Anda di halaman 1dari 20

KPPU DAN PENEGAKAN HUKUM PESAINGAN DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Muhammad Syarif Hidayatullah, S.E., M.H

Disusun Oleh Kelompok 9


Muhammad Al-Hafiy: 210102040285
Muhammad Agus Fikriyani: 210102040194
Sofia Paramita: 210102040284

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2023
A. Pendahuluan
Pada hakikatnya orang menjalankan kegiatan usaha adalah untuk memperoleh
keuntungan dan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, baik
kebutuhan primer, sekunder maupun kebutuhan tersier. Atas dasar untuk
memenuhi kebutuhan hidup itulah yang mendorong banyak orang menjalankan
kegiatan usaha, baik kegiatan usaha yang sejenis maupun kegiatan usaha yang
berbeda. Keadaan yang demikian itulah yang sesungguhnya yang menimbulkan
atau melahirkan persaingan usaha di antara para pelaku usaha.
Seiring dengan berkembangnya zaman perdagangan melaju dengan bebas
hampir terjadi di seluruh dunia. Akibatnya terjadilah persaingan bisnis yang
begitu tajam diantara pelaku usaha. Dengan adanya perdagangan bebas ini, para
pelaku usaha secara tidak langsung dituntut untuk mengembangkan perusahaan
maupun usaha serta mengembangkan strategi perusahaan yang dimilikinya untuk
mampu bersaing di pasar global. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
dalam persaingan usaha maka pemerintah sudah membentuk suatu Komisi
independen yang disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang
mengatur mengenai sanksi dan prosedur penegakan hukum persaingan usaha.
Tugas dan kewenangannya sudah disebutkan secara jelas dalam Pasal 35 dan
Pasal 36 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
KPPU adalah sebuah lembaga yang bersifat independen, di mana dalam
menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat
dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang
memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan
tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. KPPU juga menyerupai lembaga
peradilan (quasi judicial) yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-
kasus persaingan usaha.1

1
Erlin Karim, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat,” 4, no. 9 (Desember 2016): hal. 3.

2
B. Pembahasan
1. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah serta pihak lain, bertanggungjawab kepada presiden.
KPPU dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha, apabila ada
dugaan pelanggaran terhadap UULPM baik karena ada laporan dari pelaku
usaha maupun tanpa adanya laporan. Berdasarkan independensi itu fungsi
lembaga akan menjadi jelas. Lembaga tersebut tidak tergantung pada lembaga
lain terutama yang juga melaksanakan fungsi sebagai pemain (pelaku usaha)
atau mengelola suatu unit usaha ekonomi, sehingga dengan demikian
kinerjanya lebih dapat menunjukan karakteristik sebagai institusi yang
berfungsi mencegah dan menyelesaikan masalah-masalah persaingan menurut
prinsip persamaan perlakuan dalam hukum.2
Pada masa awal pendiriannya, KPPU mengemban tugas yang sangat berat
dalam menghadapi kedinamisan dunia usaha ditengah situasi krisis pada
berbagai dimensi (multidimensi) yang menyelimuti Indonesia waktu itu. Saat
itu arus konflik dunia usaha Indonesia sangat kuat. Praktek persaingan usaha
yang tidak sehat dianggap jamak dan lumrah, ditambah lagi dengan adanya
persekongkolan antara pelaku usaha dengan pemegang kekuasaan.
KPPU hadir sebagai lembaga penegak hukum yang sekaligus menjadi
lembaga ideal untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan
persaingan usaha. Dengan perannya yang multifungsi, KPPU mampu
mengatasi dan mempercepat penanganan hal-hal yang menyangkut
persaingan usaha. Undang-undang juga memberikan asupan mengenai
kewenangan kepada KPPU. Persaingan usaha dikendalikan oleh KPPU sesuai

2
Putu Sudarma Sumadi, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha,” (Sidoarjo: Zifatama Jawara 2017): hal.
56.

