5/Mar/2016
1 3
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Godlieb N. Lihat No. SKEP/711/x/1989, tentang Petunjuk
Mamahit, SH, MH; Nontje Rimbing, SH, MH. Penyelesaian Peerkara Pidana di Lingkungan ABRI dan
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Undang-Undang No. 31 Thaun 1997 tentang Hukum Acara
120711305 Peradilan Militer
39
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
pada awal 1973. Tahun 1970 lahirlah Undang- hampir tidak ada perubahan yang signifikan
Undang No. 4 tahun 2004 menggantikan dalam pelaksanaan peradilan militer di
Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Indonesia.
ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Pada tahun 1997 diundangkan Undang-
Kehakiman. Undang-undang ini mendorong Undang No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan
proses integrasi peradilan di lingkungan militer. Militer. Undang-undang ini lahir sebagai
Baru kemudian berubah ketika dikeluarkan jawaban atas perlunya pembaruan aturan
berturut-turut; peradilan militer, mengingat aturan
a. Keputusan bersama menteri kehakiman sebelumnya dipandang tidak sesuai lagi dengan
dan menteri pertahanan/Pangab pada jiwa dan semangat undang-undang No. 4 Tahun
tanggal 10 Juli 1972 No. J.S.4/10/14 - 2004 tentang ketentuan pokok kekuasaan
SKEB/B/498/VII/72 kehakiman. Undang-undang ini kemudian
b. Keputusan bersama menteri kehakiman mengatur susunan peradilan militer yang terdiri
dan menteri pertahanan keamanan pada dari: 5
tanggal 19 Maret 1973 No. a. Pengadilan Militer
KEP/B/10/III/1973 - J.S.8/18/19. Tentang b. Pengadilan Militer Tinggi
perubahan nama, tempat kedudukan, c. Pengadilan Militer Utama
daerah hukum, jurisdiksi serta kedudukan d. Pengadilan Militer Pertempuran.
organisatoris pengadilan tentara dan Dengan diundangkannya ketentuan ini,
kejaksaan tentara. maka Undang-undang Nomor 5 tahun 1950
Barulah kemudian peradilan militer tentang susunan dan kekuasaan
dilaksanakan secara terintegrasi. Pengadilan pengadilan/kejaksaan dalam lingkungan
militer tidak lagi berada di masing-masing peradilan ketentaraan, sebagaimana telah
angkatan tetapi peradilan dilakukan oleh badan diubah dengan Undang-Undang. No. 22 PNPS
peradilan militer yang berada di bawah tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi.
departemen pertahanan dan keamanan. Demikian halnya dengan Undang-Undang No. 6
Kemudian berdasar dari SK bersama tersebut, tahun 1950 tentang Hukum Acara Pidana pada
maka nama peradilan ketentaraan diadakan pengadilan tentara, sebagaimana telah di ubah
perubahan. Dengan demikian, maka kekuasaan dengan Undang-Undang No 1 Drt tahun 1958
kehakiman dalam peradilan militer dilakukan dinyatakan tidak berlaku lagi.
oleh:4
1. Mahkamah Militer (MAHMIL) B. Perumusan Masalah
2. Mahkamah Militer Tinggi (MAHMILTI) 1. Bagaimana hubungan antara Kitab Undang-
3. Mahkamah Militer Agung Undang Hukum Pidana Militer dengan
(MAHMILGUNG). KUHP?
Pada tahun 1982 dikeluarkan Undang- 2. Apakah dalam Hukum Pidana Militer ada
undang No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan peniadaan, pengurangan dan pemberatan
pokok pertahanan keamanan negara RI yang pidana?
kemudian diubah dengan undang-undang No 1
tahun 1988. Undang-undang ini makin C. Metode Penelitian
memperkuat dasar hukum keberadaan Penelitian yang dilakukan dalam penulisan
peradilan militer. Pada salah satu point ini yaitu dengan menggunakan penelitian
pasalnya dikatakan bahwa angkatan bersenjata pustaka (library research)6 yaitu metode
mempunyai peradilan tersendiri dan penelitian yang dilakukan dengan cara
komandan-komandan mempunyai wewenang
penyerahan perkara. Hingga tahun 1997 5
Sentosa Sembiring, Himpunan Lengkap Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Badan Peradilan dan
4
H. Pontang Moerad BM, Pembentukan Hukum Melalui Penegak Hukum, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hal. 15
6
Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana, Alumni, Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI
Bandung, 2005, hal. 137 Press, Jakarta, 1982, hal. 66
40
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
membaca dan mempelajari teori-teori yang berfungsi. Karenanya untuk tidak akan
relevan dengan pokok permasalahan. menemui kesulitan-kesulitan perlu sudah
Data yang terkumpul ini kemudian diolah diadakan peradilan yang tersendiri.
