Anda di halaman 1dari 17

UTS FILSAFAT ILMU 14 Soal

UJIAN TENGAH SEMESTER


MATA KULIAH          : FILSAFAT ILMU

SOAL
1. Kemukakan minimal 5 perbedaan antara kebenaran ilmu dengan kebenaran filsafat.
Jelaskan masing-masing perbedaan itu dan beri contoh.
Perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji
bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu
menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya
untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya
mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup
hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis
dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara
menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik  pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih
luas, filsafat juga mengkaji  hubungan antara temuan-temuan ilmu  dengan klaim agama,
moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang
lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri
bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian
filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir
reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan,
filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh
Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap
masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat
mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazlba (1976), Pengetahuan ilmu lapangannya segala
sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak
atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat: segala sesuatu yang dapat
dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah
batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang diluar alam, yang
disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin (1964) mengatakan
bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari
sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri
Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia merupakan bidang
pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan timbal balik dan
saling pengaruh antara filsafat dan ilmu, oleh karena itu pemahaman bidang filsafat dan
pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama hubungannya yang bersifat timbal
balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang
tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.

2. Kemukakan minimal 5 perbedaan ilmu dengan pengetahuan mistik. Jelaskan


masing-masingnya dan beri contoh.
Ilmu Pengetahuan Mistik
Hakikat ilmu Hakikat Pengetahuan Mistis
Ilmu bersifat rasional Mistis adalah pengetahuan yang tidak
Contoh: Air selalu menempati ruang rasional. Ialah pengetahuan (ajaran atau
keyakinan) tentang Tuhan yang diperoleh
melalui latihan meditasi atau latihan spiritual,
bebas dari ketergantungan indera atau rasio.
Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang
tidak dapat dipahami rasio. Dalam Islam yang
termasuk pengetahuan mistis ialah
pengetahuan yang diperoleh melalui jalan
tasawuf. Pengetahuan mistis ialah
pengetahuan yang supra rasional tetapi
kadang-kadang mempunyai bukti empiris.
Contoh: Maha Sakret selalu bersama kita

Struktur ilmu Struktur Pengetahuan Mistis


Metode ilmiah Mistis magis ialah mistis yang mengandung
kekuatan tertentu dan biasanya untuk
Contoh: Makhluk hidup yang ada mencapai tujuan tertentu. Mistis magis dapat
didunia ini selalu berkembang dan dibagi dua, yaitu mistik-magis-putih dan
tumbuh mistik-magis-hitam. Perbedaan mendasar ada
pada segi filsafat. Magis putih selalu dekat
dan berhubungan serta bersandar pada Tuhan
sehingga dukungan Illahi sangat menentukan.
Pada nabi disebut Mukzijat dan pada selain
nabi disebut karomah.
Magis hitam selalu dekat, bersandar,
bergantung pada kekuatan roh jahat. Jiwa-
jiwa yang memiliki kemampuan magis ini
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.Pertama, mereka yang memiliki
kemampuan atau pengaruh melalui
kekuatan mental atau himmah.
2.Kedua, mereka yang melakukan pengaruh
magisnya dengan menggunakan watak
benda-benda atau elemen-elemen yang ada
didalamnya, inilah yang disebut jimat.
3.Ketiga, mereka yang melakukan pengaruh
magisnya melalui kekuatan imajinasi
sehingga menimbulkan berbagai fantasi
pada orang yang dipengaruhi, seperti
pesulap.
Epistimologi ilmu Epistemologi Pengetahuan Mistik
Epistimologi yang mengkaji Pengetahuan mistik ialah pengetahuan yang
pengetahuan manusia. Pembagian diperoleh tidak melalui indera dan bukan
epistimologi yang meliputi epistimologi melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh
umum (memunculkan pertanyaan ada melalui rasa dan hati. Yang menjadi objek
apa?), epistimologi khusus pengetahuan mistis ialah objek yang abstrak-
(memunculkan pengetahuan yang supra-rasional, seperti alam gaib, Tuhan,
diproses dan dapat di pertanggung malaikat, surga, neraka, jin, dll. Pada
jawabkan, metodologi (mengkaji umumnya cara memperoleh pengetahuan
langkah-langkah praktis untuk mistis adalah latihan yang disebut dengan
memperoleh pengetahuan yang benar). riyadhah, dari situ manusia dapat memperoleh
pencerahan, memperoleh pengetahuan.
Pada mulanya sumber pengetahuan
Kebenaran pengetahuan mistis diukur dengan
adalah akal. Adapun pengembangan
berbagai ukuran. Ada kalanya ukuran
yang lain menyatakan pengalaman,
kebenaran pengetahuan mistis itu
nalar, intuisi, keyakinan, otoritas dan
kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap benar
wahyu merupakan sumber pengetahuan.
jika kita mempercayainya. Ada kalanya juga
Sumber pengetahuan merupakan
kebenaran suatu teori diukur dengan bukti
sumber dalam rangka mencari
empiris, yaitu ukuran kebenaran. Sulit
kebenaran. Dimana teori kebenaran
memahami jika sesuatu teori dalam
pengetahuan mistis bila pengetahuan itu tidak
terdiri atas teori korespondensi, teori
punya bukti empirik, sulit diterima karena
koherensi, teori kebenaran pragmatis,
secara rasional tida terbukti dan bukti empirik
teori kebenaran sintaksis, teori
pun tidak ada.
kebenaran semantis. Teori kebenaran
non deskripsi, teori kebenaran logik
yang berlebihan.

