Anda di halaman 1dari 23

PAPER

PERPAJAKAN
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

Disusun Oleh :
Fingky Evita Maharani (43122010111)
Raditya Tsany Aryawicaksana (43122010190)
Fitria Sri Hartati (43122010313)
Ridha Rahma Safitri (43122010314)

Dosen : Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2023
Abstrak
Ketentuan umum perpajakan adalah seperangkat aturan dan regulasi yang mengatur tata cara
pelaksanaan sistem perpajakan dalam suatu negara. Tujuan dari ketentuan umum perpajakan
adalah untuk memastikan bahwa pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari pajak dapat
digunakan secara efektif dan efisien untuk membiayai program-program pemerintah,
termasuk pelayanan publik dan infrastruktur.
Pada penelitian kali ini bertujuan untuk menguji pengaruh kesadaran membayar pajak
terhadap kepatuhan membayar pajak, Untuk menguji pengaruh pengetahuan dan pemahaman
tentang peraturan perpajakan terhadap kepatuhan membayar pajak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pusat Pendidikan Administrasi (Pusdikmin) merupakan satuan kerja di bawah
Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) yang menyelenggarakan pendidikan bidang
pembinaan salah satunya adalah pendidikan pengembangan spesialisasi Brigadir/PNS
Gol. II Administrasi Keuangan. Penyelenggaraan pendidikan pengembangan
spesialisasi Brigadir/PNS Gol. II Administrasi Keuangan bertujuan supaya
Brigadir/PNS Gol. II memiliki kemampuan dan keterampilan manajerial dalam
penyelenggaraan dan pengelolaan anggaran pada satuan kerja.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang - undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Ketentuan Umum Perpajakan meliputi pengertian fungsi pajak, pengelompokkan
pajak, jenis - jenis pajak serta tata cara pemungutan pajak. Mata pelajaran ini adalah
merupakan bagian dari tugas para pengelola administrasi keuangan sesuai dengan
peraturan perundang - undangan.
Setelah mengikuti pembelajaran materi Ketentuan Umum Perpajakan
diharapkan para peserta didik memahami dan mampu menghitung pajak penghasilan
(PPh) dan pajak penambahan nilai (PPn) serta pemotongan bea materai (PPn BM)
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sistem perpajakan di Indonesia memiliki beberapa instrumen yang digunakan
oleh Pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan negara dari pajak. Instrumen -
instrumen tersebut antara lain adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat
Tanda Pendaftaran (STP), Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Surat
Pemberitahuan (SPT).

B. Rumusan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil,
sebagai berikut:
1. Bagaimana ketentuan-ketentuan umum Perpajakan?
2. Bagaimana penjabaran tentang NPWP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
3. Bagaimana penjabaran tentang PKP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
4. Bagaimana penjabaran tentang SPT beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
5. Bagaimana penjabaran tentang SSP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
6. Bagaimana penjabaran tentang STP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang terjadi, maka tujuan yang didapat sebagai
berikut:
1. Mengetahui ketentuan - ketentuan umum perpajakan.
2. Mengetahui penjabaran tentang NPWP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
3. Mengetahui penjabaran tentang PKP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
4. Mengetahui penjabaran tentang SPT beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
5. Mengetahui penjabaran tentang SSP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
6. Mengetahui penjabaran tentang STP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Ketentuan Umum Perpajakan
A. Dasar Hukum
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang - undang ini telah beberapa kali
mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang - undang No.
36 Tahun 2008.

Undang - undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak, serta cara
menghitung dan melunasi pajak yang terutang. Undang - undang PPH juga
lebih memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang - undang PPh menganut
asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak
tergantung kepada surat ketetapan pajak.

B. Pengertian pajak
1. Definisi dan Unsur Pajak
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmad Soemitro, SH :

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan


Undang - undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki


Unsur - unsur :
a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukanbarang).
b. Berdasarkan Undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan undang-undang serta aturan pelaksananya.
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
a. Fungsi Budgeter (Fungsi Penerimaan)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara, yaitu pengeluaran rutin dan
pembangunan.
b. Fungsi Reguler (Fungsi Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

3. Pengelompokkan Pajak
a. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
b. Pajak Subjektif dan Pajak Objektif.
c. Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

4. Jenis-jenis Pajak
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas :
1) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak hotel, Pajak restoran dan Pajak
hiburan.

