Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENGANTAR PERPAJAKAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


DOSEN PENGAMPU: SUPRIYADI

KELOMPOK 2
1. ANI INDRIYANI (1704100108)
2. DIAH AYU PRAMESI (1702100021)
3. ISMI DWI ASTUTI (1704100214)
4. M. IRVANUL ARIFIN (1704100146)
5. MIFTAHUL ARIFIN (1704100224)
6. MISILA LATIFATUL AULIA (1704100152)
7. MUKLIS SOLEH MAHMUDIN (1702100062)
8. RADITIO WAHID (1702100070)
9. ROMLAH (1704100176)
10. TIA ISTIQOMAH (1704100253)
11. TRI ZUNITA SARI (1702100090)
12. YULIA SULVIANA (1704100260)

KELAS D
JURUSAN S1-PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) METRO
TAHUN AKADEMIK
2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah, syukur tak terputus kepada Allah SWT. Tuhan semesta
alam. Nikmat-Nya yang begitu deras mengalir mengantarkan manusia pada hilir
kesadaran bahwa kasih yang Dia limpahkan bersifat Universal sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul, ”Pajak Pertambahan Nilai” sebagai
tugas mata kuliah Pengantar Perpajakan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita
menjadi insan yang baik yaitu insan yang bermanfaat bagi sesama. Amin Yaa
Rabbal `Alamin.
Wassaamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Metro, 2 November 2018


Pemakalah

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANNTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai............................................3
B. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai......................................4
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai..................................................4
D. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai..........................................5
E. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai.........................................7
F. Faktur Pajak.................................................................................7
G. Barang Kena Pajak (BKP) ..........................................................9
H. Penguasaha Kena Pajak (PKP)....................................................12

BAB III KESIMPULAN........................................................................16


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen. Merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam
bahasa Inggris disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services
Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak
tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak
menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada
pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena
Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor
oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak
keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,
sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,
memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif
tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen untuk penyerahan dalam
negeri dan 0 persen untuk ekspor.1
Menteri Keuangan tengah mengevaluasi penerapan kebijakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia. Hal ini dilakukan guna
mengoptimalkan penerimaan perpajakan tahun ini pasca-program
pengampunan pajak atau tax amnesty.
Oleh karena itu, Menteri Keuangan mengakui, proses administrasi
kebijakan PPN menjadi rumit atau complicated, menciptakan celah atau
loop hole sehingga memungkinkan terjadinya berbagai macam kelemahan
di dalam sistem administrasinya.
Upaya tersebut dilakukan untuk memperbaiki kebijakan pungutan
PPN, termasuk langkah pemerintah mengintensifkan penerimaan pajak di

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai#Objek_Pajak_Pertambahan_Nilai

1
2017. Di samping itu, Menteri Keuangan menggenjot penerimaan
perpajakan, pemerintah mendorong DPR menyetujui perluasan objek
barang kena cukai, salah satunya cukai plastik. Selanjutnya merencanakan
kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang orientasinya jangka menengah,
termasuk klasifikasi dari pengelompokan.
Dalam menjalankan reformasi perpajakan, Ditjen Pajak akan
menginvestasikan anggaran untuk sistem informasi teknologi guna
memperkuat basis data. Juga memperkuat analisis potensi pajak di
Indonesia menggunakan akses informasi keuangan, di samping
meningkatkan pelayanan ke masyarakat.2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat
diambil adalah: “Bagaimana khususnya mahasiswa dan umumnya
masyarakat memahami tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta
mekanismenya”.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah agar khususnya mahasiswa dan
umumnya masyarakat memahami tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
serta mekanismenya.

2
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2987713/sri-mulyani-ri-negara-paling-rumit-soal-
pungutan-ppn

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai


PPN adalah pajak yang dipungut/dipotong oleh pengusaha kena
pajak (PKP) yang berkaitan dengan transaksi penyerahan barang/jasa kena
pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh wajib pajak badan
maupun orang pribadi . Menurut Sukardji , Pajak Pertambahan Nilai di
Indonesia memiliki karakteristik yaitu: Pajak Tidak Langsung, Pajak
Objektif, Multistage Tax, Tarif Tunggal, Credit Method/Invoice
Method/Indirect Substraction Method.
Dalam perencanaan pajak (Tax Planning) enurut Lumbantoruan
menyebutkan bahwa: “Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi
kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar
dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas
yang diharapkan”.
Perusahaan berharap dengan menerapkan manajemen pajak, laba
setelah pajak perusahaan tetap besar. Suandy menyebutkan tujuan
dilakukannya manajemen pajak, yaitu:
a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.
b. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.
Rahayu dan Santoso mendefinisikan tax management sebagai:
“Suatu usaha menyeluruh yang dilakukan terus-menerus oleh wajib pajak
agar semua hal yang berkaitan dengan urusan perpajakan dapat dikelola
dengan baik, ekonomis, efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan
kontribusi maksimum bagi kelangsungan usaha wajib pajak tanpa
mengorbankan kepentingan penerimaan negara.”
Perusahaan dalam melakukan tax planning selalu memiliki tujuan
atau motivasi yang mendasari dilakukannya hal tersebut. Motivasi yang
mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber
dari tiga unsur perpajakan, yaitu: kebijakan perpajakan (tax policy),

