PERPAJAKAN
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN
Disusun Oleh :
Fingky Evita Maharani (43122010111)
Raditya Tsany Aryawicaksana (43122010190)
Fitria Sri Hartati (43122010313)
Ridha Rahma Safitri (43122010314)
B. Rumusan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil,
sebagai berikut:
1. Bagaimana ketentuan-ketentuan umum Perpajakan?
2. Bagaimana penjabaran tentang NPWP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
3. Bagaimana penjabaran tentang PKP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
4. Bagaimana penjabaran tentang SPT beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
5. Bagaimana penjabaran tentang SSP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
6. Bagaimana penjabaran tentang STP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang terjadi, maka tujuan yang didapat sebagai
berikut:
1. Mengetahui ketentuan - ketentuan umum perpajakan.
2. Mengetahui penjabaran tentang NPWP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
3. Mengetahui penjabaran tentang PKP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
4. Mengetahui penjabaran tentang SPT beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
5. Mengetahui penjabaran tentang SSP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
6. Mengetahui penjabaran tentang STP beserta contoh penerapannya disebuah
perusahaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Ketentuan Umum Perpajakan
A. Dasar Hukum
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang - undang ini telah beberapa kali
mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang - undang No.
36 Tahun 2008.
Undang - undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak, serta cara
menghitung dan melunasi pajak yang terutang. Undang - undang PPH juga
lebih memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang - undang PPh menganut
asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak
tergantung kepada surat ketetapan pajak.
B. Pengertian pajak
1. Definisi dan Unsur Pajak
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmad Soemitro, SH :
2. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
a. Fungsi Budgeter (Fungsi Penerimaan)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara, yaitu pengeluaran rutin dan
pembangunan.
b. Fungsi Reguler (Fungsi Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
3. Pengelompokkan Pajak
a. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
b. Pajak Subjektif dan Pajak Objektif.
c. Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
4. Jenis-jenis Pajak
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas :
1) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak hotel, Pajak restoran dan Pajak
hiburan.
3. Tarif sebesar 15%, diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan
atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris). Besarnya
perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari penghasilan bruto berupa honorarium
atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
4. Tarif sebesar 5% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp. 110.000,00 sehari
tetapi tidak melebih Rp. 1.100.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak
dibayarkan secara bulanan.
2. NPWP
A. Pengertian NPWP
NPWP adalah nomor tanda wajib pajak sebagai identitas dalam rangka
memenuhi hak dan kewajiban perpajakan. Sementara dalam pasal 1
Nomor 6 Undang - Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 dijelaskan,
NPWP adalah identitas atau tanda pengenal bagi Wajib Pajak yang
diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Setiap Wajib Pajak hanya memiliki satu NPWP.
B. Pemilik NPWP
Setidaknya ada golongan yang wajib memiliki NPWP.
1. Orang Pribadi
Semua warga yang mempunyai penghasilan, khususnya di atas rata-rata wajib
memiliki NPWP. Bahkan, wanita yang sudah menikah pun akan dikenai pajak
secara terpisah.
Hal tersebut karena memiliki kehidupan yang terpisah berdasarkan keputusan dari
hakim. Adanya penghendakan secara tertulis berdasarkan dari perjanjian pada
pemisahan penghasilan dan harta.
Memilih dalam melaksanakan hak dan juga memenuhi semua kewajiban pajaknya
yang dilakukan secara terpisah dari suami walaupun tidak terdapat adanya
perjanjian dari pemisahan penghasilan dan harta.
C. Jenis NPWP
Menurut jenisnya, NPWP adalah dibedakan menjadi dua, yaitu:
NPWP Pribadi, diberikan kepada setiap orang yang mempunyai penghasilan di
Indonesia.
NPWP Badan, diberikan kepada perusahaan atau badan usaha yang
mempunyai penghasilan di Indonesia.
E. Contoh NPWP
Perbedaan antara NPWP Cabang dan NPWP Pusat terlihat dari 6 digit terakhir
NPWP Cabang yang berbeda dengan NPWP Pusat meskipun 9 digit awalnya
sama.
3 digit pertama yang berbeda mewakili kode KPP tempat cabang didirikan dan
3 digit paling akhir mewakili kode cabang.
3. PKP
A. Pengertian PKP
Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa disebut dengan PKP adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena
pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang Pajak Pertambahan
Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha
kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
B. Fungsi PKP
PKP untuk para pengusaha memiliki beberapa fungsi antara lain :
Pengawasan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.
Identitas PKP yang bersangkutan.
Pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan
Barang Mewah (PPnBM).
C. Kegiatan Usaha PKP
Kegiatan badan usaha atau pribadi yang wajib dan bisa mengajukan PKP
adalah :
Menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP).