5. Tata Cara Pemungutan Pajak


a. Asas Pemungutan Pajak
1) Asas Domisili (asas tempat tinggal)
2) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajip Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
3) Asas Sumber
4) Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak.
5) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara.
b. Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assesment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak. Ciri - cirinya :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat
ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang. Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada Wajib Pajak sendiri.
b) Wajib Pajak aktif untuk menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak. Ciri - cirinya : wewenang untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain fiskus dan Wajib Pajak.

c. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak


1) Timbulnya Utang Pajak
a) Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan
pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assesment
system.
b) Utang pajak timbul karena berlakunya Undang - undang.
Seorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan.
Ajaran ini diterapkan pada self assesment system.
2) Hapusnya Utang Pajak
a) Pembayaran
b) Konpensasi
c) Daluarsa
d) Pembebasan dan penghapusan.
d. Tarif Pajak
1) Tarif Sebanding / Proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh : Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
daerah pabean akan dikenakan PPN sebesar 10%.
2) Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap
berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga
besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh :
Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro
dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 6.000,00
3) Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh :
Pasal 17 Undang - undang Pajak Penghasilan.
4) Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

C. Dasar Hukum Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21


1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak
dari :
a. Pegawai tetap, termasuk pejabat negara, PNS, Anggota TNI/Polri, pejabat
negara lainnya, Pegawai BUMN dan BUMD, dan anggota dewan
komisaris atau dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap
pada perusahaan yang sama.
b. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan.
c. Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai yang dibayarkan secara
bualan.
d. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.

Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar :


Bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan bruto
dikurangi dengan :
 Biaya Jabatan
 Iuran pensiun yang dibayar sendiri oleh pegawai
(termasuk iuran tabungan hari tua/jaminan hari tua).
 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Bagi penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan adalah
sebesar penghasilan bruto dikurangi dengan :
 Biaya pensiun
 PTKP
Bagi pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai yang
dibayarkan secara bulanan adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi
PTKP.
Bagi distributor perusahaan multilevel marketing atau direct
selling dan kegiatan sejenis lainnya adalah penghasilan bruto
setiap bulan dikurangi dengan PTKP per bulan.

PPh Pasal 21 = Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pasal 17 UU PPh

2. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas penghasilan bruto berupa :


a. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain dengan nama sebagai
imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar
banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang
diberikan yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan takwim.
b. Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada
perusahaan yang sama, selama satu tahun takwim. Jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai selama satu
tahun takwim.
c. Penarikan dana pada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, oleh pesertaprogram pensiun sebelum memasuki masa
pensiun yangditerima atau diperoleh selama satu tahun takwim.

PPh pasal 21 = Penghasilan Bruto x Tarif Pasal 17 UU PPh

3. Tarif sebesar 15%, diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan
atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris). Besarnya
perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari penghasilan bruto berupa honorarium
atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.

PPh Pasal 21 = (Penghasilan Bruto x 50%) x 15%

4. Tarif sebesar 5% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp. 110.000,00 sehari
tetapi tidak melebih Rp. 1.100.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak
dibayarkan secara bulanan.

