Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PERPAJAKAN

Dosen Pengampu : Ranat Mulia Pardede, S.E., MH


Nama ; Muhammad Raihan Fatih Deli 20622033
NIM : 20622033
Kelas : Pagi 1 Akuntansi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dewasa ini kita sering mendengarkan istilah pembangunan nasional baik dalam
mata kuliah atau media. Kita juga mengetahui bahwa pembangunan tersebut pastilah
memerlukan dana yang tidak sedikit.dalam bab ini kita akan mempelajari salah satu
sumber pemasukan negara bagi pembangunan, yakni pajak. Semua ini akan kita
pelajari sebagai pengantar dalam mata kuliah ini, karena materi yang lebih lanjut akan
dipelajari dalam bab-bab selanjutnya.

B. Tujuan Dan Manfaat

Tujuan penulisan makalah dan mengangkat judul “ Pengertian Dasar Perpajakan


“ ini adalah guna memenuhi tugas mata kuliah perpajakan.

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memperluas wawasan pembaca


tentang masalah perpajakan.selain itu supaya ada kesadaran pada diri penulis maupun
pembaca untuk tertib membayar pajak.

C. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dasar mengenai pajak?


2. Apa saja jenis-jenis pajak?
3. Bagaimana sistem perpajakan di Indonesia?
4. Bagaimana peran, fungsi serta azas pajak?
5. Apa sanksi jika tidak membayar pajak?
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada kas Negara yang bersifat
memaksa dengan imbalan yang tidak langsung dirasakan oleh masyarakat dan
digunakan untuk keperluan Negara.

Pengertian Pajak Menurut Para Ahli Adalah Sebagai Berikut:

1.Menurut Mardiasmo (2016:3) Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh rakyat
kepada negara yang masuk dalam kas negara yang melaksanakan pada undang-undang
serta pelaksanaannya dapat dipaksaaan tanpa adanya balas jasa. Iuran tersebut
digunakan oleh negara untuk melakukan pembayaran atas kepentingan umum. untuk
melakukan pembayaran atas kepentingan umum (mardiasmo, 2016:3).

2.Menurut Prof Dr. P.J.A. Andriani, dalam buku Perpajakan Indonesia

(2014:3) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapatdipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara yang
menyelenggarakan pemerintah.

B.Fungsi pajak

Menurut Mulyo Agung dalam buku Perpajakan Indonesia (2014:34) pajak

memiliki dua fungsi, yaitu:

a) Fungsi Penerimaan (budgetair)


Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah. Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai
penerimaan dalam negeri.

b) Fungsi Mengatur ( Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan


dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh dikenakan pajak yang tinggi terhadap
minuman keras.

Menurut Ikatan Antan Indonesia Kompartemen Akuntansi Pajak (IAI KAP)


(2016) pajak memiliki fungsi yang sanggat strategis bagi berlangsungnya
pembangunan suatu negara. Pajak antara lain memiliki fungsi sebagai berikut:

a) Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkkan bagi pembiayaan


pegeluara-pengeluaran pemerintah. Dalam APBN Pajak merupakan sumber
penerimaan dalam negeri.

b) Fungsi Mengatur (Regulatoir)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan


dibidang sosial dan ekonomi. Misalnya PPnBM untuk minimum keras dan barang-
barang mewah lainnya.

c) Fungsi Redistribusi

Dalam fungsi redistribusi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan
dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak
dengan adanya tariff pajak yang lebih besar untuk penghasilan yang lebih tinggi.
d) Fungsi Demokrasi

Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan sistem gotong royong. Fungsi ini
dikaitkan dengan pelayanan pemerintah kepada masyarakat membayar pajak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki beberapa fungsi diantaranya fungsi
penerimaan, fungsi mengatur, fungsi redistribusi dan fungsi demokrasi.

C. Syarat Pemungutan Pajak:

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hanmbatan atau perlawanan, maka


pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang Undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesusikan dengan kemampuan
masing-masing, sedang adil dalam pelaksanaan yakni dengan memberikan hak bagi
wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang Undang ( Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan bahwa
pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diaturdengan
undang-undang. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik
bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun

perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat


4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong


masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh
undang undang perpajakan yang baru.