Mengimpor atau mengekspor BKP.
Melakukan usaha perdagangan.
Memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.
Melakukan usaha JKP.
Memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean.
1. Hak PKP
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan mendapat hak-hak sebagai
berikut ini:
Dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehan BKP/JKP
Dapat melakukan restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN yang PKP
bayarkan.
2. Kewajiban PKP
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan memiliki kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi sebagai berikut ini:
Memungut PPN/PPnBM terutang.
Menyetorkan PPN/PPnBM terutang yang kurang bayar.
Melaporkan/menyampaikan SPT Masa PPN/PPnBM yang terutang.
3. Keuntungan PKP
Selain mendapatkan hak dan juga kewajiban. Sebagai PKP, Anda akan
mendapatkan keuntungan sebagai berikut:
Dianggap memiliki sistem yang baik dan legal di mata hukum.
Dianggap sebagai perusahaan tertib dalam kewajiban perpajakan.
Perusahaan dianggap bonafit dan besar
Dapat melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah.
Pola produksi dan investasi pengusaha akan lebih membaik karena semua
biaya dibebankan konsumen akhir
F. Contoh PKP
Contohnya, perusahaan XYZ memiliki omzet di atas Rp 4,8 miliar per tahun
sehingga wajib menjadi PKP.
4. SPT
A. Pengertian SPT
SPT adalah surat yang digunakan wajib pajak untuk melaporkan
penghitungan pajak, penghasilan, harta, objek pajak, atau kewajiban pajak lainnya
yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
SPT memuat informasi seputar jumlah pajak terutang serta pelunasan pajak
yang telah dilakukan dalam periode tertentu. Segala informasi yang dituliskan
dalam SPT harus benar, lengkap, dan jelas.
Wajib pajak juga harus bertanggung jawab atas informasi yang tertera dalam
SPT. Jika terdapat informasi yang tidak sesuai, Ditjen Pajak sebagai
penyelenggara kegiatan pajak dapat meminta keterangan dan pertanggungjawaban
pada Wajib Pajak.
B. Jenis SPT
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kita mengenal dua
jenis SPT yakni:
1. SPT Masa
SPT Masa digunakan untuk melaporkan pajak dalam kurun waktu tertentu
(bulanan). Jenis pajak yang harus dilaporkan setiap bulan melalui SPT Masa
terdiri dari:
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
PPh Pasal 22.
PPh Pasal 23.
PPh Pasal 25.
PPh Pasal 26.
PPh Pasal 4 ayat 2.
PPh Pasal 15.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah
(PPnBM).
Pemungut PPN.
Meski sembilan jenis pajak di atas memiliki SPT Masa, format tiap formulir
pajaknya berbeda. Perbedaan format SPT Masa tersebut berkaitan dengan tarif
dan objek pajak yang berbeda untuk masing-masing jenis pajak.
Tak hanya format formulirnya yang berbeda, batas waktu pelaporan tiap jenis
SPT masa pun berbeda. Untuk SPT Masa PPh, wajib pajak harus melaporkannya
paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya. Sementara itu, SPT Masa PPn
wajib dilaporkan setiap akhir bulan pada bulan berikutnya.
Lantas, bagaimana bila jatuh tempo pelaporan SPT Masa adalah hari libur?
Jika demikian, wajib pajak harus melaporkan SPT-nya pada keesokan hari,
misalnya pada tanggal 21 atau 22, sesuai dengan hari kerja Kantor Pelayanan
Pajak (KPP).
2. SPT Tahunan
Sesuai dengan namanya, SPT Tahunan wajib dilaporkan setiap tahun, atau
pada akhir tahun pajak. SPT Tahunan sendiri dibagi ke dalam dua kategori: SPT
Tahunan Perorangan, dan SPT Tahunan Badan.
SPT Tahunan Perorangan pun masih dibagi lagi ke dalam tiga jenis formulir
yang terdiri dari formulir SPT Tahunan 1770, SPT 1770 S, dan SPT 1770 SS.
Perbedaan antara tiga jenis formulir SPT Tahunan tersebut terletak pada status
kepegawaian seseorang, sumber penghasilan lain, serta besaran penghasilan wajib
pajak setiap tahunnya.
Formulir 1770 digunakan oleh Wajib Pajak berstatus pegawai yang memiliki
sumber penghasilan lain, sedangkan pegawai dengan penghasilan kurang dari atau
sama dengan Rp60.000.000 per tahun dapat menggunakan formulir 1770 SS.
Mereka yang berstatus pegawai dengan penghasilan lebih dari Rp60.000.000
diwajibkan melaporkan SPT Tahunan-nya dengan formulir 1770 S.
