Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

SISTEM PERPAJAKAN
Dosen Pengampu: Clara Yully Diana Ekaristi, S.E., M.Acc.

Disusun oleh Kelompok 2:

Melati Cahyaningrum 40011421650005


Qothrun Nada Nur Faizah 40011421650018
Arhiska Dhamayanti 40011421650053
Shifa Tasya S 40011421650071
Fitriana Miftakhul J 40011421650074
Dea Arta Mevia Eka S 40011421650087

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AKUNTANSI PERPAJAKAN


SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN AJARAN 2022/2023 SEMESTER GENAP
ABSTRAK

Perkembangan pajak sejatinya terus mengalami pembaharuan sedemikian rupa guna


menyesuaikan kondisi, lingkungan, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan dari penyajian
materi dengan judul “Sistem Perpajakan” adalah selain sebagai pemenuhan tugas dari mata
kuliah pajak dan retribusi daerah dapat juga dijadikan alternatif guna memahami sistem
perpajakan dengan menyajikan poin-poin yang pertama yakni pengertian perpajakan
dengan perincian definisi beserta unsur pajak, dan juga fungsi dari pajak itu sendiri. Kedua
mengenai sistem perpajakan yang menjelaskan syarat dari pemungutan pajak, teori
pendukung, tata carapemungutan pajak. Ketiga yakni kebijakan perpajakan. Lalu pada poin
keempat terdapat runtutan hukum perpajakan. Dengan adanya sistem perpajakan akan
menjadi pedoman pembiayaan agar lebih terarah dengan lebih bajik dan bijak demi
kemaslahatan pembangunan agar lebih merata pada keperluan serta sesuai pada sasaran.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perpajakan sangatlah penting dalam beberapa negara dikarenakan pajak
adalah sumber pendapatan yang mampu membantu pertumbuhan ekonomi yang ada
di negara itu. Pajak yaitu iuran atau sumbangan yang disumbangkan kepada negara
yang sifatnya bisa dipaksa, terutang kepada yang wajib melakukan pembayaran
menurut peraturan-peraturan yang mengatur pajak, tanpa menerima imbalan,
berguna agar dapat membiayai anggaran-anggaran umum yang berkaitan dengan
kewajiban negara yang mengadakan pemerintahan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Pajak memberikan bantuan terbesar untuk penerimaan negara,
dan pajak juga berguna menjadi alat untuk mengatur atau menata masyarakat dan
untuk melakukan kebijakan pemerintah pada bidang ekonomi dan sosial.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Untuk membahas lebih dalam mengenai sistem perpajakan, kami akan
memberikan beberapa rumusan masalah dalam Paper ini. Adapun rumusan masalah
itu ialah sebagai berikut.
a. Apa itu definisi dari perpajakan?
b. Apa saja yang termasuk unsur-unsur dari perpajakan?
c. Apa fungsi dari perpajakan bagi negara?
d. Bagaimanakah sistem pemungutan pajak itu?
e. Apa saja yang menjadi syarat agar dapat melakukan pemungutan pajak?
f. Teori apa yang menjadi pendukung dalam pemungutan pajak?
g. Bagaimana tata cara yang digunakan untuk memungut pajak?
h. Apa kebijakan-kebijakan dari perpajakan?
i. Apa jenis hukum perpajakan dan fungsi adanya hukum dalam perpajakan?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN MASALAH


Melihat rumusan masalah yang telah disusun, kami memberikan tujuan
dari pembahasan Paper ini:
a. Dapat mengetahui definisi dari perpajakan.
b. Dapat memberikan penjelasan beberapa unsur dari perpajakan.
c. Dapat menyebutkan apa saja fungsi dari perpajakan.
d. Dapat memahami sistem dalam pemungutan pajak.
e. Dapat menyebutkan syarat yang digunakan dalam pemungutan pajak
f. Dapat memahami beberapa teori pendukung dalam pemungutan pajak.
g. Dapat mengetahui tata cara yang dipakai untuk melakukan pemungutan pajak.
h. Dapat mengidentifikasi kebijakan-kebijakan dalam perpajakan.
i. Dapat mengetahui jenis-jenis hukum perpajakan dan beberapa fungsi adanya
hukum dalam perpajakan.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perpajakan