D. Macam macam Pungutan di Indonesia

1. Pajak adalah Iuran wajib pajak kepada kas negara berdasarkan Undang undang yang
bersifat dapat dipaksakan serta tidak mendapatkan langsung jasa timbal
(kontraprestasi), serta dapat ditunjukkan serta digunakan untuk membelanjai biaya-
biaya dan pengeluaran umum Pemerintah.

2. Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
memanfaatan fasilitas negara. Contoh: retribusi parkir, retribusi pasar, ijin membuat
bangunan, dan lain lain.

3. Sumbangan/iuran adalah biaya-biaya yang dibayarkan kepada negara untuk prestasi


tertentu. Prestasi itu tdk ditujukan kepada seluruh masyarakat, melainkan hanya utk
sebagian tertentu saja. Contoh: sumbangan wajib pemeliharaan prasarana jalan.

4. Penerimaan negara bukan pajak (UU No. 20 Tahun 1997); misalnya: SIM, lelang,
pass kayu, dll.
E. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi dalam beberapa macam yaitu:

1. Sistem pemungutan Self Assesment System.

Dalam sistem pemungutan pajak ini Wajib Pajak menetapkan sendiri jumlah
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dalam sistem pemungutan ini, kegiatan pemungutan pajak diletakkan
kepada aktivitas masyarakat wajib pajak sendiri, dimana wajib pajak diberi
kepercayaan untuk:

a) Menghitung sendiri pajak yang terutang.

b) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang.

c) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang.

d) Melaporkan sendiri pajak yang terutang.

2. Sistem pemungutan Official Assessment System.

Dalam system pemungutan pajak ini, dimana aparatur pajak (fiskus)


menetapkan jumlah pajak yang terutang dari Wajib Pajak. Dalam sistem ini inisiatif
dan kegiatan dalam mengitung dan menetapkan pajak sepenuhnya berada pada aparatur
pajak (fiskus).

3. Sistem pemungutan Witholding System.

Dalam sistem pemungutan pajak, dimana perhitungan pemotongan dan


pembayaran pajak serta pelaporan pajak dipercayakan kepada pihak ketiga oleh
Negara. Pihak ketiga yang diberi kepercayaan pemerintah untuk memotong atau
memungut pajak misalnya Badan-badan tertentu, Direktorat Jenderal Bea Cukai,
Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan dan lain-lain. Contoh Pajak yang
menganut sistem ini misalnya PPh Pasal-pasal 4 (2), 15, 21, 22, 23, dan 26..
F.JENIS PAJAK

Jenis Pajak menurut Golongan:

1. Pajak Langsung

Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada pihak lain.Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan lain

2. Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pembebanan-nya dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak


Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan lain
lain.

Jenis Pajak menurut Sifatnya:

1. Pajak Subjektif

Pajak subjektif yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan subjek


pajak, baru kemudian ditentukan objek pajaknya. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
dan obyeknya adalah penghasilan.

2. Pajak Obyektif

Pajak yang pertama-tama melihat keadaan objek pajak, meliputi benda, atau
keadaan, per-buatan, peristiwa yang menyebabkan timbulkan kewajiban membayar,
baru kemudian ditentukan subyek pajaknya, tidak mempersoalkan apakah subyek ini
bertempat kedudukan di Indonesia atau tidak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan PPnBM.
Menurut pemungut dan pengelolanya:

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Meterai.
Mulai tahun 2012 PBB dikelola oleh daerah.

b Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.

Contoh:

1). Pajak Daerah Tingkat I :pajak kendaaan bermotor dan kendaraan di atas air, bea
balik nama kendaaan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak pengambilan dan
pemanfaatan air tanah dan air permukaan.

2) Pajak Daerah Tingkat II: pajak hotel dan restoran, pajak reklame, pajak hiburan,
pajak penerangan jalan.

G. Azas Pemungutan Pajak

Ada tiga azas pemungutan pajak, yaitu sebagai berikut:

1. Azas Domisili (azas tempat tinggal)

Yaitu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun
dari luar negeri. Azas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.
2. Azas Sumber

Yaitu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

3. Azas Kebangsaan

Yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya


pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan
berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Azas ini berlaku untuk
wajib pajak luar negeri.

