Anda di halaman 1dari 16

DASAR-DASAR PERPAJAKAN, NPWP DAN PPKP

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Administrasi Perpajakan

Oleh :

Bunga Riyandi Reginia Ruzianti Jeni Marsha Fitria Naviani Ismalyan Wijaya Mestika Herlin Suciati Kristiasari

170610120022 170610120028 170610120032 170610120036 170610120062 170101200110

Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Jatinangor September 2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Administrasi Perpajakan, yang secara luas membahas mengenai sistem perpajakan di Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat banyak hambatan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hambatan tersebut bisa teratasi. Oleh karenanya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Jatinangor, September 2013

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................................... i Daftar Isi ................................................................................................................................. ii

Definisi Pajak .......................................................................................................................... 1 Ciri-Ciri Pajak ......................................................................................................................... 1 Fungsi Pajak .......................................................................................................................... 1 Asas Pemungutan Pajak ........................................................................................................ 2 Syarat Pemungutan Pajak ...................................................................................................... 2 Hukum Pajak ......................................................................................................................... 2 Sistem Pemungutan Pajak ..................................................................................................... 3 Klasifikasi Pajak ..................................................................................................................... 3 Jenis Tarif Pajak ..................................................................................................................... 5 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ........................................................................................ 9 Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP) ........................................................................ 11

Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 13

PERPAJAKAN
Definisi Pajak
Menurut Prof.Dr. Rachmat Soemitro, S.H. pajak adalah iuran rakyat kepada Negara yang berdasarkan undang-undang, tidak mendapat timbal balik yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi lain dari pajak sendiri adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan sebagai public saving yang merupakan sumber utama untuk pembiayaan public investment. Apabila dilihat dari sisi propektif ekonomi maka pajak adalah beralihnya sumber daya dari sector privat kepada sector public yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan individu dalam kepentingan menguasai sumber daya dan bertambahnya kemampuan keuangan Negara dalam penyediaan barang dan jasa public yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Ciri-Ciri Pajak
Pajak dipungut oleh negara berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksananya Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk membiayai public invesment, sehingga tujuan utama dari pemungutan pajak adalah sebagai sumber keuangan negara Pajak dipungut disebabkan karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgeter Biayai pembangunan, buka lapangan kerja, gaji pegawai nengeri sipil, dsb. 2. Fungsi Reguler Dorong kegiatan investasi, cegah konsumsi barang tertentu, batasi pola konsumtif, menekan laju inflasi. 3. Fungsi Demokrasi Bentuk persamaan partisipasi dalam pembangunan. 4. Fungsi Redistribusi Guna tegakkan keadilan sosial, diujudkan dg struktur tarif progresif.

Asas Pemungutan Pajak


Adam Smith (The Four Maxims), asas pemungutan pajak adalah asas keadilan yang meliputi : 1. Equality Kesamaan dalam beban pajak, sesuai kemampuan wajib pajak. 2. Certainty Dijalankan secara tegas, jelas dan pasti. 3. Convenience Tidak menekan wajib pajak , membayar pajak dengan senang dan rela. 4. Economy Biaya Pemungutannya tidak lebih besar dari penerimaan pajaknya.

Syarat Pemungutan Pajak


Di dalam melakukan pemungutan pajak pemerintah selaku pihak yang berperan sebagai pemungut pajak harus memperhatikan beberapa syarat tertentu dalam tata cara pemungutan pajak, yaitu : Keadilan, adil dalam artian undang-undang adalah pajak dikenakan secara umum dan merata tanpa membedabedakan dan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Berdasarkan Undang-Undang, kegiatan pemungutan pajak dan hak pemungut pajak dijamin oleh undang undang dalam hal ini UU 1945 pasal 23 ayat 2. Tidak Menggangu Perekonomian (Ekonomis), berarti pemungutan pajak tidak menimbulkan kelesuan ekonomi dan menggangu kelancaran produksi maupun perdagangan. Efisien (Finansial), biaya pemungutan pajak harus diatur agar lebih rendah dari hasil pemungutan pajak. Sederhana, yang dimaksud dengan sederhana adalah tata cara pemungutan harus dibuat sesederhana mungkin agar memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya.

Hukum Pajak
Hukum pajak dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak secara materil dan secara formil. Hukum pajak materiil adalah norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang menjelaskan keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak,siapa yang dikenakan pajak dan besarnya jumlah pajak atau secara singkatnya hukum materiil berisi tentang norma mengenai timbulnya pajak, besarnya pajak, penghapusan utang pajak dan hubungan antara pemerintah dan wajib pajak. Hukum pajak formil adalah peraturan yang mengatur mengenai tata cara perwujudan dan pelaksanaan hukum materiil secara nyata, pada hukum formil dimuat cara penyelenggaraan hukum pajak , control pemerintah terhadap penyelenggaraan pajak, kewajiban wajib pajak dan prosedur pemungutan pajak.

