Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Adinda Kustifani (1920104063)
2. Yurnamiarti (1920104073)
3. Shinta Ayu Wulan (1920104087)
4. Wahyu Agung D (1930104204)
5. Lekat Kaulan (1930104207)
BAB II PEMBAHASAN
A. Sistem Perpajakan……………………………………………………………………...5
B. Sistem Pemungutan Pajak………………………………………………………………6
C. Surat Ketetapan Pajak……………………………………………………………...…..14
D. Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan pajak………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................22
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara meningkatkan pelayanan publik. Namun
permasalahan pajak di Indonesia terus berlangsung, padahal pajak merupakan kewajiban
masyarakat sebagai warga negara, tetapi masih banyak warga negara yang tidak membayar
pajak. Bahkan banyak wajib pajak tidak melakukan pembayaran pajak. Hal ini jelas
merugikan negara Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia,
baik negara maju maupun negara berkembang. Karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan
menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan penyelundupan,
dan pelalaian pajak, yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan
pajak negara akan berkurang. Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Dalam melaksanakan pembangunan suatu negara memerlukan beberapa unsur
pendukung, salah satunya adalah tersedianya sumber penerimaan yang memadai dan dapat
diandalkan. Untuk membiayainya, sudah barang tentu (dalam zaman modern ini) dibutuhkan
uang. Untuk mendapatkan uang, selain dari mencetak sendiri atau meminjam, dalam zaman
modern ini banyak jalan yang ditempuh oleh pemerintah. Sumbersumberpenghasilan ini
umumnya terdiri dari: Perusahaan-perusahaan, barangbarangmilik pemerintah atau yang
dikuasai oleh pemerintah, denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan
umum, hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar, hibah-hibah wasiat dan hibah lainnya,
ketiga macam iuran yaitu: pajak, retribusi, dan sumbangan.Sumber penerimaan ini sangat
penting untuk menjalankan kegiatan dari masingmasingtingkat pemerintahan, karena tanpa
adanya penerimaan yang cukup maka program-program pemerintah tidak akan berjalan secara
maksimal. Salah satu sumber penghasilan negara yang sangat besar adalah dari pajak.Undang-
undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan
definisi: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung.
3
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan
membayar sendiri pajak yang terutang sehingga dengan cara ini kejujuran dari wajib pajak
sangat diperlukan dalam rangka pemungutan pajak. Wajib pajak disini harus mendaftarkan
diri terlebih dahulu pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Manfaat diterapkannya Sistem Self Assesment System ini disatu sisi
bernilai positif, yaitu mencerdaskan wajib pajak dalam menghitung, melaporkan dan
membayar pajak yang terutang secara sendiri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Selain
menghitung dan membayar dan membayar sendiri wajib pajak juga harus melaporkan sendiri
jumlah pajak yang dibayarkannya, sehingga diharapkan wajib pajak memiliki rasa tanggung
jawab yang besar, karena sistem ini sangat membutuhkan partisisipasi yang besar, dari wajib
pajak diantaranya kesadaran, kejujuran serta tanggung jawab. Pelaksanaan pemungutan pajak
pada kenyataannya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, banyak kendala yang
dihadapi oleh fiskus yang pada akhirnya akan berdampak pada pemberian sanksi kepada wajib
pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Pasal 13 Nomor 28 Tahun 2007 Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar oleh wajib pajak. Bagi wajib pajak orang
pribadi maupun badan yang memperoleh SKPKB dari pihak pajak, maka jumlah pajak yang
harus dibayarkan yaitu pajak kurang dibayar beserta tambahan sanksi administrasi atau denda
berupa bunga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem dalam pemungutan pajak?
2. Bagaimana sistem ketetapan pajak didindonesia?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem pemungutan pajak.
2. Untuk mengetahui sistem ketetapan pajak
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan suatu negara terdiri dari 3 (tiga) unsur yakni tax law, tax policy, dan tax
administration. Ketiga unsur tersebut saling menunjang satu sama lain, tak bisa di pisahkan.
Ketiga unsur tersebut harus sama kuat dan sama stabil sehingga dapat menopang sistem
perpajakan. Apabila salah satu unsur lemah, maka sistem perpajakan tidak stabil dan akan
dapat mengarah pada keruntuhan. Ketiga unsur tersebut juga bergantung satu sama lain untuk
bergantung satu sama lain untuk mencapai suatu sistem perpajakan yang stabil. Sistem
perpajakan dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau satu kesatuan yang terdiri dari unsur
tax law, tax policy, dan tax administration, yang saling berhubungan satu sama lain, bekerja
sama secara harmonis untuk mencapai tujuan atau target perolehan penerimaan pajak bagi
negara secara optimal. Kualitas administrasi merupakan faktor yang sama pentingnya dengan
kualitas hukum pajak dan kualitas kebijakan perpajakan.