dengan mempergunakan metode pengolahan 2. Yurisdiksi tersendiri
data yang terdiri dari: Metode yuridis normatif Yurisdiksi badan-badan peradilan militer
yaitu metode penambahan dengan berpegang tidak sama dengan yurisdiksi peradilan umum.
pada norma atau kaidah hukum yang berlaku. Hal ini terutama adalah sebagai akibat dari
Metode pembahasan ini digunakan sesuai pembagian daerah komando militer, di mana
dengan kebutuhannya untuk menghasilkan para pemegang komando tersebut merupakan
pembahasan yang dapat diterima baik dari segi perwira-penyerah-perkara dari sesuatu perkara
yuridis maupun dari segi ilmiah. kepada mahkamah militer. Namun dalam
keadaan darurat, jika badan peradilan umum
PEMBAHASAN sudah tidak dapat berfungsi lagi, seharusnya
A. Hubungan Antara Kitab Undang-Undang dimungkinkan untuk ditampung oleh peradilan
Hukum Pidana Militer Dengan Kitab militer untuk mengadili para justisiabel yang
Undang-Undang Hukum Pidana seharusnya tunduk kepada kekuasaan
1. Hukum acara pidana dan peradilan militer peradilan umum. Pembedaan yurisdiksi badan-
yang tersendiri badan peradilan militer juga sebagai
Suatu kekhususan dalam penyelesaian suatu akibat/konsekwensi dari penitikberatan pada
perkara yang dilakukan, oleh seseorang militer asas personalitas mengenai berlakunya
ialah bahwa peranan komandan dari yang ketentuan pidana untuk militer.8
bersangkutan tidak boleh dikesampingkan,
bahkan adakalanya (misalnya dalam daerah 3. Kemungkinan Penyelesaian Suatu Tindak
pertempuran) lebih diutamakan dari pada Pidana Secara Hukum Disiplin
peranan para petugas penegak hukum/keadilan Perbedaan pokok antara tindak pidana dan
(polisi militer, oditur militer).7 Sejauh manakah pelanggaran disiplin ialah bahwa suatu tindak
peranan para komandan tersebut? Sebagai pidana pada umumnya dirasakan sebagai
suatu negara yang menjunjung tinggi hukum, mengganggu keseimbangan masyarakat,
tanpa mengabaikan salah satu kepentingan ketergangguan mana hanya dapat dipulihkan
sudah sewajarnya apabila diadakan dengan penjatuhan pidana sebagai alat
keseimbangan antara asas ^kesatuan terakhir/senjata pamungkas (ultimum
Komando_ (Unity of Command) dan ^kesatuan remedium) kepada petindak.9 Sedangkan
penuntutan_ (de een en ondeelbaarheid van het pelanggaran disiplin lebih merupakan
parket). Selain daripada itu perlu diperhatikan, perbuatan yang tidak pantas, yang dapat
bahwa pidana bagi seseorang militer, selama ia ^diatasi_ dengan cara pemberian teguran atau
belum dipecat adalah merupakan hukuman yang lebih bersifat mendidik. Dapat
pendidikan/pembinaan. Maksudnya, setelah juga disebutkan sebagai perbedaannya:
mereka selesai menjalani pidananya, mereka berat/ringannya sifat suatu tindakan atau
harus dapat menjadi militer yang baik kembali akibat-akibatnya. Akan tetapi dalam hal atau
dalam kesatuannya. Jika tidak demikian, pada keadaan tertentu sering ditemukan ^kesulitan-
saat pemidanaan itu sebaiknya ia dipecat saja, kesulitan untuk memperbedakan sifat-sifat
yang berarti sejak pemecatan itu ia sudah tersebut. Demikianlah misalnya ada suatu
bukan militer lagi. tindakan dalam masyarakat militer umumnya
Dalam keadaan darurat, kemungkinan sekali dianggap sebagai ^kenakalan_ militer atau
peradilan umum sudah tak bisa berfungsi lagi paling banter sebagai pelanggaran disiplin
karena situasi dan kondisi. Dalam keadaan militer, akan tetapi oleh masyarakat tertentu
seperti ini, peradilan militer harus tetap bisa dianggap sebagai pantas untuk dipidana.