1.

2.

Sistem Pemungutan Pajak


Menurut Mardiasmo (2002), sistem pemungutan pajak dapat dibedakan atas tiga macam, antara lain : 1. Official Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak, ciricirinya : - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus. - Wajib Pajak bersifat pasif. - Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh Fiskus 2. Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang, ciri-cirinya : Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Fiskus tidak ikut campur, melainkan hanya mengawasi.

3. With Holding System Sistem ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada kepada pihak ketiga, untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Pihak ketiga ini selain Fiskus dan Wajib Pajak, yaitu pemotong pajak atau pemungut pajak.

Klasifikasi Pajak
Pajak di Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan : Golongan a. Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan/digeserkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan. b. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan/ digeserkan kepada pihak lain. Contoh: pajak hotel dan restoran, PPN dan PPn-PM, Bea materai, cukai, dsb.

Sifat a. Pajak Objektif Pajak objektif adalah pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat objek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak hotel dan restoran, PPN dan PPn-PM, bea materai, cukai, pajak kendaraan bermotor, pajak radio, pajak bumi dan bangunan. b. Pajak Subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak penghasilan.

Lembaga Pemungut a. Pajak pusat Pajak pusat atau pajak umum atau pajak Negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk keperluan rumah tangga Negara pada umumnya. Contoh: pajak penghasilan, PPN dan PPn-BM, bea materai, pajak Bumi dan Bangunan. Administrasi pajak pusat dikelola oleh direktorat jendral pajak dengan kantor-kantor operasional di daerah, yaitu (1) kantor pelayanan pajak, dan (2) kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan. b. Pajak daerah Pajak daerah atau pajak lokal adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (propinsi, kota madya, kabupaten), dan hasilnya digunakan untuk membiayai keperluan rumah tangga daerah pada umumnya. Pajak daerah di tingkat propinsi dikelola oleh dinas pendapatan daerah Tk. I, sedangkan ditingkat kabupaten atau kota madya dikelola oleh dinas pendapatan daerah tingkat II. Menurut UU. No. 18 tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan UU no. 34 tahun 2000, jenis-jenis pajak daerah adalah : 1) Pajak daerah tingkat I/ propinsi, terdiri dari : - Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, tarifnya 5% - Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, tarifnya 10% - Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, tarinya 5% - Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, tarifnya 20%

2) Pajak daerah tingkat II/ kabupaten atau kotamadya, terdiri dari : - Pajak hotel, tarinya 10% - Pajak restoran, tarifnya 10% - Pajak hiburan, tarifnya 35% - Pajak reklame, tarifnya 25% - Pajak penerangan jalan, tarifnya 10% - Pajak pengambilan bahan galian golongan C, tarifnya 10% - Pajak parkir, tarifnya 20%

Jenis Tarif Pajak


Ada beberapa jenis tarif pajak, yakni : 1. Tarif Proposional / Sebanding (A Proportional Tax Rate Structure) Tarif pajak yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak. misal PPn 10%. tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah uang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya pajak yang terutang tetap. Tarif proporsional tidak lagi dipengaruhi oleh naik turunnya dasar objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku secara sebanding. Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%. Pajak yang terutang : a. Rp15.000.000,- x 10% =Rp1.500.000,b. Rp25.000.000,-x 10% = Rp2.500.000,c. Rp40.000.000,-x 10% = Rp4.000.000,d. Rp60.000.000,- x 10% =Rp6.000.000,2. Tarif Pajak Konstan / Tetap (A Fixed Tax Rate) Tarif pajak yang tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak atau besarnya pajak yang dibayarkan jumlahnya tetap. tarip dengan jumlah atau angka tetap berapapun yang menjadi dasar pengenaan sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Misalnya bea meterai untuk cek dan bilyet giro berapapun jumlahnya dikenakan bea meterai yang sama. tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00. 3. Tarif Progresif / Menaik (A Progresive Tax Rate Structure)

Tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh Pajak Pengahasilan. persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Tarif Pajak Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,5% Di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 15% 250.000.000,Di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 25% 500.000.000,Di atas Rp 50.000.000,30%

Tarif yang presentase pengenaan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus dikenakan pajak, misalnya tarif Pajak Perseroan sebagai berikut : Jumlah Laba Kena Pajak Rp 25.000.000,Rp 50.000.000 >Rp 50.000.000 Tarif Pajak 5% 15% 25%

Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut termasuk tarif progresif degresif.