3
undang-undang perpajakan (tax law), administrasi perpajakan (tax
administartion).
Menurut Zain dalam bukunya menjelaskan, langkah-langkah dalam
penyusunan perencanaan pajak yang merupakan komponen sistem
manajemen pajak adalah:
1. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak.
2. Situasi sekarang dan identifikasi pendukung dan penghambat tujuan.
3. Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai
tujuan.3

B. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai


Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-
Undang nomer 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai mana Undang-
Undang Pertambahan Nilai tahun 1984. Telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang nomer 42 tahun 2009. Undang-Undang
ini disebut Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984.4
Tarif PPN
Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009
pasal 7 :
1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).
2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen)
diterapkan atas:
a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
c. Ekspor Jasa Kena Pajak

3
Mulyo Dwi Atmojo, Sri Mangesti Rahayu, dan Otto Budihardjo, “Analisis Penerapan
Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus Pada CV Guyub Rukun Putra Sakti Tahun
Pajak 2014),” Jurnal Perpajakan (JEJAK), Nomor 1, Volume 8 (2016): h. 3-4.
4
Mardiasmo, Perpajakan (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2016), h. 331.

4
3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah
menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar
15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan
Pemerintah.5

C. Objek Pajak Pertambahan Nilai


Objek Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam pasal 4
Undang-undang PPN 1984 dan perubahannya (UU 42 Tahun 2009 yang
mulai berlaku sejak 1 Januari 2010) adalah :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam  Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak; dan
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Objek Pajak Pertambahan Nilai yang lain diatur dalam pasal 16 C


dan Pasal 16 D UU PPN 1984 dan perubahannya yaitu:
1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan
pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

5
https://www.online-pajak.com/e-filing-ppn-kewajiban-lapor-pajak-online-pkp

5
2. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena
Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan
aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.6

Berdasarkan Pasal 4A Ayat 3 UU No. 8 PPN Th. 1983 Juncto Pasal


5 PP No. 144 Th. 2000 jenis jasa yang tidak kena PPN adalah:
1. Jasa di bidang pelayan kesehatan medik;
2. Jasa di bidang pelayanan sosial;
3. Jasa di bidang pengiriman surdat dengan perangko;
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
5. Jasa di bidang keagaman;
6. Jasa di bidang pendidikan;
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak
tontonan;
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
10. Jasa di bidang tenaga kerja;
11. Jasa di bidang perhotelan;
12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum.7

D. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai


Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 menganut kredit
pajak (credit method) serta metode faktur pajak (invoice method) dalam
metode ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) PPN di pungut secara bertingkat pada setiap jalur
6
https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai#Objek_Pajak_Pertambahan_Nilai
7
http://keuanganlsm.com/finance/wp-content/uploads/Jasa-Kena-Pajak-dan-Jasa-Tidak-
Kena-Pajak

6
produksi dan distribusi. Unsur pengenaan Pajak berganda atau berkenaan
Pajak atas Pajak dapat dapat di hindari dengan diterapkan nya mekanisme
pengkreditan pajak masukan (metode kredit pajak) untuk melakukan
pengekreditan masukan, sarana yang digunakan faktur pajak (metode
faktur pajak).
Mekanisme pengenaan PPN dapat di gambarkan sebagai berikut:
1. Pada saat pembeli atau memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh
PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual
tersebut merupakan pembayaran Pajak dimuka dan disebut dengan
Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa
faktur pajak.
2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib
memungut PPN. Bagi penjual, tersebut merupakan Pajak Keluaran.
Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur
pajak.
3. Alapabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lama nya sama
dengan 1 bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada
jumlah pajak masukan, selisih nya harus diserahkan ke kas Negara.
4. Apabila pada suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil dari
pada jumlah pajak masukan, selisih nya dapat di restitusi (diminta
kembali) atau dikompensasikan kepada masa pajak berikut nya.
5. Pelaporan perhitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan
mengunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN).8