a. Pengertian dan Unsur Pajak
Pajak merupakan suatu kontribusi yang bersifat wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi maupun badan kepada negara terutang yang sifatnya
mengikat atau memaksa berdasar pada peraturan dan undang-undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Pendapatan pajak tersebut
dimanfaatkan guna keperluan negara secara maksimal dan juga bagi
kesejahteraan rakyat.
Dilihat dari pemahaman mengenai pajak di atas, bisa kita ketahui
beberapa unsur yang terdapat dalam pajak yaitu:
1) Iuran dari rakyat kepada negara.
Mengenai pemungutan pajak, negara lah yang berhak untuk
melakukanya, seperti yang ada dalam peraturan dan undang-undang
perpajakan. iuran tersebut harus berupakan uang, bukan barang atau yang
lainya.
2) Berdasarkan Undang-undang.
Dalam melaksanakan pemungutan pajak didasarkan pada peraturan
dan undang-undang yang telah dibentuk atau ditetapkan oleh dirjen pajak,
menteri keuangan, dan lembaga yang berwenang lainya.
3) Tidak ada jasa yang timbal maupun kontraprestasi oleh negara yang dipilih
secara langsung.
Pelunasan pajak dilakukan sesuai kebijakan dan undang-undang
yang berlaku. Pemerintah tidak boleh memihak pada suatu individu maupun
badan dalam melakukan pemungutan pajak tersebut karena ada hubungan
khusus ataupun yang lainya.
4) Dimanfaatkan guna membiayai keperluan Negara, seperti pembiayaan
berbagai pengeluaran yang memiliki manfaat bagi rakyat.
Sebagian besar pendapatan negara diperoleh dari sektor pajak. Hasil
dari penerimaan pajak tersebut dimanfaatkan secara efisien guna
pembangunan negara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Fungsi Pajak
Dalam pelaksanaan pembangunan negara, pajak memiliki peran yang
sangat penting karena semua biaya dan pengeluaran yang digunakan untuk
melakukan pembangunan diperoleh dari penerimaan pajak tersebut. Berikut
beberapa fungsi pajak.
1) Fungsi Anggaran (Budgetair)
Maksud fungsi anggaran ini adalah pajak memiliki peran yaitu
sebagai penghasil ataupun sumber dana yang nantinya semua pengeluaran
negara akan dibiayai oleh dana tersebut. Sebagai contoh, dalam
melaksanakan pembangunan negara dibutuhkan dana yang cukup besar,
untuk membiayai semua biaya tersebut diperoleh dari penerimaan pajak.
Maka dari itu sektor pajak ini sangat diharapkan dalam proses atau
pelaksanaan pembangunan.
2) Fungsi Mengatur (Regulerend)
Dalam fungsi regulerend ini, pajak digunakan sebagai alat guna
mencapai suatu tujuan. Kebijaksanaan pajak dapat digunakan oleh
pemerintah dalam mengatur pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu
contohnya yaitu penetapan tarif bea masuk yang tinggi yang diperuntukan
bagi produk luar negeri sebagai upaya perlindungan produk dalam negeri
agar tidak kalah saing.
3) Fungsi Stabilitas
Dalam fungsi stabilitas, pajak digunakan untuk melaksanakan
kebijakan negara yang berkaitan dengan stabilitas harga sebagai wujud
pengendalian akan terjadinya inflasi. Adapun cara untuk melakukan
pengendalian inflasi tersebut salah satunya yaitu dengan mengatur
pemungutan dan pengenaan pajak secara efisien.
4) Fungsi Redistribusi Pendapatan
Dalam fungsi redistribusi pendapatan ini, pajak juga memiliki fungsi
sebagai penyalur pendapatan bagi masyarakat. Sebagai contoh, pemerintah
melakukan suatu pembangunan yang dibiayai dari pendapatan pajak yang
tanpa disadari, proyek tersebut membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sehingga masyarakat dapat memperoleh uang atau pendapatan
dari lapangan pekerjaan tersebut.
2.2 Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan memiliki tujuan untuk mengatur segala hubungan antara
negara dengan orang/badan hukum yang sudah memiliki kewajiban menjawab
pajak. Seperti yang kita tahu, sebagian besar pendapatan negara diperoleh dari
pajak. Oleh karena itu, sistem perpajakan juga bertujuan untuk membantu proses
pelaksanaan pembangunan di suatu negara khususnya Indonesia yang tentunya
memerlukan sumber pendapatan yang cukup banyak. Dalam sistem perpajakan
mengenal tiga unsur, unsur inilah yang berhubungan satu dengan yang lain, bahkan
tidak bisa dipisahkan. Ketiga unsur tersebut adalah Tax Law (Hukum Pajak), Tax
Policy (Kebijakan Perpajakan), dan Tax Administration (Sistem Administrasi
Perpajakan).
a. Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System
Salah satu dari tiga sistem pemungutan pajak dimana pemerintah
atau fiskus berwenang menentukan berapa besar jumlah pajak terutang yang
dimiliki Wajib Pajak. Sistem ini umumnya diterapkan pada Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan jenis pajak daerah lain.
Ciri-ciri nya:
a) Fiskus berwenang dalam menentukan berapa besar pajak terutang
yang dimiliki wajib pajak.
b) Wajib Pajak bersifat tidak aktif (pasif).
c) Fiskus/pemerintah mengeluarkan surat ketetapan pajak (SKP) yang
kemudian akan timbul utang pajak.
2. Self Assessment System
Merupakan sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak (WP)
berwenang menghitung sendiri jumlah pajak terutang yang dimilikinya.
Sistem ini ditetapkan setelah reformasi pajak yaitu pada tahun 1983 dan
bahkan berlaku sampai saat ini. Sistem ini umumnya diterapkan pada jenis
pajak pusat, seperti PPN dan PPh.
Ciri-ciri nya:
a) Wajib Pajak menghitung sendiri berapa besar pajak terutang yang
dimilikinya.
b) Wajib Pajak bersifat aktif (menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak
terutangnya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem
administrasi online yang dibuat oleh pemerintah).
c) Fiskus atau pemerintah hanya berwenang mengawasi dan tidak ikut
terlibat, serta tidak diharuskan mengeluarkan surat ketetapan pajak,
kecuali jika Wajib Pajak terlambat dalam hal melaporkan atau
membayarkan pajaknya.
Dalam sistem pemungutan ini, terdapat kelemahan atau konsekuensi
bagi pemerintah dimana wajib pajak memiliki peluang untuk melakukan
kecurangan dan menyetorkan pajaknya sekecil mungkin.
3. With Holding System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan pihak ketiga
(bukan fiskus maupun Wajib Pajak yang bersangkutan) wewenang untuk
memotong atau memungut pajak terutang yang dimiliki Wajib Pajak.
Contohnya adalah pemotongan penghasilan yang diperoleh pegawai, dimana
hal tersebut dilakukan oleh seorang bendahara/HRD dalam sebuah instansi
atau perusahaan. Bukti atas pembayaran pajak ini berupa bukti potong, bukti
pungut, atau menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti potong yang
diberikan pada karyawan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT
Tahunan PPh atau SPT Masa PPN dari karyawan atau Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Ciri-ciri nya:
a) Yang berwenang memotong dan memungut pajak Wajib Pajak yaitu
pihak ketiga.
b) Wajib Pajak bersifat tidak aktif.
b. Syarat Pemungutan Pajak
Terdapat beberapa syarat untuk melakukan pemungutan pajak kepada
masyarakat karena saat membebankan sebuah pajak kepada masyarakat dapat
menyebabkan beberapa masalah. Masalah tersebut seperti enggannya
masyarakat untuk membayar pajak dikarenakan pajak yang terlalu tinggi.
Berikut adalah syarat dalam pemungutan pajak.
1) Adil
Adil pada peraturan perundang-undangan menjadi dasar untuk
sistem pemungutan pajak. Saat melaksanakan pemungutan pajak harus
menerapkan keadilan seperti setiap Wajib Pajak memiliki hak serta
kewajiban yang telah telah disusun di dalam peraturan perundang-
undangan mengenai pajaknya, seluruh WNI yang telah mencukupi
ketentuan pajak menjadi seorang wajib pajak diwajibkan untuk melakukan
pelunasan pajak untuk membantu pembangunan pada negara, dan bagi para
pelaku yang melakukan pelanggaran pajak akan diberikan beberapa sanksi
berdasar pada berat atau tidaknya pelanggaran yang dilaksanakan.
2) Yuridis
Yuridis merupakan segala hal yang berkaitan dengan hukum atau
pandangan dari segi hukum dimana apabila ditentang akan mendapatkan
beberapa sanksi. Pada sistem perpajakan di Indonesia mengharukan selalu
menggunakan hukum yang telah berlaku sesuai dengan Undang-Undang
No.7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Untuk
membantu pemerintah dalam perlindungan hukum untuk kegiatan
perpajakan, diperlukannya peraturan perundang-undangan berupa UU yang
berlaku. Setiap memungut pajak ke Wajib Pajak pemerintah perlu memungut
berdasar UU yang berkaitan agar lancar dalam memungut pajak tersebut.
Negara akan memberikan sebuah jaminan yaitu jaminan hukum mengenai
kerahasiaan yang terjaga kepada para Wajib Pajak dan jaminan kepada wajib
pajak bahwa merekatidak akan diperlakukan dengan cara umum.
3) Ekonomis