Jenis Tarif Progresif : a. Progresif-Progresif, semakin besar nilai obyek yang dikenai pajak maka besarnya persentase pajak yang dikenakan semakin meningkat dengan kenaikan persentase yang semakin meningkat. tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.

b. Progresif-Tetap, semakin besar nilai obyek yang dikenai pajak maka persentase pajak yang dikenakan semakin naik dengan kenaikan persentase yang tetap. tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap. c. Progresif-Degresif, semakin besar nilai obyek yang dikenai pajak maka persentase pajak yang dikenakan semakin naik dengan kenaikan persentase yang semakin menurun. tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.

Contoh Pentarifan Progresif :

4. Tarif Degresif / Menurun (A Degresive Tax Rate Structure) Kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat. Tarif degresif merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan

dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika persentasenya semakin kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga menjadi kecil. Akan tetapi malah bisa menjadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Pajak yang terutang : Rp10.000.000,- x 15% = Rp1.500.000 Rp25.000.000,-x 13% = Rp3.250.000 Rp50.000.000,-x 11% = Rp5.500.000 Rp60.000.000,-x 10% = Rp6.000.000 Jumlah pajak terutang : Rp16.250.000 Jenis Tarif Degresif : a. Degresif-Degresif, semakin besar nilai obyek yang dikenai pajak maka besarnya persentase pajak yang dikenakan semakin menurun dengan penurunan persentase yang semakin menurun . b. Degresif-Tetap, semakin besar nilai obyek yang dikenai pajak maka besarnya persentase pajak yang dikenakan semakin menurun dengan penurunan persentase yang tetap. c. Degresif-Progresif, semakin besar nilai obyek yang dikenai pajak maka besarnya persentase pajak yang dikenakan semakin menurun dengan penurunan persentase yang semakin menaik. Contoh Pentarifan Degresif :

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) NPWP adalah nomor pajak yang diberikan kepada mereka wajib pajak sebagai identitas untuk mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) ini di dapatkan setelah kita melakukan registrasi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4). Dengan menganut sistem self assessment semua wajib pajak wajib mendaftarkan dirinya sendiri baik secara langsung kepada KPP atau KP4 setempat ataupun melakukan register secara online dengan e-registration. Adapun fungsi NPWP itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. Sebagai identitas dari si wajib pajak. 2. Sebagai alat dalam administrasi perpajakan. 3. Dilampirkan atau dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan berkaitan dengan si wajib pajak. 4. Mewujudkan administrasi perpajakan yang tertib dan rapi. Selain fungsi di atas, NPWP juga memberikan manfaat kepada wajib pajak yang memilikinya seperti kemudahan dalam membuat pasport, pengajuan kredit bank, pembayaran pajak final (PPh, PPN, dll dan beberapa urusan administrasi lainnya). Manfaat lain yang diperoleh adalah pelayanan dalam bidang perpajakan itu sendiri seperti pengembalian pajak, pengurangan pajak, dan yang paling vital adalah penyetoran dan pelaporan pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak terdiri dari 15 digit dengan penjelasan sebagai berikut : a. Dua digit pertama menunjukkan jenis wajib pajak, antara lain : - Kode 01, 02, 21, 31 adalah menunjukan Wajib Pajak Badan. - Kode 00, 20 adalah menunjukan Wajib Pajak Bendahara. - Kode 04, 05, 06, 07, 08, 24, 25, 26, 31, 34 , 35, 36, 47, 48,49, 57, 58, 67, 67, 77, 78, 79, 87, 88, 89, 97 adalah menunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi. b. Tujuh digit selanjutnya menunjukkan nomor tertentu yang dikeluarkan oleh kantor pajak. c. Tiga digit selanjutnya menunjukan kode Kantor Pelayanan Pajak. d. Tiga digit berikutnya menunjukan kode cabang contoh 001 berarti cabang pertama, 000 berarti sebagai wajib pajak pusat. Berikut ini ketentuan wajib pajak pribadi yang di kutip dari pajak.go.id. : a. Orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang melakukan pekerjaan tidak bebas namun memiliki penghasilan di atas PTKP. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun adalah : Wajib Pajak sendiri : Rp 15.840.000 Wajib Pajak kawin : Rp 17.160.000 Wajib Pajak kawin & Memiliki 1 tanggungan : Rp 18.480.000 Wajib Pajak kawin & Memiliki 2 tanggungan : Rp 19.800.000

Wajib Pajak kawin & Memiliki 3 tanggungan : Rp 21.120.000

Berikut adalah manfaat memiliki NPWP : Kemudahan pengurusan administrasi - Pengajuan kredit bank. - Pembuatan Rekening koran di bank. - Pengajuan SIUP/TDP. - Pembayaran pajak final (PPh Final, PPN, BPHTB, dll). - Pembuatan paspor. - Keikutsertaan dalam lelang di instansi pemerintah, BUMN dan BUMD. Kemudahan pelayanan perpajakan - Pengambilan pajak. - Pengurangan pembayaran pajak. - Penyetoran dan pelaporan pajak.