Contoh:
1. Sepanjang bulan Maret 2011, PT ABC mempunyai transaksi sebagai
berikut:
a. Membeli bahan baku seharga Rp.100.000.000,00 (dipungut PPN
sebesar Rp.10.000.000,00)

8
Ibid…, h. 343-344.

7
b. Membeli bahan penolong seharga Rp. 40.000.000,00 (dipungut PPN
sebesar Rp.4.000.000,00
c. Menjual produk nya seharga Rp.200.000.000,00 (memungut PPN
seharga Rp.20.000.000,00
d. Perhitungan PPN:
Jumlah Pajak Keluaran Rp 20.000.000
Jumlah Pajak Masukan (Rp 14.000.000) -
PPN kurang bayar Rp 6.000.000

E. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai


Cara menghitung sebagai berikut:

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Contoh:
1. Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai BKP kepada pengusaha
kena pajak “B” dengan harga jual Rp 25.000.000. PPN yang
terhutang:
10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000
PPN sebesar Rp 2.500.000 merupakan pajak keluaran, yang dipungut
oleh pengusaha kena pajak “A”. Sedangkan bagi pengusaha kena
pajak “B”, PPN tersebut merupakan pajak masukan.
2. Seseorang mengimport BKP dari luar daerah Pabean dengan nilai
import Rp 15.000.000. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral
Bea dan Cukai = 10% x Rp 15.000.000 = Rp 1.500.0009

F. Faktur Pajak
9
Ibid…, h. 347

8
Faktur Pajak adalah bukti pemunggutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak, atau bukti pungutan pajak
karena impor yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bea
cukai. (pasal 1 angka 23 UU PPN, pasal 1 butir 4 PMK No.
84/PMK/.03/2012 dan pasal 1 butir 4 per DJP No.24/PJ/2012) .
Dengan pengertian ini dapat dianggap bahwa jika wajib-wajib baik
orang pribadi maupun badan kalau sudah memiliki Faktur Pajak dianggap
telah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui pemungutan
Pengusaha Kena Pajak penjual.
Faktur pajak dibuat pada:
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Kena Pajak
2. Saat penerimaan pembayaran didalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak.
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan.
4. Saat lain yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan BPK atau penyerahan JKP yang paling sedikit menguat:
1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP.
2. Nama, alamat, dan NPWP pembelian BKP atau penerimaan JKP.
3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian dan
potongan harga.
4. PPN yang dipungut.
5. PPnBM yang dipungut.
6. Kode, nama seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak, dan
7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur pajak yang harus dibuat pada:

9
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa Kena
Pajak.
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak.
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan.
4. Untuk faktur pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir
bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.
5. Saat lain yang diatur dengan berdasarkan peraturan menteri keuangan
tersendiri.10

G. Barang Kena Pajak (BKP)


1. Pengertian
Barang adalah berwujud, yang menurut sifat dan hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud. Barang kena pajak adalah barang yang dikenai pajak
berdasarkan undang-undang PPN 1984.
Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak yang Tidak
Berwujud” adalah :
a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang
kesusastraan, kesenian, atau karya ilmiah, paten, desain atau
model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial, komersial atau hak
serupa lainnya ;
b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan
industrial, komersial, atau ilmiah;
c. Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial;

10
Ibid…, h. 349.

10
d. Pemberian bantuan tambahan atau perlengkapan sehubungan
dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut
pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa :
1. Penerimaan atau hak menerima rekmaan gambar atau
rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada
masyarakat melalui satelit, tabel, serat optik, atau teknologi
yang serupa;
2. Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau
radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, tabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
3. Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau saluran
seluruh spektrum radio komunikasi;
e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion
picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio;
f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan atau
intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut
di atas.11

2. Pengecualian BKP
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali Undang-
Undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan
PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah didasarkan atas
kelompok-kelompok barang sebagai berikut :
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya seperti:

11
Ibid…, h. 333.

11
1. Minyak mentah
2. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat.
3. Panas bumi
4. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu
apung, batu permata, bentonik, dolomit, garam batu, grafit,
granit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer,
nitrat, opsidien, okter, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit,
fospat, talk, tanah serap, tanah diatome, tanah liat, tawas, tras,
yasofit, zeolit, basal, dan trakit.
5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara dan
6. Biji besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih perak,
bijih nikel, serta bijih bauksit.
b. Barang barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak, seperti:
1. Beras
2. Gabah
3. Jagung
4. Sagu
5. Kedelai
6. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
7. Daging, yaitu daging segar yang tampak diolah, tetapi telah
melalui proses disembelih, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus.
8. Telur, yaitu telur yang tidak diolah termasuk telur yang
dibersihkan, diasingkan, atau dikemas.
9. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung
tambahan gula atau bahan lainnya, dan dikemas atau tidak
dikemas.

