengah/panjang.
Tujuannya, antara lain meningkatkan pertumbuhan dan percepatan pemulihan
perekonomian. Kemudian mengoptimalkan penerimaan Negara; mewujudkan sistem
perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum; melaksanakan reformasi
administrasi; kebijakan perpajakan yang konsolidatif dan perluasan basis pajak; serta
meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.
UU HPP diyakini sebagai tonggak sejarah sistem perpajakan nasional dan merupakan
bagian dari rangkaian reformasi perpajakan yang menjadi salah satu ikhtiar bersama
bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Maju. Negara yang maju
adalah negara yang didukung dengan sitem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan
akuntabel. “Reformasi perpajakan ini selaras dengan upaya negara dalam mempercepat
pemulihan ekonomi serta mendukung pembangunan nasional dalam jangka panjang”.
Selain itu, reformasi pajak juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah dan pelaku UMKM. Reformasi perpajakan perlu
dilakukan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju. Reformasi ini
merupakan bagian tak terpisahkan dari agenda Reformasi Struktural (SektorRiil),
Reformasi Sistem Keuangan, Reformasi Fiskal, serta Reformasi Tata Kelola Negara.
Tujuan reformasi pajak dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, Sektor Struktural, UU HPP bertujuan meningkatkan kemudahan berusaha
dan iklim investasi, memperluas lapangan pekerjaan, hingga percepatan pertumbuhan
ekonomi. Kedua, Sektor Sistem Keuangan, reformasi pajak diharapkan dapat
menjadikan sistem keuangan yang inklusif, sehat, dan mampu melayani dinamika
aktivitas ekonomi sosial secara efisien. Ketiga, Sektor Fiskal, reformasi ini diharapkan
dapat meningkatkan kualitas belanja negara untuk perlindungan masyarakat rentan,
mampu menyediakan fasilitas publik yang berkualitas, hingga meningkatkan
efektivitas pertumbuhan ekonomi. Keempat, Sektor Tata Kelola Negara, reformasi
pajak diharapkan dapat menciptakan sitem demokrasi yang matang, birokrasi yang
efisien dan efektif, serta membangun hubungan pemerintah dan daerah yang
konstruktif. Hal tersebut tidak lepas dari peranan DPR RI yang telah bekerja keras
bersama pemerintah dalam membahas secara detail, konstruktif, dan penuh perhatian
terhadap kepentingan masyarakat.
Page 5
remedium menjadi pendorong restorative justice di bidang cukai. Ultimum remedium
merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam hukum pidana Indonesia yang
mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal
penegakan hukum.
b. Tujuan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat
Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), secara umum UU HPP
bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian berkelanjutan, inklusif, dan mendukung
percepatan pemulihan perekonomian serta mengoptimalkan penerimaan negara
dalam membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat
Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
2. Mewujudkan sitem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum,
dapat melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif,
dan perluasan basis perpajakan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepatuhan
sukarela Wajib Pajak. Tujuan dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tujuan Bidang Hukum; Mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan
dan berkepastian hukum yakni setelah disepakatinya beberapa rancangan aturan.
Seperti pengenaan pajak atas natura, pengaturan mengenai tindak lanjut atas
putusan Mutual Agreement Procedure (MAP). Kemudian pengaturan kembali
besaran sanksi administratif dalam proses keberatan dan banding, serta
penyempurnaan beberapa ketentuan di bidang penegakan hukum perpajakan.
b. Tujuan Reformasi Administrasi; Memperkuat reformasi administrasi perpajakan
yang berjalan melalui implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Wajib Pajak orang pribadi. Kemudian
memperkuat posisi Indonesia dalam kerjasama internasional, dan
memperkenalkan ketentuan mengenai tarif PPN final.
c. Tujuan Perluasan Basis Pajak; Perluasan basis pajak menjadi faktor penentu
mengoptimalisasi penerimaan pajak. Bahkan bakal diwujudkan melalui
pengaturan kembali tarif PPh orang pribadi dan badan, penunjukan pihak lain
untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan
pajak. Selanjutnya, pengaturan kembali fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN,
implementasi pajak karbon dan perubahan mekanisme penambahan atau
pengurangan jenis Barang Kena Cukai.