Ekonomis disini berarti melakukan dengan hati-hati pada saat
mengeluarkan uang, menggunakan barang atau waktu dan tidak
mengganggu ekonomi nasional. Dalam sistem pemungutan pajak harus
menghindari terjadinya hal-hal buruk yang mempengaruhi kondisi ekonomi
yang nantinya menjadikan penurunan pada perekonomian nasional. Dalam
kegiatan perdagangan, proses produksi, maupun kegiatan jasa tidak boleh
diganggu oleh pajak karena hal itu membantu perekonomian negara.
4) Finansial
Finansial adalah kata yang asalnya dari Bahasa Inggris dimana
memiliki arti sebagai keuangan. Pada kamus KBBI kata tersebut diartikan
menjadi hal yang selalu berurusan dengan keuangan. Pada sistem
melakukan pemungutan, pajak perlu efisien dan selalu memperhatikan tiap
biaya yang akan digunakan untuk melakukan pemungutan pajak. Maka
harus menghindari terjadinya ketidakseimbangan antara pajak yang
didapatkan dan biaya untuk mengurus pajak. Pajak dilakukan secara efisien
yang berarti ketika melakukan pemungutan pada pajak perlu dilaksanakan
dengan ringan, sesuai pada waktunya, sesuai sasarannya serta menggunakan
biaya yang minim. Pajak juga dilakukan dengan efektif yang memiliki arti
dalam pemungutan pajak harus memiliki maksud seperti memberikan hasil
yang sesuai.
5) Sederhana
Sistem pemungutan perpajakan harus dilakukan dengan sederhana
karena cara yang digunakan untuk memungut pajak akan sangat
memberi pengaruh supaya dapat menentukan keberhasilan dalam
pemungutan pajak. Jika perlakuan pemungutan mengenai pajak ini
dilakukan dengan cara yang sederhana serta mudah dilaksanakan, WP akan
semangat dan tidak malas untuk membayar pajak dan akan menyadarkan
kepada WP untuk membayar pajak. Apabila saat pelaksanaannya, pajak
dipungut dengan cara yang rumit maka WP akan semakin menolak untuk
melunasi pajak. Penerimaan nasional mengenai pajak akan meningkat
apabila para WP melunasi pajak menggunakan sistem bersifat sederhana.
Beberapa contoh kasus dimana pajak disederhanakan untuk memudahkan
wajib pajak membayar pajak yaitu seperti perubahan tarif PPN yang
bermacam-macam kemudian dimudahkan menjadi 2 tarif yaitu 0% dan
11%.
c. Teori Pendukung Pemungutan Pajak
Negara memiliki hak dalam pemungutan pajak terhadap rakyatnya.
Berikut ini beberapa teori pemberian hak negara untuk mungut pajak.
1) Teori Asuransi
Ibaratkan suatu premi asuransi, yang mana satu pihak membayar
asuransi untuk mendapat jaminan atas keselamatan ataupun perlindungan
dirinya dan hal-hal yang dimilikinya. Hal tersebut juga berlaku terhadap
pajak. Seperti yang kita ketahui bahwa pelindung keselamatan jiwa, harta
benda, dan hak yang dimiliki rakyatnya yaitu negara. Dan untuk
memperoleh jaminan perlindungan tersebut, rakyat harus membayar pajak
kepada negara.
Namun, banyak pakar yang menentang teori ini. Hal tersebut
dikarenakan apabila timbul kerugian, tidak ada pergantian yang diberikan
oleh negara. Jika terjadi kehilangan, kecelakaan atau bahkan kematian,
negara tidak akan memberikan ganti rugi seperti asuransi. Selain itu, tidak
adanya hubungan langsung antara jasa yang diberikan negara dengan
pembayaran pajak. Oleh karena tidak sesuai dengan hakikat asuransi, teori
ini sudah lama ditinggalkan.
2) Teori Kepentingan
Kepentingan setiap orang pasti berbeda-beda. Dengan begitu,
pembagian beban pajak kepada rakyat juga berbeda-beda tergantung pada
kepentingannya. Apabila kepentingan seseorang yang dimiliki besar atau
semakin besar, maka semakin besar atau tinggi juga jumlah pajak yang
harus mereka bayar. Walaupun berlaku dalam retribusi, namun cukuplah
sulit dipertahankan teori ini dengan alasan bahwa yang mendapatkan
bantuan pemerintah adalah individu yang ekonominya kurang atau
pengangguran yang otomatis mereka dapat menikmati jasa dari negara
walaupun mereka tidak bayar pajak.
3) Teori Daya Pikul
Sama seperti teori kepentingan, daya pikul seseorang terhadap pajak
juga akan berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi ekonominya. Untuk
mengukur daya pikul, terdapat 2 pendekatan, yaitu:
a) Unsur Objektif. Unsur ini dilakukan dengan memperhatikan seberapa
jumlah atau besar penghasilan atau kekayaan seseorang.
b) Unsur Subjektif. Unsur ini dilakukan dengan memperhatikan seberapa
besar kebutuhan materiil atau tanggungan yang harus dipenuhi.
Contoh:

Manajer X Manajer Y

Penghasilan per bulan Rp 80 juta Rp 80 juta

Status Menikah dan memiliki Belum menikah


2 anak

Jika dilihat berdasarkan unsur objektif, maka PPh antara Manajer


X dan Manajer Y sama besarnya dikarenakan jumlah penghasilan yang
juga sama. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan unsur subjektif, PPh
yang dikenakan pada Manajer X lebih kecil dibandingkan dengan
Manajer Y karena Manajer X memiliki lebih banyak diperlukan
materiil/tanggungan yang dipenuhi semestinya.
4) Teori Bakti
Teori kewajiban mutlak menjadi sebutan lain untuk teori bakti ini.
Teori ini berdasar pada bakti warga negara kepada negaranya, sehingga
mereka membayar pajak. Jika rakyat memiliki kesadaran atau bakti sebagai
masyarakat yang patuh dan bijak, maka wajib sadar bahwa pembayaran
pajak merupakan kewajiban bagi setiap rakyat khususnya yang sudah
menjadi Wajib Pajak. Dalam hal ini, negara memiliki wewenang untuk
memutuskan hal-hal apa yang dibutuhkan tergolong keputusan dalam
bidang pajak.
Dengan demikian, negara mempunyai hak mutlak untuk memungut
pajak. Begitupun dengan rakyat yang memiliki kewajiban untuk membayar
pajak tersebut sebagai tanda baktinya terhadap negara. Disisi lain, teori ini
memiliki kelemahan yaitu memungkinkan negara menjadi otoriter dan tidak
memperdulikan keadilan di dalam pungutan pajak.
5) Teori Asas Daya Beli
Teori asas daya beli merupakan teori modern yang mana tidak
mempermasalahkan asal negara melakukan pemungutan pajak, tetapi lebih
fokus pada dampak positif yang diberikan dan menjadi acuan keadilannya.
Maksud dari teori ini, menarik daya beli rumah tangga masyarakat ke rumah
tangga negara merupakan pemungutan pajak, kemudian negara arahkan
kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
negara untuk kepentingan pemungutan pajak. Teori ini lebih mengutamakan
kepentingan seluruh masyarakat.
Menyelenggarakan hal-hal yang menjadi kepentingan masyarakat
menjadi dasar keadilan pemungutan pajak dalam teori ini. Titik berat konsep
pada teori ini merujuk pada fungsi kedua dari pemungutan pajak yaitu
fungsi mengatur. Bagi para penganutnya, teori asas daya beli ini dapat
berlaku sepanjang masa, baik dalam ekonomi bebas atau ekonomi
perencanaan yang terpimpin.
d. Tata Cara Pemungutan Pajak
Tata cara memungut pajak merupakan bentuk cara yang akan ditempuh
para pemerintah untuk memungut pajak sehingga pajak dapat terkumpul untuk
membantu mengisi kas negara. Pemerintah melakukan pemungutan pajak
berdasarkan stelsel pemungutan pajak. Stelsel pajak sendiri berarti sebuah
sistem untuk memungut pajak yang berguna sebagai penghitung besaran pajak
yang wajib dibayar wajib pajak. Umumnya stelsel pajak terbagi menjadi 3
stelsel antara lain:
1) Stelsel Nyata
Stelsel nyata merupakan pemungutan pajak dipungut berdasarkan
penghasilan yang benar benar didapat oleh wajib pajak. Pemungutan pajak
dilakukan berdasarkan data sekaligus fakta yang ada di dalam surat saat
mendaftarkan pajak oleh wajib pajak. Akan sangat merugikan negara apabila
di dalam surat tersebut wajib pajak melakukan pemalsuan mengenai data
yang diberikan. Undang-undang akan menjadi solusi untuk masalah
pemalsuan tersebut, di dalam undang-undang hendak memberi beberapa
sanksi untuk parawajib pajak dimana dia memalsukan datanya.
2) Stelsel Anggapan
Stelsel ini adalah sebuah sistem memungut pajak berdasarkan
anggapan berdasar pada total pajak tahun sebelumnya, yang bertujuan agar
tidak terjadi hal buruk seperti kekeliruan mengenai total pajak yang sudah
dilunasi dan pajak yang sebenarnya. Jumlah pendapatan yang mungkin
didapat oleh wajib pajak dan jenis pendapatan yang akan diperoleh wajib
pajak merupakan hal yang menjadi acuan untuk melakukan asumsi
mengenai penghasilan wajib pajak. Perbedaan stelsel ini dengan stelsel
nyata adalah stelsel anggapan tidak perlu menunggu akhir tahun.
3) Stelsel Campuran
Stelsel campuran yaitu pemungutan pajak berdasarkan pencampuran
stelsel nyata dan stelsel anggapan. Cara memungut pajak menggunakan
stelsel ini dengan pada awal tahun menghitung jumlah pajak yang akan
dibayar wajib pajak menggunakan anggapan dan pada akhir tahun
menggunakan data sesuai dengan kenyataannya.