8
Ibid, hal. 52
7 9
Ibid, hal. 51 Ibid, hal. 53
41
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
Perbuatan main-main ketika mengikuti berlaku pula bagi Hukum Pidana Militer,
suatu latihan pertempuran dapat merupakan sepanjang tidak ditentukan lain secara
suatu tindakan yang sifatnya ringan, akan tetapi umum atau secara khusus.
perbuatan main-main itu dapat juga Pasal 103 KUHP mengatur: ^Ketentuan-
mencelakakan teman-temannya bahkan dapat ketentuan dalam bab I s/d bab VIII buku ini juga
menggagalkan seluruh latihan tersebut. berlaku bagi tindakan-tindakan yang oleh
Ukurannya adalah relatif sekali, yaitu ketentuan perundang-undangan lainnya
tergantung kepada rasa tenteramnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
masyarakat (tertentu), kebiasaan dan perasaan undang-undang ditentukan lain_. Ternyata
hukum masyarakat, tempat dan waktu pasal 103 tersebut mendiamkan bab IX KUHP.
(keadaan) ketika perbuatan itu dilakukan dan Dengan perkataan lain pasal 103 tidak
lain sebagainya. menentukan berlakunya interpretasi otentik
Dengan perkataan lain adakalanya suatu yang terdapat pada bab IX buku 1 KUHP
tindak pidana (yang tentunya ringan sifatnya) terhadap perundang-undangan lainnya.
dirasakan hanya sebagai pelanggaran disiplin Karenanya pembuat KUHPM menegaskan
saja atau sebaliknya. Mengingat bahwa pidana kembali seperti tersebut pada anak kalimat
yang dijatuhkan kepada seseorang militer pasal 1 KUHPM yang berbunyi antara lain ^.....
adalah juga merupakan pendidikan/pembinaan termasuk bab Kesembilan kitab undang-undang
baginya selama tidak dibarengi dengan hukum pidana.............._11
pemecatan dari militer, maka adalah sudah Sebenarnya ketentuan pada induk kalimat
wajar apabila dimungkinkan penyelesaian suatu yang berbunyi: ^Untuk penerapan undang-
tindak pidana (yang bersifat ringan) yang lebih undang ini berlaku ketentuan-ketentuan hukum
mendekati ^golongan pelanggaran disiplin pidana umum_, dan jika hanya dilanjutkan
militer_ secara hukum disiplin demi tujuan dengan anak kalimat: ^kecuali penyimpangan-
perbaikan seseorang militer. Bukankah penyimpangan yang ditetapkan dengan
hukuman disiplin itu salah satu alat pembinaan undang-undang_, maka bab I buku ke-I KUHP
bagi seseorang pimpinan militer? sudah dengan sendirinya tercakup. Rupanya
pembuat undang-undang menganggap masih
4. Penerapan Ketentuan-ketentuan Umum perlu menegaskan tentang berlakunya bab IX
Asas-asas dan ajaran-ajaran umum yang tersebut untuk mencegah keragu-raguan.
tidak ditentukan dalam KUHP tetapi berlaku Pengertian dari ketentuan pada induk
pada Hukum Pidana Umum, berlaku juga bagi kalimat tersebut, bukan saja ketentuan-
Hukum Pidana Militer. Maka dengan demikian: ketentuan buku I KUHP (dengan pengecualian-
10
pengecualian yang ditentukan dalam buku I
a. Asas-asas umum seperti: KUHPM) yang hams diterapkan, tetapi juga
- Actus non facit reum nisi mens sit rea ketentuan-ketentuan dalam buku ke-Il KUHP
atau An act does not constitute itself harus diterapkan atau diperhatikan, bahkan
guilt unless the mind is guilty atau geen termasuk ajaran-ajaran umum mengenai
straf zonder schuld; hukum pidana. Hal ini dapat tersimpulkan
- In dubio pro reo, antara lain dari kenyataan-kenyataan sebagai
b. Ajaran-ajaran seperti: berikut:12
- kesalahan (schuld-leer); a. Adanya penggunaan rumusan dan istilah-
- bersifat melawan hukum
(wederrechtelijk); 11
Lihat Penjelasan Ketentuan dalam Bab I s/d Bab VIII daln
- sebab-akibat (causaliteits-leer); Bab IX buku I KUHP, dimana Pasal 103 KUHP tidak
- cara-cara penginterpretasian dan lain- menentukan berlakunya Interpretasi Otentik, karena
pembuat KUHPM dalam Pasal 1 menyebutkan termasuk
lain; Bab IX KUHP.