Batas waktu pelaporan SPT Tahunan pun terbagi menjadi dua, yakni tiga
bulan setelah masa pajak pagi perorangan, serta empat bulan setelah masa pajak
bagi badan usaha. Biasanya, batas pelaporan SPT Tahunan Perorangan jatuh pada
30 Maret, sedangkan untuk badan usaha adalah sebulan setelahnya, yakni pada 30
April.
C. Cara Menyampaikan SPT Pajak
Wajib Pajak dapat melakukan pelaporan SPT baik secara manual maupun
elektronik. Bagi yang lebih suka opsi manual, Anda dapat datang langsung ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
Anda akan diberi formulir SPT yang berisi beberapa kolom yang wajib diisi
seperti identitas, aset, nilai harta, cantuman nominal pajak yang sudah dilaporkan,
hingga pajak terutang.
Jika Anda tidak suka dengan antrean panjang di KPP, opsi pelaporan secara
online melalui e-Filling. Dengan bermodal komputer atau smartphone serta
koneksi internet yang stabil, Anda dapat melaporkan SPT melalui DJP Online atau
mitra resmi Ditjen Pajak. Salah satu mitra resmi tersebut adalah OnlinePajak.
Di OnlinePajak, Anda dapat melaporkan SPT pajak, baik itu SPT Masa
maupun SPT Tahunan Badan/Pribadi dengan mudah dan nyaman. Tidak perlu
antre, tidak ada lagi error ketika lapor pada jam-jam sibuk, dan terima bukti
penerimaan elektronik (BPE) secara resmi. Jika ada keterangan harus melakukan
setor pajak, Anda juga dapat langsung melakukannya di aplikasi yang sama. Jadi,
kepatuhan pajak berjalan lebih lancar.
D. Contoh SPT
Contohnya, perusahaan XYZ harus mengajukan SPT setiap bulan untuk
melaporkan jumlah PPN yang harus dibayarkan
5. SSP
A. Pengertian SSP
SSP merupakan suatu bukti pembayaran/penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pengertian lain juga menyebutkan bahwa SSP merupakan suatu surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke kas negara.
d. Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan
dalam Negeri (SSCP)
SSCP ini merupakan SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk cukai atas
Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. Surat Setoran
ini dibuat dalam rangkap 6 dengan peruntukan sebagai berikut:
Lembar ke-1a untuk KPBC melalui Penyetor atau Wajib Pajak.
Lembar ke-1b untuk Penyetor atau Wajib Pajak.
Lembar ke-2a diperuntukkan bagi KPBC melalui KPPN,
Lembar ke-2b untuk KPP melalui KPPN.
Lembar ke-3 untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak, dan
Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.
C. Contoh SPP
Contohnya, perusahaan XYZ harus membayar PPN sebesar Rp 10 juta
setiap bulan melalui SSP.
6. STP
A. Pengertian STP
STP sendiri adalah singkatan dari Segmentation, Targeting serta
Positioning. Pada STP marketing ini membagi strategi pemasaran menjadi tiga
tahapan yaitu :
Segmentasi pasar. Pada tahapan awal ini STP membagi pasar menjadi
kelompok yang lebih kecil lagi (segmentasi)
Target Konsumen. Jika pasar sudah dibagi kedalam kelompok kecil
maka kita menjadi lebih mudah menemukan target konsumen yang ada
pada segmen pasar tersebut.
Posisikan bisnis yang anda jalankan di pasar. Dengan STP maka kita
akan memposisikan bisnis pada segmen pasar tersebut. Hal ini
bertujuan membuat konsumen menjadi tertarik sehingga bisa bersaing
dengan kompetitor.
B. 3 Langkah Penerapan STP Marketing
1. Segmentasi
Secara singkat segmentasi pasar yaitu pembagian pasar yang luas
kemudian dibagi lagi menjadi kelompok yang lebih kecil yang didasarkan
pada karakteristik tertentu.
Contohnya, kita bisa membagi pasar yang berdasarkan generasi
usianya. Dimulai dari generasi X, generasi milenial kemudian generasi Z.
Lalu bisa juga dengan membagi pasar yang berdasarkan minat film, seperti
yang menyukai film horor, komedi serta action.
Sehingga dengan adanya segmentasi pasar yang kita lakukan maka
akan semakin memudahkan kita dalam menjalankan promosi bisnis.
Meskipun hal itu tentu saja harus memerlukan waktu yang ekstra
namun promosi yang akan kita lakukan menjadi lebih hemat serta efektif
jika dibandingkan dengan promosi yang besar dan menyasar semua orang.
Secara umum kita bagi segmentasi pasar menjadi dua jenis yaitu :
Segmentasi Demografis Disini pasar dibagi menjadi yang
berdasarkan umur, gender, etnis, tingkat pendidikan, pekerjaan dan
sebagainya. Kita juga bisa menemukan contoh segmentasi pasar
Demografis pada industri video game. Contohnya Pokemon
merupakan game untuk anak - anak, Call of Duty adalah game
yang bisa dimainkan oleh remaja.
Segmentasi Geografis Disini pasar dibagi dalam kelompok negara,
provinsi, kota, iklim serta tingkat populasinya. Misalnya pada Mc
Donalds yang memiliki menu masakan sesuai dengan ciri khas dari
negaranya.
Segmentasi Psikografis Dalam segmentasi ini, pasar dibagi
berdasarkan psikologis konsumen. Misalnya kepribadian,
kepercayaan, gaya hidup dan lain - lain. Contohnya yaitu pada
brand sepatu. Sepatu merk Vans untuk anak muda pemain
skateboard. Nike untuk konsumen yang soprty.
Segmentasi Perilaku Pada segmentasi jenis ini , pasar dibagi
berdasarkan kebiasaan konsumen dalam membeli produk, seperti
tingkat loyalitas, manfaat yang dicari dan lain - lain. Contohnya
pada pasta gigi yang terdapat embel - embel “sensitive” adalah
untuk orang yang memiliki gigi sensitive.
2. Targeting
Dalam tahapan ini kita sudah bisa menentukan mana segmen pasar
yang terbaik yang cocok dan baik bagi bisnis kita. Dalam
penentuannya terdapat tiga faktor yang harus dipertimbangkan :
Profitabilitas Karena profit biasanya menjadi tujuan utama dalam
berbisnis maka kita harus pastikan bahwa segmen yang kita
inginkan tersebut memang akan menghasilkan profit besar. Jangan
salah target, misal menjual mobil sport untuk mahasiswa.
Meskipun ada beberapa mahasiswa yang mungkin mampu untuk
membelinya. Namun kita lebih baik menarget orang yang sudah
bekerja.
Ukuran dan Potensi Pertumbuhan Dalam segmentasi ini memang
membagi pasar ke dalam kelompok kecil. Namun usahakan kita
juga harus melihat besar kecilnya pasar tersebut. Jangan membagi
pasar yang sudah kecil, karena bisa membatasi perkembangan
bisnis kita. Selain itu juga memperhatikan perkembangan pasar di
masa depan. Hindari memilih pasar yang sudah mentok karena
profitnya akan berkurang.
Kemudahan Akses Tidak perlu memilih pasar yang memberikan
profit serta potensi yang besar jika kita tidak tahu cara menjual
produknya. Pilih pasar yang bisa mudah diakses baik oleh kita
maupun konsumen.
3. Positioning
Positioning yaitu bagaimana cara kita untuk memposisikan bisnis
pada pasar yang dituju. Tawarkan keunikan produk yang dimiliki pada
konsumen.
Misalnya iPhone, Apple membuat iPhone sebagai smartphone yang
berkualitas premium dan mewah. Sehingga tentu saja target dari
iPhone ini adalah orang yang tak hanya ingin membeli iPhone saja
namun juga mencari gengsi atau kemewahan.
Tawarkan solusi dari Masalah yang Dihadapi Segmen Tersebut
Pada setiap segmen ini pastinya mempunyai masalah didalamnya.
Agar bisa tahu permasalahan tersebut maka kita harus melakukan
riset terlebih dahulu. Dan setelah tahu permasalahannya apa, maka
kita tawarkan solusinya. Dalam solusi ini tentu saja dengan produk
ataupun jasa yang kita jual.
Temukan Unique Selling Point Anda Apa yang membedakan bisnis
yang kita jalankan dengan kompetitor lain pada segmen tersebut?
Alasan kenapa konsumen memilih produk kita? Dan untuk
menjawab semua pertanyaan diatas maka kita juga perlu
menemukan Unique Selling Point (USP) di bisnis yang kita
jalankan. Dengan USP ini maka bisa membuat kita berbeda
sehingga konsumen nantinya akan rela mengeluarkan uangnya
untuk membeli produk yang kita miliki.
Aman. (2021, September 23). Mengenal STP Marketing (Segmen, Target dan Positioning).
Kompas.com. (2022, Oktober 31). Apa itu NPWP: Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Fungsinya.
Pajak, O. (2023, Februari 24). SPT: Informasi Lengkap Seputar Surat Pemberitahuan Pajak.
Prabandaru, A. (2019, Februari 26). Ketahui Pengertian, Fungsi, Jenis, dan Cara Pengisian Surat
Setoran Pajak (SSP).
Trias. (2021, Januari 27). Definisi dan Panduan Lengkap Mengenai Pengusaha Kena Pajak (PKP).