2.3 Kebijakan Perpajakan


a. PPN 11%
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (HPP), PPN yang semula bertarif 10% mengalami
kenaikan menjadi 11%, terhitung sejak 1 April 2022. Hal ini tercantum dalam
Pasal 7 Ayat (1) dan dalam ayat (2), PPN akan dinaikan menjadi 12% paling
lambat 1 Januari 2025. Kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan
negara yang lebih optimal. Kementerian Keuangan memiliki argumen bahwa
dengan tarif 10% masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara G20
lainnya.
b. NPWP berubah menjadi NIK
Penggunaan NIK menjadi nomor administrasi dalam perpajakan
menggantikan NPWP. Tahun kebijakan ini tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2021 Pasal 2 ayat (1a). Penggunaan NIK sebagai NPWP
diberlakukan mengingat Indonesia menuju integrasi satu dara nasional. Hal ini
juga bertujuan untuk mempermudah masyarakat mengurus kewajiban
perpajakannya. Namun, tetap hanya masyarakat yang memenuhi syarat formal
dan material yang wajib membayar pajak
c. Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
Dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(HPP), yaitu meningkatkan pertumbuhan perekonomian, mengoptimalkan
penerimaan negara, sistem perpajakan yang lebih adil, melakukan reformasi
pajak, dan meningkatkan kepatuhan sukarela. Pemerintah mengeluarkan
kebijakan strategis, salah satunya yaitu Program Pengungkapan Sukarela. Hal ini
diatur dalam UU HPP Pasal 5 dan diturunkan kembali dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program
Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Program ini berlangsung mulai 1 Januari
2022 sampai dengan 30 Juni 2022. PPS merupakan program pemberian
kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk mengungkapkan kewajiban
perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran Pajak
Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta

2.4 Hukum Pajak


Dalam upaya meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban
perpajakan, dibutuhkan adanya aturan yang mengikat pajak demi tercapainya
kemaslahatan masyarakat secara menyeluruh. Hukum Pajak (Tax Law) adalah
ketentuan yang memuat otoritas pemerintah guna mendapat dana untuk
dimanfaatkan dalam pembangunan negara demi kesejahteraan masyarakat. Tax Law
termasuk komponen hukum publik (Public Law) yang mengatur peran serta hukum
negara dengan setiap pribadi atau organisasi yang memiliki keharusan untuk
memenuhi pembayaran pajak.
a. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Lain
1) Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
Hukum pajak berhubungan banyak dengan hukum perdata. Hal ini
dimaklumi karena Undang-Undang Perpajakan mencari kemungkinan basis
pajak menurut peristiwa yang diatur dalam hukum perdata (kematian serta
kelahiran), keadaan (kekayaan), operasi (jual beli dan sewa). Ini digunakan
sebagai titik uji dibawah Undang-Undang Perpajakan, jika syarat-syarat
dipenuhi maka individu atau badan dikenai pajak. Pendapat hubungan
hukum pajak dengan hukum perdata itu adalah, hukum pajak adalah hukum
khusus sedangkan hukum perdata adalah hukum umum. Dimaksudkan
adalah hukum perdata wajib diperlihatkan atau dikenal sebagai hukum
umum untuk rangkaian hubungan hukum dalam hukum itu tidak ditentukan
secara khusus (Lex specialis derogat lex generalis). Hubungan ini bisa saja
terjadi karena banyaknya istilah yang digunakan antara hukum perdata
dalam istilah hukum pajak, padahal semestinya istilah hukum perdata tidak
selalu menganut hukum perpajakan. Contoh tentang pengertian domisili atau
tempat tinggal yang diatur dalam Pasal 17–25 KUHP yang dibandingkan
dengan Undang-Undang lama Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 5. Dan sekarang
ini telah diganti menjadi Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dimana ayat 5 telah dihapuskan juga.
2) Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Yang menjadi ancaman hukum pidana tidak hanya dari KUHP,
melainkan juga dari yang tercantum dalam UU luar KUHP. Alasannya:
a) Perubahan sosial yang cepat, dimana perubahan tersebut harus diikuti
dengan peraturan hukum dan sanksi pidana.
b) Kompleksnya kehidupan modern, dengan begitu selain diperlukan
adanya peraturan pidana unifikasi yang bertahan lama (KUHP) juga
diperlukan peraturan pidana temporer.
c) Peraturan hukum yang banyak berupa UU pada lapangan hukum
administrasi negara, dengan sanksi pidana perlu dikaitkan dengan tujuan
memantau peraturan supaya dipatuhi.
UU Tindak Pidana Ekonomi, UU, Tindak Pidana Subversi, Tindak
Pidana Korupsi, UU Pajak, dll merupakan UU luar KUHP di dalam UU
Perpajakan, ketetuan pidana diatur dalam Bab VIII Pasal 38–Pasal
43 UU KUHP, Bab XIII Pasal 24 Pasal 27 UU Pajak Bumi dan
Bangunan, Bab V Pasal 13 dan Pasal 14 UU Bea Materai.
b. Jenis Hukum
Dalam bidang perpajakan, terdapat dua jenis hukum pajak yang
dibedakan menjadi berikut.
1) Hukum Pajak Material