12
Marjoto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara
10
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Serta Komentar-Komentarnya, Politeia, Bogor, 1958, hal.
Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 81 17
42
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
istilah yang bersamaan antara judul dari hukum internasional. Jika pada pasal 9 KUHP,
bab-bab buku I KUHP dengan KUHPM, hukum internasional itu dikaitkan dengan
kecuali bab judul pembatasan berlakunya ketentuan pidana
PERCOBAAN dan PENYERTAAN yang tak dalam perundang-undangan R.I. maka pasal 32
terdapat pada KUHPM; ini dikaitkan dengan peniadaan pidana. Seperti
b. Penggunaan istilah-istilah ^permufakatan halnya pada pasal 9 KUHP, dipergunakannya
jahat_ (samenspanning) pada pasal-pasal ^rumusan karet_ yaitu menggunakan kata-kata:
66, 79, 88, 94, 116, 125 dan 144 KUHPM ^pengecualian-pengecualian yang diakui dalam
penafsirannya sama dengan pasal 88 hukum internasional_, maka di sinipun
KUHP; digunakan pula rumusan karet tersebut yang
c. Penggunaan istilah-istilah berbunyi: ^tindakan yang diperbolehkan oleh
^pemberontakan pada pasal 65 KUHPM peraturan-peraturan dalam hukum perang_.
^pencurian_ pada pasal 140 KUHPM, Mengenai tindakan-tindakan apa yang
^penadahan_ (heling) pada pasal 145 diperbolehkan itu, setiap saat dapat saja
KUHPM dan sebagainya; berubah (meluas, menciut atau ditiadakan)
d. Penggunaan istilah-istilah ^dengan sesuai dengan yang diperjanjikan yang tidak
sengaja_, ^karena salahnya , bersifat terlepas dari perkembangan teknologi dan ilmu
melawan hukum_, ^mengakibatkan_ dan perang. Maka untuk mengetahui apa-apa saja
lain sebagainya, yang tafsirannya hanya yang diperbolehkan, harus selalu diikuti
dapat ditemukan dalam hukum pidana perkembangan-perkembangan yang berarti
umum. bahwa setiap perkara yang menyangkut
persoalan ini harus selalu digarap secara
B. Peniadaan, Pengurangan dan Pemberatan kasuistis. Artinya suatu kasus yang sudah
Pidana Pada Pelaku Tindak Pidana Militer pernah diselesaikan pada suatu ketika, jika
Memahami citra anggota TNI memerlukan terjadi lagi kasus yang bersamaan, belum tentu
suatu tindak pidana apakah ada peniadaan, sama pula penyelesaiannya, karena
dapat diuraikan yang adalah sebagai berikut: perkembangan-perkembangan tersebut.
1. Peniadaan pidana. Penggunaan rumusan karet dalam hal ini,
a. Perincian peniadaan pidana menurut sudah tentu lebih baik, karena KUHPM bukan
pasal 32 ialah barangsiapa dalam suatu wadah yang tepat untuk merumuskan
keadaan perang melakukan suatu hal-hal yang diperbolehkan atau dilarang dalam
tindakan: 13 suatu perang.
1) dalam batas kewenangannya dan Selain dari pada itu perlu menjadi perhatian
yang diperbolehkan oleh mengenai pelanggaran dari suatu pihak
peraturan-peraturan dalam hukum terhadap yang telah diperjanjikan yang
perang; kemudian oleh pihak lainnya juga melakukan
2) yang pemidanaannya akan hal yang sama.
bertentangan dengan suatu ^Batas-batas kewenangan_ seseorang harus
perjanjian yang berlaku antara selalu diselaraskan dengan hal-hal yang
Indonesia dengan negara lawan diperbolehkan oleh hukum perang. Jadi
Indonesia berperang; kewenangan tidak boleh bertentangan dengan
3) yang pemidanaannya akan kebolehan. Misalnya diperbolehkan menembak
bertentangan dengan suatu mati seseorang yang membakar tempat munisi
peraturan yang ditetapkan kita di dalam suatu pertempuran. Dalam hal ini
sehubungan dengan perjanjian orang itu dianggap sebagai musuh dalam
tersebut no. 2). pertempuran. Akan tetapi tidak diperbolehkan
Ketentuan ini mengingatkan kita kepada menembak orang tersebut tanpa suatu proses
apabila ia kemudian tertangkap di luar
pertempuran.