PPh pasal 21 sehari = (Penghasilan Bruto Sehari – Rp. 110.000) x 5%

D. Cara Menghitung PPh Pasal 21


1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap
a. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih
dahulu dicarai seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama
sebulan yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran
teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
b. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan
Pemeliharaan Kecelakaan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan
penghasilan bagi pegawi. Dalam menghitung PPh pasal 21, premi tersebut
digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja
kepada pegawai.
c. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh
dengan cara mengurani penghasilan bruto seblum dengan biaya jabatan, iuran
pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayarkan
sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada
Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
d. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan
neto sebulan dikalikan 12.
e. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya
sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai
bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan
mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai
yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember dan
menambahkan hasilnya dengan penghasilan neto yang diperoleh dalam masa -
masa sebelumnya dalam tahun yang sama yang diperoleh dari pemberi kerja
sebelumnya sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal
21 (form 1721 A1).
f. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif
Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf a atau b
di atas, dikurangi dengan PTKP.
1) g. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17
UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
huruf c, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus
dipotong dan atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar Jumlah PPh
Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dibagi dengan 12; atau
2) Jumlah PPh Pasal 21 setahun setelah dikurangi dengan PPh yang
terutang dan telah diperhitungkan pada pemebri kerja sebelumnya
sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal 21, jika
pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja
lain, dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan
bekerja, atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
E. Dasar Hukum Penghitungan Pajak Penambahan Nilai (PPN)
Peraturan-peraturan Perpajakan yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan
Pemungutahn PPN adalah :
1. UU no.8 Tahun 1983,sebagai mana telah berubah terakhir dengan undang -
undang nomor 42 Tahun 2009
2. Peraturan Menteri Keuangan nomor 68/PMK.03/2010
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor44/PJ/2010.
4. Keputusan Menteri Keuangan nomor 563/KMK.03/2003.
F. Cara Menghitung Pajak Penambahan Nilai (PPN) Nilai harga
Penagihan dikalikan dengan 100/110 hal ini akan mendapatkan harga
pengenaan pajak, sedangkan untuk mendapatkan pajak penambahan nilai
(PPN) =10% dikalikan dengan hasil harga pengenaan pajak.
G. Dasar Hukum Pengenaan Bea Materai (PPn BM)
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2009
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-02/PJ/2003
H. Cara Menghitung Pengenaan Bea Materai
Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran bendahara sebagai pihak
penerima kuintasi terutang bea materai sebesar :
1. Rp.3.000 disetiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya diantara
Rp.250.000 sampai dengan Rp.1.000.000
2. Rp.6.000 disetiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya diatas
Rp.1.000.000

2. NPWP
A. Pengertian NPWP
NPWP adalah nomor tanda wajib pajak sebagai identitas dalam rangka
memenuhi hak dan kewajiban perpajakan. Sementara dalam pasal 1
Nomor 6 Undang - Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 dijelaskan,
NPWP adalah identitas atau tanda pengenal bagi Wajib Pajak yang
diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Setiap Wajib Pajak hanya memiliki satu NPWP.

NPWP adalah terdiri dari 15 digit. Rinciannya, 9 digit pertama adalah


kode wajib pajak, sedangkan 6 digit berikutnya merupakan kode
administrasi perpajakan. Kode ini menjamin data perpajakan seseorang
agar tidak tertukar dengan wajib pajak lainnya.

Dengan demikian, arti NPWP adalah identitas, layaknya KTP dan


SIM, untuk Wajib Pajak untuk kepentingan adminstrasi yang berkaitan
dengan perpajakan. NPWP wajib dimiliki WNI dan WNA yang jadi wajib
pajak, baik itu perorangan maupun badan usaha.

B. Pemilik NPWP
Setidaknya ada golongan yang wajib memiliki NPWP.
1. Orang Pribadi
Semua warga yang mempunyai penghasilan, khususnya di atas rata-rata wajib
memiliki NPWP. Bahkan, wanita yang sudah menikah pun akan dikenai pajak
secara terpisah.
Hal tersebut karena memiliki kehidupan yang terpisah berdasarkan keputusan dari
hakim. Adanya penghendakan secara tertulis berdasarkan dari perjanjian pada
pemisahan penghasilan dan harta.

Memilih dalam melaksanakan hak dan juga memenuhi semua kewajiban pajaknya
yang dilakukan secara terpisah dari suami walaupun tidak terdapat adanya
perjanjian dari pemisahan penghasilan dan harta.

2. Wajib Pajak Badan


Maksudnya memiliki kewajiban dalam perpajakan sebagai yang membayarkan
pajak, memotong dan memungut pajak yang disesuaikan dengan peraturan
Undang-Undang perpajakan.

C. Jenis NPWP
Menurut jenisnya, NPWP adalah dibedakan menjadi dua, yaitu:
 NPWP Pribadi, diberikan kepada setiap orang yang mempunyai penghasilan di
Indonesia.
 NPWP Badan, diberikan kepada perusahaan atau badan usaha yang
mempunyai penghasilan di Indonesia.

D. Manfaat dan fungsi NPWP


NPWP adalah identitas Wajib Pajak yang memiliki banyak manfaat. Misalnya
untuk keperluan administrasi perpajakan atau untuk urusan administrasi di luar
perpajakan. Sedangkan fungsi NPWP untuk urusan perpajakan adalah sebagai
berikut:
 Sebagai kode unik yang selalu digunakan dalam setiap urusan perpajakan yang
membuat data perpajakan Anda tidak akan tertukar dengan wajib pajak
lainnya.
 Apa jadinya bila biaya pajak yang Anda bayar ternyata lebih bayar? Sudah
pasti Anda berharap uang tersebut bisa kembali bukan? Secara sederhana,
inilah yang disebut dengan restitusi pajak. Untuk mengurus proses restitusi
tersebut, syarat utamanya adalah menunjukkan NPWP.