Hukum pajak material ialah peraturan perpajakan yang berisi aturan
terkait objek pajak, subjek pajak, tarif pajak, hal-hal terkait utang pajak (tax
debt), serta ikatan hukum pemerintah dengan masyarakat selaku Wajib
Pajak. Contoh dari hukum pajak material ini di antaranya adalah UU PPh,
UU PPN dan PPnBM.
2) Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal merupakan aturan yang berisi tata cara dalam
merealisasikan hukum pajak materil, yang mana di antaranya adalah: (a)
prosedur penetapan utang pajak (tax debt), (b) hak aparat pajak dalam
mengawasi wajib pajak terkait hal-hal yang dapat menimbulkan adanya tax
debt, dan (c) hak serta kewajiban wajib pajak, di mana hak yang dimaksud
yaitu seperti hak dalam mengajukan banding, sedangkan kewajibannya yaitu
seperti melaksanakan pembukuan atau pencatatan. Contoh dari hukum pajak
formal ini sendiri ialah Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Selain itu, adapun contoh undang-undang yang memuat kedua jenis
hukum pajak yang telah dijelaskan di atas, yakni Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000, yang kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dan terakhir
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
3) Fungsi Hukum Pajak
Fungsi utama dibuatnya hukum pajak adalah untuk meningkatkan
kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban perpajakan. Selain itu, terdapat juga
fungsi lain dari adanya hukum pajak di antaranya sebagai berikut.
1) Hukum Pajak dapat berperan sebagai dasar pembuatan kebijakan perpajakan
yang memegang nilai efisiensi, keadilan, serta dirancang dengan jelas dalam
Undang-undang Perpajakan.
2) Hukum Pajak dapat berperan sebagai perangkat hukum yang menjelaskan
perihal subjek pajak, wajib pajak serta kewajibannya, objek pajak,
timbulnya tax debt serta cara penghapusannya, dan prosedur penagihan
pajak.
BAB 3 KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak merupakan


hal yang krusial bagi suatu negara sebab pajak menjadi sumber pendanaan terbesar yang
nantinya akan dialokasikan untuk pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Karena pajak merupakan hal yang penting bagi suatu negara, maka masyarakat selaku
wajib pajak diharuskan untuk patuh dan taat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya agar
pembangunan negara dapat berjalan dengan baik dan kesejahteraan masyarakat pun
meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Fakhruzy, Agung. “Peranan Hukum Pajak dalam Upaya Mewujudkan Tujuan Negara”.
JurnalTransparansi Hukum.
Larasati, Salsa Voni. 2022. “Peran Hukum Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib
PajakMembayar Pajak”. Jurnal Hukum, Humaniora, Masyarakat, dan Budaya, 2(1),
60-66.
pajak.go.id. “Pajak”. Diakses pada 8 Maret 2023, dari https://www.pajak.go.id/id/pajak.
Suastika, I Nengah. 2021. “Tata Cara Pemungutan Pajak dalam Perpektif Hukum
Pajak”. Jurnal Komunikasi Hukum, 7(1), 326-333.
Thian, Alexander. 2021. Hukum Pajak. Yogyakarta: ANDI.

Anda mungkin juga menyukai