13
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Loc Cit, hal. 102
43
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
44
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
45
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
militer yang masih harus menjalani pidana dalam pasal ini ialah:19
ikatan dinas militernya 2 tahun lagi, 1) Seorang itu haruslah atasan
sementara ia berada dalam klas II sebagai dimaksud dalam pasal 53
hukuman disiplin militer, turut serta ayat 1 dan 2 a, yaitu seorang Pa
melakukan permufakatan jahat atau Ba terhadap Ta, atau seorang
(samenspanning) untuk yang termasuk Pa atau Ba
pemberontakan militer (militair terhadap Pa atau Ba yang
oPasaltand) maka maksimum berpangkat lebih rendah;
ancaman pidananya antara lain 2) Atasan tersebut benar-benar
adalah pidana penjara selama 20 dengan sengaja menjadi peserta
tahun ditambah dengan 1/2X2 tahun (deelnemer). Yang dimaksud
= 21 tahun. peserta di sini ialah pelaku/pleger,
Tetapi karena pasal 12 ayat 4 petindak peserta/mededader,
menentukan bahwa maksimum 20 pelaku peserta/medepleger,
tahun itu tak boleh dilampaui, maka penggerak/uitlokker, yang
dalam hal ini maksimum pidananya digerakkan/uitgelokte atau sebagai
adalah 20 tahun pidana penjara. Jadi pembantu (medeplichtige). Dalam
pemberatan pidana yang dimaksud hal atasan tersebut sebagai
dalam pasal ini terutama berpengaruh pembantu maka maksimum
pada sesuatu pasal kejahatan yang ancaman pidananya adalah =
diancam kurang dari 15 tahun (dalam (H+1/2H) X 2/3. Pemecahan secara
keadaan biasa) atau kurang dari 20 aljabar maka maksimum ancaman
tahun penjara (dalam keadaan pidana bagi seseorang atasan
istimewa seperti concursus, residive, tersebut yang merupakan
kejahatan yang berhubungan dengan pembantu adalah sama dengan
jabatan dan kejahatan-kejahatan maksimum ancaman pidana bagi
militer). bawahan tersebut. Bukankah
Perlu diperhatikan pula bahwa dalam (H+1/2H) X 2/3 = 3/2HX2/3 = H?.
penerapan pasal ini harus betul-betul 3) Kejahatan yang terjadi itu harus
terbukti bahwa petindak itu benar-benar kejahatan sengaja.
mempunyai maksud supaya ia dipecat d. Sama halnya dengan peniadaan dan
dari dinas militer. Jika maksud ini pengurangan pidana, maka ketentuan
ternyata tidak terbukti maka penambahan pidanapun dapat
pemberatan pidana yang ditemukan dalam buku II KUHPM,
dimaksudkan oleh pasal ini tak dapat yang tentunya tidak berlaku umum,
diterapkan. melainkan hanya diterapkan kepada
c. Pemberatan pidana juga diadakan kejahatan (pasal-pasal) tertentu saja.
bagi seorang atasan (dalam pangkat) Periksalah antara lain pasal-pasal 88,
yang dengan sengaja turut serta 98 (2), 99 (2), 105 (2), 112 dan
dengan bawahan melakukan suatu sebagainya.
kejahatan dolus.
