0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan6 halaman
Dokumen tersebut merangkum ketentuan mengenai pembentukan daerah otonom baru berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Secara garis besar dijelaskan mengenai persyaratan pembentukan daerah baru melalui pemekaran daerah atau penggabungan daerah yang mencakup persyaratan dasar kewilayahan, administratif, dan kapasitas daerah. Sel
Dokumen tersebut merangkum ketentuan mengenai pembentukan daerah otonom baru berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Secara garis besar dijelaskan mengenai persyaratan pembentukan daerah baru melalui pemekaran daerah atau penggabungan daerah yang mencakup persyaratan dasar kewilayahan, administratif, dan kapasitas daerah. Sel
Dokumen tersebut merangkum ketentuan mengenai pembentukan daerah otonom baru berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Secara garis besar dijelaskan mengenai persyaratan pembentukan daerah baru melalui pemekaran daerah atau penggabungan daerah yang mencakup persyaratan dasar kewilayahan, administratif, dan kapasitas daerah. Sel
Pembentukan Daerah Otonom Baru Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
1. UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Pengaturan mengenai pembentukan daerah dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimulai pada Bagian Kedua Pembentukan Daerah pasal 32. Pada pasal ini tercantum bahwasanya pembentukan daerah dapat berupa pemekaran daerah dan penggabungan daerah. Pembentukan yang dimaksudkan di sini merupakan pembentukan Daerah provinsi dan pembentukan Daerah kabupaten/kota. Pada Paragraf 1 dari pasal 33 sampai pasal 43 mulai dijelaskan mengenai maksud pemekaran daerah; persyaratan dasar pemekaran daerah yang meliputi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas daerah; persyaratan administratif yang harus dipenuhi dalam pemekaran daerah; pembentukan Daerah Persiapan; ketentuan dan teknis Daerah Persiapan; kewajiban yang mengikat Daerah induk, Daerah Persiapan, dan masyarakat Daerah Persiapan; peran Pemerintah Pusat, DPR-RI, DPD-RI terhadap Daerah Perisiapan; serta evaluasi akhir Daerah Persiapan untuk menentukan layak tidaknya dijadikan Daerah Baru. Yang pertama maksud pemekaran daerah yaitu pemecahan Daerah provinsi atau Daerah kabupaten/kota untuk menjadi dua atau lebih Daerah baru, atau juga bisa berupa penggabungan bagian Daerah dari Daerah yang bersanding dalam 1 (satu) Daerah provinsi menjadi satu Daerah baru di mana dilakukan dengan melalui tahapan Daerah Persiapan provinsi atau Daerah Persiapan kabupaten/kota, serta harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif. Persyaratan dasar yang terdiri dari persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas daerah merupakan kemampuan daerah untuk berkembang guna mensejahterakan masyarakatnya. Persyaratan dasar kewilayahan meliputi luas wilayah minimal; jumlah penduduk minimal; batas wilayah; cakupan wilayah; dan batas usia minimal Daerah provinsi, Daerah kabupaten/kota, dan kecamatan. Luas wilayah minimal dan jumlah penduduk minimal ditentukan berdasarkan pengelompokkan pulau/kepulauan yang ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah dan batas wilayahnya dibuktikan dengan titik koordinat pada peta. Cakupan wilayah untuk pembentukan Daerah provinsi minimal 5 Daerah kabupaten/kota; untuk pembentukan Daerah kabupaten minimal 5 Kecamatan; dan untuk pembentukan Daerah kota minimal 4 Kecamatan. Untuk daerah Persiapan yang terdiri dari pulau-pulau dalam cakupan wilayah ditambahkan rincian nama pulau dalam wilayahnya. Batas usia minimal Daerah provinsi adalah 10 tahun dan Daerah kabupaten/kota 7 tahun, sedangkan batas usia minimal kecamatan yang menjadi cakupan wilayah Daerah kabupaten/kota ialah 5 tahun. Semuanya terhitung sejak