Pengertian hukum pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Rochmat Soemitro, mendefinisikan hukum pajak sebagai suatu kumpulan peraturan-
peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan
rakyat sebagai pembayar pajak.
R. Santoso Brotodihardjo, memberi pengertian tentang hukum pajak, yaitu keseluruhan
dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui
kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur
hubungan hukum antara negara dan orang atau badan yang berkewajiban membayar
pajak, selanjutnya sering disebut wajib pajak.
Hukum pajak merupakan landasan kerja bagi pemerintah mempunyai peranan yang sangat
5
dominan dan penting, sebab inti hakikat hukum administrasi negara menurut Sjachran Basah
adalah dimungkinkan administrasi negara (pemerintah) untuk menjalankan fungsinya dan
melindungi warga (termasuk wajib pajak) terhadap sikap tindak administrasi negara (dalam arti
mengatur kehidupan warganya dalam mengeluarkan ketetapanketetapan yang menimbulkan
akibat hukum bagi objek yang diaturnya) serta melindungi pemerintah itu sendiri (Syofrin
Syofyan dalam Devano dan Rahayu, 2006: 93-94).
Kiranya dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian hukum pajak adalah
keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Hukum pajak selalu mengalami perkembangan dan
tidak terlepas dari kepentingan negara dan kepentingan warga negara. Hukum pajak digunakan
selain sebagai dasar meningkatkan pemasukan pajak ke kas negara juga dapat menunjang
pembangunan nasional terutama dalam ha meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan perpajakan dalam rangka menunjang penerimaan negara ditempuh dalam bentuk:
Perluasan dan peningkatan wajib pajak,
Perluasan objek pajak,
Penyempurnaan tarif pajak,
Penyempurnaan administrasi perpajakan.
Kebijakan perpajakan adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari kebijakan ekonomi atau
kebijakan pendapatan negara (fiscal policy). Kebijakan perpajakan merupakan suatu cara atau
alat pemerintah di bidang perpajakan yang memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai
suatu tujuan tertentu di bidang sosial dan ekonomi. Kebijakan perpajakan bisa menunjang
perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara.
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi menjadi empat macam, yaitu :
1. official assessment system
suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar oleh seseorang. Dengan sistem ini wajib pajak bersifat pasif
dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak
seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak.
2. withholding sistem
merupakan suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang Pihak ketiga yang telah ditentukan
tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini fiskus dan
wajib pajak tidak aktif, fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan atau
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
3. Self Assesment Sistem
merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya
utang pajak. Dalam sistem ini wajib pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak turut campur
dalam penentuan besarnya pajak yang terutang seseorang, kecuali wajib Pajak melanggar
ketentuan yang berlaku.
Dilihat dari asasnya untuk pajak dalam negeri menggunakan asas domisili atau asas tempat
tinggal. Dengan asas domisili ini setiap orang yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib hukumnya membayar pajak atas semua penghasilannya, baik yang
diperoleh di Indonesia maupun di luar negeri. Untuk pajak luar negeri Pemerintah Indonesia
menggunakan asas sumber atau lokasi. Penggunaan asas ini dapat meningkatkan pendapatan
negara dengan sumber perusahaan milik luar negeri yang ada di wilayah Indonesia.
Berdasarkan asas lokasi ini setiap perusahaan yang ada di Indonesia yang dimiliki oleh orang
asing wajib hukumnya untuk membayar pajak pada Pemerintah Indonesia. Sedangkan untuk
orang asing digunakan asas kebangsaan(UU No. 16 Tahun 2000). Sistem pemungutan pajak
merupakan aturan mengenai kewenangan dalam menghitung dan menentukan besarnya pajak
9
seseorang atau wajib pajak. Pada awal kemerdekaan sampai dengan tahun 1967 Pemerintah
Indonesia menggunakan officialasessment system. Penggunaan sistem ini merupakan warisan
pemerintahan kolonial Belanda. Dimana petugas pajak memegang kewenangan yang tinggi
atau absolut dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Sistem ini
sangat merugikan bagi wajib pajak, bahkan penggunaan sistem ini dapat menyebabkan
kesewenang-wenangan pada pemungut pajak/fiscus. Pada masa ini fiscus merupakan raja
dalam lalu lintas perpajakan. Menyadari penggunaan official asessment system merugikan
kepentingan masyarakat/wajib pajak, maka di tahun 1968 sampai dengan tahun 1983
pemerintah menerapkan semi self asessment system. Penggunaan sistem ini dapat memberikan
keseimbangan kewenangan antara wajib pajak dengan fiscu sebagai pemungut pajak. Awalnya
wajib pajak diberikan formulir dan mengisi data sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya,
kemudian fiscus megoreksi data yang telah diisi oleh wajib pajak. Namun dalam prakteknya
penggunaan sistem ini masih memberikan artikulasi dan penapsiran yang besar pada fiscus
dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Berdasarkan pada
kelemahan yang ditunjukkan dalam penggunaan semi self asessment system, maka Pemerintah
menerapkan full self assessmen system dari tahun 1984 sampai sekarang. Penggunaan sistem
ini sudah sangat demokratis dan memberikan kepercayaan dan kemandirian pada wajib pajak
untuk menghitung pajaknya sendiri. Sedangkan fiscus bertugas sebagai konsultan yang
memberikan konsultasi dan penjelasan tentang masalah yang dialami wajib pajak untuk
mengisi formulir yang diberikan.