3
dengan Pasal 30 ayat (1) UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. 3
2. Tugas dan Wewenang KPPU
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
dimaksud dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah Komisi
yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat. Selanjutnya mengenai KPPU tersebut diatur dalam Pasal 30 Ayat
(1), (2). dan (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selengkapnya pasal ini
menyatakan: Pasal 30 Ayat (1): Untuk mengawasi pelaksanaan undang-
undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya
disebut Komisi. Pasal 30 Ayat (2): Komisi adalah suatu lembaga independen
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Pasal
30 Ayat (3): Komisi bertanggung jawab kepada presiden.4
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai sebuah lembaga yang
dibentuk khusus untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang Anti
monopoli di Indonesia mempunyai fungsi yang mencakup tugas dan
kewenangan. Adapun tugas KPPU secara jelas ditentukan dalam Pasal 35
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 yaitu:
a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

3
Nofita Ariyanti dan Widhi Cahyo Nugroho, “Peran Kppu Dalam Melindungi Konsumen Dari Pelaku
Usaha Tidak Sehat” 3, no. 1 (2023): hal. 5.
4
Erlin Karim, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat,” hal. 3-4.

4
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana d atur dalam Pasal
17 sampai dengan pasal 24.
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28.
d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana
diatur dalam Pasal 36.
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan
undang-undang ini.
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.5

Syamsul Maarif menyatakan bahwa pada prinsipnya KPPU memiliki


yurisdiksi yang luas dan memiliki 4 (empat) tugas utama, yaitu:
1) Fungsi hukum, yaitu sebagai satu-satunya intitusi yang
mengawasi implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
2) Fungsi administrasi, disebabkan KPPU bertanggung jawab
mengadopsi dan mengimplementasi peraturan-peraturan
pendukung.
3) Fungsi penengah, karena KPPU menerima keluhan-keluhan dari
pelaku usaha, melakukan investigasi independen, melakukan
tanya jawab dengan semua pihak yang terlibat, dan mengambil
keputusan.

5
Dr Maryanto, “Dunia Usaha, Persaingan Usaha, dan Fungsi KPPU,” (Semarang Unissula Press 2017):
hal. 23.

5
4) Fungsi polisi, disebabkan KPPU bertanggng jawab terhadap
pelaksanaan keputusan yang diambilnya.6

KPPU mempunyai wewenang sebagaimana dinyatakan dalam pasal 36 dan


Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999. Kewenangan ini secara garis
besar dapat dibagi dua, yaitu wewenang pasif dan wewenang aktif. Wewenang
pasif Komisi meliputi: menerima laporan dari masyarakat dan atau pelaku
usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat. Sedangkan wewenang aktifnya yaitu melakukan penelitian,
melakukan penyelidikan, menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau
pemeriksaan, memanggil pelaku usaha, memanggil dan menghadirkan saksi-
saksi, meminta bantuan penyidik, meminta keterangan dari instansi
pemerintah, mendapatkan dan meneliti dokumen dan alat bukti lain,
memutuskan dan menetapkan, serta menjatuhkan sanksi administratif.
Berikut ini kewenangan yang dimiliki KPPU sesuai Pasal 36 UULPM
tentang wewenang komisi meliputi:
a. Menerima laporan dari masyarakat atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Melakukan penilaian tentang dugaan adanya kegiatan usaha atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
c. Melakukan penyelidikan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan
oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh
komisi sebagai hasil dari penelitiannya.
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan atau pemeriksaan tentang ada atau
tidak adanya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

6
Erlin Karim, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat,” hal. 4.

6
e. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang ini.
f. Memanggil menghadirkan saksi, saksi ahli setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undangundang ini.
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli atau segenap orang sebagaimana dimaksud huruf e huruf f,
yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi.
h. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan atau pemeriksaan terhadap pemerikasaan terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i. Mendapatkan, meneliti, atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna guna penyelidikanatau pemeriksaan.
j. Memutus menetapkan ada atau tidak adanya kerugian dipihak pelaku
usaha lainmasyarakat.
k. Memberitahukan keputusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.7

Kewenangan KPPU berdasarkan Pasal 47 selengkapnya adalah sebagai


berikut:
1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini.
2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a) penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16;