NPWP dapat dihapuskan hanya bila Wajib Pajak tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif atau subjektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berikut adalah syarat-syarat penghapusan dan pencabutan NPWP : 1. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotocopy akte/laporan kematian dari instansi yang berwenang. 2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil. 3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subyek Pajak apabila sudah selesai dibagi disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris. 4. Pegawai Negeri Sipil/TNI/POLRI pensiun dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak. 5. Karyawan yang tidak memiliki usaha atau pekerjaan bebas dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak yaitu yang penghasilannya di bawah PTKP. 6. Bendahara Pemerintah/Bendahara Proyek yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi ditunjuk menjadi bendahara. 7. Telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. 8. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP untuk menentukan NPWP yang dapat digunakan sebagai sarana administratif pemenuhan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. 9. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang. 10. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP.

Sanksi yang dikenakan kepada setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP adalah dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)


Pengusaha Kena Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Dalam pasal 2 ayat (2) UU KUP disebutkan seperti berikut : Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, saham dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha kena pajak.

Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP) adalah sebagai berikut : 1. Dipergunakan untuk mengetahui Identitas PKP yang sebenarnya. 2. Untuk Melaksanakan Hak dan Kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. 3. Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPn BM. 4. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.

Manfaat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP) adalah sebagai berikut : Untuk dapat menjadi rekanan pemerintah dalam mendaftarkan atau memperoleh Tender proyek Pemerintah. Untuk Memperoleh pembayaran dari KPKN dan sebagainya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.03/2008 tertanggal 6 Februari 2008, yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah : 1. Wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas. Paling lama 1 (satu) bulan setelah usaha dimulai dan memenuhi ketentuan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. 2. Pengusaha kecil yang memilih sebagai PKP. 3. Pengusaha kecil yang tidak memilih sebagai PKP, tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya.

Berikut persyaratan supaya bisa dikukuhkan menjadi PKP : a. b. c. d. e. f. g. Fotokopi KTP dan KK penanggung jawab. Fotokopi akta notaris (untuk badan usaha). Fotokopi PBB atau surat kontrak. Fotokopi surat keterangan domisili. Fotokopi NPWP. Denah lokasi. Siap disurvei.

Beberapa hal seputar PPKP : Pengusaha kecil yang omsetnya telah melampaui batasan omset Rp 600 juta, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir bulan setelah bulan terlampauinya batasan tersebut. Apabila batas waktu pelaporan tersebut terlampaui, maka saat pengukuhan sebagai PKP adalah awal bulan berikutnya. Contoh : Bapak Meidi terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua memiliki toko onderdil mobil di Pusat Onderdil Fatmawati, omset bulan Januari s.d. April 2004 mencapai Rp 500 juta. Sementara omset bulan Mei 2004 adalah Rp 300 Juta. Dengan demikian, batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2004, sehingga Bapak Meidi harus segera melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP kepada KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua selambat-lambatnya 30 Juni 2004. Namun jika Bapak Meidi baru melaporkan usahanya pada tanggal 20 Juli 2004, maka saat pengukuhan PKP terhitung mulai tanggal 1 Juli 2004. Dalam hal pengukuhan dilakukan secara jabatan, maka saat pengukuhan adalah awal bulan kedua setelah bulan terlampauinya batasan pengusaha kecil. Jika dalam contoh diatas, Bapak Meidi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua dan berdasarkan hasil ekstensifikasi pada bulan Desember 2004 diketahui bahwa batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2004. Maka saat pengukuhan sebagai PKP terhitung sejak tanggal 1 Juli 2004 dan atas PPN terutang bulan Juli s.d. Nopember 2004 beserta sanksi bunga 2 % sebulan dari PPN terhutang. Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terhutang dimulai sejak saat pengukuhan sebagai PKP.

DAFTAR PUSTAKA

http://fecon.uii.ac.id/images/Hand_Out/Akt/Perpajakan/HPJK/slide-hk1.pdf http://just-for-duty.blogspot.com/2012/12/dasar-dasar-perpajakan.html http://qeyty.blogspot.com/2008/10/bab-v-bisnis-internasional.html http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/20/pengertian-dasar-perpajakan-makalahsederhana-perpajakan/ http://sondyi.blogspot.com/2013/05/dasar-dasar-perpajakan-indonesia_9835.html http://www.hendrapajak.web.id/

Anda mungkin juga menyukai