H. Hambatan Pemungutan Pajak

Adanya hambatan dalam pungutan pajak, yaitu perlawanan pasif, dan perlawanan
aktif:

1. Perlawanan pasif yaitu masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, hal ini
disebabkan oleh:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat,

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit difahami masyarakat.

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan aktif, yakni semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukankepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Ada dua cara/bentuk
perlawanan katif, yaitu Tax Avoidance, dan Tax Evasion.

a.Tax Avoidance adalah usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
Undang Undang.
b. Tax Evasion adalah usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar
Undang Undang (menggelapkan pajak).

I. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:

1. Ajaran formal, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan
Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System.

2. Ajaran material, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya Undang Undang.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau suatu perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada Self Assessment System.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:pembayaran,
kompensasi, daluwarsa, bembebasan, dan penghapusan.

1. Pembayaran yaitu utang pajak yang melekat pada Wajib pajak akan hapus jika sudah
dilakukan pembayaran kepada kas negara.

2. Kompensasi yaitu apabila wajib pajak mempunyai kelebihan dalam pembayaran


pajak, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang masih harus
dibayar.

3. Daluwarsa/lewat waktu yaitu terlampauinya waktu dalam melakukan penagihan


utang pajak selama lima tahun sejak terjadi utang pajak.

4. Pembebasan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi admistrasi pajak (berupa


bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak.
5. Penghapusan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi admistrasi pajak (berupa
bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak dikarenakan keadaan keuangan
wajib pajak.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri.

A .Pemotong Pph Pasal 21

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.

2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah

3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan
badan-badan lainnya;

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang
pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan
magang;

5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat


nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan.
B. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

1. Pegawai;.

2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;.

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungandengan


pekerjaan, jasa, atau kegiatan,

4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan,

C. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi


kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa;

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilanyang bersifat final dan yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atauiuran jaminan hari
tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh WargaNegara Indonesia dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang
terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:

1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan


lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang;

2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan


kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

A. Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;

2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah


yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;

3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber


dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD),kecuali badan-badan
tersebut pada angka 4;

4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik
(BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT.Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-
bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari
APBN maupun dari non APBN;

5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas.

7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,


pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

B. Tarif PPh Pasal 22

1. Atas impor :

a) yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen)
dari nilai impor;

b)yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;

c) yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPb,, Bendahara Pemerintah,


BUMN/BUMD (angka II butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari
harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.

3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan


Direktur Jenderal Pajak, yaitu:

• Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)


• Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)

• Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)

•Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)

• Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:

Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain


penyalur/agen bersifat tidak final

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul (angka II butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak
termasuk PPN.

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan
API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari
nilai impor.

7. Atas Penjualan

a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00

b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari


Rp10.000.000.000,00Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.

d. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau

pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400
m2.
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan
dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100%lebih tinggi dari tarif PPh Pasal22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.

A. Pemotong dan Penerima Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

1. Pemotong PPh Pasal 23:

a.badan pemerintah;

b. Subjek Pajak badan dalam negeri;

c. penyelenggaraan kegiatan;

d. bentuk usaha tetap (BUT);

e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;

f. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.

2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:


a. WP dalam negeri;

b. BUT

B. Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk


PPN.

Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23

a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;

c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1)deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan;

2)bagi perseroan terbatas , BUMN/D, kepemilikan saham pada badan yangmemberikan


dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

d. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

e. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

f. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
C. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

a. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu.

b. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

c. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran
atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan / dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WajibPajak
(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap
merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah
Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

A. Pemotong PPh Pasal 26

• Badan Pemerintah;
• Subjek Pajak dalam negeri;

• Penyelenggara Kegiatan;

• BUT;

• Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.

B. Tarif dan Objek PPh Pasal 26

1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri berupa :

a) dividen;

b) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan


pengembalian utang;

c) royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

d) imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e) hadiah dan penghargaan

f) pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

g) Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau

h) Keuntungan karena pembebasan utang.

2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :

a) penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;

b) premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau
bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di

Indonesia;

4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali diIndonesia.

5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antaraIndonesia


dengan negara pihak pada persetujuan.

C. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26

1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.