3
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak Teori, Analisis, dan Perkembangannya,
Salemba Empat, Jakarta, 2013, Hal. 38
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000
5
Adrian Sutedi, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, Hal. 280
11
perundang-undangan perpajakan), hal ini sifatnya sudah kejahatan/
pidana perpajakan. Tidak mendaftarkan diri sebagai WP/PKP atau menyalahgunakan /
menggunakan tanpa hak NPWP/ Pengukuhan PKP.
2) Tidak menyampaikan SPT.
3) Menyampaikan SPT/keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
4) Menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
5) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu/dipalsukan seolah-olah benar.
6) Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, dokumen ainnya.
7) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut.
Atas unsur kesengajaan diatas yang menimbulkan kerugian negara, pelakunya dapat
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 tahun, dan atau denda paling tinggi 4 kali
jumlah pajak terutang.
3. Withholding System
Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak
dan bukan wajib aparat/fiscus Contoh Witholding System adalah pemotongan penghasilan
karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi
ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut.
Jenis pajak yang menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. ebagai bukti atas pelunasan pajak
dengan menggunakan sistem pemungutan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti
pungut. Dalam beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Bukti potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN
dari wajib pajak yang bersangkutan.
Syarat pemungutan pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat pemungutan pajak, antara lain :
a. Syarat keadilan. Pemungutan pajak harus adil sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai
keadilan berdasarkan undang-undang dan peraturan lain dalam mengenakan pajak secara
umum dan merta, serta disesuaikan dengan emampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam
pelaksanannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan
ke Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat, dan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
b. Syarat yuridis. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
c. Syarat ekonomis. Pemungutan pajak tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan
perekonomian, baik produk maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
d. Syarat finansial. Pemungutan pajak harus efisien sesuai fungsi budgetair. Biaya pemungutan
pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutanya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan
memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan6.
6
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta: CV Andy Offset,2008, hal 2
13
a. Asas dan pemungutan pajak
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemungutan pajak didasarkan pada:7
Asas keadilan. Dalam mencari keadilan, salah satu jalan yang harus ditempuh ialah
mengusahakan agar supaya pemungutan pajak diselenggarakan secara umum dan
merata.Berkaitan dengan pemungutan pajak, Smith (1723-1790) dalam Santoso menguraikan
asas pemungutan pajak yang lebih dikenal dengan The Four Maxims, dengan uraian sebagai
berikut8:
1) Pembagian tekanan pajak di antara Subjek Pajak masingmasing hendaknya dilakukan
seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya
masing-masing, di bawah perlindungan pemerintah (asas pembagian/asas kepentingan). Dalam
asas “equality” ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama
wajib pajak, dalam keadaan yang sama, para Wajib Pajak harus dikenakan pajak yang sama
pula;
2) Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak mengenal
kompromis (not arbitrary). Dalam asas “certainty” ini, kepastian hukum yang dipentingkan
adalah yang mengenai subjek, objek, besarnya pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu
pembayarannya;
3) “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be
convenient for the contributor to pay it”. Teknik pemungutan pajak yang dianjurkan ini (yang
juga disebut “convenience of payment”) menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut pada
saat yang paling baik bagi para Wajib Pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan detik
diterimanya penghasilan yang bersangkutan;
4) Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of the pockets of the
people as little as possible over and above what it brings into to public treasury of the State”.
Asas efisiensi ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-
hematnya; jangan sekali-kali biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya.
7
R. Santoso Brotodiharjo, Op.Cit., hal 26-27
8
Ibid, hal. 27-28
14
Sebagai wajib pajak, Anda harus memenuhi berbagai kewajiban yang perlu dilakukan
dalam aspek perpajakan. Ketika ada kekeliruan dalam pengisian SPT (Surat Pemberitahuan
Tahunan) atau ditemukannya data pajak yang tidak dilaporkan, maka Ditjen Pajak akan
mengeluarkan surat ketetapan pajak (SKP) untuk Anda. Apa yang dimaksud dengan surat
tersebut?
Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, Pasal 1 nomor
15 Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan
Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Lalu berdasarkan
keputusan Ditjen Pajak, pihak yang berkuasa mengeluarkan surat tersebut adalah Kantor Pajak
Pratama (KPP) dan dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan pajak.
Secara garis besar, SKP berfungsi sebagai sarana untuk menagih kekurangan pajak,
mengembalikan jika ada kelebihan bayar pajak, memberitahukan jumlah pajak terutang,
mengenakan sanksi administrasi perpajakan, serta menagih pajak. Fungsi SKP ini terbagi
sesuai jenisnya yang akan dibahas pada poin selanjutnya.
17
D. Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Sesuai dengan UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
yang kemudian diubah pada UU nomor 16 tahun 2009, disebutkan bahwa WP dapat
mengajukan permohonan pembetulan SKP jika terdapat kesalahan.
Akan tetapi, jenis kesalahan yang dimaksud pun dibatasi hanya pada kondisi berikut:
Salah tulis pada nama, alamat, nomor pokok wajib pajak, nomor surat ketetapan pajak,
jenis pajak, masa pajak atau tahun pajak, dan tanggal jatuh tempo
Salah hitung yang berasal dari penjumlahan atau pengurangan atau perkalian atau
pembagian suatu bilangan
Salah penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
Itulah penjelasan tentang Surat Ketetapan Pajak dalam pemeriksaan pajak yang perlu
diketahui dan dipahami.
21
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Sistem pemungutan pajak merupakan cara untuk menentukan kewenangan dalam menghitung
jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak (UU No. 16 Tahun 2000).Sistem ini akan sangat
mempengaruhi status dan kedudukan wajib pajak dan fiscus. Jika fiscus memiliki kewenangan yang
sangat besar atau lebih besar dari wajib pajak, maka sudah dapat dipastikan bahwa sistem pemungutan
pajak tersebut tidak bersifat demokratis dan sebaliknya, jika kewenangan wajib pajak lebih besar dari
fiskusmaka sistem pemungutan pajak tersebut bersifat demokratis (Adriani, 2002). Bentuk yang paling
ideal antara kewenangan fiscus dengan wajib pajak adalah seimbang, dimana wajib pajak dapat
mengoreksi fiscus dan sebaliknya, sehingga terjadi ceks and balanceantara wajib pajak dengan
fiscus. Adapun sistem pemungutan pajak yang sudah sering dipergunakan adalah
officialasessment system, semi self asessment system, full self asessment systemdanwith holding
system. officialasessment system, yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk
menentukan besarnya pajak yang harus dibayar seseorang (pajak yang terutang).
Surat Ketetapan Pajak ialah suatu ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang (pejabat pajak) yang menimbulkan hak dan kewajiban yang memuat besarnya utang
pajak jenis tertentu dari tahun tertentu yang terutang oleh Wajib Pajak yang nama dan
alamatnya tercantum pada Surat Ketetapan Pajak itu. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari
proses pemeriksaan (pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak
maupun penyidik pajak atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak.
DJP dapat menerbitkan SKP dan atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak
(Pasal 14 PP 80 Tahun 2007). DJP juga dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah penghapusan NPWP
WP atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan
adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi WP.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anisah, I., Amin, M., & Junaidi, J. (2022). PENGARUH SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK,
PEMERIKSAAN PAJAK, DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP TINGKAT
PENERIMAAN PAJAK. Jurnal Ilmiah Riset Akuntansi, 11(01).
Hidayat, R., & Cheisviyanny, C. (2013). Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak dan Tindakan
Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan Pajak. Wahana Riset Akuntansi, 1(1),
1-20.
Rachmawati, A. R., & Sariono, J. N. (2011). Upaya Hukum Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Yang Ditetapkan Oleh Fiskus Dalam Pemenuhan Hak Wajib
Pajak. Perspektif, 16(4), 196-213.
Rustam, A., Fadhilatunisa, D., & Nurfasilah, N. (2020). PENERAPAN SURAT KETETAPAN
PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM UPAYA
MENINGKATKAN PENERIMAAN PPH ORANG PRIBADI. Amnesty: Jurnal Riset
Perpajakan, 3(1), 47-55
Suastika, I. N. (2021). Tata Cara Pemungutan Pajak dalam Perpektif Hukum Pajak. Jurnal
Komunikasi Hukum (JKH), 7(1), 326-335.
Tansuria, B. I. (2012). Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia dan Pajak Penghasilan Yang
Bersifat Final. JBE (Journal of Business and Economics), 106-120.
Yulianti, F. (2021). Sistem Pemungutan Pajak.
23