7
Alum Simbolon, “Hukum Persaingan Usaha” (Liberty Yogyakarta, 2018), hal. 97-98.

7
b) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi
vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
c) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang
terbukti menimbulkan praktik monopoli, menyebabkan persaingan
usaha tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26, dan Pasal 27;
d) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan
posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
e) penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan
usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28;
f) penetapan pembayaran ganti rugi; dan/atau
g) pengenaan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).8

Penegakan hukum persaingan usaha pada dasarnya adalah sebuah


tindakan pemberdayaan terhadap konsumen, pelaku usaha dan kompetitor itu
sendiri. Pemberdayaan di sini mengandung arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertembah lemah, oleh
karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Untuk itulah,
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya
dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus
dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.9

8
Siaran Pers KPPU Nomor 51/PR-KPPU/XI/2020.
9
Dr Maryanto, "Dunia Usaha, Persaingan Usaha, dan Fungsi KPPU," hal. 44.

8
3. Jenis Pelanggaran Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999
a. Perjanjian Dilarang
1) Perjanjian oligopoly (Pasal 4)
2) Perjanjian pembagian wilayah (Pasal 9).
3) Perjanjian pemboikotan (Pasal 10).
4) Perjanjian Kartel dan Trust (Pasal 11).
5) Perjanjian oligopsoni (Pasal 13).
6) Perjanjian integrasi vertical (Pasal 14).
7) Perjanjian dengan pihak luar negeri (Pasal 16).
8) Perjanjian tertutup (Pasal 15).
9) penetapan harga (Pasal 5).
10) perjanjian price discrimination (Pasal 6).
11) Perjanjian penetapan harga di bawah harga pasar (Pasal 7).
12) Perjanjian resale price maintenance (Pasal 8).
b. Kegiatan Dilarang
1) Monopoli (Pasal 17).
2) Monopsoni (Pasal 18).
3) Penguasaan pasar (Pasal 19).
4) Jual rugi (predatory pricing) (Pasal 20).
5) Perbuatan melakukan kecurangan dalam penetapan biaya produksi
(Pasal 21).
6) Persekongkolan tender (Pasal 22).
7) Membuka rahasia dagang pesaing secara curang (Pasal 23).
8) Menghambat produksi atau pemasaran pesaing (Pasal 24).
c. Penyalah Gunaan Posisi Dominan
1. Penyalahgunaan posisi dominan) (Pasal 25).
2. Jabatan rangkap (Pasal 26).
3. Pemilikan saham mayoritas (Pasal 27).

9
4. Merger, akuisi dan pengambilalihan (Pasal 28).10

4. Penanganan Perkara Oleh KPPU


a. Laporan dan Kajian Inisiatif
Agar ketententuan-ketentuan mengenai penanganan perkara di KPPU
dapat diterapkan, dibutuhkan adanya suatu legal problem atau masalah
hukum yang dalam hal ini merupakan dugaan pelanggaran terhadap UU.
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Masalah tersebut dapat diketahui dari adanya laporan
tertulis dalam bahasa Indonesia yang memuat secara lengkap identitas
pelapor, terlapor, dan saksi, keterangan yang jelas, lengkap, cermat
mengenai telah terjadinya atau dugaan terjadinya pelanggaran terhadap
undangundang Nomor 5 Tahun 1999, serta alat bukti dugaan pelanggaran.
Di samping menerima input dari pelapor yaitu setiap orang yang
menyampaikan laporan kepada Komisi mengenai telah terjadi atau patut
diduga telah terjadi pelanggaran, baik yang melakukan tuntutan ganti rugi
maupun tidak, dalam rangka penegakan hukum persaingan, KPPU juga
diberikan wewenang untuk melakukan penanganan perkara berdasarkan
data atau informasi, tanpa adanya laporan, tentang adanya dugaan
pelanggaran Undang-Undang. Inilah yang pada dasarnya disebut dengan
Perkara Inisiatif.11
b. Penyelidikan
Dalam Peraturan KPPU No 1 Tahun 2019 pasal 15 disebutkan bahwa:
Laporan Hasil Klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)
atau Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(3) dilanjutkan ke tahap Penyelidikan. Selanjutnya waktu yang diberikan
dalam proses penyelidikan oleh unit kerja yang menangani penyelidikan

10
Dr Maryanto, “Dunia Usaha, Persaingan Usaha, dan Fungsi KPPU,” hal. 47-48.
11
Sumadi, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha,” hal. 92-93.