Sedangkan dari segi implementasi, UU HPP bertujuan untuk: (1) Meningkatkan
kepatuhan wajib pajak yang masih rendah; (2) Menutup celah praktik-praktik erosi
perpajakan, instrumen untuk mewujudkan keadilan, serta memberikan kepastian
hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan; dan (3) Memperbaiki sistem
perpajakan Indonesia. Implementasi berbagai ketentuan yang termuat dalam UU
tersebut diharapkan dapat mendongkrak pendapatan negara melalui sektor perpajakan
dan berperan dalam mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional yang
berkelanjutan.
Page 6
a. UU HPP Menciptakan Kesetaraan Antara Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
UU HPP hadir disaat yang tepat, setidaknya membuktikan Indonesia mampu
menggunakan sebuah krisis menjadi momentum reformasi struktural. Pandemi Covid-
19 menjadi fenomena extra ordinary menimbulkan tekanan yang luar biasa bagi
masyarakat luas. Pandemi Covid-19 menjadi momentum mempercepat proses
reformasi perpajakan dan menata ulang sitem perpajakan Indonesian agar mampu
mengadopsi praktik terbaik serta mengantisipasi dinamika sosial ekonomi di masa
yang akan datang.
Ada tiga perubahan besar aturan di bidang perpajakan. Pertama, Undang-undang (UU)
No 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan; Kedua, UU Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ketiga, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Melalui UU HPP pemerintah telah menciptakan kesetaraan antara rakyat pembayar
pajak dan pemerintah selaku penyedia sarana dan prasarana untuk pelayanan publik
sehingga tidak terjadi penolakan untuk membayar pajak oleh rakyat selaku pembayar
pajak dikemudian hari.
Dengan adanya kesetaraan antara hak dan kewajiban wajib pajak seperti hak
asessibilitas perpajakan, hak berpartsipasi dalam penentuan kebijakan perpajakan, hak
untuk mendapatkan informasi terkait dengan masalah perpajakan dengan minimnya
sarana dan prasarana serta transparansi, akuntabilitas pemerintah selaku pemungut
pajak, maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah saat ini telah menciptakan sistem
hukum perpajakan yang demokratis di Indonesia.
b. UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Merupakan
Perwujudan Demokratisasi Pajak di Indonesia
Demokratis tidaknya sistem perpajakan menurut Sorensen tidak terlepas dari beberapa
kriteria yaitu: (1) adanya mekanisme yang mampu mengatasi konflik kepentingan
antara wajib pajak dengan fiskus, (2) tersedianya wadah bagi wajib pajak untuk
berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan fiskal, (3) adanya kesetaraan hukum antara
wajib pajak dengan fiskus serta tersedianya akses pengawasan penggunaan pajak
kepada wajib pajak.
Perlu diketahui bersama bahwa saat ini pemerintah sedang menyusun sebanyak 43
aturan pelaksana UU HPP, dimana perangkat aturan itu diharapkan menjadi motor
pendorong reformasi perpajakan. Aturan-aturan pelaksana dari UU HPP tersebut terdiri
dari 8 dalam bentuk Peraturan Pemerintah [PP], dan 35 dalam bentuk Peraturan
Menteri Keuangan [PMK] dan rencananya akan dilakukan tahap sosialisasi dan
konsultasi publik sebelum disahkan.
Rangkaian kegiatan sosialisasi aturan pelaksana UU HPP direncanakan akan dimulai
pada tanggal l1 Januari s.d 30 Juni 2022 (selama enam bulan). Sosialisasi tersebut
ditujukan terutama bagi kalangan akademisi (ahli hukum pajak), Lembaga Swadaya
Masyarakat yang bergerak di bidang perpajakan, para pengusaha, asosiasi, serta pihak-
pihak yang memiliki kompetensi dalam kebijakan perpajakan dengan tujuan untuk
menyerap aspirasi yang dapat digunakan untuk melengkapi proses penyusunan aturan
pelaksanaan dari UU HPP dimaksud.
Partisipasi publik sangat dibutuhkan mulai dari pembuatan regulasi perpajakan,
partisipasi dalam pengawasan dana yang bersumber dari pajak serta pengawasan atas
penerimaan dan alokasi dana pajak. Pemerintah sangat berharap dengan adanya
partisipasi publik ini dapat meningkatkan kinerja perpajakan sekaligus tetap menjaga
pertumbuhan dunia usaha. Masukan dari berbagai pemangku kepentingan tersebut akan
Page 7
diakomodir dalam aturan pelaksanaan UU HPP, seperti perubahan pada ketentuan
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ketentuan cukai, pajak
karbon, dan perubahan Program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak menjadi Program
Pengungkapan Sukarela (PPS).