E. Contoh NPWP
Perbedaan antara NPWP Cabang dan NPWP Pusat terlihat dari 6 digit terakhir
NPWP Cabang yang berbeda dengan NPWP Pusat meskipun 9 digit awalnya
sama.

3 digit pertama yang berbeda mewakili kode KPP tempat cabang didirikan dan
3 digit paling akhir mewakili kode cabang.

Contoh : NPWP Cabang: 01.234.567.8-044.002


(Terdapat kesamaan di 9 digit awal namun “044” menandakan 3 digit kode KPP
tempat cabang dan “002” untuk kode cabang, misalnya KPP Pratama Jakarta
Pademangan)

3. PKP
A. Pengertian PKP
Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa disebut dengan PKP adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena
pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang Pajak Pertambahan
Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha
kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

B. Fungsi PKP
PKP untuk para pengusaha memiliki beberapa fungsi antara lain :
 Pengawasan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.
 Identitas PKP yang bersangkutan.
 Pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan
Barang Mewah (PPnBM).

C. Kegiatan Usaha PKP
Kegiatan badan usaha atau pribadi yang wajib dan bisa mengajukan PKP
adalah :
 Menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP).
 Mengimpor atau mengekspor BKP.
 Melakukan usaha perdagangan.
 Memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.
 Melakukan usaha JKP.
 Memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean.

D. Kewajiban, Hak, dan Keuntungan PKP


Ada beberapa hak dan juga kewajiban yang harus dipenuhi setelah dikukuhkan
menjadi PKP, berikut adalah daftar lengkapnya.

1. Hak PKP
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan mendapat hak-hak sebagai
berikut ini:
 Dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehan BKP/JKP
 Dapat melakukan restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN yang PKP
bayarkan.

2. Kewajiban PKP
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan memiliki kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi sebagai berikut ini:
 Memungut PPN/PPnBM terutang.
 Menyetorkan PPN/PPnBM terutang yang kurang bayar.
 Melaporkan/menyampaikan SPT Masa PPN/PPnBM yang terutang.
3. Keuntungan PKP
Selain mendapatkan hak dan juga kewajiban. Sebagai PKP, Anda akan
mendapatkan keuntungan sebagai berikut:
 Dianggap memiliki sistem yang baik dan legal di mata hukum.
 Dianggap sebagai perusahaan tertib dalam kewajiban perpajakan.
 Perusahaan dianggap bonafit dan besar
 Dapat melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah.
 Pola produksi dan investasi pengusaha akan lebih membaik karena semua
biaya dibebankan konsumen akhir

F. Contoh PKP
Contohnya, perusahaan XYZ memiliki omzet di atas Rp 4,8 miliar per tahun
sehingga wajib menjadi PKP.

4. SPT
A. Pengertian SPT
SPT adalah surat yang digunakan wajib pajak untuk melaporkan
penghitungan pajak, penghasilan, harta, objek pajak, atau kewajiban pajak lainnya
yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
SPT memuat informasi seputar jumlah pajak terutang serta pelunasan pajak
yang telah dilakukan dalam periode tertentu. Segala informasi yang dituliskan
dalam SPT harus benar, lengkap, dan jelas.

Wajib pajak juga harus bertanggung jawab atas informasi yang tertera dalam
SPT. Jika terdapat informasi yang tidak sesuai, Ditjen Pajak sebagai
penyelenggara kegiatan pajak dapat meminta keterangan dan pertanggungjawaban
pada Wajib Pajak.

B. Jenis SPT
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kita mengenal dua
jenis SPT yakni:

1. SPT Masa

SPT Masa digunakan untuk melaporkan pajak dalam kurun waktu tertentu
(bulanan). Jenis pajak yang harus dilaporkan setiap bulan melalui SPT Masa
terdiri dari:
 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
 PPh Pasal 22.
 PPh Pasal 23.
 PPh Pasal 25.
 PPh Pasal 26.
 PPh Pasal 4 ayat 2.
 PPh Pasal 15.
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah
(PPnBM).
 Pemungut PPN.