2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :

-    lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;

- lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;

-    lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

4.SPTMasaPPhPasal26,dengandilampiriSSPlembarkedua,buktipemotongan lembar
kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat 0paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
BEA MATERAI

Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan dan dokumen
yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Beberapa istilah terkait Bea Materai:

1.    Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan

2.    Benda materai adalah materai tempel dan kertas materai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia.

3.    Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk


pula paraf, teraan atau cap tandatangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda
lainnya sebagai pengganti tandatangan.

4.    Pemateraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan


oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum
dilunasi sebagaimana mestinya.

5. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemeteraian kemudian.

A. BUKAN OBJEK BEA MATERAI

1. Dokumen berupa.

– Surat penyimpanan barang.

– Konosemen: surat muatan barang di atas kapal.


– Surat angkutan penumpang dan barang.

– Bukti pengiriman dan penerimaan barang.

– Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungn pengirim

– Surat lain yg dipersamakan.

2. Segala bentuk ijazah.

3. Tanda terima gaji dan yang sejenisnya sehubungan pekerjaan.

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara/ pemda/bank.

5. Kuitansi utk semua jenis pajak.

6. Tanda penerimaan uang untuk keperluan intern organisasi.

7. Dokumen yg menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan oleh bank atau


koperasi.

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek.

B. OBJEK BEA MATERAI

Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen


menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan
dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :

1)  Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.

2)  Akta-akta notaris termasuk salinannya.


3)  Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-
rangkapnya.

4)  Surat yang memuat jumlah atau harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang
asing

5)  Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep .

6)  Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.

7)   Surat-surat biasa dan surat-surat kerumah tanggaan serta surat-surat uang semula
tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain
atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula, yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan.

8) Cek dan bilyet giro.

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai

PPN adalah pungutan yang dikenakan dalam setiap proses produksi maupun
distribusi. Itulah alasannya kita sering menemukan PPN dalam transaksi sehari-hari.
Sebab, dalam PPN, pihak yang menanggung beban pajak adalah konsumen
akhir/pembeli.

Sebagai bukti bahwa PPN adalah kewajiban pembeli, kita bisa menemukan PPN pada
lembaran struk belanja atau pembelian. Pada struk tersebut kita dapat menemukan
tulisan PPN maupun terjemahannya dalam Bahasa Inggris yakni Value Added Tax
(VAT).
A. Barang atau Jasa yang Dikenakan PPN

• Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.

• Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

• Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat atau tidak,
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.

• Uang, emas batangan, dan surat berharga.

B. Barang atau Jasa yang Tidak Dikenakan PPN

• Jasa pelayanan kesehatan medis.

• Jasa pelayanan sosial.

• Jasa pengiriman surat dengan perangko.

• Jasa keuangan.

• Jasa asuransi.

• Jasa keagamaan.

• Jasa pendidikan.

• Jasa kesenian dan hiburan.

• Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan.

• Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.

• Jasa tenaga kerja.


• Jasa perhotelan.

• Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan


secara umum.

• Jasa penyediaan tempat parkir.

• Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.

• Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

• Jasa boga atau katering

C. Tarif PPN

• Tarif PPN 0% berlaku untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak.

• Tarif PPN 10% berlaku untuk semua produk yang beredar di dalam negeri, termasuk
di daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku
undang-undang yang mengatur tentang kepabeanan.

• Tarif PPN atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.

• Khusus untuk barang dan jasa yang terkena tarif PPN 10%, besaran tarif tersebut
masih dapat diubah menjadi paling rendah 5% hingga paling tinggi 20% mengikuti
peraturan pemerintah yang berlaku.

D. Pembayaran dan Pelaporan PPN

PPN mengikat pembeli dan penjual. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, PPN adalah
kewajiban dari pembeli sehingga dibayarkan oleh pembeli itu sendiri. Namun,
kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN merupakan kewajiban
penjual/Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Penjual/PKP kemudian melaporkan pemungutan PPN secara akumulatif ke Ditjen


Pajak. Bukti pungutan PPN ini disebut dengan faktur pajak.

Di dalam sebuah faktur pajak dicantumkan beberapa hal seperti, nama, alamat, barang
atau jasa yang dibeli, NPWP, dll. Penjual wajib melaporkan faktur pajak paling lambat
pada akhir bulan terjadinya transaksi.

Anda mungkin juga menyukai