Partisipasi publik dalam setiap proses administrasi perpajakan, kebijakan fiskal
termasuk dalam proses pembentukan legislasinya adalah merupakan tolak ukur
demokratis tidaknya sebuah politik perpajakan. Dapat dipahami bahwa untuk menilai
eksistensi partisipasi publik dalam pembayaran pajak tentu tidak cukup untuk menilai
demokratisnya sebuah perpajakan. Untuk itu diperlukan parameter-parameter lain yang
dibutuhkan untuk menilai bahwa produk hukum yang dikeluarkan tersebut telah
memenuhui prinsip-prinsip demokrasi yang dianut oleh negara kita.
***
DAFTAR REFERENSI
Amaranggana; Ayo, Simak Perubahan UU KUP dalam UU HPP; Jakarta, 7 Oktober 2021;
Benny Gunawan Ardiansyah; Memahami Perubahan Undang-Undang PPN; Jakarta, 24 Juni
2021;
Dian Kurniati; UU HPP Jamin Peserta PPS Tak Bakal Diperiksa, Kecuali Kondisi Ini; Jakarta,
19 November 2021;
Fitri Novia Heriani, Hukum Online; UU HPP Diyakini Tingkatkan Kinerja Perpajakan;
Jakarta, 11 Oktober 2021;
Francisca Christy Rosana, Ali Akhmad Noor Hidayat; UU HPP: Kewenangan Pejabat Bea dan
Cukai Diperluas Soal Pelanggaran Cukai; Jakarta, 8 Oktober 2021:
Hasil Rapat Paripurna DPR RI; UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Bagian Penting dari
Reformasi Pajak; Jakarta, 7 Oktober 2021;
Mochamad Soebakir Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia; Reformasi Pajak telah
Selamatkan Indonesia; Jakarta, 11 Juni 2021;
Otto Budihardjo, Risandy Meda Nurjanah; Reformasi Pajak dalamUndang-Undang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan; Jakarta, 11 Oktober 2021;
Rofiq Hidayat; Pembentuk UU Sepakat Bakal Mengesahkan RUU Harmonisasi Peraturan
Perpajakan; Jakarta, 4 Oktober 2021;
Rofiq Hidayat; Ada 7 Poin Penting yang Termuat Dalam UU Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (Penyusunan UU HPP Menggunakan Metode Omnibus Law); Jakarta, 7
Oktober 2021;
Venti Eka Satya, Galuh Prila Dewi; Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan
Perannya dalam Memperkuat Fungsi Budgetair Perpajakan; Jakarta, 7 Oktober 2021;
Wibi Pangestu Pratama, Bisnis.com; Pemerintah SiapTerbitkan 43 Aturan Pelaksana UU HPP;
Jakarta, 21 November 2021;
Yusuf Imam Santoso; 4 Periode Reformasi Perpajakan di Indonesia Menurut Sri Mulyani;
Jakarta, 14 September 2021;
Zikra Mulia Irawati, Latar Belakang dan Tujuan UU Perpajakan yang Jadi Tonggak Sejarah;
Jakarta, 8 Oktober 2021;
Kemenkeu; Ini Aturan Baru PPh dan PPN dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
Jakarta, 7 Oktober 2021;
Kemenkeu; UU HPP Perkuat Sistem Perpajakan agar Mampu Hadapi TantanganEkonomi di
Masa Depan; Jakarta, 11 Oktober 2021;
Kemenkeu; UU HPP Mendekatkan Kinerja Perpajakan ke Level Potensialnya; Jakarta, 18
Oktober 2021;
Kemenkeu; UU HPP Diundangkan menjadi UU 7/2021, Perhatikan Waktu Pemberlakuannya,
Jakarta, 5 November 2021;
Pendapat Akhir Pemerintah Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan; Pada Rapat Paripurna DPR RI Dalam Rangka Pembicaraan
Page 8
Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RancanganUndang-Undang Tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan; Jakarta, 7 Oktober 2021;
CNBC Indonesia TV, CNBC Indonesia; Ini Perubahan Aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
di UU HPP; Jakarta, 7 Oktober 2021;
Liputan6.com; UU HPP Disusun Demi Keadilan, Ini Buktinya; Jakarta, 12 Oktober 2021;
https://setkab.go.id/; Pajak Karbon dalam UU HPP Bentuk Komitmen Indonesia Atasi
Perubahan Iklim; Jakarta, 19 November 2021.
Page 9