Meski sembilan jenis pajak di atas memiliki SPT Masa, format tiap formulir
pajaknya berbeda. Perbedaan format SPT Masa tersebut berkaitan dengan tarif
dan objek pajak yang berbeda untuk masing-masing jenis pajak.

Tak hanya format formulirnya yang berbeda, batas waktu pelaporan tiap jenis
SPT masa pun berbeda. Untuk SPT Masa PPh, wajib pajak harus melaporkannya
paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya. Sementara itu, SPT Masa PPn
wajib dilaporkan setiap akhir bulan pada bulan berikutnya.

Lantas, bagaimana bila jatuh tempo pelaporan SPT Masa adalah hari libur?
Jika demikian, wajib pajak harus melaporkan SPT-nya pada keesokan hari,
misalnya pada tanggal 21 atau 22, sesuai dengan hari kerja Kantor Pelayanan
Pajak (KPP).

2. SPT Tahunan

Sesuai dengan namanya, SPT Tahunan wajib dilaporkan setiap tahun, atau
pada akhir tahun pajak. SPT Tahunan sendiri dibagi ke dalam dua kategori: SPT
Tahunan Perorangan, dan SPT Tahunan Badan.

SPT Tahunan Perorangan pun masih dibagi lagi ke dalam tiga jenis formulir
yang terdiri dari formulir SPT Tahunan 1770, SPT 1770 S, dan SPT 1770 SS.
Perbedaan antara tiga jenis formulir SPT Tahunan tersebut terletak pada status
kepegawaian seseorang, sumber penghasilan lain, serta besaran penghasilan wajib
pajak setiap tahunnya.

Formulir 1770 digunakan oleh Wajib Pajak berstatus pegawai yang memiliki
sumber penghasilan lain, sedangkan pegawai dengan penghasilan kurang dari atau
sama dengan Rp60.000.000 per tahun dapat menggunakan formulir 1770 SS.
Mereka yang berstatus pegawai dengan penghasilan lebih dari Rp60.000.000
diwajibkan melaporkan SPT Tahunan-nya dengan formulir 1770 S.

Batas waktu pelaporan SPT Tahunan pun terbagi menjadi dua, yakni tiga
bulan setelah masa pajak pagi perorangan, serta empat bulan setelah masa pajak
bagi badan usaha. Biasanya, batas pelaporan SPT Tahunan Perorangan jatuh pada
30 Maret, sedangkan untuk badan usaha adalah sebulan setelahnya, yakni pada 30
April.
C. Cara Menyampaikan SPT Pajak

Wajib Pajak dapat melakukan pelaporan SPT baik secara manual maupun
elektronik. Bagi yang lebih suka opsi manual, Anda dapat datang langsung ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

Anda akan diberi formulir SPT yang berisi beberapa kolom yang wajib diisi
seperti identitas, aset, nilai harta, cantuman nominal pajak yang sudah dilaporkan,
hingga pajak terutang.

Setelah diisi, Anda dapat mengambil nomor antrean pembayaran untuk


menyerahkan berkas pada petugas KKP. Setelah berkas diserahkan, petugas akan
memberikan bukti penyerahan SPT.

Jika Anda tidak suka dengan antrean panjang di KPP, opsi pelaporan secara
online melalui e-Filling. Dengan bermodal komputer atau smartphone serta
koneksi internet yang stabil, Anda dapat melaporkan SPT melalui DJP Online atau
mitra resmi Ditjen Pajak. Salah satu mitra resmi tersebut adalah OnlinePajak.

Di OnlinePajak, Anda dapat melaporkan SPT pajak, baik itu SPT Masa
maupun SPT Tahunan Badan/Pribadi dengan mudah dan nyaman. Tidak perlu
antre, tidak ada lagi error ketika lapor pada jam-jam sibuk, dan terima bukti
penerimaan elektronik (BPE) secara resmi. Jika ada keterangan harus melakukan
setor pajak, Anda juga dapat langsung melakukannya di aplikasi yang sama. Jadi,
kepatuhan pajak berjalan lebih lancar.

D. Contoh SPT
Contohnya, perusahaan XYZ harus mengajukan SPT setiap bulan untuk
melaporkan jumlah PPN yang harus dibayarkan

5. SSP
A. Pengertian SSP
SSP merupakan suatu bukti pembayaran/penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pengertian lain juga menyebutkan bahwa SSP merupakan suatu surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke kas negara.