Aksiologi ilmu Aksiologi Pengetahuan Mistik


Axiologi dapat diartikan ilmu yang Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang
berkenaan tentang manfaat ditambah. paling tau penggunaannya ialah pemiliknya.
Lebih ringkasnya filsafat ini berbicara Di kalangan sufi kegunaannya yaitu dapat
tentang nilai. Mengkaji sebuah nilai, menentramkan jiwa mereka, mereka
ada dua kelompok yang membahas hal menggunakan pengetahuannya untuk
ini, yaitu objektivisme dan kebaikan. Mistis magis hitam dikatakan hitam
subjektivisme. Pada prinsipnya karena penggunaannya untuk kejahatan.
mengkaji landasan axiologi ilmu Cara pengetahuan mistis menyelesaikan
pengetahuan adalah membahas tentang masalah tidak melalui proses inderawi dan
manfaat yang di peroleh manusia dari tidak juga melalui proses rasio. Ada dua
pengetahua yang didapatnya. Prinsip macam mistis yaitu mistis yang biasa dan
dalam pertimbangan nilai keilmuan mistis magis. Mistis magis adalah kegiatan
disandarkan kepada prinsip yang mistik yang mengandung tujuan-tujuan untuk
berpendapat ilmu pengetahuan harus memperoleh sesuatu yang diingini
bebas nilai dan prinsip bahwa ilmu penggunanya. Dunia mistik magis dalam
pengetahuan taut nilai. Pengembangan dunia Islam yaitu ’ulum al-hikmah yang berisi
ilmu ada dua yaitu segi statik dan segi antara lain rahasia-rahasia huruf al-qur’an
dinamik. Selanjutnya prinsip ini yang mengandung kekuatan magis, rahasia
membahas tentang nmanfaat dan wafaq, rahasia asma ilahiyah, dsb. Pada
kegunaan ilmu dalam kecendrungan kenyataannya tokoh-tokoh mistik-magis itu
masyarakat. kebanyakan sufi-sufi. Kekuatan alam
akhirnya tunduk di bawah sinar Illahi dan
dukungan-Nya melalui huruf-huruf dan nama
indah-Nya. Melalui kalam ilahi inilah jiwa-
jiwa ilahiyah yang aktif dapat digunakan
manusia untuk tujuan yang dikehendakinya.
Pada perkembangannya dunia mistik-magis
Islam terbagi dua kelompok, yaitu mistik-
magis dalam bentuk wirid-wirid dan mistik-
magis dalam bentuk benda-benda yang telah
diformulasikan sedemikian rupa biasanya
berupa wafaq-wafq atau isim-isim.
Cara Kerja Ilmu Cara kerja Mistik-Magis-Hitam
Cara Kerja Ilmu Empiris (Induksi) Mereka membuat simbol-simbol atau nama
Empiris adalah sesuatu yang atau atribut-atribut, lalu ia bacakan mantra.
disandarkan pada pengalaman. Selama mengulak kata-kata buruk itu, ia
Pengalaman dapat diartikan segala yang mengumpulkan ludahnya untuk disemburkan
dilihat, diamati, dirasakan, diraba, dan pada gambar itu. Lalu ia ikatkan buhul pada
masih banyak yang lain. Ilmu empiris simbol menurut sasaran yang telah disiapkan
dapat diartikan ilmu yang berkaitan tadi. Ia menganggap ikatan buhul itu memiliki
dengan pengumpulan data secara kekuatan dan efektif dalam praktik sihir. Ia
empiris bukan sesuatu yang abstrak. meminta jin-jin kafir untuk berpartisipasi, ia
Dalam ilmu empiris sangat memunculkan lebih banyak roh jahat
mengandalakan  data individual. Dari sehingga segala sesuatu yang dituju benar-
data itu dapat ditarik kesimpulan, benar terjadi.
dimana kesimpulan dapat dilaksanakan Cara kerja Mistik-Magis-Putih
dengan Aposteriori. Aposteriori artinya Para ahli hikmah menyadari bahwa kekuatan
penarikan kesimpulan diakhir setelah Tuhan baik yang ada dalam diriNya atau yang
mengumpulkan sebanyak mungkin data. ada dalam firmanNya dapat digunakan oleh
Agar dapat memahami pandangan manusia. Ayat-ayat Al Qur’an atau kitab
Immanuel Kant tersebut perlu terlebih langit lainnya sering digunakan sebagai
dahulu mengenal pandangan perantara untuk menghubungkan manusia
rasionalisme dan empirisme. dengan tuhannya, bahkan asma-asma Tuhan
Rasionalisme mementingkan unsur- sering digunakan untuk meminta sesuatu. Jika
unsur apriori dalam pengenalan, berarti seseorang dapat atau sanggup mempraktekan
unsur-unsur yang terlepas dari segala wirid atau do’a sesuai dengan rumusan maka
pengalaman. Sedangkan empirisme kekuatan ilahiyah (khadam atau malaikat)
menekankan unsur-unsur aposteriori, akan dapat dimanfaatkan untuk mencapai
berarti unsur-unsur yang berasal dari tujuan yang kehendaki terlebih jika diikuti
pengalaman. Menurut Immanuel Kant, oleh jiwa yang bersih. Cara kedua ialah
baik rasionalisme maupun empirisme dengan cara memindahkan jiwa-jiwa ilahiyah
dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha atau khadam yang adad dalam huruf-huruf al
menjelaskan bahwa pengenalan Qur’an atau didalam asma-asma Allah, cara
manusia merupakan keterpaduan atau ini disebut wafaq atau isim dimana ditulis
sintesa antara unsur-unsur apriori dengan menggunakan tinta tertentu dan pada
dengan unsur-unsur aposteriori (dalam kondisi tertentu. Pada dasarnya mereka
Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant menggunakan supra natural yang ada pada
berpendapat bahwa pengenalan khadam dalam wirid atau doa, wafaq atau
berpusat pada subjek dan bukan pada isim untuk tujuan tertentu.
objek. Sehingga dapat dikatakan
menurut Kant ilmu pengetahuan bukan
hasil pengalaman saja, tetapi hasil
konstruksi oleh rasio.
Inilah pandangan Rene Descartes dan
Immanuel Kant yang menolak
pandangan Aristoteles yang bersifat
ontologis dan metafisis. Banyak tokoh
lain yang meninggalkan pandangan
Aristoteles, namun dalam makalah ini
cukup mengajukan dua tokoh tersebut,
kiranya cukup untuk menggambarkan
adanya pemikiran yang revolusioner
dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Cara kerja ilmu pasti (deduksi)
Sesungguhnya cara kerja ilmu pasti
maupun empiris merupakan usaha
manusia dalam mengatasi persoalan
hidupnya. Cara kerja ilmu pasti sangat
mengandalkan rasio. Tentang sifat
kebenarannya maka ilmu pasti  sangat
bersifat determmistik atau sangat
ditenukan oleh ukuran yang dipakai
sepanjang ia bersifat rasional.
Sikap ilmiah yang dimaksud adalah
sikap yang seharusnya dimilikioleh
seorang peneliti. Untuk dapat melalui
proses penelitian yang baikdan hasil
yang baik pula, peneliti harus memiliki
sifat-sifat berikut ini.
1.  Mampu Membedakan Fakta dan
Opini. Fakta adalah suatu kenyataan
yang disertai bukti-bukti ilmiah dan
dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya, sedangkan opini
adalah pendapat pribadi dari
seseorang yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya sehingga
di dalam melakukan studi
kepustakaan, seorangpeneliti
hendaknya mampu membedakan
antara fakta dan opini agar hasil
penelitiannya tepat dan akurat serta
dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
2.  2. Berani dan Santun dalam
Mengajukan Pertanyaan dan
Argumentasi Peneliti yang baik
selalu mengedepankan sifat rendah
hati ketikaberada dalam satu ruang
dengan orang lain. Begitu juga pada
saatbertanya, berargumentasi, atau
mempertahankan hasil.
Penelitiannya akan senantiasa
menjunjung tinggi sopan santun dan
menghindari perdebatan secara
emosi. Kepala tetap dingin, tetapi
tetap berani mempertahankan
kebenaran yang diyakininya karena
yakin bahwa pendapatnya sudah
dilengkapi dengan fakta yang jelas
sumbernya.
3.  Mengembangkan Keingintahuan
Peneliti yang baik senantiasa haus
menuntut ilmu, ia selalu berusaha
memperluas pengetahuan dan
wawasannya, tidak ingin ketinggalan
informasi di segala bidang, dan
selalu berusaha mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan
yang semakin hari semakin canggih
dan modern.
4.  Kepedulian terhadap Lingkungan.
Dalam melakukan penelitian,
peneliti yang baik senantiasa peduli
terhadap lingkungannya dan selalu
berusaha agar penelitian
yangdilakukannya membawa
dampak yang positif bagi lingkungan
dan bukan sebaliknya.

3. Kemukakan minimal 5 dampak positif dan negatif mempelajari filsafat ilmu bagi
guru. Jelaskan masing-masing dampak itu dan beri contoh.
Dampak positif
a. Guru bisa mengarahkan agar siswa bisa berfikir yang lebih mendalam . contonya
seorang guru telah menguasai materi yang akan diajarkan pada anak-anak sehinga anak-
anak lebih cepat manakap dari penjelasan guru tersebut.
b. Guru bisa bersifat toreransi, 
c. Dengan mempelajari ilmu filsafat seorang guru lebih mengerti dengan kondisi siswa
yang dalam kesulitan dalm proses belajar.
Dampak Negatif
a.  Bisa mejadi orang ateis,
b. Seorang guru merasa akan dirinya lah yang lebih mengetahui segalanya sehinga tdk bisa
menerima pendapat orang lain.
c.  Bisa terpisah dari orang,dia tidak peduli dengan orang lain

4. Kemukakan minimal 5 perbedaan guru yang memahami filsafat ilmu dengan yang
tidak mempelajari filsafat ilmu dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Jalaskan masing-masingnya dan beri contoh.

5. Kemukakan minimal 5 alasan,  bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah. Jelaskan


masing-masing alasan itu dan beri contoh.
Bahasa sebagai sistem
Hakikat ini sebenarnya telah diyakini oleh pengikut paham anomalis namun hakikat ini
menjadi jelas setelah Kaum Sofis pada abad ke-5 merumuskan kesistematisan bahasa
secara empirik. Salah satu tokoh dari kaum Sofis adalah Pitagoras. Ia membedakan tipe-
tipe kalimat atas: narasi, pertanyaan, jawaban, perintah, laporan, doa dan undangan.
(Parera, 1991:36-37).
Plato juga menegaskan kesistematisan bahasa dengan memberikan perbedaan kata dalam
Onoma dan Rhema. Onoma dapat berarti nama atau nomina, dan subyek. Rhema dapat
berarti frasa, verba, dan predikat. Onoma dan Rhema merupakan anggota dari logos yang
berarti kalimat atau frasa atau klausa (Parera, 1991:37).
Ide bahwa bahasa memiliki sistem juga didukung oleh Aristoteles. Sejalan dengan
pendahulunya Plato, ia tetap membedakan dua kelas yakni Onoma dan Rhema, tetapi ia
menambahkan satu lagi yang disebut Syndesmoi. Syndesmoi ini kemudian digolongkan ke
dalam “penghubung partikel”. Kata-kata lebih banyak bertugas dalam hubngan sintaksis.
Aristoteles selalu bertolak dari logika. Ia memberikan pengertian, definisi, dan makna dari
sudut pandang logika.
Selain membedakan Onoma, Rhema, dan Syndesmoi, Aristoteles juga membedakan jenis
kelamin kata (Gender). Ia membedakan tiga jenis kelamin kata atas maskulin, feminin dan
neuter atau netral. Ia juga mengakui bahwa rhema menunjukkan pula pada tense atau
waktu, yaitu Rhema dapat menunjukkan apakah pekerjaan telah selesai, belum selesai dan
sebagainya (Parera, 1991:37). Keyakinan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem diyakini
kebenaranya hingga sekarang terutama oleh para ahli linguistik. Banyak aliran-aliran yang
pada intinya menganalisa sistem-sistem dalam bahasa bermunculan dan memperkaya
keragaman linguistik.
Bahasa sebagai Lambang
Eaerns Cassirer, seorang sarjana dan seorang filosof mengatakan bahwa manusia adalah
mahluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas
dari simbol atau lambang. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Satuan-
satuan bahasa misalnya kata adalah simbol atau lambang (Chaer, 2007:39). Kalau ide atau
konsep untuk menyatakan kematian adalah bendera hitam (dalam bentuk tanda), dan ide
atau konsep ketuhanan dilambangkan dengan gambar bintang (dalam bentuk gambar),
maka lambang-lambang bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-
satuan bahasa, seperti kata atau gabungan kata yang sifatnya arbriter. Dalam bahasa
Indonesia, binatang berkaki empat yang bisa dikendarai  dilambangkan dengan bunyi
[kuda], dalam bahasa Inggris berupa bunyi yang ditulis horse dan dalam bahasa Belanda
berupa bunyi yang ditulis paard.
Bahasa adalah bunyi
Hakikat bahasa sebagai bunyi di kupas dengan seksama oleh Kaum Stoik. Kaum Stoik
merupakan kelompok filosof atau logikus yang berkembang pada permulaan abad ke-4
SM. Kontribusi mereka cukup besar dalam menganalisis bahasa, walaupun mereka belum
lepas dari pandangan logika.
Kaum ini membicarakan bentuk-bentuk bermakna bahasa dengan cara membedakan tiga
aspek utama dari bahasa yaitu (1) tanda atau simbol yang disebut semainon, dan ini adalah
bunyi atau materi bahasa (2) makna, atau apa yang disebut lekton dan (3) hal-hal eksternal
yang disebut benda atau situasi itu atau apa yang disebut sebagai pragma (Parera, 1991:38).
Kaum ini memiliki ketertarikan yang sangat tinggi pada bunyi atau phone, dan mereka
membedakan antara legein, yaitu tutur bunyi yang mungkin merupakan bagian dari
fonologi sebuah bahasa namun tidak bermakna, dan propheretai atau ucapan bunyi bahasa
yang memiliki makna.
Bahasa itu Bermakna
Penelitian sitematis tentang konsep ”bahasa itu bermakna” juga dilakukan oleh Kaum
Stoik. Dalam bidang lekta, atau makna, mereka mempunyai pandangan yang berbeda
dengan analisis logika Aristoteles yang kurang sistematis dan sering absurd maknanya.
Aristoteles hanya mengakui adanya onoma dan onomata. Semua perubahan dari onoma
sesuai dengan fungsinya tidak ia akui. Ia sebut itu kasus saja. Hal ini disebabkan oleh
karena dasar logika Aristoteles dengan silogismenya yang hanya menggunakan kode huruf
A, B, dan C dan tidak mempergunakan bentuk-bentuk onoma secara praktis dalam contoh.
Kaum Stoik mengatakan bahwa kasus itupun Onoma yang sesuai dengan fungsinya. Lalu
mereka membedakan atas kasus nominatif – genetif – datif – akusatif dan sebagainya. Hal
yang sama juga berlaku bagi Rhema. Walaupun Aristoteles telah membedakan rhema
dalam tense, ia tetap berbicara tentang sesuatu yang tidak komplit. Kaum Stoik dalam hal
ini membedakan rhema dan kategorrhema, yang dalam pengertian kita sekarang memiliki
makna finit dan infinit. (Parera, 1991:38).
Bahasa itu Universal
Kaum Modiste adalah filosof jaman pertengahan yang menaruh perhatian besar pada tata
bahasa. Mereka disebut demikian karena ucapan mereka yang terkenal dengan nama De
modis Sicnficandi. (Parera, 1991:46). Merekapun mengulang pertentangan lama antara
Fisis dan Nomos, antara Analogi dan Anomali. Mereka menerima konsep Analogi karena
menurut mereka bahasa bersifat reguler dan universal (Parera, 1991:46).
Keuniversalan bahasa dapat dibuktikan dengan adanya sifat dan ciri-ciri yang sama yang
dimiliki oleh bahasa-bahasa di dunia. Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri-ciri
universal dari bahasa yang paling umum dijumpai adalah bahwa bahasa-bahasa di dunia
mempunyai bunyi bahasa yang umum yang terdiri dari konsonan dan vokal. Bahwa sebuah
kalimat pada bahasa-bahasa di dunia tersusun dari kata-kata yang memiliki fungsi dan
peran tertentu. Kesamaan sifat dan ciri inilah yang kemudian dikenal sebagai universalitas
bahasa.

6. Kemukakan minimal 5 perbedaan antara matematik dengan statistik sebagai sarana


berfikir ilmiah, jelaskan masing-masingnya dan beri contoh.
Matematika dalam perkembangannya memberikan masukan-masukan pada bidang-bidang
keilmuan yang lainnya. Konstribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam , lebih
ditandai dengan pengunaan lambang-lambang bilangan untuk menghitung dan mengukur,
objek ilmu alam misal gejala-gejalah alam yang dapat diamatidan dilakukan penelaahan
secara berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek penelaahan yang
kompleks dan sulit melakukan pengamatan. Disamping objeknya yang tak terulang maka
kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang bilangan.
Sedangkan Statistika Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin)
yang mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai “
kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun
yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan
bagi suatu negara”. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya
dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja) 
(Anas Sudiono dalam bakhtiar, 2010, 198).
Sedangkan menurut (Sudjana 1996 : 3) Statistika adalah pengetahuan yang berhubungan
dengan cara-cara pengumpulan data, pengelolaan  atau penganalisiannya dan penarikan
kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisisan yang dilakukan.
Jadi statistika merupakan  sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan   untuk
mengelolah dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah.
Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data-data,
metode penelitian serta penganalisaan harus akurat.

7. Kemukakan minimal 5 perbedaan antara logika dan instink, jelaskan masing-


masingnya dan  beri contoh.
Naluri sudah mendarah daging dalam diri kita, itu adalah rasa bawaan dibangun ke kode
genetik kami melewati sepanjang ribuan tahun evolusi dan seterusnya untuk tujuan
bertahan hidup.Kami secara naluriah mencari kesenangan, menghindari rasa sakit, dan
menghemat energi. Segala sesuatu yang lain di dalam manusia adalah unik. Unik dalam
arti bahwa hal itu tidak selalu dilihat dalam kerajaan hewan.
Misalnya, alasan bukan merupakan bagian dari kerajaan hewan.Ini adalah sesuatu
yang telah menetapkan kita dalam arah yang sepenuhnya berbeda dari, katakanlah, berang-
berang. Alasan adalah proses berpikir logis dan rasional membangun dunia kita. Kami jelas
membedakan antara akal dan naluri karena dalam banyak hal mereka tidak sepenuhnya
sama. Tentu saja ada alasan mengapa filsuf dan ilmuwan telah begitu terpesona
sepenuhnya dengan alasan, dan itu berjalan lebih jauh daripada kesadaran.
Persepsi ini ditelusuri kembali ke Yunani Kuno, untuk Socrates, Plato, dan
Aristoteles, untuk beberapa nama (meskipun ada banyak lagi). Mereka percaya insting
harus dijinakkan oleh akal. Alasan adalah mekanisme untuk memastikan bahwa naluri kita
tidak bertindak tidak rasional, karena jika naluri setiap orang itu harus diberikan
kepercayaan, maka masyarakat akan beralih ke kekacauan. Naluri Seorang istri untuk
membunuh suami berzinah akan dirayakan jika alasan tidak ada untuk memberitahu istri
bahwa seperti insting buruk. Ada banyak contoh yang jelas dari ketika alasan digunakan
untuk menundukkan insting, untuk memerintah dalam sehingga kita tidak melakukan
sesuatu dengan gegabah.
Socrates, setelah diadili dan ditemukan bersalah, disamakan hidup sebagai suatu
penyakit yang satu harus menguasai.Ini tidak mengambil banyak tindak logis melalui
untuk Plato dan Aristoteles untuk melihat alasan sebagai perangkat dengan mana kita
menguasai hidup.Tapi bisa menguasai hidup juga kehidupan stunt, bahkan mungkin
membunuhnya? Pada dasarnya, bisa menjadi alasan kematian kehidupan? Seringkali,
terutama dalam modernitas, alasan yang dikanonisasi sebagai kekuatan tertinggi. Bahkan,
tampaknya hampir didewakan dalam banyak hal, seperti memuja idola masyarakat untuk
memperoleh jawaban atas pertanyaan nya, tidak peduli seberapa konyol. Mungkin,
meskipun, alasannya bukanlah jawaban.Ada bahkan mungkin tidak jawaban.Tapi
bagaimana jika alasannya, bukannya sarana untuk menaklukkan dan menguasai naluri kita,
digunakan lebih sebagai panduan untuk naluri kita sehingga kita dapat mencapai keinginan
kita lebih berhasil?
Naluri adalah kemauan, keinginan individu, tujuan kita, aspirasi, apa yang ingin kita
capai. Bagi beberapa itu adalah sebuah keluarga, karena orang lain itu adalah karir, dan
kemudian ada lebih banyak lagi yang tidak mengerti keinginan mereka. Tapi insting
akhirnya mendorong kita menuju tujuan tersebut.Ini mengarahkan keputusan yang kita
buat, dan membimbing penalaran dan rasionalitas. Kami membangun dunia kita pada
parameter tetap berdasarkan dalil dari naluri kita. Mereka adalah yang mendorong kita
maju.Artinya, sampai kita menahan mereka dengan alasan. Alasan, sementara itu dapat
digunakan untuk kebajikan, tujuan membantu untuk memenuhi naluri kita, sering
digunakan sebagai sarana untuk membatasi naluri kita. Katakanlah naluri saya menyuruh
saya untuk menulis sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah ditulis
sebelumnya.Alasan kemudian mengirimkan ide, bahkan mungkin diragukan, segala
sesuatu yang telah ditulis dan tidak ada yang baru. Semua ide-ide telah menjadi klise.Jadi,
tidak hanya saya tidak menulis sesuatu yang baru yang belum pernah ditulis sebelumnya,
tapi aku tidak bisa. Ini mustahil karena saya sudah menetapkan diri untuk kegagalan.
 
8. Kemukakan minimal 5 alasan kenapa instink dapat dijadikan sebagai sumber
pengetahuan, jelaskan masing-masingnya dan beri contoh.
Disadari atau tidak, harta bawaan yang diberikan Allah SWT semenjak diri kita bernafas
untuk pertama kali adalah Insting  alias naluri. Berbekal harta bawaan inilah kita  berjalan
mengarungi Indah dan kejamnya samudra luas yang dinamakan kehidupan. Sebagai
pemberian Allah SWT, Insting selalu bersifat suci dalam artian tidak mau dikotori.
Kalau kita mau menengok kedalam sini, dan berusaha usaha mengenali insting, maka kita
faham bahwa insting utama dari manusia adalah bela diri. Kalau kita bicara beladiri maka
assumsi yang menjalar di pikiran kita adalah suatu bentuk kasar berupa gerakan-gerakan
beladiri seperti Silat, karate atau aneka jenis bentuk bela diri yang bersifat maskulin.
Tidaklah terlalu selalu salah, jika gambaran semacam itu menguasai pikiran, karena
memang kita mungkin hanya menerima informasi yang sangat minimal, bahwa insting
manusia adalah bela diri. Pada hakekatnya insting akan muncul karena perasaan takut.
Tidak ada satu manusiapun dimuka bumi yang tidak punya rasa takut. Meski seseorang
akan sangat marah jika dibilang takut atau dibilang pengecut. Insting yang duduk pada
RASA, selalu memberitakan perasaan takut. Hal ini sudah menjadi gelar yang nyata,
bahwa manusia sebenarnya sangat takut dengan rasa sakit dan lapar. Tidak satu pun
manusia yang ingin kelaparan, tidak satu manusia yang ingin sakit atau disakiti. Entah
berapa banyak cost yang dikeluarkan hanya untuk menghindari dua speisis yang bernama
sakit dan lapar.
Usia dini, orang tua kita memberikan pendidikan yang tujuanya agar kelak diri kita dapat
membela diri dari serangan kelaparan atau sakit. Entah sudah berapa banyak biaya yang
dikeluarkan untuk maksud tersebut. Contoh  nyata yang bisa kita petik, mengapa kita perlu
konsul ke dokter kalau dirasakan terjadi  gangguan kesehatan.Tentu karena kita membela
diri kita agar rasa sakit, atau rasa tidak nyaman tidak hadir berkepanjangan bertengger di
badan kita. Mengapa  kita harus sekolah sampai setuntas mungkin. Hasil dari sekolah kelak
digunakan untuk bekerja agar kita sanggup minimalnya memelihara diri untuk bela diri
agar kita tidak kelaparan. Jelas apapun aktivitas kita selama ini, intinya adalah beladiri
yang dipicu oleh harta bawaan yang kita bawa sejak lahir, yaitu Insting yang lebih focus
pada bela diri.
Kalau saja kita paham bahwa insting  manusia adalah beladiri, maka uraian  diatas Insya
Allah mampu menghapus gambaran keras dan kasar bahwa pengertian beladiri akan
menjadi sangat lembut. Apalagi pada saat sekarang masih menjadi asumsi ilmu-ilmu
beladiri seperti silat masih mendapat cap ilmu kampungan dan atau ada banyak jenis ilmu
bela diri dianggap sekarang ilmu yang penuh kekerasan.
Dalam hal bergeraknya insting sesuai dengan usia kedewasaan, maka gerak insting akan
terbelah dua, yang membuat kita menjadi Intovert  (tertutup) dan atau extrovert (terbuka).
Kedua kejadian bukanlah pilihan. Satu diantara dua kejadian ini dipastikan dominan ada
didalam diri kita, yang ditentukan oleh evolusi kesadaran dan kadar emisonal setiap orang
dalam membela diri. Kalau ditanya anda pilih yang mana? Maka anda tidak bisa menjawab
dengan pasti karena kedua kejadian intovert atau extrovert bukanlah suatu pilihan.

9. Kemukakan minimal 5 perbedaan antara filsafat ilmu dan ilmu filsafat, jelaskan
masing-masing perbedaan itu dan beri contoh
a. Perbedanya adalah Filsafat ilmu lebih menkaji tentang filsafatnya ilmu filsafat lebih
menkaji tentang ilmunya.
b. Cakupan objek   filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu, karena ilmu hanya
terbatas pd persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan
non empiris.
c. Filsafat memuat pertanyan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan dari pengalaman
realitas sehari-hari sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu mengurangi secara logis,
yaitu dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
d. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir yang mutlak, dan mendalam sampai
mendasar sedangkan ilmu menujukan sebab-sebab yang yang tidak begitu mendalam,
yaitu lebih dekat dengan sekunder. 
e. Objek material lapangan, filsafat bersifat universal yaitu segala sesuatu yang ada
realitas, sedangkan objek material ilmu pengetahuan ilmiah.

10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ilmu agama dan ilmu moral, masing-masing
beri contoh
Ilmu Moral
Anak manusia sebagai makhluk individual dan sosial ternyata tidak menjadikan
anak tersebut menjadi manusia yang baik, sebab dalam pergaulannya ada nilai-nilai
yang harus diikutinya. Namun nilai-nilai yang ada dalam kehidupan juga belum tentu
dapat diadopsi, apabila manusia itu sendiri tidak memiliki potensi moralitas. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia dapat berbuat sesuai dengan norma, karena memang
manusia memiliki dimensi moralitas. Prinsip moralitas ialah pandangan yang mengakui
bahwa anak manusia itu ialah makhluk yang mampu mengambil keputusan susila (baik-
buruknya perbuatan), dan mampu menyesuaikan tindakan dan kelakuannya dengan
keputusan susilanya tersebut. Pendidikan berfungsi membantu anak itu untuk
mengembangkan kemampuannya dalam mengambil keputusan susila tersebut, serta
membimbing anak itu sehingga ia mampu berbuat sesuai dengan
keputusan susilanya tersebut.Pandangan yang menolak prinsip moralitas
menganggap bahwa anak adalah sebagai benda biasa yang tunduk pada mekanisme
hukum alam. Jika ternyata anak berbuat baik, maka perbuatan yang demikian itu karena
proses mesin dalam tubuh anak  itu, bukan karena kesadaran anak untuk berbuat baik.
Pandangan yang demikian tidak mengakui kemampuan rohani anak untuk mengambil
keputusan susila. Dengan demikian, pandangan yang menolak prinsip moralitas itu
meman- dang pendidikan sebagai gejala mekanistis. Hal ini
dapat diartikan bahwa pendidik- an ialah proses rutin yang memaksa anak, atau
hanya berupa  pemeliharaan anak terhadap kelaparan, kedinginan, penyakit, kecelakaan,
dan lain sebagainya. Barang siapa yang tidak sanggup mengambil keputusan susila dan
berbuat sesuai dengan keputusan itu, naka ia tidak mampu memikul tanggung jawab.
Salah satu nilai kedewasaan yang ingin dicapai oleh pendidikan ialah manusia dewasa
yang bertanggung jawab. Ini berarti prinsip moralitas memandang bahwa anak itu
mempunyai kemampuan untuk bertanggung jawab.
Perkembangan watak anak ke arah mengenal baik dan buruk, berbuat susila, dan
bertanggung jawab sendiri atas perbuatannya itu melalui berbagai fase perkem- bangan.
Pada tahap pertama perkembangan watak anak, ia mengikuti apa yang dipandang baik
oleh orang tuanya. Selanjutnya ia mengikuti apa yang dianggap masyarakat sekitarnya
(tetangga) sebagai baik. Kemudian apa yang diajarkan gurunya di sekolah, dianggap
oleh anak itu benar keseluruhannya. Apabila anak itu meningkat masa puber, maka ia
mulai memikirkan nilai baik buruk itu, dan mulai berpendapat sendiri. Pada masa
adolesensi, anak mengalami kematangan untuk mengambil keputusan sendiri tentang
baik-buruk itu, dan berbuat sesuai dengan keputusannya itu. Dalam setiap
fase perkembangan, maka perbuatan yang dapat di- contoh/diteladani anak oleh orang
tua, nasehat yang dapat memotivasi anak untuk mengembangkan dirinya, dan berbagai
perlakuan orang tua yang bijaksana terhadap anak, sangat memegang peranan penting
sebagai upaya pendidikan.

Ilmu Agama
Ada dua pandangan yang saling bertentangan, yaitu sekularisme dan religiusisme.
Pandangan religiusisme juga terbagi menjadi dua pandangan, yaitu humanisme dan
theologisme. Pandangan sekular yakin bahwa ada kekuatan lain yang tergantung pada
materi. Jika tidak ada otak, maka tidak ada proses berpikir. Pandangan sekularisme
mengakui bahwa segala sesuatu tunduk pada hukum alam, dengan demikian tidak
mengakui adanya kekuatan di luar hukum alam itu. Mereka tidak mengakui kekuatan
yang supernatural. Dengan demikian kaum sekularisme adalah materialis- me historis,
tokohnya adalah Karl Marx yang mengatakan bahwa agama itu adalah racun bagi
masyarakat. Ada ahli lain yang sekularis yang memandang bahwa agama itu
menidurkan orang dari kenyataan hidup
yang terlibat dalam kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan dari ilmu dan
teknologi. Karena mereka terbela- kang, maka lari ke agama.Bagi bangsa Indonesia
yang menganut filsafat Pancasila, dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak dapat
menerima pendirian sekularisme. Agama bukan racun dan bukan tempat pelarian,
melainkan suatu  nilai  yang sangat tinggi dan berharga bagi kehidupan pribadi,
masyarakat dan negara. Pancasila adalah filsafat hidup yang religius. Secara filsafi,
aliran filsafat yang religius dapat dibagi menjadi dua yaitu humanisme dan theologisme.
Humanisme memandang bahwa orang percaya pada adanya Tuhan, karena orang
memikirkan pengalamannya dan tiba pada kesimpulan berupa pengakuan adanya
Tuhan. Humanisme meneliti pengalaman religius secara ilmiah, dan merenungkan
secara filsafat, dan hasil renungan itulah yang dipercaya mereka. Mereka yakin bahwa
misteri hidup dapat diperiksa secara ilmiah, termasuk dunia yang paling misteri, yaitu
pengalaman religius.Theologisme, mengecam humanisme sebagai aliran filsafat religius
yang dihinggapi virus sekularisme. Theologisme percaya bahwa Tuhan mengajarkan
agama melalui wahyu. Kebenaran ajaran agama dan adanya Tuhan itu dengan
sendirinya, walaupun manusia belum/tidak memeriksanya dengan fakta pengalaman
manusia. Apakah peranan religi bagi kehidupan manusia? Ada beberapa peran yang
sangat membantu dalam membina dan mengembangkan manusia ke tingkat yang lebih
tinggi derajatnya, yaitu antara lain sebagai berikut:
a) Religi memberikan ajaran tentang nilai-nilai yang benar secara pasti. Nilainilai itu
telah tersusun dalam  suatu sistem berupa filsafat hidup religius. Religi memberikan
suatu filsafat hidup yang percaya akan adanya kehidupan yang kekal sesudah hidup
di dunia yang fana ini. Fakta, bahwa manusia itu lahir dan kemudian pada suatu
waktu meninggalkan dunia ini, lalu apakah yang terjadi setelah itu? Religi
memberikan jawabannya. Dasar bagi manusia menerima kebenaran religius itu bukan
pertama pengujian oleh akal manusia, melainkan kepercayaan secara rohaniah.
b) Religi dalam perwujudannya merupakan suatu sistem kebudayaan. Religi
mewariskan suatu pola kebudayaan tertentu kepada pemeluknya. Dengan
kebudayaan demikian itu maka manusia hidup pada tingkat yang tinggi, mulia, jauh
di atas tingkat hewan. Karena itu, religi merupakan wadah bagi kehidupan manusia
pada tingkat berbudaya dan beradab.
c) Fakta bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas kemampuannya, dengan
keterbatasannya itu manusia merasa “kecil” di tengah alam semesta ini, di tengah
kehidupan yang nampaknya kompleks dan misterius. Religi dengan ajarannya
tentang Tuhan Yang Maha Mengatur alam semesta ini, dan memberi manusia rasa
aman dan pasti.
d) Religi selalu memuat ajaran tentang kesusilaan yang berlaku universal. Nilai
kesusilaan yang didasarkan pada religi, jauh lebih kokoh dan mendalam berakarnya,
karena seorang religius akan mempunyai kesadaran kesusilaan dan berbuat atas dasar
kesadaran itu. Kesadaran demikian itu didasarkan pada pengakuan adanya Tuhan
yang selalu mengetahui segala perbuatannya, baik perbuatan yang terpuji maupun
perbuatan tercela. Dengan demikian. Religi memegang peranan penting sekalidalam
kehidupan manusia. Filsafat religius mementingkan pendidikan agar supaya anak,
pemuda, dan orang dewasa menghayati nilai-nilai religius itu.
Demikian juga, agar nilai-nilai religius dapat menjiwai seluruh pemikiran dan tindakan
anak didik. Pancasila sebagai filsafat hidup yang mengakui religi sebagai suatu nilai
yang fundamental bagi manusia dan bangsa Indonesia pada khususnya,
mengembangkan nilai-nilai religius. Pancasila ialah filsafat hidup yang memandang
manusia sebagai makhluk yang mulia yang mengaku adanya Tuhan. Pancasila ialah
suatu antropologi filsafat modern. Berikut kita telaah bagaimana pandangan antropologi
filsafi tentang anak.

11. Kemukakan minimal 5 tahapan sejarah perkembangan ilmu dan jelaskan dengan
situasi yang terjadi dari setiap tahapan tersebut
Masa Yunani Kuno. Pada tahap awal kelahirannya filsafat menampakkan diri sebagi
suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang dipercayai oleh Bangsa Yunani,
baru sesudah Thales (624-548 S.M) mengemukakan pertanyaan aneh pada waktu itu,
filsafat berubah menjadi suatu bentuk pemikiran rasional (logos). Pertanyaan Thales
yang menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan biasa seperti apa rasa
kopi?, atau pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah?, pertanyaan Thales yang
merupakan pertanyaan filsafat, karena mempunyai bobot yang dalam sesuatu yang
ultimate (bermakna dalam) yang mempertanyakan tentang Apa sebenarnya bahan alam
semesta ini (What is the nature of the world stuff ?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa
menjawabnya, sains juga terdiam, namun Filsuf berusaha menjawabnya. Thales
menjawab Air (Water is the basic principle of the universe), dalam pandangan Thales
air merupakan prinsip dasar alam semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai
wujud
Kemudian silih berganti Filsuf memberikan jawaban terhadap bahan dasar (Arche) dari
semesta raya ini dengan argumentasinya masing-masing. Anaximandros (610-540 S.M)
mengatakan Arche is to Apeiron, Apeiron adalah sesuatu yang paling awal dan abadi,
Pythagoras (580-500 S.M) menyatakan bahwa hakekat alam semesta adalah bilangan,
Demokritos (460-370 S.M) berpendapat hakekat alam semesta adalah Atom,
Anaximenes (585-528 S.M) menyatakan udara, dan Herakleitos (544-484 S.M)
menjawab asal hakekat alam semesta adalah api, dia berpendapat bahwa di dunia ini tak
ada yang tetap, semuanya mengalir . Variasi jawaban yang dikemukakan para filsuf
menandai dinamika pemikiran yang mencoba mendobrak dominasi mitologi, mereka
mulai secara intens memikirkan tentang Alam/Dunia, sehingga sering dijuluki sebagai
Philosopher atau akhli tentang Filsafat Alam (Natural Philosopher), yang dalam
perkembangan selanjutnya melahirkan Ilmu-ilmu kealaman.
Pada perkembangan selanjutnya, disamping pemikiran tentang Alam, para akhli fikir
Yunani pun banyak yang berupaya memikirkan tentang hidup kita (manusia) di Dunia.
Dari titik tolak ini lahir lah Filsafat moral (atau filsafat sosial) yang pada tahapan
berikutnya mendorong lahirnya Ilmu-ilmu sosial. Diantara filsuf terkenal yang banyak
mencurahkan perhatiannya pada kehidupan manusia adalah Socrates (470-399 S.M), dia
sangat menentang ajaran kaum Sofis yang cenderung mempermainkan kebenaran,
Socrates berusaha meyakinkan bahwa kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang
objektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Dia mengajukan
pertanyaan pada siapa saja yang ditemui dijalan untuk membukakan batin warga Athena
kepada kebenaran (yang benar) dan kebaikan (yang baik). Dari prilakunya ini
pemerintah Athena menganggap Socrates sebagai penghasut, dan akhirnya dia dihukum
mati dengan jalan meminum racun.  Kaum  Sofis adalah golongan yang tidak lagi
memikirkan alam, malainkan melatih kemahiran manusia dalam berpidato,
berargumentasi untuk mempertahankan kebenaran, akan tetapi bagi mereka kebenaran
itu sifatnya relatif tergantung kemampuan berargumentasi. Salah seorang tokohnya
adalah Protagoras yang berpendapat bahwa Man is the measure of all things.
Sesudah Socrates mennggal, filsafat Yunani terus berkembang dengan Tokohnya Plato
(427-347 S.M), salah seorang murid Socrates. Diantara pemikiran Plato yang penting
adalah  berkaitan dengan pembagian relaitas ke dalam dua bagian yaitu realitas/dunia
yang hanya terbuka bagi rasio, dan dunia yang terbuka bagi pancaindra, dunia pertama
terdiri dari idea-idea, dan dunia ke dua adalah dunia jasmani (pancaindra), dunia ide
sifatnya sempurna dan tetap, sedangkan dunia jasmani selalu berubah. Dengan
pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan
pendapatnya Herakleitos dengan pendapatnya Permenides, menurut Herakleitos segala
sesuatu selalu berubah, ini benar kata Plato, tapi hanya bagi dunia Jasmani
(Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan
tidak dapat berubah, ini juga benar kata Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja.
Dalam sejarah Filsafat Yunani, terdapat seorang filsuf yang sangat legendaris yaitu
Aristoteles (384-322 S.M), seorang yang pernah belajar di Akademia Plato di Athena.
Setelah Plato meninggal Aristoteles menjadi guru pribadinya Alexander Agung selama
dua tahun, sesudah itu dia kembali lagi ke Athena dan mendirikan Lykeion, dia sangat
mengagumi pemikiran-pemikiran Plato meskipun dalam filsafat, Aristoteles mengambil
jalan yang berbeda (Aristoteles pernah mengatakan-ada juga yang berpendapat bahwa
ini bukan ucapan Aristoteles- Amicus Plato, magis amica veritas – Plato  memang
sahabatku, tapi kebenaran lebih akrab bagiku – ungkapan ini terkadang diterjemahkan
bebas menjadi “Saya mencintai Plato, tapi saya lebih mencintai kebenaran”).
Aristoteles mengkritik tajam pendapat Plato tentang idea-idea, menurut Dia yang umum
dan tetap bukanlah dalam dunia idea akan tetapi dalam benda-benda jasmani itu sendiri,
untuk itu Aristoteles mengemukakan teori Hilemorfisme (Hyle = Materi, Morphe =
bentuk), menurut teori ini, setiap benda jasmani memiliki dua hal  yaitu bentuk dan
materi, sebagai contoh, sebuah patung pasti memiliki dua hal yaitu materi atau bahan
baku patung misalnya kayu atau batu, dan bentuk misalnya bentuk kuda atau bentuk
manusia, keduanya tidak mungkin lepas satu sama lain, contoh tersebut hanyalah untuk
memudahkan pemahaman, sebab dalam pandangan Aristoteles materi dan bentuk itu
merupakan prinsip-prinsip metafisika untuk memperkukuh dimingkinkannya Ilmu
pengetahuan atas dasar bentuk dalam setiap benda konkrit. Teori hilemorfisme juga
menjadi dasar bagi pandangannya tentang manusia, manusia terdiri dari materi dan
bentuk, bentuk adalah jiwa, dan karena bentuk tidak pernah lepas dari materi, maka
konsekwensinya adalah bahwa apabila manusia mati, jiwanya (bentuk) juga akan
hancur.
Disamping pendapat tersebut Aristoteles juga dikenal sebagai Bapak Logika yaitu suatu
cara berpikir yang teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab
akibat. Dia adalah yang pertama kali membentangkan cara berpikir teratur  dalam suatu
sistem, yang intisarinya adalah Sylogisme (masalah ini akan diuraikan khusus dalam
topik Logika) yaitu menarik  kesimpulan dari kenyataan umum atas hal yang khusus
(Mohammad Hatta, 1964).
Abad Pertengahan. Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus berkembang dan
mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan pemikiran manusia meskipun
dengan corak dan titik tekan yang berbeda. Periode sejak meninggalnya Aristoteles
(atau sesudah meninggalnya Alexander Agung (323 S.M) sampai menjelang lahirnya
Agama Kristen oleh Droysen (Ahmad Tafsir. 1992) disebut periode Hellenistik
(Hellenisme adalah istilah yang menunjukan kebudayaan gabungan antara budaya
Yunani dan Asia Kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir Kuno). Dalam masa ini Filsafat
ditandai antara lain dengan perhatian pada hal yang lebih aplikatif, serta kurang
memperhatikan Metafisika, dengan semangat yang Eklektik (mensintesiskan pendapat
yang berlawanan) dan bercorak Mistik.
Menurut A. Epping. at al (1983), ciri manusia (pemikiran filsafat) abad pertengahan
adalah :
1. Ciri berfilsafatnya dipimpin oleh Gereja
2. Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles
3. Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus
Pada masa ini filsafat cenderung kehilangan otonominya, pemikiran filsafat abad
pertengahan bercirikan Teosentris (kebenaran berpusat pada wahyu Tuhan), hal ini tidak
mengherankan mengingat pada masa ini pengaruh Agama Kristen sangat besar dalam
kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pemikiran. Filsafat abad pertengahan sering
juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak semata-mata
bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Pada masa ini memang terdapat upaya-
upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional (terutama pemikiran-
pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya
sintesa antara kepercayaan dan akal. Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam
yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini
dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat
Yunani/hellenisme dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu
dicarikan landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional.
Pemikiran-pemikiran yang mencoba melihat Agama dari perspektif filosofis terjadi baik
di dunia Islam maupun Kristen, sehingga para ahli mengelompokan filsafat skolastik ke
dalam filsafat skolastik Islam dan filsafat skolastik Kristen.
Di dunia Islam (Umat Islam) lahir filsuf-filsuf terkenal seperti Al Kindi (801-865 M), 
Al Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111 M), dan Ibnu
Rusyd (1126-1198), sementara itu di dunia Kristen lahir Filsuf-filsuf antara lain seperti 
Peter Abelardus (1079-1180), Albertus Magnus (1203-1280 M), dan Thomas Aquinas
(1225-1274). Mereka ini disamping sebagai Filsuf juga orang-orang yang mendalami
ajaran agamanya masing-masing, sehingga corak pemikirannya mengacu pada upaya
mempertahankan keyakinan agama dengan jalan filosofis, meskipun dalam banyak hal
terkadang ajaran Agama dijadikan Hakim untuk memfonis benar tidaknya suatu hasil
pemikiran Filsafat (Pemikiran Rasional).
Masa Modern. Pada masa ini pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana
sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan
antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Kebangkitan kembali rasio mewarnai
zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Descartes, dia berjasa dalam
merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi budak
keimanan.
Diantara pemikiran Desacartes (1596-1650) yang penting adalah diktum kesangsian,
dengan mengatakan Cogito ergo sum, yang biasa diartikan saya berfikir, maka saya ada.
Dengan ungkapan ini posisi rasio/fikiran sebagai sumber pengetahuan menjadi semakin
kuat, ajarannya punya pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, segala sesuatu bisa disangsikan tapi subjek yang berfikir menguatkan
kepada kepastian.
Dalam perkembangnnya argumen Descartes (rasionalisme) mendapat tantangan keras
dari para filosof penganut Empirisme seperti David Hume (1711-1776), John Locke
(1632-1704). Mereka berpendapat bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari
pengalaman lewat pengamatan empiris. Pertentangan tersebut terus berlanjut sampai
muncul Immanuel Kant (1724-1804) yang berhasil membuat sintesis antara
rasionalisme dengan empirisme, Kant juga dianggap sebagai tokoh sentral dalam zaman
modern dengan pernyataannya yang terkenal sapere aude (berani berfikir sendiri),
pernyataan ini jelas makin mendorong upaya-upaya berfikir manusia tanpa perlu takut
terhadap kekangan dari Gereja.
Pandangan empirisme semakin kuat pengaruhnya dalam cabang ilmu pengetahuan
setelah munculnya pandangan August Comte (1798-1857) tentang Positivisme. Salah
satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga
tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu :
tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum bisa
memahami  hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta
merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan
yang dapat dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai
bencana. Tahapan ini terdiri dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap
animisme, tahap politeisme, sampai dengan tahap monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini merupakan
suatu variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan
kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini
manusia mulai menemukan  keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan
bencana dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak
bala/bencana.
Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah menemukan
pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan pertama manusia
selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua
manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada
tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam,
dengan bekal  itu manusia mampu menundukan/mengatur (pernyataan ini
mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang
diketahui)  alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini
merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu
pengetahuan. Dengan memperhatikan tahapan-tahapan seperti dikemukakan di atas
nampak bahwa istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan
positif/pengetahuan positif) dari pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan tahapan
tertinggi, ini berarti  dua tahapan sebelumnya merupakan tahapan yang rendah dan
primitif, oleh karena itu filsafat Positivisme merupakan filsafat yang anti metafisik,
hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu yang bukan fakta atau gejala
(fenomin) tidak mempunyai arti, oleh karena itu yang penting dan punya arti hanya satu
yaitu mengetahui (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir).
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi beserta
hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa yang
akan terjadi, Comte menyebut hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan
hukum-hukum yang bersifat positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benar-
benar nyata bukan bersifat spekulasi seperti dalam metafisika. Pengaruh positivisme
yang sangat besar dalam zaman modern sampai sekarang ini, telah mengundang para
pemikir untuk mempertanyakannya, kelahiran post modernisme yang narasi awalnya
dikemukakan oleh Daniel Bell dalam bukunya The cultural contradiction of capitalism,
yang salah satu pokok fikirannya adalah bahwa etika kapitalisme yang menekankan
kerja keras, individualitas, dan prestasi telah berubah menjadi hedonis konsumeristis.
Postmodernisme pada dasarnya merupakan pandangan yang tidak/kurang mempercayai
narasi-narasi universal serta kesamaan dalam segala hal, faham ini lebih memberikan
tempat pada narasi-narasi kecil dan lokal yang berarti lebih menekankan pada
keberagaman dalam memaknai kehidupan. 

12. Karakteristik ke arah pemikiran filsafat antara lain mendasar, menyeluruh, dan
spekulatif, kemukakan kaitan ketiga konsep tersebut dalam penemuan pemikiran
filsafat pendidikan, masing-masing beri contoh dalam dunia pendidikan.
Jawab:
Berpikir Radikal (radix = akar). Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan
menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk menemukan dan
mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke permukaan. Melalui cara
pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang mendasar dan
mendalam, serta sebuah pertanggunganjawaban yang memadai di dalam membangun
pemikiran filsafat dan pikiran keilmuan itu sendiri. Ciri pemikiran dimaksud,
mengisyaratkan bahwa orang tidak perlu terburu-buru mengambil kesimpulan
pemikiran sebelum menemukan hakikat kebenarannya secara fundamental, dan dengan
demikian, ia tidak muda terjebak ke dalam pemikiran yang sesat dan keliru atau
kejahatan. Berpikir radikal menunjukkan bahwa filsafat sebagai sebuah proses dan hasil
pemikiran, selalu berusaha melatakkan dasar dan strategi bagi pemikiran itu sendiri
sehingga bertahan menghadapi ujian kritis atau tantangan (ujian) zaman dengan
berbagai arus pemikiran baru apa pun. 
Komprehensif dan holistik. Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan
utuh. Baginya, keseluruhan adalah lebih jelas dan lebih bermakna daripada bagian-
perbagian. Holistik artinya, berpikir secara utuh, tidak terlepas-lepas dalam kapsul
egoisme (kebenaran) sekoral yang sempit. Cara berpikir filsafat yang demikian perlu
dikembangkan mengingat hakikat pemikiran itu sendiri adalah dalam rangka manusia
dan kemanusiaan yang luas dan kaya (beraneka ragam) dengan tuntutan atau klaim
kebenarannya masing-masing, yang menggambarkan sebuah eksistensi yang utuh.
Baginya, pikiran adalah bagian dari fenomena manusia sebab hanya manusia lah yang
dapat berpikir, dan dengan demikian ia dapat diminta pertanggungjawaban terhadap
pikiran maupun perbuatan-perbuatan yang diakibatkan oleh pikiran itu sendiri. Pikiran
merupakan kesatuan yang utuh dengan aneka kenyataan kemanusiaan (alam fisik dan
roh) yang kompleks serta beranekaragam. Pikiran, sesungguhnya tidak dapat berpikir
dari dalam pikiran itu sendiri, sebab bukan pikiran itulah yang berpikir, tetapi justru
manusia lah yang berpikir dengan pikirannya. Jadi, tanpa manusia maka pikiran tidak
memiliki arti apa pun. Manusia, karenanya, bukan hanya berpikir dengan akal atau rasio
yang sempit, tetapi juga dengan ketajaman batin, moral, dan keyakinan sebagai kesatuan
yang utuh. 
Berpikir Spekulatif. Ciri pemikiran ini merupakan kelanjutan dari ciri berpikir abstrak
yang selalu berupaya mengangkat pengalaman-pengalaman faktawi ketaraf pemahaman
dan panalaran. Melalui itu, orang tidak hanya berhenti pada informasi sekedar
menunjukkan apa adanya (in itself), tetapi lebih meningkat pada taraf membangun
pemikiran dan pemahaman tentang mengapa dan bagaimananya hal itu dalam berbagai
dimensi bentuk pendekatan. Pemikiran filsafat yang berciri spekulatif memungkinkan
adanya transendensi untuk menunjukkan sebuah perspektif yang luas tentang aneka
kenyataan. Tegasnya, melalui ciri pemikiran filsafat yang spekulatif dimaksud, orang
tidak sekedar hanya menerima sebuah kenyataan (kebenaran) secara informatif, sempit,
dan dangkal, tetapi dengan sikap kritis, dan penuh imajinasi untuk memahami
(verstending) dan mengembangkannya secara luas dalam berbagai khasana pemikiran
yang beraneka. Berfilsafat adalah berfikir dengan sadar, yang mengandung pengertian
secara teliti dan teratur, sesuai dengan aturan dan hukum yang ada. Berpikir secar
filsafat harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada alam semesta
secara utuh sehingga orang dimungkinkan untuk mengembangkannyadalam berbagai
aspek pemikiran dan bidang keilmuan yang khas.

13.  Terdapat tiga macam kebenaran menurut sebagian ahli, antara lain kebenaran
koherensi, kebenaran korespondensi, dan kebenaran pragmatis. Jelaskan
perbedaan ketiganya dan masing-masingnya beri contoh dalam dunia pendidikan
Beda Kebenaran Koherensi Kebenaran Kebenaran Pragmatis
Korespondensi
Arti Suatu proposisi Keadaan benar berupa Suatu proposisi
cenderung benar kesesuaian antara makna bernilai benar bila
apabila proposisi yang dimaksud oleh proposisi itu mem-
tersebut dalam keadaan pernyataan dengan apa punyai kosekuensi
saling ber-hubungan yang sungguh-sungguh praktis seperti yang
dengan proposisi lain merupakan halnya atau terdapat pada inhern
yang juga benar atau apa yang berupa fakta dari pernyataan itu
bila makna yang
dikandungnya dalam
keadaan yang saling
berhubung-an dengan
pengalaman
Conto Penemu telpon pertama Pada tanggal 28 Oktober Pelajar hari ini gemar
h adalah Graham Bell 1928, terjadi pemuda tawuran
Indonesia mengikrarkan
sumpah pemuda.
Sehingga 28 Oktober
diperingati dengan hari
Sumpah Pemuda

14. Kemukakan contoh dalam bentuk karangan (masing-maing minimal satu lembar)
tentang logika berfikir induktif dan logika berfikir deduktif.

Anda mungkin juga menyukai