Pemberatan pidana dalam hal ini PENUTUP
adalah setengah dari maksimum A. Kesimpulan
pidana yang diancamkan, dengan 1. Bahwa hubungan antara KUHPM dengan
pembatasan tidak boleh melewati KUHP, suatu hubungan yang tidak dapat
lama maksimum yang ditentukan terpisahkan karena KUHPM merupakan
dalam pasal 12 KUHP. bagian dari KUHP; KUHP berlaku bagi setiap
Syarat-syarat penerapan pemberatan
19
Ibid, hal. 107
46
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
orang dengan demikian bagi militer (TNI), ancaman hukumannya sangat berat,
berlaku KUHP, dan bagi Militer (TNI) yang semoga tidak melakukan.
melakukan tindak pidana deersi akan
diperlakukan/diterapkan aturan khusus DAFTAR PUSTAKA
yakni KUHPM, hal ini merupakan Hamzah Andi, Asas Hukum Pidana, PT. Rineka
penyimpangan dari KUHP. Adapun prinsip- Cipta, Jakarta, 1994.
prinsip dari KUHPM antara lain: kesatuan Kanter E.Y. dan Sianturi S.R., Hukum Pidana
hukum bagi militer, kodifikasi tersendiri Militer di Indonesia, Alumni, AHM-PTHM,
bagi militer yang tersendiri; yurisdiksi Jakarta, 1981.
tersendiri; kemungkinan penyelesaian Lamintang P.A.F., Dasar-Dasar Hukum Pidana
suatu tindak pidana secara hukum disiplin, Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984.
penerapan dan ketentuan-ketentuan Marjoto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
umum dan tidak mengenal pemidanaan Tentara Serta Komentar-Komentarnya,
kolektif dan sistematika dari KUHP dengan Politeia, Bogor, 1958.
KUHPM berbeda, selanjutnya penerapan Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina
KUHPM hanya kepada militer dan/atau Aksara, Jakarta, 1987.
yang disamakan sesuai dengan lingkungan Moerad BM H. Pontang, Pembentukan Hukum
aturan, dan ketentuan tentang pidana Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara
dalam KUHPM yang berbeda dengan aturan Pidana, Alumni, Bandung, 2005.
dalam KUHP. Mulyadi Lilik, Putusan Hakim Dalam Hukum
2. Pasal 32 dalam Buku ke-II KUHPM Acara Pidana Teori, Praktek, Penyusunan
mengenal adanya ketentuan mengenai dan Permasalahannya, Citra Aditya Bakti,
peniadaan penuntutan merujuk Pasal 33 Bandung, 2007.
dan Pasal 34 Kitab Undang-Undang Hukum Nating Irman, Sejarah Peradilan Militer di
Pidana Militer. Mengenai penggurangan Indonesia, Solusi Hukum Com, Jakarta, 2003.
pidana dalam buku ke II KUHPM merujuk Nawawi Arief Barda, Kapita Selekta Hukum
pada Pasal 110, 115 dan Pasal 147, 148. Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Mengenai penambahan pidana merujuk Poernomo Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana,
pada Pasal 35,36,37 KUHPM dan Pasal 52 Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1978.
KUHP. Prinst Darwan, Peradilan Militer, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2003.
B. Saran Prakoso Djoko, Tindak Pidana Penerbangan di
1. Sangat diharapkan kepada aparat penegak Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
hukum khususnya yang berada dalam Saanin M. Hazan Basri dan Pariaman Tan,
lingkungan Peradilan Militer hendaknya Psikiater Dan Pengadilan, Ghalia Indonesia,
mampu melaksanakan tugas dan fungsinya Bandung, 1982.
sebagai alat penegak hukum yang benar- Salim Moch. Faisal, Hukum Pidana Militer di
benar sebagai penegak hukum, khususnya Indonesia, Mandar Maju, Jakarta, 2006.
kepada Hakim yang memeriksa dan Sembiring Sentosa, Himpunan Lengkap
memutus perkara dalam putusannya Peraturan Perundang-Undangan Tentang
diawali dengan ^Demi Keadilan Badan Peradilan dan Penegak Hukum,
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa_ Nuansa Aulia, Bandung, 2006.
disini Hakim menyandarkan putusannya Sianturi S.R,, Asas-Asas Hukum Pidana di
kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Idnonesia dan Penerapannya, Alumni
pertanggungjawabannya dunia akhirat. AHAEM-PETEHAEM, Jakarta, 1989.
2. Sangat diharapkan kepada anggota militer Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian
(TNI) sedapat mungkin hindari perbuatan Hukum, UI Press, Jakarta, 1982.
yang tercela; dapat merugikan diri; karena Tresna R., Asas-Asas Hukum Pidana, Tiara,
bila melakukan tindak pidana dan terbukti Jakarta, 1959.
47
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Mar/2016
Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(Undang-Undang No. 39 Tahun 1947).
Undang-Undang No. 26 Tahun 1997, tentang
Hukum Disiplin Prajurit ABRI
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981)
48