pembentukan Daerah. Selanjutnya persyaratan dasar kapasitas Daerah mencakup geografi (lokasi ibu kota, hidrografi, dan kerawanan bencana); demografi (kualitas SDM dan distribusi penduduk); keamanan (tindakan kriminal umum dan konflik sosial); sosial politik, adat, dan tradisi (partisipasi dalam Pemilu, kohesivitas sosial, dan organisasi kemasyarakatan); potensial ekonomi (pertumbuhan ekonomi dan potensi unggulan Daerah); keuangan daerah (kapasitas pendapatan asli Daerah induk, potensi pendapatan asli calon Daerah Persiapan, pengelolaan keuangan dan aset Daerah); dan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan (aksesibilitas pelayanan dasar pendidikan, aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan, aksesibilitas pelayanan dasar infrastruktur, jumlah pegawai aparatur sipil negara di Daerah induk, dan rancangan tata ruang wilayah Daerah Persiapan). Lalu persyaratan administratif untuk Daerah provinsi meliputi persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota dengan bupati/wali kota yang akan menjadi cakupan wilayah Daerah Persiapan provinsi; dan persetujuan bersama DPRD provinsi induk dengan gubernur Daerah provinsi induk. Untuk Daerah kabupaten/kota persyaratannya meliputi keputusan musyawarah Desa yang akan menjadi cakupan wilayah Daerah kabupaten/kota; persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota induk dengan bupati/wali kota Daerah induk; dan persetujuan bersama DPRD provinsi dengan gubernur dari Daerah provinsi yang mencakupi Daerah Persiapan kabupaten/kota yang akan dibentuk. Pembentukan Daerah Persiapan diawali dengan pengusulan oleh gubernur kepada Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi persyaratan dasar kewilayahan dan dengan berdasarkan usulan tersebut, Pemerintah Pusat akan melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan administratif yang nantinya hasil penilaian tersebut akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Ketika usulan pembentukan Daerah Persiapan memenuhi syarat-syarat dan disetujui oleh DPR-RI dan DPD-RI, Pemerintah Pusat akan membentuk tim kajian independen untuk mengkaji persyaratan dasar kapasitas daerah dan hasilnya akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat untuk dikonsultasikan kepada DPR-RI dan DPD-RI. Kemudian hasil konsultasi tersebut akan dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah Pusat dalam menetapkan kelayakan pembentukan Daerah Persiapan penetapannya melalui peraturan pemerintah. Daerah Persiapan dengan jangka waktu 3 tahun akan dipimpin oleh kepala daerah persiapan. Kepala Daerah Persiapan provinsi diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan dan diangkat atau diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, sedangkan Kepala Daerah Persiapan kabupaten/kota diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan dan diangkat atau diberhentikan oleh Menteri atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di mana semua persyaratan Kepala Daerah Persiapan tercantum dalam peraturan pemerintah. Untuk masalah pendanaan dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah Persiapan semuanya berasal dari bantuan pengembangan Daerah Persiapan yang bersumber dari APBN; bagian pendapatan dari pendapatan asli Daerah induk yang berasal dari Daerah Persiapan; penerimaan dari bagian dana perimbangan Daerah induk; dan sumber pendapatan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di mana seluruhnya ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja Daerah induk dan pendanaan. Berikutnya Kewajiban Daerah induk terhadap Daerah persiapan meliputi membantu penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan Daerah Persiapan; melakukan pendataan personel, pembiayaan, peralatan, dan dokumentasi; membuat pernyataan kesediaan untuk menyerahkan