B. Fungsi dan Jenis Surat Setoran Pajak


SSP berperan sangat penting dalam pembayaran atau penyetoran pajak. Oleh
karena itu, SSP berfungsi sebagai sebuah bukti pembayaran pajak apabila telah
disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang, atau apabila
telah mendapatkan validasi dari pihak lain yang berwenang. SSP sebagai sarana
administrasi untuk melakukan pembayaran, terdiri dari:
a. Surat Setoran Pajak Standar
SSP Standar merupakan surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran. Surat ini digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk,
ukuran, dan isi yang telah ditetapkan. SSP Standar dibuat sebanyak rangkap 5
dengan peruntukan sebagai berikut:
 Lembar ke-1 untuk arsip Wajib Pajak.
 Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
 Lembar ke-3 digunakan Wajib Pajak untuk lapor ke KPP.
 Lembar ke-4 untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.
 Lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan
ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.

b. Surat Setoran Pajak Khusus


Surat Setoran Pajak Khusus ini mempunyai fungsi yang sama dengan SSP
Standar dalam administrasi perpajakannya. SSP Khusus merupakan bukti
pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang
dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran menggunakan mesin transaksi dan/atau
alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan. SSP Khusus hanya
dicetak pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 lembar,
yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar. Atau
dicetak terpisah sebanyak 1 lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP
Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif
Penerimaan (DNP).

c. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor


Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP) merupakan
SSP yang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka impor. SSPCP
ini dibuat dalam rangkap 6 dengan peruntukan sebagai berikut:
 Lembar ke-1a untuk KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai) melalui Penyetor/Wajib Pajak.
 Lembar ke-1b Untuk Penyetor/Wajib Pajak.
 Lembar ke-2a untuk KPBC melalui KPPN.
 Lembar ke-2b dan ke-2c untuk KPP melalui KPPN.
 Lembar ke-3a dan ke-3b untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak atau
KPBC.
 Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Pos Indonesia.

d. Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan
dalam Negeri (SSCP)
SSCP ini merupakan SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk cukai atas
Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. Surat Setoran
ini dibuat dalam rangkap 6 dengan peruntukan sebagai berikut:
 Lembar ke-1a untuk KPBC melalui Penyetor atau Wajib Pajak.
 Lembar ke-1b untuk Penyetor atau Wajib Pajak.
 Lembar ke-2a diperuntukkan bagi KPBC melalui KPPN,
 Lembar ke-2b untuk KPP melalui KPPN.
 Lembar ke-3 untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak, dan
 Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.
C. Contoh SPP
Contohnya, perusahaan XYZ harus membayar PPN sebesar Rp 10 juta
setiap bulan melalui SSP.
6. STP
A. Pengertian STP
STP sendiri adalah singkatan dari Segmentation, Targeting serta
Positioning. Pada STP marketing ini membagi strategi pemasaran menjadi tiga
tahapan yaitu :
 Segmentasi pasar. Pada tahapan awal ini STP membagi pasar menjadi
kelompok yang lebih kecil lagi (segmentasi)
 Target Konsumen. Jika pasar sudah dibagi kedalam kelompok kecil
maka kita menjadi lebih mudah menemukan target konsumen yang ada
pada segmen pasar tersebut.
 Posisikan bisnis yang anda jalankan di pasar. Dengan STP maka kita
akan memposisikan bisnis pada segmen pasar tersebut. Hal ini
bertujuan membuat konsumen menjadi tertarik sehingga bisa bersaing
dengan kompetitor.
B. 3 Langkah Penerapan STP Marketing
1. Segmentasi
Secara singkat segmentasi pasar yaitu pembagian pasar yang luas
kemudian dibagi lagi menjadi kelompok yang lebih kecil yang didasarkan
pada karakteristik tertentu.
Contohnya, kita bisa membagi pasar yang berdasarkan generasi
usianya. Dimulai dari generasi X, generasi milenial kemudian generasi Z.
Lalu bisa juga dengan membagi pasar yang berdasarkan minat film, seperti
yang menyukai film horor, komedi serta action.
Sehingga dengan adanya segmentasi pasar yang kita lakukan maka
akan semakin memudahkan kita dalam menjalankan promosi bisnis.
Meskipun hal itu tentu saja harus memerlukan waktu yang ekstra
namun promosi yang akan kita lakukan menjadi lebih hemat serta efektif
jika dibandingkan dengan promosi yang besar dan menyasar semua orang.
Secara umum kita bagi segmentasi pasar menjadi dua jenis yaitu :
 Segmentasi Demografis Disini pasar dibagi menjadi yang
berdasarkan umur, gender, etnis, tingkat pendidikan, pekerjaan dan
sebagainya. Kita juga bisa menemukan contoh segmentasi pasar
Demografis pada industri video game. Contohnya Pokemon
merupakan game untuk anak - anak, Call of Duty adalah game
yang bisa dimainkan oleh remaja.
 Segmentasi Geografis Disini pasar dibagi dalam kelompok negara,
provinsi, kota, iklim serta tingkat populasinya. Misalnya pada Mc
Donalds yang memiliki menu masakan sesuai dengan ciri khas dari
negaranya.
 Segmentasi Psikografis Dalam segmentasi ini, pasar dibagi
berdasarkan psikologis konsumen. Misalnya kepribadian,
kepercayaan, gaya hidup dan lain - lain. Contohnya yaitu pada
brand sepatu. Sepatu merk Vans untuk anak muda pemain
skateboard. Nike untuk konsumen yang soprty.
 Segmentasi Perilaku Pada segmentasi jenis ini , pasar dibagi
berdasarkan kebiasaan konsumen dalam membeli produk, seperti
tingkat loyalitas, manfaat yang dicari dan lain - lain. Contohnya
pada pasta gigi yang terdapat embel - embel “sensitive” adalah
untuk orang yang memiliki gigi sensitive.

2. Targeting
Dalam tahapan ini kita sudah bisa menentukan mana segmen pasar
yang terbaik yang cocok dan baik bagi bisnis kita. Dalam
penentuannya terdapat tiga faktor yang harus dipertimbangkan :
 Profitabilitas Karena profit biasanya menjadi tujuan utama dalam
berbisnis maka kita harus pastikan bahwa segmen yang kita
inginkan tersebut memang akan menghasilkan profit besar. Jangan
salah target, misal menjual mobil sport untuk mahasiswa.
Meskipun ada beberapa mahasiswa yang mungkin mampu untuk
membelinya. Namun kita lebih baik menarget orang yang sudah
bekerja.
 Ukuran dan Potensi Pertumbuhan Dalam segmentasi ini memang
membagi pasar ke dalam kelompok kecil. Namun usahakan kita
juga harus melihat besar kecilnya pasar tersebut. Jangan membagi
pasar yang sudah kecil, karena bisa membatasi perkembangan
bisnis kita. Selain itu juga memperhatikan perkembangan pasar di
masa depan. Hindari memilih pasar yang sudah mentok karena
profitnya akan berkurang.
 Kemudahan Akses Tidak perlu memilih pasar yang memberikan
profit serta potensi yang besar jika kita tidak tahu cara menjual
produknya. Pilih pasar yang bisa mudah diakses baik oleh kita
maupun konsumen.
3. Positioning
Positioning yaitu bagaimana cara kita untuk memposisikan bisnis
pada pasar yang dituju. Tawarkan keunikan produk yang dimiliki pada
konsumen.
Misalnya iPhone, Apple membuat iPhone sebagai smartphone yang
berkualitas premium dan mewah. Sehingga tentu saja target dari
iPhone ini adalah orang yang tak hanya ingin membeli iPhone saja
namun juga mencari gengsi atau kemewahan.
 Tawarkan solusi dari Masalah yang Dihadapi Segmen Tersebut
Pada setiap segmen ini pastinya mempunyai masalah didalamnya.
Agar bisa tahu permasalahan tersebut maka kita harus melakukan
riset terlebih dahulu. Dan setelah tahu permasalahannya apa, maka
kita tawarkan solusinya. Dalam solusi ini tentu saja dengan produk
ataupun jasa yang kita jual.
 Temukan Unique Selling Point Anda Apa yang membedakan bisnis
yang kita jalankan dengan kompetitor lain pada segmen tersebut?
Alasan kenapa konsumen memilih produk kita? Dan untuk
menjawab semua pertanyaan diatas maka kita juga perlu
menemukan Unique Selling Point (USP) di bisnis yang kita
jalankan. Dengan USP ini maka bisa membuat kita berbeda
sehingga konsumen nantinya akan rela mengeluarkan uangnya
untuk membeli produk yang kita miliki.

C. Contoh STP Marketing


Sebenarnya untuk contoh STP Marketing ini bisa kita temukan dengan
mudah pada brand-brand besar.
Namun kali ini kami akan memberikan contoh untuk memulai bisnis
kuliner. Disini sebelumnya kita sudah melakukan riset pasar dan menemukan
bahwa bisnis kuliner seperti cafe saat ini sedang banyak diminta.
Dengan melihat contoh diatas, maka strategi STP marketing Anda
adalah :
1. Segmentation
Dikalangan anak muda, saat ini bisnis cafe sedang menjadi hits.
Kemudian kita akan bagi lagi target pasar ini menjadi dua segmentasi
yaitu psikografis : anak muda yang kaya serta anak muda dengan
kantong pas pasan.
Untuk cafe pada segmentasi pertama tersebut tentunya
menunya lebih premium dan harganya juga diatas rata - rata.
Sedang bagi anak muda dengan uang pas pasan maka memiliki
menu yang simpel serta harganya yang terjangkau.
2. Targeting
Kita akan menganalisa targeting dengan menggunakan tiga
poin yang sebelumnya sudah pernah dijabarkan diatas :
 Profitabilitas Dengan melihat kedua segmentasi diatas, cafe dengan
harga yang bersahabat lebih dipilih oleh anak muda. Meskipun
dengan uang yang pas - pasan namun masih bisa menikmatinya.
Dan untuk anak muda yang kaya juga tak ragu lagi untuk datang
berkunjung jika cafenya memiliki review yang bagus.
 Ukuran dan Potensi Pertumbuhan Kedua pasar diatas tadi
sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang di masa depan.
Namun setelah melakukan riset lagi ternyata pasar anak muda yang
memiliki kantong pas - pasan lebih cepat berkembang. Alasannya
juga simpel karena lebih banyak anak muda dengan kantong yang
pas-pasan dibandingkan dengan anak muda kaya.
 Kemudahan Akses Cafe yang mahal tentu saja harus memiliki
parkiran luas untuk memarkir mobil - mobil yang dibawanya. Akan
tetapi cafe yang sesuai budget biasanya memiliki tempat parkir
yang kecil. Cafe ini memang bersahabat dan cocok untuk semua
kalangan.
3. Positioning
Kebanyakan cafe untuk anak muda memiliki wifi yang lambat .
Nah ini merupakan peluang bagi kita untuk memberikan fasilitas wifi
dengan kecepatan yang bisa diandalkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian. Dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
Ketentuan umum perpajakan mencakup berbagai aspek, termasuk jenis pajak yang
dikenakan, persyaratan pelaporan, dan pembayaran pajak, sanksi atas pelanggaran peraturan
pajak, dan hak dan kewajiban wajib pajak. Beberapa jenis pajak yang umumnya dikenakan di
banyak negara termasuk pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan.
Ketentuan umum perpajakan juga dapat mencakup prinsip – prinsip yang melindungi hak
wajib pajak, seperti prinsip kepastian hukum, kesetaraan pelakuan, dan keadilan. Selain itu,
ketentuan umum perpajakan dapat memberikan insentif dan keringanan pajak bagi sektor –
sektor tertentu atau wajib pajak yang memenuhi syarat tertentu, seperti investasi dalam sektor
– sektor tertentu atau kegiatan amal.
Ketentuan umum perpajakan sangat penting bagi semua wajib pajak, baik individu maupun
badan usaha, untuk memahami kewajiban dan hak mereka dakam sistem perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA

Aman. (2021, September 23). Mengenal STP Marketing (Segmen, Target dan Positioning).

Kompas.com. (2022, Oktober 31). Apa itu NPWP: Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Fungsinya.

LEMDIKPOL, P. (n.d.). KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN, 20.

Pajak, O. (2023, Februari 24). SPT: Informasi Lengkap Seputar Surat Pemberitahuan Pajak.

Prabandaru, A. (2019, Februari 26). Ketahui Pengertian, Fungsi, Jenis, dan Cara Pengisian Surat
Setoran Pajak (SSP).

Trias. (2021, Januari 27). Definisi dan Panduan Lengkap Mengenai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Anda mungkin juga menyukai