10
tertera pada pasal 16 Peraturan KPPU No 1 Tahun 2019 jangka waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari dan dapat diperpanjang berdasarkan
keputusan Rapat Koordinasi”. 12
Penyelidikan ditujukan untuk mencari
minimal dua alat bukti, dengan dugaan pasal dan terlapor yang jelas. Hasil
penyelidikan akan dilakukan Pemberkasan, untuk memeriksa alat bukti
yang diberikan.
c. Pemeriksaan Pendahuluan
Ditujukan untuk mendengarkan LDP (laporan dugaan pelanggaran)
oleh Investigator, dan tanggapan Terlapor atas LDP. Jika Terlapor
mengakui, maka dapat diberikan kesempatan Perubahan Perilaku. Jika
tidak, kasus dilanjutkan ke Pemeriksaan Lanjutan. dengan jangka waktu
30 hari. Kegiatan dilakukan untuk mendapatkan pengakuan Terlapor atau
mendapatkan bukti awal yang cukup mengenai dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh Terlapor, hasil kegiatan adalah Laporan Hasil Pemeriksaan
Pendahuluan yang kemudian diteliti untuk menetapkan tindak lanjut dari
perkara tersebut.13
d. Pemeriksaan Lanjutan
Setelah tahap pemeriksaan pendahuluan tahap berikutnya adalah tahap
pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh Majelis Komisi terhadap adanya dugaan pelanggaran
untuk menyimpulkan ada atau tidak adanya bukti pelanggaran.
Pemeriksaan lanjutan ditujukan untuk mendengar keterangan dari saksi,
ahli, dan terlapor. Sebelum berakhirnya pemeriksaan lanjutan, Majelis
Komisi memberikan kesempatan kepada investigator, terlapor atau para
terlapor untuk menyampaikan kesimpulan tertulis hasil persidangan
kepada Majelis Komisi.

12
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019.
13
Alum Simbolon, “Hukum Persaingan Usaha,” hal. 114.

11
Sebelum dilakukan pemeriksaan lanjutan, KPPU mengeluarkan surat
keputusan untuk dimulainya pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan
dilakukan oleh KPPU bila telah ditemukan adanya indikasi praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, atau apabila KPPU
memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan penyelidikan
pemeriksaan secara lebih mendalam mengenai kasus yang ada. Jangka
waktu pemeriksaan lanjutan adalah 60 (enam puluh) hari sejak
berakhirnya pemeriksaan pendahuluan, dapat diperpanjang paling lama 30
(tiga puluh) hari.14
e. Putusan Komisi
Putusan Komisi tentang ada tidaknya pelanggaran terhadap Undang-
undang Nomor 5 tahun 1999, wajib dibacakan dalam sidang yang
dinyatakan terbuka untuk umum selambat-lamabtanya 30 hari sejak
selesainya pemeriksaan lanjutan.15 pada pasal 60 ayat (1), (2) dan (3)
Peraturan KPPU No 1 Tahun2019 termuat bahwa: dalam mengamabil
putusan Majelis Komisi melakukan musyawarah secara tertutup untuk
menilai, menganalisis, menyimpulkan dan memutuskan perkara
berdasarkan alat bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak
terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang yang terungkap dalam
persidangan. Kemudian hasil musyawarah tadi dituangkan dalam putusan
komisi. Dalam melaksanakan muysawarah majelis komisi juga boleh
dibantu oleh panitera. 16
5. Upaya Hukum Oleh Pelaku Usaha
a. Pengajuan Keberatan
Tata cara pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU
diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2005 yang

14
Alum Simbolon, hal. 118-119.
15
Maryanto, “Dunia Usaha, Persaingan Usaha, dan Fungsi KPPU,” hal. 57.
16
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019.