personel, pembiayaan, peralatan, dan dokumentasi apabila Daerah Persiapan ditetapkan menjadi Daerah baru; dan menyiapkan dukungan dana. Untuk kewajiban Daerah Persiapan diantaranya menyiapkan sarana dan prasarana pemerintahan; mengelola personel, peralatan, dan dokumentasi; membentuk perangkat Daerah Persiapan; melaksanakan pengisian jabatan aparatur sipil negara pada perangkat Daerah Persiapan; mengelola anggaran belanja Daerah Persiapan; dan menangani pengaduan masyarakat. Masyarakat di Daerah Persiapan juga berkewajiban untuk bepartisipasi dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan yang dilakukan oleh Daerah Persiapan. Pada tahapan terakhir, pemerintah pusat akan membina, mengawasi dan mengevaluasi Daerah Persiapan, sedangkan DPR-RI, dan DPD-RI juga ikut dalam melakukan pengawasan terhadap Daerah Persiapan tersebut. Setelah itu, Pemerintah Pusat akan menyampaikan hasil evaluasi kepada DPR-RI dan DPD-RI dan dilakukan evaluasi terakhir (dikonsultasikan juga kepada DPR-RI dan DPD-RI). Jika dianggap layak berdasarkan hasil evaluasi terakhir maka Daerah Persiapan akan ditetapkan dengan undang-undang menjadi Daerah Baru dan harus menyelenggarakan pemilihan kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan jika tidak layak maka akan dicabut statusnya sebagai Daerah Persiapan dan dikembalikan ke Daerah induk. Pada paragraf 2 dari pasal 44 sampai pasal 47 dijelaskan mengenai Penggabungan Daerah. Dalam pasal-pasal ini termuat maksud penggabungan Daerah; dasar penggabungan Daerah; persyaratan administratif; persyaratan dasar kapasitas Daerah;mdan teknis penggabungan Daerah. Di awal paragraf 2 diawali dengan maksud dari penggabungan Daerah, yaitu penggabungan dua Daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam satu Daerah provinsi menjadi Daerah kabupaten/kota baru; dan penggabungan dua Daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi Daerah provinsi baru. Penggabungan Daerah didasarkan pada kesepakatan Daerah yang bersangkutan dan hasil evaluasi akhir Pemerintah Pusat. Penggabungan Daerah yang didasarkan pada kesepakatan Daerah yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan dasar kapasitas Daerah. Jika memenuhi persyaratan administratif maka penggabungan Daerah kabupaten/kota yang didasarkan pada kesepakatan Daerah yang bersangkutan akan diusulkan oleh gubernur kepada Pemerintah Pusat, DPR-RI, atau DPD-RI. Penggabungan Daerah provinsi yang didasarkan pada kesepakatan Daerah yang bersangkutan setelah memenuhi persyaratan administratif akan diusulkan secara bersama oleh gubernur yang daerahnya akan digabungkan kepada Pemerintah Pusat, DPR-RI, atau DPD-RI. Setelahnya Pemerintah Pusat akan menilai berkenaan dengan pemenuhan persyaratan administratif yang kemudian hasilnya akan disampaikan kepada DPR-RI dan DPD-RI. Jika memenuhi persyaratan administratif maka Pemerintah Pusat dengan persetujuan DPR-RI dan DPD-RI akan membentuk tim kajian independen guna mengkaji persyaratan kapasitas Daerah yang kemudian hasilnya akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat dan dikonsultasikan kepada DPR-RI dan DPD-RI. Hasil konsultasi akan dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah Pusat, DPR-RI dan DPD-RI dalam pembentukan undang-undang penggabungan daerah. Jika dinyatakan tidak layak, maka Pemerintah Pusat, DPR-RI, atau DPD-RI akan menyampaikan penolakan secara tertulis dengan mencantumkan alasan penolakan penggabungan daerah kepada gubernur. Penggabungan daerah akan dilakukan dalam Daerah atau beberapa daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah yang penilaian atas kemampuan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang penggabungan daerah kepada DPR-RI dan DPD-RI di mana jika disetujui maka rancangan tersebut akan ditetapkan menjadi undang-undang.
2. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Pada bab III pasal 7 sampai pasal 17 UU No. 6 Tahun 2014 membahas tentang penataan desa. Penataan desa oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota dilakukan berdasarkan evaluasi tingkat perkembangan Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola PemerintahanDesa, dan meningkatkan daya saing Desa merupakan tujuan dilakukannya penataan desa yang terdiri dari pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, dan penetapan desa. Pembentukan Desa merupakan tindakan untuk mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada, yang dalam pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi desa. Syarat pembentukan desa meliputi batas usia Desa induk paling sedikit 5 tahun terhitung sejak pembentukan; jumlahpenduduk (meliputi wilayah Jawa paling sedikit 6.000 jiwa atau 1.200 kepala keluarga, wilayah Bali paling sedikit 5.000 jiwa atau 1.000 kepala keluarga, wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 jiwa atau 800 kepala keluarga, wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 jiwa atau 600 kepala keluarga, wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 jiwa atau 500 kepala keluarga, wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 kepala keluarga, wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 jiwa atau 300 kepala keluarga, wilayah Nusa TenggaraTimur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 jiwa atau 200 kepala keluarga, dan wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 jiwa atau 100 kepala keluarga); wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah; sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakatnsesuai dengan adat istiadat Desa; memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota; sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalam desa terdapat dusun (atau nama lain sesuai asal usul, adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat desa). Desa dibentuk melalui Desa Persiapan yang merupakan bagian dari wilayah Desa induk yang dalam jangka waktu 1-3 tahun berdasarkan hasil evaluasi dapat menjadi Desa. Penghapusan desa dapat dilakukan dengan alasan bencana alam dan/ atau kepentingan program nasional yang strategis. Kesepakatan desa yang bersangkutan dan pemenuhan terhadap syarat-syarat dalam undang-undang menjadi dasar penggabungan dua desa atau lebih menjadi desa baru. Desa dapat berubah status menjadi kelurahan didasarkan pada prakarsa Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Desa yang kemudian berdampak pada seluruh barang milik desa dan sumber pendapatan desa juga berubah menjadi kekayaan atau aset Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan untuk menyejahterakan masyarakat di kelurahan tersebut dan pendanaan kelurahan akan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan prakarsa masyarakat dan pemenuhan terhadap persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengubah status Kelurahan menjadi Desa sehingga sarana dan prasarana menjadi milik Desa yang dikelola untuk kepentingan masyarakat Desa dan pendanaannya akan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Lalu untuk pembentukan Desa di kawasan khusus dan strategis bagi kepentingan nasional, yang dapat memprakarsai yaitu Pemerintah. Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status dari Desa menjadi Kelurahan atau sebaliknya semuanya akan diatur dalam Peraturan Daerah. Untuk rancangan peraturan daerah tentang hal tersebut pada status Desa menjadi Kelurahan atau sebaliknya akan diajukan kepada Gubernur setelah disetujui oleh Bupati/Walikota bersama dengan DPRD yang kemudian oleh Gubernur akan dievaluasi berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat desa, dan/atau peraturan perundang-undangan. Gubernur diberikan waktu maksimal 20 hari setelah Rancangan peraturan daerah diterima untuk menyatakan persetujuannya terhadap Rancangan Peraturan Daerah. Jika sudah disetujui, dalam waktu maksimal 20 hari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota akan menyempurnakan dan menetapkan ramcangan tersebut menjadi Peraturan Daerah, sedangkan jika ditolak maka Rancangan Peraturan Daerah tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan kembali selama 5 tahun setelah penolakan gubernur. Jika Gubernur tidak menyatakan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan maka Bupati/ Walikota berhak mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah dan diundangkan oleh sekretaris daerah dalam Lembaran Daerah. Jika Bupati/Walikota tidak menetapkan Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui Gubernur maka dalam waktu 20 hari setelah tanggal persetujuan Gubernur Rancangan tersebut akan berlaku sendirinya. Peraturan Daerah tersebut dapat diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode desa dari Menteri. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan perubahan status Desa menjadi Kelurahan atau sebaliknya tersebut di dalamnya juga disertai lampiran peta batas wilayah Desa.