12
10. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik
yang telah melalui proses dicuci, disortir, dikupas, dipotong,
diiris, diglading dan dikemas atau tidak dikemas, dan
11. Sayur-sayuran yaitu sayur-sayuran segar yang dipetik, dicuci,
ditiriskan, disimpan pada suhu rendah termasuk sayuran
segar yang dicacah.
c. Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran, rumah
makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman,
baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak, termasuk makanan
dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
dan
d. Uang, emas batangan, surat berharga (saham, obligasi, dan
lainnya)12

H. Penguasaha Kena Pajak (PKP)


1. Pengertian
a. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan nya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha Kena Pajak adalah
Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena Pajak
dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.

2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha Kena Pajak berkewajiban anatra lain:

12
Ibid…, h. 334-335.

13
a. Melaporkan usaha nya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
b. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.
c. Menyetorkan PPN yang masih harus di bayar dalam hal Pajak
Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
terutang, dan
d. Melaporkan penghitungan pajak.

3. Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha
Kena Pajak adalah:
a. Pengusaha kecil
b. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan/atau jasa
yang tidak dikenakan PPN.

4. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu)
tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak dengan jumalah peredaran bruto dan atau penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).
Pengusaha wajib melaporkan usaha nya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila selesai dengan suatu bulan
dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
nya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaah Kena Pajak dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).

14
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan
pengusaha kecil:
a. Dilarang membuat faktur pajak.
b. Tidak wajib memasukan SPT Masa PPN.
c. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan.
d. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil
yang memperoleh peredaran bruto di atas tabf telah ditentukan.

5. Pencabutan Pengukuhan PKP


Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan terhadap PKP yang
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan dibidang
perpajakan. Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan dalam hal:
a. PKP dengan status Wajib Pajak non efektif.
b. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usaha nya.
c. PKP menyalahgunakan Pengukuhan PKP.
d. PKP pindah alamat ke wilayah kerja kantor pelayanan Pajak lain.
e. PKP yang sudah tidak memenuhi sebagai PKP; atau
f. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai.

Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan atas permohonan


wajib pajak atau secara jabatan. Permohonan Pencabutan Pengukuhan
PKP dapat dilakukan secara elektronik atau tertulis, dilampiri dengan
dokumen yang di syaratkan. Dokumen yang disyaratkan meliputi
dokumen yang menunjukan bahwa Wajib Pajak secara subjekti
dan/atau objektif sudah tidak lagi memenuhi persyratan sebagai PKP.
Dalam hal pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan
permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan Pengukuhan PKP
dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan Wajib Pajak
diterima secara lengkap. Apabila dalam waktu jangka 6 bulan telah

15
terlampui dan kepala kantor pelayaan pajak tidak menerbitkan
keputusan, permohonan Wajib Pajak di anggap di kabulkan dan dalam
jangka waktu paling lama 1 bulan diterbitkan surat keputusan
pencabutan pengukuhan PKP.
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan dalam hal
berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau
diperoleh Direktur Jendral Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak tidak
memenuhi persyaratan subbjektif dan/atau objektif. Pencabutan
Pengukuhan PKP, baik atas permohonan Wajib Pajak atau secara
jabatan, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.13

13
Ibid…, h. 337-340.

16
BAB III
KESIMPULAN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada
pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak
yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP,
dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN
yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah
PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Objek Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam pasal 4 Undang-
undang PPN 1984 dan perubahannya (UU 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku
sejak 1 Januari 2010) adalah :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam  Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
dan
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. Perpajakan. 2016. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Mulyo Dwi Atmojo, Sri Mangesti Rahayu, dan Otto Budihardjo, “Analisis
Penerapan Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus Pada CV Guyub
Rukun Putra Sakti Tahun Pajak 2014),” Jurnal Perpajakan (JEJAK), Nomor 1,
Volume 8, 2016.

https://id.wikipedia.org/wiki/
Pajak_pertambahan_nilai#Objek_Pajak_Pertambahan_Nilai

https://www.liputan6.com/bisnis/read/2987713/sri-mulyani-ri-negara-
paling-rumit-soal-pungutan-ppn

https://www.online-pajak.com/e-filing-ppn-kewajiban-lapor-pajak-online-
pkp

https://id.wikipedia.org/wiki/
Pajak_pertambahan_nilai#Objek_Pajak_Pertambahan_Nilai

http://keuanganlsm.com/finance/wp-content/uploads/Jasa-Kena-Pajak-
dan-Jasa-Tidak-Kena-Pajak

18

Anda mungkin juga menyukai