12
mengatur secara khusus perihal upaya tersebut. Sebelumnya keberadaan
Upaya Hukum Keberatan sudah diamanatkan oleh Pasal 44 ayat (2) UU.
Nomor 5 Tahun 1999 dan ditindaklanjuti oleh Pasal 65 Peraturan KPPU
Nomor 1 Tahun 2010.17 Putusan KPPU yang ditolak oleh terlapor dapat
diajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 14 hari.
UULPM memberikan kesempatan kepada pihak yang tidak menerima
untuk mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU. Upaya hukum
keberatan diajukan ke Pengadilan Negeri dimana pelaku usaha tersebut
berdomisili atau tempat pelaku usaha melakukan usahanya. Pengadilan
Negeri yang menerima pengajuan keberatan wajib memeriksa dalam
waktu 14 hari sejak permohonan diajukan memberikan putusan dalam
waktu 30 hari sejak dimulai pemeriksaan keberatan tersebut.18
b. Upaya Hukum Kasasi
UULPM masih memberikan upaya hukum terhadap putusan PN yaitu
mengajukan kasasi ke MA. Kepada MA diberikan waktu 30 hari untuk
menyelesaikan pemeriksaan perkara persaingan. Diharapkan MA tidak
mengalami masalah waktu pemeriksaan sangat singkat karena MA
memeriksa pertimbangan hukum bukan pada pokok perkara. Pihak yang
keberatan terhadap putusan PN sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
pasal ini dalam waktu 14 hari dapat mengajukan kasasi ke MARI. Dasar
pengajuan kasasi langsung ke MA adalah Pasal 43 UU No.14 Tahun 1985
tentang MA. Ketentuan tersebut menentukan bahwa permohonan kasasi
dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah mengajukan
upaya hukum banding. Pihak yang keberatan terhadap putusan PN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), dalam waktu 14 (empat
belas) hari dapat mengajukan kasasi ke MARI.19

17
Sumadi, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha,” hal. 147.
18
Alum Simbolon, “Hukum Persaingan Usaha,” hal. 135.
19
Alum Simbolon, hal. 138-139.

13
C. Kesimpulan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai sebuah lembaga yang
dibentuk khusus untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang Antimonopoli di
Indonesia mempunyai fungsi yang mencakup tugas dan kewenangan. Adapun
tugas KPPU secara jelas ditentukan dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 5
tahun 1999. KPPU juga dapat Memberikan saran dan pertimbangan terhadap
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang
berkaitan dengan undang-undang ini. Memberikan laporan secara berkala atas
hasil kerja komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. KPPU
mempunyai wewenang sebagaimana dinyatakan dalam pasal 36 dan Pasal 47
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999.
Kewenangan ini secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu wewenang pasif dan
wewenang aktif. Wewenang pasif Komisi meliputi: menerima laporan dari
masyarakat dan atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat. Sedangkan wewenang aktifnya yaitu
melakukan penelitian, melakukan penyelidikan, menyimpulkan hasil
penyelidikan dan atau pemeriksaan, memanggil pelaku usaha, memanggil dan
menghadirkan saksi-saksi, meminta bantuan penyidik, meminta keterangan dari
instansi pemerintah, mendapatkan dan meneliti dokumen dan alat bukti lain,
memutuskan dan menetapkan, serta menjatuhkan sanksi administratif. Pelaku
usaha juga dapat melakukan upaya hukum jika merasa kebertan dengan pengajuan
keberatan dan upaya hukum kasasi.

Daftar Pustaka

Simbolon, Alum. “Hukum Persaingan Usaha” Liberty Yogyakarta, 2018.


Ariyanti, Nofita, dan Widhi Cahyo Nugroho. “Peran KPPU Dalam Melindungi
Konsumen Dari Pelaku Usaha Tidak Sehat” 3, no. 1 (2023).
Maryanto, Dr. “Dunia Usaha, Persaingan Usaha dan Fungsi KPPU” Unissula Press, 2017.

14
Karim, Erlin. “Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” 4, no. 9 (2016).
Sumadi, Putu Sudarma. “Penegakan Hukum Persaingan Usaha.” Zifatama Jawara
Sidoarjo, 2017.
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019.
Siaran Pers KPPU Nomor 51/PR-KPPU/XI/2020.

Lampiran

15
16
17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai