Anda di halaman 1dari 7

MUSYAWARAH DESA INSIDENTAL

SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN DAERAH PERSIAPAN


Oleh: Yudi Permadi, ST., SH

PENDAHULUAN
Dalam konteks pemekaran daerah terdapat suatu proses mata rantai sistem administrasi
pemerintahan mulai dari penyerapan aspirasi masyarakat, perencanaan, proses pembentukan
organisasi, kelembagaan dan proses persetujuan atau penolakan atas usulan dari sebagian besar
masyarakat yang ditindaklanjuti oleh pihak legislatif maupun eksekutif sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan di daerah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 33 Ayat (3) UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Pemekaran daerah adalah pemecahan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota untuk menjadi
2 (dua) daerah atau lebih daerah baru, atau penggabungan bagian daerah dari daerah yang
bersanding dalam 1 (satu) daerah provinsi menjadi satu daerah baru. Ketentuan selanjutnya
menyebutkan bahwa “Daerah yang akan dimekarkan harus melalui tahapan daerah persiapan
selama 3 (tiga) tahun”, dengan tujuan agar nantinya daerah baru yang akan dimekarkan ketika
menjadi satu daerah baru benar-benar siap dalam mengurus dan mengatur kepentingan daerahnya
dan tidak membebani daerah induknya.

PEMBENTUKAN DAERAH PERSIAPAN


Secara umum, Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 tahun 2014, harus memenuhi 2 (dua) persyaratan, yaitu Persyaratan
Dasar dan Persyaratan Administratif, berikut penjelasannya:
A. Persyaratan Dasar; persyaratan dasar terbagi atas:
1) Persayaratan Dasar Kewilayahan, yang meliputi:
a. luas wilayah minimal;
b. jumlah penduduk minimal;
Penjelasan: Penentuan luas wilayah minimal dan jumlah penduduk minimal
sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan (b) di atas, ditentukan
berdasarkan pengelompokan pulau atau kepulauan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
c. batas wilayah (dibuktikan dengan titik koordinat pada peta dasar);
d. cakupan wilayah;
Penjelasan: Calon Cakupan Wilayah Daerah Kabupaten Cirebon Timur berjumlah 191
(Seratus Sembilan Puluh Satu) desa yang tersebar di 18 (delapan belas)
kecamatan, yaitu Kecamatan Astanajapura (11 desa); Babakan (14 desa);
Beber (10 desa); Ciledug (10 desa); Gebang (13 desa); Greged (10 desa);
Karangsembung (8 desa); Karangwatreng (9 desa); Lemahabang (13
desa); Losari (10 desa); Mundu (12 desa); Pabedilan (13 desa); Pabuaran
(7 desa); Pangenan (9 desa); Pasaleman (7 desa); Sedong (10 desa);
Susukan Lebak (13 desa); dan Waled (12 desa).
Apabila merujuk kepada ketentuan Pasal 35 Ayat (4) huruf b UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, jo Pasal 8 huruf b PP No. 78
Yudi_Permadi_2022_Mahasiswa_Program_Magister_Ilmu_Hukum 1
[Bidang Kajian Utama: Hukum Bisnis dan Otonomi Daerah]
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah, maka jumlah cakupan wilayah yang dijadikan
persyaratan pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan.
e. batas usia minimal daerah provinsi (10 tahun), daerah kabupaten/kota (7 tahun), dan
kecamatan (5 tahun) terhitung sejak pembentukan.
Penjelasan: Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi
Djawa Barat (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950) sebagaimana telah
diubah dengan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Djawa Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2851); Dari tahun pembentukan di atas dapat
diketahui bahwa Usia Daerah Kabupaten Cirebon telah mencapai + 72
tahun.
2) Persyaratan Dasar Kapasitas Daerah, adalah kemampuan daerah untuk berkembang dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan 7 (tujuh) parameter, yaitu:
a. Parameter Geografi, meliputi: (a) lokasi ibu kota; (b) hidrografi; dan (c) kerawanan
bencana.
b. Parameter Demografi, meliputi: (a) kualitas sumber daya manusia; dan (b) distribusi
penduduk.
c. Parameter Keamanan, meliputi: (a) tindakan kriminal umum; dan (b) konflik sosial.
d. Parameter Sosial Politik, Adat, dan Tradisi, meliputi: (a) partisipasi masyarakat dalam
pemilihan umum; (b) kohesivitas sosial; dan (c) organisasi kemasyarakatan.
e. Parameter Potensi Ekonomi, meliputi: (a) pertumbuhan ekonomi; dan (b) potensi
unggulan daerah.
f. Parameter Keuangan Daerah, meliputi: (a) kapasitas pendapatan asli daerah induk; (b)
potensi pendapatan asli calon daerah persiapan; dan (c) pengelolaan keuangan dan aset
daerah.
g. Parameter Kemampuan Penyelenggaraan Pemerintahan, meliputi: (a) aksesibilitas
pelayanan dasar pendidikan; (b) aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan; (c) aksesibilitas
pelayanan dasar infrastruktur; (d) jumlah pegawai aparatur sipil negara di daerah induk;
dan (e) rancangan rencana tata ruang wilayah Daerah Persiapan.

B. Persyaratan Administratif;
Persyaratan Administratif adalah syarat ketatanegaraan berupa surat-surat dan persetujuan
semua instansi terkait. Persyaratan administratif diberlakukan baik untuk pembentukan daerah
persiapan provinsi atau pembentukan daerah persiapan kabupaten/kota. Persyaratan
administratif untuk pembentukan daerah persiapan kabupaten meliputi:
(1) Keputusan musyawarah desa yang akan menjadi cakupan wilayah daerah kab/kota;
(2) Persetujuan bersama DPRD kab/kota induk dengan bupati/walikota daerah induk; dan
(3) Persetujuan bersama DPRD provinsi dengan gubernur dari daerah provinsi yang akan
mencakupi daerah persiapan kab/kota yang akan dibentuk.

Yudi_Permadi_2022_Mahasiswa_Program_Magister_Ilmu_Hukum 2
[Bidang Kajian Utama: Hukum Bisnis dan Otonomi Daerah]
Berikut adalah penjelasan tentang Persyaratan Administratif yang harus dilengkapi dalam
proses Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur:
1. Keputusan Musyawarah Desa yang Akan Menjadi Cakupan Wilayah Daerah
Kab/Kota
Penjelasan:
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 Permendes PDTT No. 16 Tahun 2019 tentang
Musyawarah Desa, disebutkan bahwa “Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati
hal yang bersifat strategis”. Musyawarah Desa dilaksanakan dan dipimpin oleh BPD
difasilitasi oleh Pemerintah Desa.
Hal yang bersifat strategis menurut UU No. 6/2014 tentang Desa meliputi: a. penataan
Desa; b. perencanaan Desa; c. kerja sama Desa; d. rencana investasi yang masuk ke Desa;
e. pembentukan Badan Usaha Milik Desa; f. penambahan dan pelepasan aset; dan g.
kejadian luar biasa.
Tugas BPD secara eksplisit tercantum dalam ketentuan Pasal 32 Permendagri 110/2016
tentang BPD, yang mana salah satu tugas BPD adalah “Menyelenggarakan Musyawarah
Desa”. Selain itu, salah satu kewenangan yang dimiliki BPD menurut Pasal 63 Permendagri
110/2016 adalah “Mengadakan Pertemuan dengan Mayarakat untuk Mendapatkan
Aspirasi”.
Ada 2 (dua) jenis Musyawarah Desa menurut Permendes PDTT No. 16 Tahun 2019, yaitu:
a. Musyawarah Desa Terencana
Musyawarah Desa Terencana dipersiapkan dan dituangkan dalam RKPDes pada tahun
sebelumnya. Perencanaan Musyawarah Desa Terencana, meliputi rencana kegiatan dan
rencana anggaran biaya yang disusun dengan mempertimbangkan hal yang bersifat
strategis yang harus dimusyawarahkan dalam 1 (satu) tahun.
b. Musyawarah Desa Insidental
Musyawarah Desa Insidental tercantum dalam ketentuan Pasal 9 Ayat (1-5) Permendes
PDTT No. 16/2019, yaitu:
(1) Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b,
merupakan Musyawarah Desa yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Desa dan kejadian yang mendesak.
(2) Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipersiapkan
sesuai dengan kondisi obyektif yang mendasari diadakannya Musyawarah Desa.
(3) Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk
membahas dan menetapkan: a. pembahasan kondisi; dan b. penanganan.
(4) Hasil pembahasan Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dituangkan dalam Berita Acara.
(5) Berita Acara Musyawarah Desa insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
ditetapkan oleh Kepala Desa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam konteks pembahasan terkait rencana persetujuan
BPD terhadap Pembentukan Daerah Persiapan Daerah Kabupaten Cirebon Timur harus
dibahas dan disepakati dalam Forum Musyawarah Desa Insidental. Hal ini telah
dijelaskan dalam ketentuan Pasal 9 Ayat (1), dan (2) Permendes PDTT No. 16/2019 yang

Yudi_Permadi_2022_Mahasiswa_Program_Magister_Ilmu_Hukum 3
[Bidang Kajian Utama: Hukum Bisnis dan Otonomi Daerah]
berbunyi: “Musyawarah Desa Insidental dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
desa dan kejadian yang mendesak. Musyawarah Desa insidental dipersiapkan sesuai
dengan kondisi obyektif yang mendasari diadakannya Musyawarah Desa”. Pasal
berikutnya menyebutkan bahwa: “Musdes insidental dilakukan untuk membahas dan
menetapkan: (a) pembahasan kondisi; dan (b) penanganan”.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa Musyawarah Desa Insidental dapat
diselenggarakan apabila terdapat kondisi tertentu yang beredar dan berkembang di
masyarakat serta berdampak terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah satu
kondisi tersebut adalah tentang isu Pembentukan daerah Persiapan Daerah Kabupaten
Cirebon Timur, dimana desa yang bersangkutan adalah masuk dalam rencana Calon
Cakupan Wilayah Daerah Pembentukan Daerah. Seperti kita ketahui, terdapat 191 (seratus
Sembilan puluh satu) desa dari 18 (delapan belas) kecamatan yang merupakan Calon
Cakupan Wilayah Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur.
Hasil pembahasan Musyawarah Desa insidental dituangkan dalam Berita Acara dan
ditetapkan oleh Kepala Desa. Ketentuan Pasal 10 Ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa
pelaku Musyawarah Desa terdiri atas: a. Pemerintah Desa; b. BPD; dan c. unsur masyarakat
dengan melibatkan a. tokoh adat; b. tokoh agama; c. tokoh masyarakat; d. tokoh
pendidikan; dan e. perwakilan kewilayahan; f. perwakilan kelompok, serta melibatkan
unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
Perlu diketahui bersama bahwa Musyawarah Desa adalah forum musyawarah tertinggi
dalam rangka pengambilan keputusan untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Pasal
10 Ayat (5) menyebutkan bahwa: “Dalam hal diperlukan, Musyawarah Desa dapat
menghadirkan narasumber yang berasal dari: a. Pemerintah Daerah Provinsi atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; b. investor; c. akademisi; d. praktisi; dan/atau e.
organisasi sosial masyarakat”.
Dalam konteks Musdes Insidental yang membahas tentang Pembentukan Daerah Persiapan
Kabupaten Cirebon Timur sangat diperlukan kehadiran para narasumber yang kompeten
dalam bidang tugasnya. Selain itu, kehadiran narasumber yang berasal dari unsur
pemerintah daerah tercantum dalam ketentuan Pasal 34 Ayat (2) Permendes PDTT No.
16/2019 tentang Musdes, yang berbunyi: “Bupati/Wali Kota melakukan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan Musyawarah Desa yang dikordinasikan oleh perangkat daerah
yang membidangi pemberdayaan masyarakat desa”.
Catatan: Hasil Musyawarah Desa Insidental akan dinyatakan sah apabila telah sesuai
dengan tata cara (tahapan) sebagaimana ditetapkan dalam Permendes PDTT No. 16 tahun
2019 tentang Musdes. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena hasil Musdes Insidental
adalah berupa keputusan yang ditiuangkan dalam Berita Acara yang dijadikan dasar oleh
BPD untuk mengeluarkan Surat Keputusan tentang Persetujuan atau Penolakan
Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur.
2. Persetujuan Bersama DPRD Kab/Kota Induk dengan Bupati/Walikota Daerah
Induk
Penjelasan:
Apabila seluruh desa (yang berjumlah 191 desa) Calon Cakupan Wilayah Pembentukan
Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur telah menyelenggarakan Musdes Insidental
dan hasilnya telah ditetapkan melalui Surat Keputusan BPD, maka berkas Persyaratan
Yudi_Permadi_2022_Mahasiswa_Program_Magister_Ilmu_Hukum 4
[Bidang Kajian Utama: Hukum Bisnis dan Otonomi Daerah]
Administratif (dokumen) ini diserahkan kepada Ketua DPRD Kabupaten Cirebon untuk
ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya DPRD akan membentuk Panitia Khusus untuk melakukan proses verifikasi
dan validasi terhadap kelengkapan dan kebenaran atas dokumen dimaksud.
Pertama, Tahap Verifikasi; Proses verifikasi dilakukan untuk meneliti kebenaran formal
terkait kelengkapan administrasi dan tata cara Musdes Insidental sebagai syarat
kelengkapan diselenggarakannya proses pembahasan terkait recana Pembentukan Daerah
Persiapan Kabupaten Cirebon Timur. (Verify: to prove that something exists or is true, or
to make certain that something is correct). Verifikasi bertujuan untuk membuktikan bahwa
dokumen administrasi tersebut telah lengkap, dan telah sesuai dengan tata cara Musdes
Insidental’
Kedua, Tahap Validasi: Proses validasi dilakukan untuk menilai kebenaran materil
terkait proses pengambilan keputusan melalui forum Musdes Insidental dalam konteks
rencana Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur. Verifikasi bertujuan
untuk memberikan penilaian terhadap proses pengambilan keputusan di Desa melalui
forum Musdes Insidental, apakah proses pengambilan keputusannya didasarkana atas
prinsip musyawarah mufakat, berkeadilan, terbuka/transparansi, akuntabel, partisipatif,
demokratis, dan kesetaraan (sebagaimana tercantum dalam azas Musyawarah Desa yang
telah ditetapkan Permendes PDTT No. 16 tahun 2019 tentang Musdes) atau tidak.
Berdasarkan hasil verifikasi dan validasi yang telah dilakukan, maka DPRD mempunyai
kewajiban untuk menindaklanjuti aspirasi dari sebagian warga masyarakat Kabupaten
Cirebon yang dituangkan dalam Surat Keputusan BPD tentang Persetujuan Pembentukan
Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon untuk disepakati dalam Rapat Paripurna DPRD.
Perlu diketahui bersama bahwa persetujuan DPRD tersebut hanya didasarkan atas
kelengkapan dan kebenaran dokumen Musdes Insidental yang akan menjadi Cakupan
Wilayah Daerah Kabupaten Cirebon Timur. Persetujuan DPRD ini dijadikan sebagai dasar
pertimbangan Bupati Cirebon untuk melakukan kajian daerah sebagai Persyaratan Dasar
Kewilayahan, dan Persyaratan Dasar Kapasitas Daerah sebelum mengeluarkan Persetuan
Bersama DPRD dan Bupati tentang Pembentukan Daerah Persiapan kabupaten Cirebon
Timur.
Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 15 huruf c PP No. 78/2007, yang berbunyi:
“Bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagian
besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum
Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon
cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan dalam bentuk
keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah”;
Dalam hal kajian daerah, Bupati dapat melakukan perjanjian kerja sama dengan lembaga
independent (ex: Institut Pemerintahan Dalam Negeri) untuk melakukan Kajian Akademik
Analisis Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur dari Kabupaten
Cirebon. Hasil kajian daerah dan aspirasi sebagian masyarakat dalam bentuk keputusan
BPD ini dijadikan sebagai dasar “Persetujuan Bersama DPRD Kabupaten Cirebon dan
Bupati Cirebon tentang Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur”.
Persetujuan Bersama ini merupakan Persyaratan Administratif ke-dua yang harus
ditempuh. (Pasal 37 huruf b angka 2 UU 23/2014).
Yudi_Permadi_2022_Mahasiswa_Program_Magister_Ilmu_Hukum 5
[Bidang Kajian Utama: Hukum Bisnis dan Otonomi Daerah]
3. Persetujuan Bersama DPRD Provinsi dengan Gubernur dari Daerah Provinsi yang
Akan Mencakupi Daerah Persiapan Kab/Kota yang Akan Dibentuk
Penjelasan:
Bupati Cirebon mengusulkan Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur
kepada Gubernur Jawa Barat untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan: (1)
Dokumen aspirasi masyarakat dalam bentuk keputusan BPD calon cakupan wilayah daerah
Kabupaten Cirebon Timur; (2) Hasil kajian daerah; (3) Peta wilayah calon daerah persiapan
Kabupaten Cirebon Timur; dan (4) Keputusan Bersama DPRD Kabupaten Cirebon dan
Bupati Cirebon. (Pasal 16 huruf d PP No. 78/2007).
Dalam hal DPRD Provinsi Jawa Barat dan Gubernur Jawa Barat menyetujui usulan
Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur, dalam bentuk Persetujuan
bersama DPRD Provinsi Jawa Barat dengan Gubernur Jawa Barat yang
mencakupi Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur sebagaimana
dimaksud Pasal 38 Ayat (1) UU No. 23/2014, maka Gubernur Jawa Barat
mengusulkan Pembentukan Daerah Persiapan Daerah Kabupaten Cirebon Timur kepada
Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi persyaratan
dasar kewilayahan dan persyaratan administratif. Sedangkan menurut
ketentuan Pasal 16 huruf h PP 78/2007 dengan melampirkan: (1) Dokumen aspirasi
masyarakat di Calon Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur; (2) Hasil kajian daerah;
(3) Peta wilayah Calon Daerah Persiapan Kabupaten Cirebon Timur; (4) Keputusan
Bersama DPRD Kabupaten Cirebon dan Bupati Cirebon; dan (5) Keputusan Bersama
DPRD Provinsi Jawa Barat dan Gubernur Jawa Barat.

PERAN DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH


Berdasarkan usulan yang disampaikan oleh gubernur, pemerintah pusat melakukan penilaian
terhadap pemenuhan persyaratan dasar dan pesyaratan administratif. Hasil penilaian tersebut
disampaikan oleh pemerintah pusat kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan. Dalam hal DPR
RI menyetujui usulan pembentukan daerah persiapan, pemerintah pusat membentuk Tim Kajian
Independen untuk melakukan kajian terhadap persyaratan dasar kapasitas daerah yang memuat 7
(tujuh) parameter sebagaimana telah dijelaskan di atas. Tim Kajian Independen dimaksud adalah
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor
91 Tahun 2015 tentang DPOD sebagai pelaksana amanat Pasal 397 ayat (5) UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hasil kajian Tim Independen disampaikan kepada pemerintah pusat, selanjutnya oleh pemerintah
pusat dikonsultasikan kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan. Berdasarkan hasil konsultasi
tersebut dijadikan dasar pertimbangan oleh pemerintah pusat dalam menetapkan kelayakan
pembentukan satu daerah persiapan untuk ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pertimbangan pemerintah untuk menentukan jangka waktu yang diberikan kepada suatu daerah
persiapan untuk menjadi suatu daerah otonom baru adalah tergantung dari jalur pembentukan yang
ditempuh. Dengan pengertian bahwa, apabila Daerah Persiapan tersebut dibentuk melalui Usulan
Daerah (bottom up), maka jangka waktunya adalah selama 3 (tiga) tahun, sedangkan apabila
Daerah Persiapan tersebut dibentuk dengan pertimbangan Kepentingan Strategis Nasional (top
down), maka jangka waktunya adalah selama 5 (lima) tahun.

Yudi_Permadi_2022_Mahasiswa_Program_Magister_Ilmu_Hukum 6
[Bidang Kajian Utama: Hukum Bisnis dan Otonomi Daerah]
Saya pertegas kembali, bahwa Pembentukan Daerah Persiapan ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah bukan Undang-Undang. Oleh karenanya, Pemerintah pusat wajib melakukan
pengawasan, pembinaan, dan evaluasi terhadap daerah persiapan dimaksud, serta menyampaikan
hasilnya kepada DPR RI. Hasil evaluasi akhir tersebut akan menentukan apakah daerah persiapan
tersebut dinyatakan layak atau tidak layak untuk dijadikan sebagai Daerah Otonom Baru.
Apabila hasil evaluasi akhir terhadap Daerah Persiapan dinyatakan LAYAK, maka status Daerah
Persiapan akan ditingkatkan menjadi Daerah Otonom Baru. Pembentukan Daerah Otonom Baru
ditetapkan dalam Undang-Undang. Sedangkan kebalikannya, apabila hasil evaluasi terhadap
Daerah Persiapan dimaksud dinyatakan TIDAK LAYAK, maka status sebagai Daerah Persiapan
akan dicabut (dengan peraturan pemerintah) dan dikembalikan ke daerah induknya.
Catatan: Undang-Undang pembentukan Daerah Otonom Baru sering disebut dengan istilah
“Statuta”, atau dalam pengertian lain Statuta adalah Akte Kelahiran bagi Daerah Otonom Baru
sebagai bentuk identitas daerah yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. ***

____ Semoga Bermanfaat ____

Referensi:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah;
Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2015 Tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa;
Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 16 Tahun 2019
tentang Musyawarah Desa.

Yudi_Permadi_2022_Mahasiswa_Program_Magister_Ilmu_Hukum 7
[Bidang Kajian Utama: Hukum Bisnis dan Otonomi Daerah]

Anda mungkin juga menyukai